PELAKSANAAN PEMBELAJARAN SISWA LAMBAN BELAJAR (SLOW LEARNER) KELAS II SD N JLABAN KECAMATAN SENTOLO KABUPATEN KULON PROGO.

(1)

i

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN SISWA LAMBAN BELAJAR (SLOW LEARNEAR) KELAS II SD NEGERI JLABAN KECAMATAN SENTOLO

KABUPATEN KULON PROGO

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Witrias Swestika Nugrahayati NIM 12108241006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

Seorang guru adalah sebuah busur. Anak adalah panah yang siap meluncur. Tanpa sebuah busur, panah hanyalah sebuah kayu yang menanti uzur.

(Shinziro Hero)

Anak-anak yang belajar bersama akan belajar untuk hidup bersama. (Filosofi Pendidikan)


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Tugas akhir skripsi ini dengan mengharap ridho Allah SWT peneliti persembahkan untuk:

1) Ayah dan Ibu tercinta.

2) Almamater Universitas Negeri Yogyakarta. 3) Agama, nusa, dan bangsa Indonesia.


(7)

vii

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN SISWA LAMBAN BELAJAR (SLOW LEARNER) KELAS II SD N JLABAN KECAMATAN SENTOLO

KABUPATEN KULON PROGO

Oleh

Witrias Swestika Nugrahayati NIM 12108241006

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar (slow learner) kelas II SD N Jlaban, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo. Pelaksanaan pembelajaran yang dimaksud meliputi kegiatan perencanaan, proses pembelajaran, serta evaluasi/tindak lanjut dalam pembelajaran siswa lamban belajar.

Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskripstif. Subjek penelitiannya adalah guru kelas II SD N Jlaban. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data meliputi reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Keabsahan data diuji dengan triangulasi teknik dan triangulasi sumber.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru kelas II melaksanakan pembelajaran yang sama untuk siswa reguler dan siswa lamban belajar. Hal tersebut dapat dilihat sejak proses perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi/tindak lanjut. Guru melakukan apersepsi dengan cara tanya jawab tentang keadaan sekitar siswa. Guru melakukan motivasi dengan cara mengajak siswa bernyanyi atau melakukan berbagai macam tepuk. Tidak terdapat RPP khusus untuk siswa lamban belajar. Metode pembelajaran yang digunakan guru adalah ceramah dan tanya jawab. Salah satu perlakukan khusus untuk siswa lamban belajar adalah diadakannya tambahan waktu menyelesaikan tugas setelah pulang sekolah. Guru kunjung hanya mendampingi siswa mengerjakan tugas ketika pembelajaran berlangsung. Guru kunjung masuk ke kelas II setiap hari Selasa dan Jumat.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pelaksanaan Pembelajaran Siswa Lamban Belajar (Slow Learner) Kelas II SD N

Jlaban Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo”.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak, yaitu sebagai berikut.

1) Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan dalam menempuh program studi PGSD di Universitas Negeri Yogyakarta.

2) Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan perizinan penelitian demi kelancaran skripsi ini. 3) Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar yang telah memberikan

dukungan dan pengarahan dalam penyelesaian skripsi ini.

4) Dosen Pembimbing Skripsi yang dengan sabar membimbing dan mengarahkan dalam penyusunan skripsi ini.

5) Bapak dan ibu dosen program studi PGSD Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ilmu dan pengalaman berharga selama proses perkuliahan.


(9)

(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Masalah ... 1

b. Identifikasi Masalah ... 7

c. Fokus Penelitian ... 7

d. Rumusan Masalah ... 8

e. Tujuan Penelitian ... 8

f. Manfaat Penelitian ... 8

g. Batasan Istilah ... 9

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 1) Siswa Lamban Belajar (Slow Learner) ... 10

a. Pengertian Siswa Lamban Belajar (Slow Learner) ... 10

b. Faktor-Faktor Penyebab Siswa Lamban Belajar (Slow Learner) ... 12

c. Karakteristik Anak Lamban Belajar (Slow Learner) ... 15


(11)

xi

a. Pengertian Pembelajaran ... 18

b. Komponen-Komponen Pembelajaran ... 19

c. Prinsip Pembelajaran Siswa Lamban Belajar (Slow Learner) ... 23

d. Pendekatan PembelajaranSiswa Lamban Belajar (Slow Learner) ... 28

e. Pelaksanaan PembelajaranSiswa Lamban Belajar ... 33

f. Pendidikan Inklusif ... 46

3) Kerangka Berpikir ... 51

4) Pertanyaan Penelitian ... 52

BAB III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 53

B. Tempat Penelitian ... 54

C. Waktu Penelitian ... 54

D. Subjek Penelitian ... 54

E. Teknik Pengumpulan Data ... 55

F. Instrumen Penelitian ... 56

G. Teknik Analisis Data ... 58

H. Pengujian Keabsahan Data ... 60

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi Lokasi Penelitian ... 62

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 63

C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 63

1. Perencanaan Pembelajaran SiswaLamban Belajar ... 63

2. Pelaksanaan Pembelajaran SiswaLamban Belajar ... 64

3. Evaluas dan Tindak Lanjut Siswa Lamban Belajar ... 70

D. Pembahasan ... 73

1. Perencanaan Pembelajaran Siswa Lamban Belajar ... 73

2. Pelaksanaan Pembelajaran Siswa Lamban Belajar ... 74

3. EvaluasidanTindak Lanjut Siswa Lamban Belajar ... 80

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 87


(12)

xii

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Kisi-Kisi Pedoman Observasi ... 57 Tabel 2. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara ... 58


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Display Data Hasil Penelitian ... 72


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ... 90

Lampiran 2. Pedoman Observasi ... 92

Lampiran3. Pedoman Wawancara ... 95

Lampiran 4. Catatan Lapangan ... 101

Lampiran 5. Hasil Observasi ... 125

Lampiran 6. Reduksi Hasil Observasi ... 135

Lampiran 7. Transkip Wawancara ... 147

Lampiran 8. ReduksiHasilWawancara ... 159

Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian ... 174

Lampiran 10. Triangulasi Data ... 178

Lampiran 11. Hasil Assesmen Siswa Lamban Belajar ... 186

Lampiran 12. Rapor Siswa Lamban Belajar ... 192

Lampiran 13. SK Inklusi SD N Jlaban ... 203


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konsep pendidikan untuk semua (education is for all) merupakan salah satu dasar pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Hal tersebut juga telah termaktub dalam

UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi, “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Landasan yuridis yang lain adalah UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 1 yang berbunyi, “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperloeh pendidikan yang bermutu”.

Dunia pendidikan khususnya bangku persekolahan merupakan salah satu wahana untuk memproses sebuah input pendidikan (peserta didik) agar nantinya menjadi output pendidikan yang berintelek dan berkarakter. Realitas menunjukkan bahwa peserta didik yang ada adalah heterogen. Misalnya saja, ada peserta didik yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata; ada peserta didik yang berbakat; ada peserta didik yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata; gangguan konsentrasi belajar; gangguan emosional; lamban belajar; hambatan fisik; autis; dan lain sebagainya. Kesemua karakteristik peserta didik di atas juga memiliki hak untuk menimba ilmu di bangku persekolahan secara formal.

