Menurut Hodgson 1987 bahan kimia yang memiliki potensi sebagai toksik terdapat pada tumbuhan. Di antaranya adalah komponen sulfur, lipid,
phenol, alkaloid, dan banyak lagi jenis yang lainnya. Keberadaan komponen ini pada tumbuhan biasanya sebagai perlindungan dari serangan hewan herbivore,
seperti jenis serangga dan mamalia. Namun berdasarkan Ariens 1986 suatu zat yang memiliki potensi toksik didalam tubuh organisme belum tentu menyebabkan
timbulnya gejala keracunan selama jumlah yang diabsorpsi berada di bawah konsentrasi yang toksik. Sebaliknya, jika diabsorpsi dalam jumlah besar yang
tidak sesuai, setiap zat yang pada dasarnya aman ternyata beracun. Hal tersebut menjadikan pentingnya sebuah pembuktian racun pada konsentrasi yang subtoksik
agar bahaya dapat diketahui pada saat yang tepat dan kerusakan karena keracunan dapat dihindari.
Mason 1981 mengkategorikan senyawa yang berpotensi racun sebagai berikut :
• Senyawa metal, seperti nikel, cadmium, zink, copper, dan merkuri yang dihasilkan dari berbagai proses industri serta beberapa penggunaan metode
pertanian. • Komponen organik, seperti petroleum hydrocarbon, solvents, organometalic
compounds, phenols, formaldehyde, organo-clorine pesticides. • Gas, seperti klorin dan ammonia.
• Anion, seperti sianida, fluorida, sulfida, dan sulfat.
Pengujian toksisitas
Toksisitas dapat ditemukan nilainya dengan melakukan uji biologi atau uji toksisitas. Bioassay atau uji toksisitas merupakan cara untuk mengukur pengaruh
dari satu atau lebih bahan pencemar pada satu atau lebih spesies organisme. Beberapa istilah yang sering digunakan dalam mengungkapkan hasil bioassay
adalah:
1. Lethal concentration LC
Kematian merupakan kriteria toksisitas. Hasilnya ditunjukkan dengan nilai LC yang menunjukkan presentasi kematian hewan pada konsentrasi tertentu.
LC
50
-48 jam menunjukkan konsentrasi dari substansi toksikan yang
menyebabkan kematian terhadap 50 hewan uji yang dikontaminasikan selama 48 jam.
2. Effective Concentration EC
Merupakan istilah yang digunakan apabila terdapat pengaruh lain selain kematian pada saat pengamatan. Pengaruh tersebut antara lain gangguan pada
alat pernafasan, ketidaknormalan pada perkembangan tubuh atau perubahan tingkah laku. Hasilnya ditunjukkan seperti pada lethal concentration.
3. Incipient lethal Level
Yaitu konsentrasi akut bagi hewan uji berakhir. Pada konsentrasi ini 50 hewan uji dapat hidup dalam waktu yang relatif lama.
4. Safe Concentration
Adalah konsentrasi maksimum bahan uji yang tidak menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap hewan uji setelah mengalami kontaminasi yang lama
lebih dari satu atau dua generasi.
5. Maximum Allowable Toxicant Concentration MATC
Adalah konsentrasi bahan uji yang diperbolehkan keberadaannya dalam air yang tidak menyebabkan pengaruh negatif pada hewan uji dan berbagai
peruntukkan lainnya. MATC ditentukan dengan melakukan long-term bioassay terhadap suatu siklus tertentu yang paling sensitif dari hewan uji atau
seluruh siklus hidupnya Mason 1981.
Bioassay Daphnia
Daphnia, yang dikenal dengan nama kutu air, adalah sejenis crustace kecil yang hidup di air tawar. Ia merupakan sumber makanan bagi ikan-ikan dan
organisme perairan lainnya. Daphnia dapat digunakan sebagai biota uji untuk uji toksisitas yang baik
karena mereka sensitif terhadap perubahan kimia air. Selain itu budidaya kultur Daphnia sederhana dan mereka dewasa hanya dalam waktu beberapa hari saja.
Biota ini telah digunakan selama bertahun-tahun untuk menduga toksisitas akut
dan kronis dari zat kimia tunggal maupun kompleks Eaton et al 1995.
