19
semua mata pelajaran, terutama dalam hal hafalan dan pemahaman. Nilai hasil belajarnya rendah dibanding dengan teman-teman di kelasnya.
b. Bahasa
Slow learner mengalami masalah dalam berkomunikasi. Mereka mengalami kesulitan dalam bahasa ekspresif, menyampaikan ide, atau pun
memahami percakapan atau bahasa reseptif. c.
Emosi Emosi slow learner kurang stabil. Mereka cepat marah, meledak-
ledak, dan sensitif. Slow learner juga mudah patah semangat. d.
Sosial Slow learner kurang baik dalam bersosialisasi. Mereka lebih memilih
menjadi pemain pasif, penonton, saat bermain atau bahkan menarik diri. Mereka juga lebih senang berteman dengan anak di bawah usia mereka.
e. Moral
Slow learner juga lambat dalam kematangan moralnya. Slow learner tahu aturan yang berlaku tetapi tidak paham untuk apa peraturan tersebut
dibuat, sehingga mereka seringkali melanggar peraturan tersebut. Hal itu dikarenakan kemampuan memori mereka yang terbatas.
Menurut pendapat di atas, slow learner secara intelegensi berada di bawah rentang IQ siswa umumnya, sehingga mengalami masalah dalam hal belajar. Hal
ini sependapat dengan Bambang Trisulo, dkk 2013: 19 menyebutkan karakteristik slow learner, yaitu:
a. IQ di antara 70-90
20
b. proses belajar lambat sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama
c. Nilai pada seluruh mata pelajaran rendah
Pendapat Bambang Trisulo, dkk 2013: 19 menyebutkan karakteristik slow learner dalam hal belajar yang lambat karena retang IQ di bawah IQ normal dan
nilai seluruh mata pelajaran rendah. Hal tersebut perlu mendapat perhatian khusus dari guru, terutama guru kelas agar slow learner dapat belajar bersama dalam
kelas, tanpa kesulitan menerima informasi yang disampaikan guru. Berdasarkan kajian-kajian karakteristik slow learner di atas, terdapat
kesamaan pendapat tentang karakteristik slow learner yaitu: a memiliki skor IQ antara 70-90, b memiliki masalah atau hambatan bahasa, c memiliki emosi
yang tidak stabil, d memiliki kesulitan dalam bersosialisasi dan lebih memilih berteman dengan anak dengan usia di bawah mereka, e kematangan moral yang
lambat, dan f lebih lambat dalam belajar.
3. Kebutuhan Slow Learner
Kebutuhan belajar slow learner di sekolah dasar berdasar penelitian Mumpuniarti, dkk 2014: 14 meliputi: persoalan berhitung dalam pengoperasian
angka, dan pencapaian komulatif angka dalam jumlah yang tidak sesuai dengan standar kelas. Persoalan membaca slow learner belum mampu menafsirkan
bentuk-bentuk huruf dan gabungan huruf menjadi kata, khususnya kata yang menggunakan suku kata berakhiran huruf konsonan bunyi rangkap. Selain itu,
slow learner kesulitan menyusun huruf menjadi kata dan kalimat. Penelitian Mumpuniarti 2014: 14 menunjukkan slow learner memiliki
kebutuhan dalam hal pengoperasian hitung, membaca, dan menulis. Slow learner
21
memiliki standar yang berbeda dengan siswa lain. Kebutuhan slow learner dalam Matematika, membaca, dan menulis ini perlu diperhatikan guru.
Slow learner juga membutuhkan kebutuhan secara emosional. Kebutuhan slow learner dijelaskan oleh G. Lokanadha Reddy, dkk 2006: 64-66, antara lain:
a. Kebutuhan Rasa Aman
Perasaan aman ini penting bagi stabilitas emosi. b.
Kebutuhan Menyayangi dan Disayangi Penting bagi guru dan orang tua untuk memberikan kasih sayang pada
anak untuk meningkatkan interaksi dan transaksi sosial. c.
Kebutuhan untuk Diterima oleh Siswa Lain Kebanyakan slow learner tidak punya teman atau dikucilkan karena
mereka tidak memiliki keterampilan untuk berbaur dengan yang lain. Penting bagi orang tua dan guru untuk memastikan bahwa siswa tersebut
diterima oleh teman-temannya. d.