Sekolah luar biasa merupakan institusi pendidikan untuk memfasilitasi anak-anak yang berkebutuhan khusus. Selain itu, di dalam kerangka sistem pendidikan


(16)

2

Indonesia juga terdapat sekolah inklusi, sekolah reguler yang memiliki tanggung jawab untuk menyediakan kesempatan bagi ABK untuk mengenyam pendidikan. Menurut Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, Pasal 1 bahwa: Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan

Penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus pada dasarnya diarahkan agar setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, mampu menjadi manusia yang bermoral, berbudi luhur, dan berakhlak mulia, sehingga kelak mampu menjalani kehidupan yang mulia dan bermartabat baik sebagai makhluk individu maupun sosial. Menurut Safrudin Aziz (2015:117), tujuan penyelenggaraan pendidikan anak berkebutuhan khusus mustahil tercapai jika sejak awal anak diisolasikan dari teman sebayanya di sekolah-sekolah khusus. Pendapat tersebut sejalan dengan Pemerdiknas No. 70 tahun 2009 pasal 1 yang berbunyi bahwa pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk


(17)

3

mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

Pada tahun ajaran 2015/2016, di SD Negeri Jlaban terdapat dua belas anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan hasil assesmen 10 anak teridentifikasi mengalami lamban belajar (slow learner), 1 anak termasuk tunagrahita, dan 1 anak termasuk dalam kategori retardasi mental. Berdasarkan observasi proses pembelajaran di SD N Jlaban yang dilakukan peneliti pada tanggal 10 Juli – 12 Agustus, ditemukan beberapa permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran, khususnya untuk anak lamban belajar (slow learner) di kelas II. Di kelas II, terdapat tiga anak lamban belajar, yakni CM, ICP, dan OHR.

Permasalahan-permasalahan yang terjadi pada anak lamban belajar di SD N Jlaban, khususnya kelas II diantaranya adalah sebagai berikut. Di SD N Jlaban, yang termasuk dalam sekolah inklusi ini, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas semuanya sama. Tidak terdapat RPP khusus untuk ABK. Tidak terdapat kurikulum khusus untuk siswa ABK sehingga siswa slow learner masih sulit untuk mengikuti proses pembelajaran. Siswa yang bersangkutan sering tertinggal dalam memahami suatu materi pembelajaran ketika siswa lainnya telah paham dan mulai mempelajari materi yang lainnya. Bila ditanya tentang materi yang telah dipelajari, siswa akan merasa kebingungan dalam menjelaskan atau menjawab pertanyaan mengenai materi tersebut. Hal tersebut terjadi pada ketiga anak lamban belajar yang


(18)

4

diobservasi. OHR cenderung akan diam bila ditanya tentang materi pelajaran. Sedangkan CM dan ICP cukup antusias dalam menjawab pertanyaan namun seringkali jawabannya tidak sesuai dengan materi.

Guru tidak memberikan perhatian khusus ketika siswa slow learner memiliki semangat yang rendah untuk mengikuti pembelajaran. Ketika mengerjakan suatu tugas, siswa tersebut akan mengerjakan dengan cepat namun tidak tepat serta siswa tidak menghiraukan apakah jawabannya tersebut benar atau salah. Ketika diskusi berlangsung dalma proses pembelajaran, siswa terlihat pasif. Ketiga anak tersebut terlihat jarang menulis di buku tulis masing-masing. ICP seringkali bermain sendiri ketika diskusi berlangsung. OHR akan selalu diam sepanjang proses pembelajaran. CM seringkali terlihat ramai ketika berdiskusi berlangsung. Guru kelas II akan tetap melanjutkan materi pelajaran meskipun ketiga anak lamban belajar mengalami masalah tersebut.

Siswa slow learner seringkali ramai di dalam kelas dan mengganggu teman-teman lainnya. Dua orang yang terkenal paling ramai dan seringkali mengganggu teman-temannya yang lain di kelas II ini adalah ICP dan CM. Selama proses pembelajaran, siswa tersebut akan sering mengajak teman-temannya berbicara, mengganggu teman lain (usil), atau jalan-jalan ke sana ke mari hingga ditegur oleh guru.Siswa slow learnerjuga seringkali diejek teman-temannya karena selalu mendapat nilai yang jelek. Beberapa siswa kelas II mengatakan bahwa ketiga anak lamban belajar tersebut tidak lancar membaca, tidak dapat menghitung, dan


(19)

5

hanya dapat mengganggu teman-temannya di kelas. Ketika peneliti melakukan observasi, ICP sempat beberapa kali menangis dikarenakan tidak bisa menjawab pertanyaan dan di buku ICP ditulis kata “bodoh” oleh teman-teman lain.

Meskipun terdapat guru kunjung, pelaksanaan pembelajaran untuk anak lamban belajar belum optimal. Berdasarkan hasil observasi, siswa lamban belajar belum diperlakukan secara khusus dalam hal mengejar ketertinggalan. Guru kunjung datang setiap hari Selasa dan Jumat. Pada hari itu, Guru kunjung selalu masuk ke kelas 1-6 dan menemani belajar siswa lamban belajar namun hanya dalam waktu sebentar-sebentar saja. Akan tetapi, di kelas II, terkadang guru memberikan jam tambahan khusus untuk ketiga anak yang bersangkutan. Siswaakan diberikan jam tambahan setelah pulang sekolah namun hal tersebut tidak rutin dan hanya beberapa menit saja. Dikarenakan keseluruhan siswa kelas II SD masih membutuhkan bimbingan dari guru dalam belajar, maka terlihat siswa lamban belajar kurang mendapatkan perlakukan khusus selama proses pembelajaran.

Hasil observasi pembelajaran anak slow learner tersebut hampir sesuai dengan penjelasan permasalahan yang dihadapi oleh anak lamban belajar (slow learner) menurut Nani Triani dan Amir (2013: 13), yang antara lain adalah sebagai berikut.

1. Anak mengalami perasaan minder terhadap teman-temannya karena kemampuan belajarnya lebih lamban daripada teman-temannya.


(20)

6

3. Lamban menerima informasi karena keterbatasan dalam bahasa reseptif dan ekspresif.

4. Hasil prestasi belajar yang kurang optimal. 5. Anak dapat tinggal kelas.

6. Mendapatkan label yang kurang baik dari teman-temannya.

Berdasarkan keseluruhan masalah yang ditemukan peneliti tersebut, sebagian besar masalah berkaitan dengan proses pembelajaran. Jika berbicara mengenai proses pembelajaran, maka hal ini tidak lepas dari peran seorang guru. Menurut Hamruni (2012: 11), guru adalah pelaku pembelajaran, sehingga guru merupakan faktor yang terpenting. Di tangan gurulah sebenarnya letak keberhasilan pembelajaran. Komponen guru tidak dapat dimanipulasi atau direkayasa oleh komponen lain, tapi guru mampu memanipulasi atau merekayasa komponen lain menjadi bervariasi. Tujuan rekayasa pembelajaran oleh guru adalah untuk membentuk lingkungan peserta didik supaya sesuai dengan lingkungan yang diharapkan. Pada akhirnya, peserta didik memperoleh suatu hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan pula. Ketika merekayasa pembelajaran, guru harus berdasar pada kurikulum yang berlaku.

Menurut Mohammad Efendi (2009: 23-24), mengajar anak dengan kebutuhan khusus tidak sama seperti mengajar anak normal. Hal ini semata-mata karena bersandar pada kondisi yang dialami anak yang bersangkutan. ABK yang bersangkutan masuk dalam sebuah kelas inklusi bukan kelas khusus, sehingga


(21)

7

perlu adanya identifikasi khusus mengenai bagaiamana pelaksanaan pembelajaran yang digunakan guru dalam mengelola sebuah kelas inklusi.Berdasrkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengidentifikasi bagaimana pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar (slow learner) di kelas II SD N Jlaban, Sentolo, Kulon Progo.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut.

1. Belum adanya kurikulum khusus untuk siswa lamban belajar sehingga siswa lamban belajar masih sulit untuk mengikuti pelajaran.

2. Guru tidak memberikan perhatian khusus ketika siswa slow learner memiliki semangat yang rendah untuk mengikuti pembelajaran.

3. Pelaksanaan pembelajaran untuk memfasilitasisiswa lamban belajar belum teridentifikasi.

C. Fokus Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, penelitian difokuskan pada belum teridentifikasinya pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar (slow learner)kelas II SD Negeri Jlaban Kulon Progo.


(22)

8 D. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar(slow learner) kelas IIdi SD Negeri Jlaban?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pelaksanaan pembelajaran anak lamban belajar kelas II dan V di SD Negeri Jlaban secara lebih mendalam.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini digunakan untuk mengembangkan keilmuan dan wawasan dalam kegiatan ilmiah tentangpelaksanaan pembelajaran untuk anak lamban belajar di sekolah inklusi.