Gambar 4 Anatomi dari Daphnia betina Sumber : EPA Siklus
hidup Daphnia berkisar antara 40 hingga 56 hari, bervariasi
tergantung pada spesies dan kondisi lingkungan tempat hidupnya. Daphnia dewasa dapat menghasilkan telur sebanyak 6-10 buah yang terdapat pada brood
chamber Gambar 4. Telur-telur tersebut kemudian menjadi embrio dan dilepaskan dalam beberapa hari. Daphnia juvenile akan dewasa secara seksual
dalam waktu 6-10 hari. Kondisi populasi Daphnia yang baik menyebabkan sebagian besar Daphnia menjadi berjenis kelamin betina dengan sifat aseksual
Gambar 5. Daphnia akan menjadi stress jika densitas populasi terlalu tinggi, kekurangan pakan, kualitas air yang buruk, dan suhu yang ekstrim. Pada keadaan
stress, Daphnia juvenile sebagian besar akan menjadi jantan yang bereproduksi secara seksual, dan telur tidak akan dilepaskan oleh Daphnia betina sebelum
terjadi perubahan lingkungan hidup menjadi lebih baik Gambar 6. Berdasarkan hal tersebut, maka untuk mendapatkan suplai Daphnia yang berkelanjutan,
kondisi lingkungan stress harus dihindari karena mengakibatkan reproduksi Daphnia menjadi seksual ei.cornell.edu.
Gambar 5 Daphnia betina aseksual yang siap melepaskan telur Sumber : ei.cornell.edu.
Gambar 6 Daphnia betina seksual yang menahan telurnya hingga lingkungan perairan kembali kondusif
Sumber : ei.cornell.edu.
METODOLOGI
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan dua tahap dan di dua tempat, yaitu tahap pertama di Laboratorium Pusat Penelitian Teh dan Kina PPTK untuk pembuatan teh
camellia-murbei serta uji fitokimia yang merupakan rangkaian penelitian kerjasama dengan Departemen Pertanian KKP3T. Penelitian tahap pertama ini
dilakukan pada bulan Juni – Agustus 2007. Tahap kedua berupa penelitian lanjutan, yakni uji toksisitas, dilakukan di
laboratorium Biomikro Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan, serta Laboratorium Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian
Bogor pada bulan Juni – September 2008.
Bahan dan Alat
Untuk pembuatan teh camellia-murbei bahan yang diperlukan adalah daun teh varietas assamica klon Klon gambung 7 dan Klon gambung 9, daun murbei
varietas kanva dan multikaulis, bubuk jahe merah dan asam jawa. Alat yang digunakan adalah alat-alat untuk proses pembuatan teh seperti mesin pelayuan,
steaming, mesin penggulung daun, mesin CTC, dan oven pengeringan. Bahan untuk uji fitokimia adalah seluruh teh kering hasil dari tahap
pembuatan teh camellia-murbei yang telah diformulakan sesuai dengan rancangan perlakuan.
Untuk uji toksisitas yang dilakukan dengan metode bioassay Daphnia memerlukan bahan sebagai berikut: dua formula teh camellia-murbei yang
memiliki kandungan fitokimia paling tinggi beserta dua formula teh tersebut yang ditambah jahe dan asam jawa, instar Daphnia, serta media kultur Daphnia.
Peralatan yang digunakan adalah akuarium, gelas ukur, dan pipet.
Desain Rancangan Pembuatan teh camellia-murbei
Perlakuan yang diberikan: A. Varietas camellia, terdiri dari :
A1 = Teh Camelia sinensis varietas assamica klon Klon gambung 7 A2 = Teh Camelia sinensis varietas assamica klon Klon gambung 9
B. Varietas murbei, terdiri dari : B1 = Teh murbei oksidasi enzimatis varietas kanva
B2 = Teh murbei oksidasi enzimatis varietas multicaulis B3 = Teh murbei non-oksidasi enzimatis varietas kanva
B4 = Teh murbei non-oksidasi enzimatis varietas multicaulis • n = 3 kali ulangan
Desain rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Faktorial sehingga jumlah sampel = 2 varietas camellia x 4 varietas murbei x 3
ulangan = 24 satuan percobaan. Model linier yang digunakan adalah
Yijk = µ + αi+βj+αβij+ εijk
Keterangan : Yijk = Respon pada faktor varietas teh ke-i, varietas murbei ke-j dan ulangan
ke-k µ
= nilai tengah umum αi
= Pengaruh dari faktor varietas teh ke-i Klon gambung 7 dan Klon gambung 9
βj = Pengaruh dari faktor varietas murbei ke-j Kanva dan Multicaulis
αβij = Pengaruh dari interaksi varietas teh ke-i dan varietas murbei ke-j εijk = pengaruh acak pada varietas teh ke-i, varietas murbei ke-j dan ulangan
ke-k data yang diperoleh akan dilakukan uji F-hitung memakai uji Tukey, jika
terdapat data yang signifikan maka diuji lanjut dengan uji Duncan DMRT.