Kebutuhan Pengakuan dan Percaya Diri Slow learner memiliki bakat dan kemampuan yang lebih rendah dari
teman lainnya, karenanya penting bagi sekolah untuk menyediakan beberapa cara untuk memberi kesempatan mereka pencapaian yang sukses.
e. Kebutuhan Kemandirian dan Tanggung Jawab Mengajarkan slow learner untuk menjadi mandiri dan tanggung jawab
penting untuk masa depan mereka.
22
f. Kebutuhan Pengalaman dan Aktivitas Baru
Slow learner tidak cepat ingin tahu dan cenderung memilih berada di zona nyaman, sehingga perlu sekali bagi sekolah untuk menyediakan
berbagai macam aktivitas dan hal-hal yang menarik di sekolah. Pendapat di atas merupakan kebutuhan siswa secara emosional yang perlu
juga diperhatikan dalam proses pembelajaran, seperti kebutuhan pengakuan dan percaya diri agar slow learner tidak merasa rendah diri di kelas. Berdasar
penjelasan-penjelasan tersebut, kebutuhan slow learner di kelas meliputi persoalan berhitung dan membaca yang belum dapat mengikuti seperti teman-
temannya, dan di sini guru memiliki peran penting untuk dapat memberikan penanganan pada siswa tersebut. Di samping kebutuhan tersebut, secara
emosional adalah kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk menyayangi dan disayangi, kebutuhan untuk diterima anak lainnya, kebutuhan untuk dikenal dan
percaya diri, kebutuhan untuk mandiri dan tanggung jawab, serta kebutuhan untuk mendapat pengalaman dan aktivitas baru. Dari kebutuhan-kebutuhan tersebut,
orang tua dan guru yang memiliki peran besar untuk menciptakan kondisi atau peluang agar slow learner dapat ikut terlibat di dalamnya dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tersebut. Kebutuhan tersebut perlu diperhatikan guru agar guru dapat memnuhi kebutuhan slow learner.
C. Kajian Akomodasi Pembelajaran untuk Slow Learner 1.
Akomodasi Pembelajaran
Dalam pembelajaran guru memiliki peran yang penting, salah satu peran guru menurut Dimyati dan Mudjiono 2006: 37 yaitu melakukan pembelajaran
sesuai dengan berbagai model pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi
23
siswa, bahan belajar, dan kondisi sekolah setempat. Kondisi siswa dapat diartikan dengan berbagai jenis kondisi siswa dan berbagai jenis kebutuhan belajar siswa.
Pentingnya guru dalam pembelajaran juga harus menyadari bahwa masing- masing siswa adalah unik. Abdul Qayyum Chauhdary dan Muhammad Athar
Hussain 2012: 207 menyatakan “Teacher should always consider each student as an individual. Students have their own personal needs and must be addresses
accordingly”. Guru harus selalu menyadari setiap siswa sebagai individu. Setiap siswa memiliki kebutuhan masing-masing dan harus menyikapi sesuai kebutuhan
tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan masing-masing siswa tersebut, guru dapat
mengusahakan melalui penyesuaian dalam pembelajaran. Hayden 2004 dalam Pujaningsih, 2010: 199 memaknai akomodasi sebagai penyesuaian dan
modifikasi. Nari Koga 2004: 5 menyatakan, “the term accommodation is used to mean a modification to the delivery of instruction or method of student
performance and does not change the content or conceptual difficulty of the curriculum”. Istilah akomodasi diartikan sebuah modifikasi untuk menyampaikan
pembelajaran atau cara kinerja siswa dan tidak mengubah tingkat kesulitan isi atau konsep dari kurikulum.
Tami Pichla, dkk. 2006: 2 menyatakan “accommodations are changes in how a student accesses information and demonstrates learning”. Akomodasi
adalah mengubah bagaimana metode siswa mengakses informasi dan mendemonstrasikan pembelajaran. Pengubahan dan demonstrasi yang termasuk
akomodasi antara lain: penyajian pelajaran, strategi pembelajaran, prosedur dan