2. Manfaat Praktis a. Manfaat bagi Guru

Memberikan informasi kepada guru mengenai pelaksanaan pembelajaran yang ideal untuk anak slow learner di sekolah dasar, sehingga dapat menjadi masukan guru dalam mengoptimalkan layanan pendidikan secara optimal bagi anak slow learner.


(23)

9 b. Manfaat bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pelaksanaan pembelajaran yang dapat dikembangkan untuk anak slow learner di sekolah inklusi.

G. Batasan Istilah

a. Siswa lamban belajar (slow learner)adalah anak yang memiliki IQ di bawah rata-rata, yakni antara 70-90, sehingga siswa lamban belajar akan mengalami kesulitan dalam mengikuti pembelajaran terlebih dengan materi yang berkaitan dengan simbol, hal abstrak, dan konsep.

b. Pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar dalam sekolah inklusi dapat ditinjau dari kegiatan perencanaan, proses pembelajaran, dan evaluasi serta tindak lanjut. Ketiga kegiatan pembelajaran tersebut dilakukan oleh guru kelas yang bersangkutan untuk mengajar siswa lamban belajar yang terdapat dalam kelas reguler.


(24)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Siswa Lamban Belajar (Slow Learner)

Siswa lamban belajar (slow learner) merupakan salah satu tipe siswa berkebutuhan khusus (ABK) yang seringkali ditemukan dalam sebuah sekolah inklusi. Anak yang bersangkutan memiliki ciri-ciri fisik yang sama dengan siswa normal lainnya. Namun, hasil assesmen menunjukkan bahwa siswa bersangkutan menunjukkan tipe anak lamban belajar (slow learner).

1. Pengertian Siswa Lamban Belajar (Slow Learner)

Menurut Cooter dan Cooter Jr; Willey (Nani Triani dan Amir, 2013: 3), anak lamban belajar atau slow learner adalah anak yang memiliki prestasi belajar rendah atau sedikit di bawah rata-rata dari anak pada umumnya, pada salah satu atau seluruh area akademik. Jika dilakukan pengetesan IQ(Intelegence Question), skor tes IQsiswa lamban belajar menunjukkan skor antara 70 dan 90. Siswa tersebut lebih lambat dalam menangkap materi pelajaran yang berhubungan dengan simbol, abstrak, atau materi konseptual. Biasanya anak lamban belajar kesulitan dalam membaca dan berhitung. Pendapat tersebut sejalan dengan Sangeeta Malik (2009: 61), anak-anak lamban belajar sulit menangkap apa pun yang diajarkan jika melibatkan simbol, abstrak, dan konseptual materi pelajaran.


(25)

11

Menurut Sangeeta Chauhan (2011: 279) pengertian anak lamban belajar dijelaskan sebagai berikut.

The experience of educators confirms that there are many children who are so backward in basic subjects that they need special help. These pupils have limited scope for achievement. They have intelligence quotients between 76 and 89 and they constitute about 8 percent of the total school population. These students do not stand out as very different from their classmates expect that they are always slow on the uptake and are often teased by the other students because of their slowness.

Berdasarkan pendapat Sangeeta Chauhan di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat beberapa anak yang membutuhkan bantuan khusus untuk memahami mata pelajaran-mata pelajaran dasar. Siswa lamban belajar memiliki IQ antara 76 dan 89 dan merupakan sekitar 8 persen dari total populasi sekolah. Siswa-siswa ini tidak menonjol dan sangat berbeda dari teman sekelas. Anak tersebut selalu lamban dan sering diejek oleh siswa lain karena kelambatannya.

Menurut Dedy Kustawan (2013: 88-89), peserta didik lamban belajar (slow learnear) adalah peserta didik yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk dalam kategori tunagrahita. Anak lamban belajar juga mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dengan penyandang tunagrahita, lebih lamban pada peserta didik pada umumnya. Siswa lamban belajar membutuhkan waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan


(26)

tugas-12

tugas akademik maupun nonakademik. Sedangkan menurut Lay Kekeh Marthan (2007: 50), taraf kecerdasan anak lamban belajar IQ-nya adalah di antara 70-85.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anak lamban belajar atau slow learner adalah anak yang memiliki IQ di antara 70-90, sehingga siswa lamban belajar akan mengalami kesulitan dalam mengikuti pembelajaran terlebih dengan materi yang berkaitan dengan simbol, hal abstrak, dan konsep.

2. Faktor-Faktor Penyebab Siswa Lamban Belajar (Slow Learner)

Nani Triani dan Amir (2013: 4-10) menjelaskan tentang beberapa hal mengenai faktor penyebab anak lamban belajar (slow learner) yang antara lain adalah sebagai berikut.

a. Faktor Prenatal (sebelum lahir) dan Genetik

Perkembangan seorang anak dimulai sejak masa konsepsi atau pembuahan. Seluruh bawaan biololgis seorang anak berasal dari kedua orang tuanya. Terjadinya kelainan kromosom dapat menyebabkan terjadinya pula kelainan yang berhubungan dengan fisik maupun fungsi-fungsi kecerdasan. Selain itu, anak lamban belajar juga dapat disebabkan adanya gangguan biokimia dalam tubuh (Nani Triani dan Amir, 2013: 4-5).


(27)

13 b. Faktor Biologis Non Keturunan

Beberapa penyebab non genetik anak lamban belajar (slow learner) antara lain adalah sebagai berikut.

1) Obat-Obatan

Pada saat ibu hamil, ada beberapa jenis obat yang apabila diminum berakibat merusak atau merugikan janin. Begitu juga dengan ibu alkoholis serta pengguna narkotik dan zat aditif lainnya. Pengonsumsian barang tersebut dalam dosis yang berlebih akan berpengaruh pada kemampuan short term memory atau memori jangka pendek anak (Nani Triani dan Amir, 2013: 6-7). 2) Keadaan Gizi Ibu yang Buruk saat Hamil

Kekurangan gizi pada ibu hamil akan berdampak gangguan pada pembentukan sel-sel otak bayi. Seperti karena kekurangan asam folat atau zat besi akan berpengaruh pada pembentukan sel-sel syaraf (Nani Triani dan Amir, 2013: 7).

3) Radiasi Sinar X

Radiasi dapat mengakibatkan bermacam-macam gangguan pada otak dan system tubuh lainnya. Radiasi sinar X rawan terjadi pada saat usia kehamilan muda kemudian berkurang resikonya pada hamil tua (Nani Triani dan Amir, 2013: 8).


(28)

14 4) Faktor Rhesus

Rini Hidayani (dalam Nani Triani dan Amir, 2013: 8) menjelaskan bahwa bila orang tua anak memiliki darah dengan Rh-positif dan Rh-negatif maka mengakibatkan keadaan yang kurang baik bagi keturunannya. Bila anak memiliki Rh-positif, maka selama kehamilan antibody darah ibu dapat menyerang darah bayi dalam kandungan. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya anemia, cerebral palsy, ketulian, keterbelakangan mental, bahkan kematian.

c. Faktor Natal (saat Proses Kelahiran)

Kondisi kekurangan oksigen saat proses kelahiran karena proses persalinan yang lama atau bermasalah dapat menyebabkan transfer oksigen ke otak bayi menjadi terhambat (Nani Triani dan Amir, 2013: 9).

d. Faktor Pranatal dan Lingkungan

Malnutrisi dan trauma fisik akibat jatuh atau kecelakaan, trauma pada otak atau beberapa penyakit seperti meningitis dan encephalis dapat berakibat pada kelambanan belajar pada anak. Begitu juga dengan lingkungan. Karena stimulasi yang salah, anak tidak dapat berkembang secara optimal. Lingkungan yang dimaksud dapat


(29)

15

lingkungan sekolah dapat pula lingkungan rumah (Nani Triani dan Amir, 2013: 9-10).