Uji Kimia dan Fitokimia
Uji fitokimia dilakukan di laboratorium biokimia PPTK dengan menggunakan metode titrimetri dan HPLC yang telah terstandar.
Semua sampel dilakukan analisis kimia yang mencakup : kadar air, ekstrak air, kadar abu total,
kadar abu larut air, kadar abu tidak larut asam, serta analisis fitokimia yang berupa : tannin, kafein, dan theaflavin. Kemudian ditentukan tiga formula teh terbaik
berdasarkan jumlah kandungan fitokimia dan hasil organoleptik, yang selanjutnya ketiga formula teh camellia-murbei tersebut dianalisis kadar katekin masing-
masing dengan tiga kali ulangan.
Uji Toksisitas
Terdapat dua faktor perlakuan, yang pertama adalah faktor formula teh camellia-murbei, dan yang kedua adalah faktor konsentrasi total katekin pada
larutan media uji Daphnia. Faktor pertama terdapat enam taraf : 1. F1 = formula camellia-murbei ke-1 terbaik
2. F2 = formula camellia-murbei ke-1 terbaik + jahe dan asam jawa 3. F3 = formula camellia-murbei ke-2 terbaik
4. F4 = formula camellia-murbei ke-2 terbaik + jahe dan asam jawa 5. F5 = kontrol teh camellia komersial
6. F6 = kontrol teh murbei komersial Kriteria formula teh camellia-murbei terbaik adalah berdasarkan
kandungan total katekin yang tertinggi. Faktor kedua terdapat enam taraf titik konsentrasi yang akan diujikan. Lima titik ditentukan berdasarkan uji konsentrasi
pendahuluan sesuai dengan prosedur yang diuraikan di bawah ini, sedangkan satu titik merupakan konsentrasi 0 ppm kontrol. Jumlah keseluruhan terdapat 36 unit
satuan percobaan yang diulang sebanyak 3 kali. Pada masing-masing unit satuan terdapat 10 ekor instar Daphnia.
Prosedur Penelitian Prosedur pembuatan teh oksidasi enzimatis Teh hitam
• Pelayuan
Tahap pertama pada proses pengolahan teh dengan fermentasi adalah pelayuan. Selama proses pelayuan, daun teh akan mengalami dua perubahan yaitu
perubahan senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam daun serta menurunnya kandungan air sehingga daun teh menjadi lemas. Proses ini dilakukan pada alat
Withering Trough atau palung pelayuan selama 14-18 jam. Hasil pelayuan yang
baik ditandai dengan pucuk layu yang berwarna hijau kekuningan, tidak mengering, tangkai muda menjadi lentur, bila digenggam terasa lembut dan bila
dilemparkan tidak akan buyar serta timbul aroma yang khas seperti buah masak.
• Penggilingan dan oksimatis
Secara kimia, proses pengilingan merupakan proses awal terjadinya oksimatis yaitu bertemunya total katekin dan enzim total katekin oksidase dengan
bantuan oksigen. Penggilingan akan mengakibatkan memar dan dinding sel pada daun teh menjadi rusak. Cairan sel akan keluar dipermukaan daun secara rata.
Proses ini merupakan dasar terbentuknya mutu teh. Selama proses ini berlangsung, katekin akan diubah menjadi theaflavin dan thearubigin yang
merupakan komponen penting baik terhadap warna, rasa maupun aroma seduhan teh hitam. Proses ini biasanya berlangsung selama 90-120 menit . Mesin yang
biasa digunakan dalam proses penggilingan ini dapat berupa Open Top Roller OTR, Rotorvane dan Press Cup Roller PCR-untuk teh hitam orthodox dan
Mesin Crushing Tearing and Curling CTC-untuk teh hitam CTC.
• Pengeringan
Proses ini bertujuan untuk menghentikan proses oksimatis pada saat seluruh komponen kimia penting dalam daun teh telah secara optimal terbentuk.
Proses ini menyebabkan kadar air daun teh turun menjadi 2,5-4. Keadaan ini dapat memudahkan proses penyimpanan dan transportasi. Mesin yang biasa
digunakan dapat berupa ECP Endless Chain Pressure Dryer maupun FBD Fluid Bed Dryer pada suhu 90-95
o
C selama 20-22 menit.