Menurut Safrudin Aziz (2015: 53-55) penyebab lahirnya anak berkebutuhan khusus adalah faktor sebelum kelahiran (gangguan genetik, infeksi kehamilan, atau usia ibu hamil); faktor selama proses kehamilan (proses kehamilan lama, prematur, kekurangan oksigen, atau kelahiran dengan bantuan vacuum); dan faktor setelah kelahiran (infeksi bakteri, virus, kekurangan gizi, atau kecelakaan).

Berdasakan penjelasan di atas dapat diuraikan bahwa faktor-faktor penyebab anak lamban belajar adalah faktor prenatal dan genetik, faktor biologis non-keturunan, faktor natal, dan faktor lingkungan.

3. Karakteristik Siswa Lamban Belajar (Slow Learner)

Siswa lamban belajar (slow learner) menurut Nani Triani dan Amir (2013: 10-12) memiliki karakteristik sebagai berikut.

a. Inteligensi

Anak lamban belajar berinteligensi pada kisaran di bawah rata-rata yaitu 70-90 berdasarkan skala WISC. Anak ini biasanya mengalami masalah hampir pada semua pelajaran, terutama pada mata pelajaran yang berkenaan dengan hafalan dan pemahaman. Siswa


(30)

16

lamban belajar juga sulit untuk memahami hal-hal yang abstrak. Nilai hasil belajarnya rendah dibandingkan dengan teman-temannya.

b. Bahasa

Anak-anak lamban belajar mengalami masalah dalam berkomunikasi. Anak-anak ini menagalami kesulitan baik dalam bahasa ekspresif (menyampaikan idea tau gagasan) atau reseptif (memahami percakapan orang lain).

c. Emosi

Anak-anak lamban belajar memiliki emosi yang kurang stabil. Siswa lamban belajar cepat marah dan meledak-ledak serta sensitif. Jika ada hal yang membuatnya tertekan atau melakukan kesalahan, biasanya anak-anak lamban belajar cepat patah semangat.

d. Sosial

Anak-anak lamban belajar dalam bersosialisasi biasanya kurang baik. Siswa lamban belajar sering memilih jadi pemain pasif atau penonton saat bermain atau bahkan menarik diri. Walau pada beberapa anak ada yang menunjukkan sifat humoris. Saat bermain, anak-anak lamban belajar lebih senang bermain dengan anak-anak di bawah usianya. Siswa lamban belajar merasa lebih aman, karena saat berkomunikasi dapat menggunakan bahasa yang sederhana.


(31)

17 e. Moral

Moral seseorang akan berkembang seiring dengan kematangan kognitifnya. Anak-anak lamban belajar tahu aturan yang berlaku tetapi tidak paham untuk apa aturan tersebut dibuat.

Secara umun, karakteristik anak lamban belajar menurut Rashmi Rekha Borah (2013: 140) adalah sebagai berikut.

1. Anak lamban belajar biasanya termasuk anak yang belum dewasa dalam hubungannya dengan orang lain dan berperilaku buruk di sekolah.

2. Anak lamban belajar tidak dapat mengerjakan soal yang rumit dan bekerja sangat lambat.

3. Anak lamban belajar tidak dapat menyampaikanapa yang telah dipelajari sebelumnya dengan baik.

4. Anak lamban belajar tidak mudah menguasai keterampilan akademik, misalnya dalam hal waktu, tabel, atau aturan ejaan.

5. Anak lamban belajar tidak memiliki tujuan jangka panjang. Anak ini hidup di masa sekarang dan memiliki masalah dalam pengelolaan waktu dikarenakan perhatian dan konsentrasi yang buruk. Hal tersebut sejalan dengan Dedy Kustawan (2013: 151) yang menyatakan bahwa peserta didik berkebutuhan khusus memerlukan tambahan waktu dalam mengerjakan ulangan, ujian, tes, dan tugas lain.


(32)

18

Berdasarkan penjelasan dua ahli di atas, maka dapat dikatakan bahwa karakteristik anak lamban belajar dapat dilihat dari sisi intelegensi, bahasa, emosi, sosial, dan moral.

B. Pelaksanaan Pembelajaran Siswa Slow Learner

Menurut Mohammad Efendi (2009: 23-24), mengajar anak dengan kebutuhan khusus tidak sama seperti mengajar anak normal, sebab selain memerlukan suatu pendekatan yang khusus juga memerlukan strategi yang khusus. Hal ini semata-mata karena bersandar pada kondisi yang dialami anak yang bersangkutan. Safrudin Aziz (2015: 116) menegaskan bahwa proses pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus , termasuk lamban belajar harus disesuaikan dengan kondisi siswa. Berbagai metode, strategi, kurikulum, dan evaluasi harus dipersiapkan dan diberikan secara fleksibel dan sesuai dengan tingkat kemampuan anak. Selain itu, pendidik harus sudah memiliki data perkembangan peserta didiknya, terkait dengan karakteristik spesifikasi kemampuan dan kelemahannya serta kompetensi yang dimiliki.

1. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan salah satu proses yang sangat menentukan dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional. Efektivitas dan efisiensi terlaksananya pembelajaran ditentukan oleh bagaimana cara guru dalam mengelola proses pembelajaran tersebut. Menurut Suryosubroto (2002:


(33)

19

19), proses pembelajaran meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran. Sedangkan menurut Alben Ambarita (2006: 62), pembelajaran didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Pendapat tersebut sejalan dengan Syaiful Sagala (2010: 62) yang menyatakan bahwa pembelajaran merupakan kegiatan guru secara terprogram dalam desain intruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu

2. Komponen-Komponen Pembelajaran

Menurut Hamruni (2012: 11-13), komponen pembelajaran dijelaskan sebagai berikut.


(34)

20 a. Guru

Guru adalah pelaku pembelajaran, sehingga dalam hal ini guru merupakan faktor yang terpenting. Di tangan gurulah sebenarnya letak keberhasilan pembelajaran. Komponen guru tidak dapat dimanipulasi atau direkayasa oleh komponen lain, tapi guru mampu memanipulasi atau meraekayasa komponen lain menjadi bervariasi. Tujuan rekayasa pembelajaran oleh gurua dalah untuk membentuk lingkungan peserta didik supaya sesuai dengan lingkungan yang diharapkan. Pada akahirnya, peserta didik memperoleh suatu hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan pula. Ketika merekayasa pembelajaran, guru harus berdasar pada kurikulum yang berlaku.

b. Peserta Didik

Peserta didik merupakan komponen yang melakukan kegiatan belajar untuk mengembangkan potensi kemampuan menjadi nyata guna mencapai tujuan belajar. Komponen peserta didik ini dapat dimodifikasi oleh guru.

c. Tujuan

Tujuan merupakan dasar yang dijadikan landasan untuk menentukan strategi, materi, media, dan evaluasi pembelajaran. Penentuan tujuan merupakan komponen yang pertama kali harus


(35)

21

dipilih oleh seorang guru, karena tujuan pembelajaran merupakan target yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran.

d. Bahan Pelajaran

Bahan pelajaran merupakan medium untuk mencapai tujuan pembelajaran yang berupa materi yang tersusun secara sistematis dan dinamis sesuai dengan arah tujuan dan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan tuntutan masyarakat.

e. Kegiatan Pembelajaran

Agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal, maka dalam menentukan startegi pembelajaran perlu dirumuskan komponen kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan standar proses pembelajaran.

f. Metode

Metode adalah acara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Penentuan metode yang akan digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran akan sangat menentukan berhasil atau tidaknya pembelajaran yang betlangsung. g. Alat

Alat yang digunakan dalam pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Alat memiliki fungsi sebagai pelengkap dalam proses pembelajaran.


(36)

22 h. Sumber Belajar

Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat atau rujukan di mana bahan pembelajaran bisa diperoleh. Sumber belajar dapat berasal dari masyarakat, lingkungan, dan kebudayaannya, misalnya, manusia, buku, media masa, lingkungan, museum, dan lain-lain.

i. Evaluasi

Evaluasi merupakan komponen yang berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum. Evaluasi juga bisa berfungsi sebagai umpan balik untuk perbaikan pembelajaran yang telah ditetapkan. Evaluasi berfungsi sebagai sumatif dan formatif.

j. Situasi dan Lingkungan

Lingkungan sangat mempengaruhi guru dalam menentukan pembelajaran. Lingkungan yang dimaksud adalah situasi dan keadaan fisik, dan hubungan antarinsani, misalnya antarpeserta didik atau guru dengan peserta didik.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan komponen-komponen pembelajaran, antara lain adalah guru, peserta didik, tujuan, bahan pelajaran, kegiatan pembelajaran, metode, alat, sumber belajar, evaluasi, dan lingkungan.


(37)

23

3. Prinsip PembelajaranSiswa Lamban Belajar (Slow Lerner)

Menurut Mohammad Efendi (2009: 24-26) prinsip-prinsip yang dapat diimplementasikan dalam pembelajaran anak berkebutuhan khusus, seperti slow learner adalah sebagai berikut.

a. Prinsip Kasih Sayang

Prinsip kasih sayang pada dasarnya adalah menerima semua siswa sebagaiamana adanya, dan mengupayakan agar siswa-siswa dapat menjalani hidup secara wajar. Upaya yang dapat dilakukan antara lain: (1) tidak bersikap memanjakan, (2) tidak bersikap acuh tak acuh terhadap kebutuhannya, dan (3) memberikan tugas yang sesuai dengan kemampuan anak.

b. Prinsip Layanan Individual

Pelayanan individual dalam rangka mendidik anak berkelainan perlu mendapatkan porsi yang lebih besar, sebab setiap anak berkelainan dalam jenis dan derajat yang sama seringkali memiliki keunikan masalah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Upaya yang perlu dilakukan antara lain: (1) jumlah siswa yang dilayani guru tidak lebih dari 4-6 anak dalam setiap kelasnya, (2) pengaturan kurikulum dan jadwal pelajaran dapat bersifat fleksibel, (3) penataan kelas harus dirancang sedemikian rupa sehingga guru dapat


(38)

24

menjangkau seluruh anak dengan mudah, dan (4) modifikasi alat bantu pengajaran.

c. Prinsip Kesiapan

Kesiapan anak untuk mendapatkan pelajaran yang akan diajarkan, terutama pengetahuan prasyarat, baik prasyarat pengetahuan, mental, dan atau pun fisik diperlukan untuk menunjang pelajaran berikutnya. d. Prinsip Keperagaan

Kelancaran pembelajaran pada anak berkelainan sangat didukung oleh penggunaan alat peraga sebagai medianya. Selain mempermudah guru dalam mengajar, fungsi lain dari penggunaan alat peraga adalah sebagai media pembelajaran untuk mempermudah siswa dalam memahami materi. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Lay Kekeh Marthan (2007: 152), idealisasi pendidikan inklusi adalah metode pembelajaran dilakukan secara bervariasi sehingga anak merasa termotivasi untuk belajar. Materi pelajaran disampaikan dengan cara yang lebih menarik dengan menggunakan media variatif sehingga siswa dapat menyerap materi pelajaran yang diberikan.

e. Prinsip Motivasi

Prinsip motivasi ini menitikberatkan pada cara mengajar dan pemberian evaluasi yang disesuaikan dengan kondisi anak berkelaianan.


(39)

25

f. Prinsip Belajar dan Bekerja Kelompok

Arah penekanan prinsip belajar dan bekerja kelompok sebagai salah satu dasar mendidik ABK agar siswa yang bersangkutan sebagai anggota masyarakat dapat bergaul dengan masyarakat lingkungannya, tanpa harus merasa rendah diri atau minder dengan orang normal. Sedangkan menurut Tarmansyah (2007: 150), aktivitas pembelajaran yang menandakan salah satu karakteristik inklusi adalah munculnya sikap tolong menolong dan berbagi pengalaman. Hal tersebut dilaksanakan salah satunya dengan belajar kelompok. Guru juga harus mampu mendorong terjadinya interaksi di antara para siswa.

g. Prinsip Ketrampilan

Pendidikan ketrampilan yang diberikan kepada ABK, selain berfungsi selektif, edukatif, rekreatif, dan terapi, juga dapat dijadikan sebagai bekal dalam kehidupannya kelak.

h. Prinsip Penanaman dan Penyempurnaan Sikap

Secara fisik dan psikis, sikap ABK memang kurang baik sehingga perlu diupayakan agar anak mempunyai sikap yang baik serta tidak selalu menjadi perhatian orang lain.

Pendapat tersebut sejalan dengan Aqila Smart (dalam Safrudin Aziz, 2015: 132-133) tentang berbagai prinsip pembelajaran untuk anak


(40)

26

berkebutuhan khusus, misalnya slow learner yang diuraikan sebagai berikut.

a. Prinsip Motivasi

Guru seharusnya senantiasa memberikan motivasi kepada anak didiknya agar tetap memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam mengikuti proses pembelajaran.

b. Prinsip Latar atau Konteks

Guru harus mengenal peserta didiknya secara mendalam dan juga sebaliknya. Melalui saling mengenal ini guru akan memahami dan mengerti segala kondisi peserta didiknya.

c. Prinsip Keterarahan

Guru harus merumuskan tujuan kegiatan pembelajaran secara matang agar anak mampu mengikuti kegiatan secara mendalam.

d. Prinsip Hubungan Sosial

Seorang guru harus mampu mengembangkan pembelajaran yang mampu mengoptimalkaninteraksi antarmurid dengan gurunya, serta interaksi yang berasal dari berbagai arah.

e. Prinsip Belajar sambil Bekerja

Guru harus banyak memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan sendiri praktik atau percobaan atau menemukan sesuatu melalui pengamatan, penelitian, dan sebagainya.


(41)

27 f. Prinsip Individualisasi

Guru mengetahui kemampuan awal dan karakteristik setiap anak secara mendalam, baik dari segi kemampuan atau ketidakmampuannya dalam mencapai materi pelajaran.

g. Prinsip Menemukan

Guru perlu mengembangkan pembelajaran yang mampu memancing anak untuk terlihat aktif, baik fisik, mental, sosial, atau emosionalnya.

h. Prinsip Pemecahan Masalah

Guru hendaknya sering mengajukan berbagai persoalan yang ada di lingkungan sekitar dan anak dilatih untuk mencari data, menganalisis, dan memecahkan masalah tersebut sesuai dengan kemampuannya. Selain itu, (Nandiyah Abdullah (Safrudin Aziz, 2015: 133-134) menambahkan beberapa prinsip, anatara lain adalah sebagai berikut.

a. Prinsip Kasih Sayang

Guru harus menerima semua siswa sebagaimana adanya dengan cara tidak bersikap memanjakan, tidak bersikap acuh tak acuh terhadap kebutuhannya, dan memberikan tugas yang sesuai dengan kemampuan anak.


(42)

28 b. Prinsip Kesiapan Anak

Anak haruslah memiliki sebuah persiapan, misalnya pengetahuan prasyarat untuk menerima suatu pelajaran,

c. Prinsip Keperagaan

Alat peraga yang digunakan untuk media sebaiknya diupayakan menggunakan benda atau situasi aslinya. Namun, apabila hal tersebut sulit dilakukan, dapat menggunakan benda tiruan atau minimal gambar. d. Prinsip Penanaman dan Penyempurnaan Sikap

Perlu diupayakan agar anak-anak berkebutuhan khusus memiliki sikap yang baik serta tidak selalu menjadi perhatian orang lain.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prinsip pembelajaran anak lamban belajar diantaranya adalah prinsip kasih sayang, layanan individual, kesiapan, keterarahan,pemecahan masalah keperagaan, motivasi, belajar dan bekerja kelompok, ketrampilan, serta penanaman dan penyempurnaan sikap.