Prosedur pembuatan teh non oksidasi enzimatis Teh hijau • Pelayuan
Berbeda dengan proses pengolahan teh hitam, pelayuan disini bertujuan menginaktifasi enzim total katekin oksidase untuk menghindari terjadinya proses
oksimatis. Akibat proses ini daun menjadi lentur dan mudah digulung. Pelayun dilakukan dengan cara mengalirkan sejumlah daun teh kedalam mesin pelayuan
Rotary Panner dalam keadaan panas 80-100
o
C selama 2-4 menit secara kontinyu. Penilaian tingkat layu daun pada pengolahan teh hijau dinyatakan
sebagai persentase layu, yaitu perbandingan daun pucuk layu terhadap daun basah yang dinyatakan dalam persen. Persentase layu yang ideal untuk proses
pengolahan teh hijau adalah 60-70. Tingkat layu yang baik ditandai dengan daun layu yang berwarna hijau cerah, lemas dan lembut serta mengeluarkan bau
yang khas.
• Penggulungan
Pada proses pengolahan teh hijau, penggulungan merupakan tahapan pengolahan yang bertujuan untuk membentuk mutu secara fisik. Selama proses
penggulungan daun teh akan dibentuk menjadi gulungan kecil dan terjadi pemotongan. Proses ini dilakukan seger setelah daun layu keluar dari mesin
pelayuan. Mesin penggulung yang biasa digunakan adalah Open Top Roller 26 tipe single action selama 15-17 menit.
• Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk mereduksi kandungan air dalam daun hingga 3-4. Untuk mencapai kadar air yang demikian rendahnya, pengeringan
umumnya dilakukan dalam dua tahap. Pengeringan pertama bertujuan mereduksi kandungan air dan memekatkan cairan sel yang menempel pada permukaan daun.
Hasil pengeringan pertama masih setengah kering dengan tingkat kekeringan kering dibagi basah sekira 30-35. Mesin yang digunakan pada proses
pengeringan pertama ini adalah ECP dengan suhu masuk 130-135
o
C dan suhu keluar 50-55
o
C dengan lama pengeringan sekira 25 menit. Disamping memperbaiki bentuk gulungan, pengeringan kedua bertujuan
untuk mengeringan teh sampai kadar airnya menyentuh angka 3-4. Mesin yang digunakan dalam proses ini biasanya berupa Rotary Dryer tipe repeat roll. Lama
pengeringan berkisar antara 80-90 menit pada suhu dibawah 70
o
C.
Prosedur uji toksisitas
Prosedur uji toksisitas dengan metode bioassay Daphnia mengacu pada Eaton et al 1995. Sebelum dilaksanakan uji toksisitas, dilakukan terlebih dahulu
kultur daphnia serta uji pendahuluan. Kultur daphnia serta uji toksisitas dilakukan di laboraorium Biomikro Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan.
• Kultur Daphnia
Kultur Daphnia merupakan bagian dari persiapan untuk mendapatkan hewan uji yang merupakan instar Daphnia. Kultur Daphnia dilakukan di dalam
wadah kaca sejenis akuarium ukuran kecil 30 x 30 x 30. Diperlukan sedikitnya 20-30 ekor daphnia dewasa untuk memulai kultur ini. Selama masa kultur,
Daphnia diberi pakan berupa alga hijau. Setelah kurang-lebih satu bulan, didalam
kultur terdapat ratusan ekor Daphnia kecil dan dewasa. Kemudian Daphnia yang telah memiliki telur ditunjukkan dengan adanya warna kuning pada bagian brood
chamber dipisahkan dari akuarium kultur dan dimasukkan ke dalam gelas becker
untuk ditetaskan. Gelas becker yang telah dimasukkan Daphnia diamati setidaknya 24 jam sekali untuk melihat apakah telur telah menetas menjadi instar
Daphnia . Instar Daphnia inilah yang akan menjadi hewan uji pada uji
pendahuluan maupun uji utama.
• Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan selang konsentrasi total katekin yang akan digunakan sebagai kontaminan pada uji utama. Pada uji
pendahuluan ditentukan konsentrasi ambang atas N dan konsentrasi ambang bawah n. Konsentrasi ambang atas N adalah konsentrasi terendah dari toksikan
yang menyebabkan seluruh hewan uji mati pada pemaparan waktu 24 jam, sedangkan konsentrasi ambang bawah n adalah konsentrasi tertinggi dari
toksikan yang tidak menyebabkan kematian pada hewan uji pada pemaparan waktu 24 jam. Setelah diperoleh nilai konsentrasi ambang batas atas dan bawah,
titik-titik konsentrasi uji utama dapat dihitung dengan rumus berdasarkan Adhiarni 1997, sebagai berikut:
Log Nn = k log an ...................1 an = ba = cb = dc = ed = Ne.........2
Keterangan : N
: Konsentrasi tertinggi n
: Konsentrasi terendah k
: Jumlah konsentrasi yang diuji a, b, c, d dan e : Konsentrasi antara konsentrasi terendah dan konsentrasi
tertinggi a adalah konsentrasi terkecil
• Uji Lanjutan Utama
Uji utama dilakukan selama 48 jam dengan enam titik pengamatan. Jumlah instar Daphnia yang mati dicatat, kemudian data yang diperoleh diolah dengan
EPA Probit Analisis Program untuk mengetahui Lethal Concentration LC
50
dengan derajat kepercayaan 95. LC
50
adalah konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian instar Daphnia 50 Hodgson 1987.