4. Pendekatan Pembelajaran Siswa Lamban Belajar (Slow Learner) Guru yang memandang anak didik sebagi pribadi yang berbeda dengan anak didik lainnya akan berbeda dengan guru yang memandang anak didik sebagai makhluk yang sama dan tidak ada perbedaan dalam segala hal. Idealnya, guru memandang anak didik sebagai individu dengan segala


(43)

29

perbedaannya, sehingga mudah melakukan pendekatan dalam penagjaran. Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002: 62-81), ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk membantu guru dalam memecahkan berbagai masalah dalam kegaiatan belajar mengajar.

a. Pendekatan Individual

Perbedaan individual anak didik memberikan wawasan kepada guru bahwa pembelajaran harus memperhatikan perbedaan anak didik pada aspek individual. Misalnya, untuk menghentikan anak didik yang suka bicara, adalah dengan cara memisahkan anak tersebut pada tempat kelompok anak didik yang pendiam. Selain itu, persoalan kesulitan belajar anak lebih mudah dipecahkan dengan menggunakan pendekatah individual, walaupun suatu saat pendekatan kelompok diperlukan.

b. Pendekatan Kelompok

Pendekatan kelompok suatu waktu diperlukan untuk membina dan mengembangkan sikap sosial anak didik. Hal ini disadari bahwa anak didik juga termasuk dalam makhluk homo socius, yakni makhluk yang berkecenderungan untuk hidup bersama. Dengan pendekatan kelompok, diharapkan dapat ditumbuhkembangkan rasa sosial yang tinggi pada diri setiap anak didik.


(44)

30 c. Pendekatan Bervariasi

Ketika guru dihadapkan kepada permasalahan anak didik yang bermasalah, maka guru akan berhadapan dengan permasalahan anak didik yang bervariasi. Setiap masalah yang dihadapi oleh anak didik tidak selalu sama, terkadang ada perbedaan. Pendekatan bervariasi bertolak dari konsepsi bahwa permasalahan yang dihadapi oleh setiap anak didik dalam belajar adalah bermacam-macam. Kasus dalam pembelajaran biasanya muncul dengan berbagai motif, sehingga diperlukan variasi teknik pemecahan untuk setiap kasus.

d. Pendekatan Edukatif

Apa pun yang guru lakukan dalam pendidikan dan pengajaran adalah dengan tujuan mendidik, bukan karena motif-motif lain, seperti karena balas dendam, gengsi, ingin ditakuti, atau lainnya. Anak yang telah melakukan kesalahan sebaiknya diberikan sanksi edukatif yang bermanfaat bukan sanksi fisik yang merugikan.

e. Pendekatan Pengalaman

Pengalaman adalah guru yang terbaik. Belajar dari pengalaman adalah lebih baik daripada sekedar bicara, dan tidak pernah berbuat sama sekali. Belajar adalah kenyataan yang ditunjukkan dengan kegiatan fisik. Ciri-ciri pengalaman yan edukatif adalah berpusat pada suatu tujuan yang berarti bagi anak (meaningful), kontinu dengan


(45)

31

kehidupan anak, interaktif dengan lingkungan, dan menambah integrasi anak.

f. Pendekatan Pembiasaan

Pembiasaan adalah alat pendidikan. Pembiasaan yang baik akan membentuk sosok manusia yang berkepribadian baik. Begitu pula sebaliknya. Menanamkan kebiasaan yang baik memang tidak mudah dan kadang-kadang membutuhkan waktu yang lama. Namun, sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan sukar pula untuk mengubahnya.

g. Pendekatan Emosional

Emosi mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan pembentukan kepribadian seseorang. Pendekatan emosional yang dimaksudkan di sini adalah suatu usaha untuk menggugah perasaan dan emosi siswa dalam meyakini, memahami, dan menghayati suatu materi.

h. Pendekatan Rasional

Manusia dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk, serta mana kebenaran dan mana kedustaan dari suatu ajaran atau perbuatan melalui kekuatan akalnya. Karena kemampuan akal (rasio) itulah akhirnya dijadikan pendekatan rasional guna kepentingan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Metode mengajar yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah metode


(46)

32

ceramah, tanya jawab, diskusi, kerja kelompok, latihan, dan pemberian tugas.

i. Pendekatan Fungsional

Ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh anak di sekolah diharapkan berguna bagi kehidupan anak, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Anak dapat memanfaatkan ilmunya untuk kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangannya. Bahkan lebih penting adalah ilmu pengetahuan dapat membentuk kepribadian anak. Anak dapat merasakan mandaat dari ilmu yang didapatnya di sekolah. Anak mendayagunakan nilai guna dari suatu ilmu untuk kepentingan hidupnya.

j. Pendekatan Keagamaan

Pendekatan agama dapat membantu guru untuk memperkecil kredilnya jiwa agama di dalam diri siswa, yang pada akhirnya nilai-nilai agama tidak dicemoohkan dan dilecehkan, tetapi diyakini, dipahami, dihayati, dan diamalkan.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dijelaskan bahwa pendekatan dalam pembelajaran siswa lamban belajar diantaranya adalah pendekatan individual, kelompok, bervariasi, edukatif, pengalaman, pembiasaan, emosional, rasional, fungsional, dan keagamaan.


(47)

33

5. Pelaksanaan Pembelajaran Siswa Lamban Belajar

Menurut Suryosubroto (2002: 19), proses belajar mengajar meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi, dan program tindak lanjut yang berlaku dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu dalam pembelajaran.

1) Kemampuan dalam mempersiapkan pembelajaran

Menurut Suryosubroto (2002: 27), pada hakikatnya, bila suatu kegiatan direncanakan dahulu, maka tujuan dari kegiatan tersebut akan lebih terarah dan lebih berhasil. Kemampuan merencanakan pengajaran, meliputi:

a) Menyusun analisis materi. b) Menyusun program semester.

c) Menyusun pengajaran, dengan memperhatikan. d) Karakteristik dan kemampuan awal siswa. e) Perumusan tujuan pembelajaran.

f) Pemilihan bahan dan urutan bahan. g) Pemilihan metode mengajar. h) Pemilihan sarana/alat pendidikan. i) Pemilihanh strtategi evaluasi.


(48)

34

2) Kemampuan melaksanakan proses belajar mengajar

Menurut Suryosubroto (2002: 36), pelaksanaan proses belajar mengajar dapat disimpulkan sebagai terjadinya interaksi guru dengan siswa dalam rangka menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan pengajaran. Kemampuan melaksanakan proses belajar mengajar, meliputi: a) Membuka pelajaran.

b) Melaksanakan inti proses belajar mengajar, terdiri: (1) Menyampaikan materi pelajaran.

(2) Menggunakan metode mengajar. (3) Menggunakan media/alat pelajaran. (4) Mengajukan pertanyaan.

(5) Memberikan penguatan. (6) Interaksi belajar mengajar. c) Menutup pelajaran.

3) Kemampuan mengevaluasi/penilaian pengajaran

Menurut Suryosubroto (2002: 53), untuk dapat menentukan tercapai tidaknya tujuan pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan usaha dan tindakan atau kegiatan untuk menilai hasil belajar. Kemampuan mengevaluasi/penilaian pengajaran, meliputi:

a) Melakukan tes.


(49)

35 c) Melaporkan hasil penilaian.

d) Melakukan program remedial/perbaikan pengajaran.

Menurut Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari (2012: 51) secara umum ada tiga pokok tahapan mengajar, yakni tahap permulaan (prainstruksional) tahap pengajaran (instruksional), dan tahap penilaian serta tindak lanjut.

1) Tahap praintruksional

Tahap prainstruksional adalah tahapan yang ditempuh guru pada saat ia memulai proses belajar dan mengajar. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru atau oleh siswa pada tahapan ini menurut Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari (2012: 52-53) adalah sebagai berikut.

a) Guru menanyakan kehadiran siswa, dan mencatat siapa yang tidak hadir. Kehadiran siswa dalam pengajaran, dapat dijadikan salah satu tolak ukur kemampuan guru mengajar. Tidak selalu ketidakhadiran siswa disebabkan kondisi siswa yang bersangkutan (sakit, malas, bolos, atau lainnya), tetapi bisa juga terjadi karena pengajaran dari guru tidak menyenangkan , sikapnya tidak disukai siswa, atau karena tindakan guru pada waktu mengajar sebelumnya dianggap merugikan siswa.

b)Bertanya kepada siswa, sampai di mana pembahasan pelajaran sebelumnya. Hal ini bukan karena guruh sudah lupa, akan tetapi guru menguji dan mengecek kembali ingatan siswa terhadap bahan yang telah dipelajarinya.


(50)

36

c) Mengajukan pertanyaan kepada siswa di kelas atau siswa tertentu tentang bahan pelajaran sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sampai di mana pemahaman materi siswa.

d)Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang bahan pelajaran yang belum dikuasainya dari pelajaran yang telah dilaksanakan sebelumnya. e) Mengulang kembali bahan pelajaran yang lalu (bahan pelajaran sebelumnya

secara singkat namun mencakup seluruh aspek. Hal ini dilakukan sebagai dasar untuk pelajaran selanjutnya dan sebagai usaha dalam menciptakan kondisi belajar siswa.

Tujuan tahapan ini pada hakikatnya adalah mengungkapkan kembali tanggapan siswa terhadap bahan yang telah diterimanya dan menumbuhkan kondisi belajar dalam hubungannya dengan pelajaran hari itu. Tahap prainstruksional dalam pembelajaran mirip dengan kegiatan pemanasan dalam olah raga. Kegiatan ini akan mempengaruhi keberhasilan siswa.

2) Tahap Intruksional

Tahap kedua adalah tahap pengajaran atau inti, yakni tahapan memberikan bahan pelajaran yang telah disusun guru sebelumnya. Menurut Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari (2012: 54-55), secara umum tahap ini dapat diidentifikasi dalam beberapa kegiatan sebagai berikut.

a) Menjelaskan pada siswa tujuan pengajaran yang harus dicapai siswa. Informasi tujuan penting diberikan kepada siswa. Sebaiknya tujuan


(51)

37

tersebut ditulis secara ringkas di papan tulis sehingga siswa dapat memahaminya dengan baik.

b) Menuliskan pokok materi yang akan dibahas hari itu yang diambil dari berbagai sumber. Materi disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.

c) Membahas pokok materi yang telah dituliskan. Terdapat dua caradalam pembahasan materi, yakni pembahasan dapat dimulai dari gambaran umum materi menuju topik yang lebih khusus. Sedangkan cara kedua adalah sebaliknya, dari khusus ke umum.

d) Pada setiap pokok materi yang dibahas sebaiknya diberikan contoh konkret. Demikian pula siswa harus diberikan pertanyaan atau tugas, untuk mengetahui tingkat pemahaman dari setiap materi yang telah dibahas. Dengan demikian, proses penilaian tidak hanya pada akhir pelajaran saja, tetapi juga pada saat proses pembelajaran berlangsung. Jika ternyata siswa belum memahaminya, guru mengulang kembali pokok materi sebelum melanjutkan pokok materi berikutnya.

e) Penggunaan alat bantu pengajaran untuk mempejelas pembahasan setiap pokok materi. Alat ini digunakan dalam empat fase kegiatan, yakni a) pada waktu guru menjelaskan kepada siswa; b) pada waktu guru menjawab pertanyaan siswa agar lebih jelas; c) pada waktu guru mengajukan pertanyaan kepada siswa; dan d) digunakan siswa ketika ia mengerjakan tugas dan pada saat siswa melakukan kegiatan belajar.


(52)

38

Dengan demikian alat peraga tersebut dapat digunakan oleh guru dan oleh siswa.

f) Menyimpulkan hasil pembahasan dari pokok materi. Pokok-pokok kesimpulan sebaiknya ditulis di papan tulis. Kesimpulan dibuat oleh guru bersama-sama dengan siswa.

3) Tahap Evaluasi Dan Tindak Lanjut

Tahap ketiga atau tahap terakhir adalah evaluasi atau penilaian dan tindak lanjut. Tujuan tahapan ini adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari tahapan sebeluumnya. Menurut Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari (2012: 56-57), kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut.

a) Mengajukan pertanyaan kepada kelas atau kepada beberapa siswa mengenai pokok materi yang telah dibahas. Pertanyaan yang diajukan bersumber dari bahan yang telah dipelajari. Pertanyaan dapat diajukan secara lisan atau tertulis. Pertanyaan ini dapat disebut sebagai post test. b) Apabila pertanyaan yang diajukan belum dapat dijawab oleh siswa kurang

dari 70%, maka guru harus mengulang kembali materi tersebut. Teknik untuk memperjelas materi tersebut anatara lain, a) dilakukannya dalam kegiatan terjadwal; b) diadakan diskusi kelompok untuk membahas pokok materi yang belum dikuasai; c) memberikan pekerjaan rumah.


(53)

39

c) Guru dapat memberikan tugas/pekerjaan rumah yang ada hubungannya dengan topik atau pokok materi. Misalnya tugas memecahkan masalah, menulis karanagan/makalah, membuat kliping, atau lainnya.

d) Akhiri pelajaran dengan menjelaskan atau memberikan informasi tentang pokok materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya. Informasi ini perlu agar siswa dapat mempelajarui bahan tersebut dari berbagai sumber. Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran menurut Marno dan M. Idris dijelaskan secara singkat sebagai berikut.

1) Komponen-komponen yang harus dilakukan oleh guru dalam tahap pendahuluan/awal/membuka pelajaran menurut Marno dan M. Idrus (2010: 83-89) adalah sebagai berikut.

a)Membangkitkan perhatian/minat siswa, yang dapat dilakukan dengan

cara:

(1) Variasi gaya mengajar guru. (2) Penggunaan alat bantu mengajar. (3) Variasi dalam pola interaksi.

b)Menimbulkan motivasi, yang dapat dilakukan dengan cara:

(1) Bersemangat dan antusias. (2) Menimbulkan rasa ingin tahu.


(54)

40

(4) Memperhatikan dan memanfaatkan hal-hal yang menjadi perhatian siswa.

c) Memberi acuan atau sumber, yang dapat dilakukan dengan cara:

(1) Mengemukakan kompetensi dasar, indicator hasil belajar, dan batas-batas tugas.

(2) Member petunjuk atau saran tentang langkah-langkah kegiatan. (3) Mengajukan pertanyaan pengarahan.

d)Menunjukkan kaitan, yang dapat dilakukan dengan cara:

(1) Mencari batu loncatan.

(2) Mengusahakan kesinambungan.

(3) Membandingkan atau mempetentangkan.

2) Komponen-komponen yang harus dilakukan guru pada tahap inti pelajaran (2010: 72) adalah sebagai berikut.

a) Penggunaan metode.

b)Penggunaan peralatan/media. c) Kemampuan menjelaskan.

d)Kemampuan menanggapi respon dan pertanyaan siswa. e) Penguasaan bahan pelajaran.

f) Penggunaan waktu secara efisien. g)Kemampuan memberikan penguatan.


(55)

41

3) Komponen-komponen yang harus dilakukan guru pada tahap kegiatan akhir/menutup pembelajaran menurut Marno dan M. Idrus (2010: 90-93) adalah sebagai berikut.

a)Meninjau kembali, yang dapat dilakukan dengan cara;

(1) Merangkum inti pelajaran. (2) Membuat ringkasan.

b)Mengevaluasi, yang dapat dilakukan dengan cara;

(1) Mendemonstrasikan ketrampilan.

(2) Mengaplikasikan ide baru pada situasi lain. (3) Mengekspresikan pendapat siswa sendiri. (4) Soal-soal tertulis atau lisan.

c) Memberi dorongan psikologis atau sosial, yang dapat dilakukan dengan cara:

(1) Memuji siswa atau member hadiah. (2) Memberikan harapan-haraoan positif. (3) Meyakinkan akan potensi siswa.