Meyer 1982 menyebutkan tingkat toksisitas suatu ekstrak mengikuti pedoman sebagai berikut :
LC
50
≤ 30 ppm = sangat toksik
30 LC
50
≤ 1000 ppm = toksik
LC
50
≥ 1001 ppm = tidak toksik
Loomis 1978 mengklasifikasikan toksisitas atas dasar jumlah besarnya zat kimia untuk setiap kg berat badan yang diperlukan untuk menimbulkan
bahaya, yaitu sebagai berikut : 1. Luar biasa toksik
1mgkg atau kurang 2. Sangat toksik
1-50 mgkg 3. Cukup toksik
50-500 mgkg 4. Sedikit toksik
500 – 5000 mgkg 5. Praktis tidak toksik
5 g – 15 gkg 6. Relatif kurang berbahaya lebih dari 15 gkg
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Teh Camellia-Murbei
Dengan rancangan percobaan yang telah diuraikan pada Bab Metodologi, maka diperoleh formula teh camellia-murbei sebagai berikut :
Tabel 9 Formula teh camellia-murbei 1:1 No Formula
teh 1
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis 2
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis 3
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis 4
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Multikaulis non-oksimatis 5
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis 6
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis 7
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis 8
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis non-oksimatis Keterangan : oksimatis = oksidasi enzimatis
Dari kedelapan formula teh camellia-murbei yang diperoleh diatas, kemudian dianalisis kandungan fitokimianya untuk mengetahui formula yang
memiliki manfaat terbaik bagi kesehatan.
Analisis Kimia dan Fitokimia Teh Camellia-Murbei
Analisis kimia yang dilakukan meliputi analisis kandungan : 1. Kadar air
2. Ekstrak air 3. Kadar abu
4. Abu tidak larut asam 5. Abu larut air
6. Alkalinitas 7. Kadar serat
Analisis fitokimia yang dilakukan meliputi analisis kandungan 1. Theaflavin
2. Tanin 3. Kafein
Ditentukannya faktor-faktor analisis tersebut dikarenakan ingin membandingkan mutu teh camellia-murbei dengan standar mutu teh berdasarkan
Standar Nasional Indonesia SNI yang dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 10 Persyaratan kandungan kimia mutu teh
Jenis uji
Satuan Spesifikasi
Kadar air bb maksimum 8,00
Kadar ekstrak air bb minimum 32,00
Kadar abu total bb minimum 4,00- maksimum 8,00
Kadar abu larut dalam air bb dari abu total Minimum 45,00
Kadar abu tak larut dalam asam bb Maksimum 1,00
Alkalinitas abu larut dalam air bb minimum1,00 - maksimum 3,00
Kadar serat kasar bb maksimum 16,50
Sumber : SNI Teh Hitam No 01-1902-2000 SNI Teh Hijau No 01-3945-1995
Hasil analisis kimia 1.
Kadar air
Nilai kadar air yang memenuhi standar SNI teh adalah maksimum 8 dari berat kering teh. Untuk teh yang dihasilkan dari formula camellia-murbei didapat
nilai kadar air yang memenuhi standar SNI teh, yakni seperti terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 11 Nilai kadar air teh camellia-murbei Formula teh
Kadar air bk
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis 2.8633
ab
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis 2.6733
ab
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis 2.8567
ab
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Multikaulis non- oksimatis
2.4733
ab
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis 3.1683
a
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis 2.6150
ab
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis 2.8067
ab
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis non- oksimatis
2.0883
b
Tabel 11 diatas menunjukkan bahwa nilai kadar air satu formula teh dengan yang lainnya tidak terdapat perbedaan yang nyata berdasarkan uji statistik.
Seluruh formula teh camellia-murbei memiliki tingkat kadat air seperti yang disyaratkan SNI teh, yakni kurang dari 8. Hal ini sangatlah baik, karena kadar
air merupakan aspek penting bagi daya simpan suatu bahan. Teh kering memiliki sifat higroskopis, sehingga jika kadar airnya semakin rendah maka mutunya akan
lebih baik.
2. Ekstrak air