Menurut Nani Triani dan Amir (2013: 28-30), pembelajaran yang dapat membantu anak lamban belajar atau slow learner antara lain adalah sebagai berkut.

a. Selalu dimulai dengan review atau mengulang materi sebelumnya untuk mengaitkan materi pelajaran yang akan disampaikan.


(56)

42

b. Menggunakan bahasa yang sederhana namun jelas dengan cara perlahan. c. Melakukan task analysis atau analisis tugas jika akan memberikan tugas atau

pekerjaan rumah (PR).

d. Memberi tugas yang lebih sederhana atau lebih sedikit dibanding teman-temannya untuk menghindari frustasi.

e. Pembelajaran dilakukan secara kooperatif karena anak lamban belajar atau slow learner tidak menyenangi kompetitif.

f. Memberikan pemahaman konsep walau membutuhkan waktu cukup lama dibandingkan dengan menghafal konsep karena akan membuat anak lamban belajar atau slow learner putus asa.

g. Menggunakan multi pendekatan dan motivasi belajar.

h. Mengajak orang tua sebagai mitra kerja guru dalam membantu anak lamban belajar atau slow learner, seperti mengadakan pembimbingan belajar di rumah, case conference, atau pertemuan-pertemuan lainnya.

i. Desain pembelajaran yang menempatkan siswa dalam konteks pembelajran

yang “tidak pernah gagal” untuk menghindari perasaan tidak berdaya.

Menurut Ranjana Ruhela (2014: 197-198) beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membantu siswa lamban belajar adalah sebagai berikut.

1. Membangun kepercayaan diri siswa.

Siswa lamban belajar sangat menyadari akan kelemahan diri dibandingkan dengan siswa lainnya sehingga tanggung jawab utama guru adalah


(57)

43

membangun kepercayaan diri siswa tersebut. Kata-kata penyemangat dan penguatan positif dapat membawa dampak yang positif bagi siswa lamban belajar dan akan mendorong anak untuk menunjukkan performansi terbaiknya. Guru juga harus dapat menemukan faktor-faktor penyebab kelambanannya misalnya melalui sebuah studi kasus. Sehingga guru akan mengetahui apakah siswa tersebut memang murni lamban belajar atau ada duatu kondisi tertentu yang menyebabkan ia lamban belajar.

2. Mendorong untuk berkembang.

Mengajar adalah sebuah profesi yang menantang yang membutuhkan kesabaran, inovasi, dan motivasi dari seorang pendidik untuk mendorong seluruh siswanya untuk tumbuh dan berkembang.

3. Membangun lingkungan tanpa diskriminasi.

Guru jangan pernah membuat siswa lamban belajar merasa terabaikan atau merasa tidak diinginkan karena hal tersebut akan mempengaruhi suasana pembelajaran di kelas dan akan menciptakan suatu diskriminasi. Guru harus memberikan perhatian yang sama kepada seluruh peserta didik.

4. Pandangan tentang teknik mengajar.

Berbagai teknik dan metode yang dapat menimbulkan motivasi belajar siswa lamban belajar diantaranya adalah: perbaikan kesalahan, tes lisan atau tulis, pengulangan kata, dan lainnya.


(58)

44

Menurut Safrudin Aziz (2015: 131-132 yang bisa digunakan dalam proses pembelajaran anak berkebutuhan khusus, misalnya lamban belajar antara lain adalah sebagai berikut.

1) Pendidikan remedial dan pendidikan tambahan atau kompensasi.

2) Pengajaran langsung, yakni pengukuran langsung performansi siswa atas suatu tugas belajar dan pengetahuan. Adapun komponen dalam pengajaran langsung adalah asesmen, sistemik, pengajaran, dan evaluasi.

3) Analisis tugas, yakni memecah-mecah tugas belajar ke dalam bagian-bagian komponennya sehingga kecakapan-kecakapan yang tercakup dalam tugas bisa teridentifikasi.

4) Pengajaran bertahap, yaitu pengajaran diurutkan dari tingkatan yang termudah ke tingkat kecakapan yang lebih tinggi.

5) Modelling, pembelajaran dengan mengikuti kelakuan orang lain sebagai

model. Dalam hal ini orang tua dan guru adalah model bagi anak didiknya. 6) Pengajaran terprogram, yaitu kegiatan yang memungkinkan siswa untuk

mempelajari materi-materi tertentu yang telah terbagi atas bagian-bagian kecil yang dimungkinkan secara berurutan, demi mencapai suatu tujuan tertentu. 7) Permainan edukatif. Permainan edukatif dengan prinsip bermain sambil

belajar sangatlah cocok dengan dunia anak-anak.

8) Pengajaran dan pengaturan dengan computer. Computer dapat digunakan untuk menampilkan grafik, slide, rekaman suara, film, atau video.


(59)

45

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, maka penulis menyimpulkan

pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar dapat dijelaskan sebagai berikut. 1) Perencanaan Pembelajaran

a) Analisis karakteristik dan kemampuan awal siswa lamban belajar. b) Perumusan tujuan khusus pengajaran siswa lamban belajar.

c) Pemilihan bahan dan sumber belajar siswa lamban belajar. d) Pemilihan metode pembelajaran siswa lamban belajar. e) Pemilihan media pembelajaran siswa lamban belajar. f) Pemilihan teknik evaluasi siswa lamban belajar. 2) Pelaksanaan Pembelajaran

a) Membuka pelajaran; (1) Melakukan apersepsi.

(2) Menimbulkan motivasi siswa lamban belajar. (3) Menyampaikan tujuan kepada siswa.

b) Melaksanakan inti pelajaran; (1) Kegiatan pembelajaran.

(2) Menggunakan metode pembelajaran yang efektif. (3) Menggunakan media.

(4) Teknik mengajukan pertanyaan.

(5) Memberikan penguatan siswa lamban belajar. (6) Layanan guru kunjung untuk siswa lamban belajar.


(60)

46 c) Menutup pelajaran;

(1) Menyimpulkan materi dengan siswa lamban belajar. (2) Melakukan proses evaluasi akhir pelajaran.

(3) Memberikan tindak lanjut kepada siswa lamban belajar (memberikan PR, melanjutkan belajar di rumah, atau lainnya).

3) Evaluasi dan Tindak Lanjut

a) Menganalisis evaluasi siswa lamban belajar.

b) Menetapkan dan melaksanakan remedial dan pengayaan untuk siswa lamban belajar.

c) Melaksanakan program bimbingan atau layanan khusus kepada siswa lamban belajar.

5. Pendidikan Inklusif

a. Pengertian Pendidikan Inklusif

Menurut Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, Pasal 1 bahwa: Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau


(61)

47

pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik lainnya.

Pengertian pendidikan inklusif yang masih senada dengan pemerdiknas di atas yaitu Pemerdiknas Nomor 32 tahun 2008 tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pendidikan Khusus, yang menyatakan bahwa pendidikan inklusif adalah pendidikan yang memberikan kesempatan bagi peserta didik berkebutuhan khusus karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk belajar bersama-sama dengan peserta didik lain pada satuan pendidikan umum dan satuan pendidikan kejuruan, dengan cara menyediakan sarana dan prasarana, pendidik, tenaga kependidikan dan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan individual peserta didik.

Menurut Mudjito, Harizal, dan Elfindri (2013: 18) pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua anak yang berkebutuhan khusus dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Oleh karena itu, ditekankan adanya restrukturisasi sekolah sehingga menjadi komunitas yang mendukung untuk pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak. Pendapat tersebut sejalan dengan Lay Kekeh Marthan (2007: 141) yang menyatakan bahwa pendidikan inklusif adalah sebuah sitem pendidikan di mana semua murid dengan kebutuhan khusus diterima di kelas reguler di sekolah yang berlokasi di daerah terdekat


(62)

48

dengan siswa dan mendapatkan berbagai pelayanan pendidikan berdasarkan kebutuhan.

Menurut Dedy Kustawan (2013: 100), ruang lingkup kurikulum sekolah umum penyelenggara pendidikan inklusif adalah kurikulum sekolah umum yang dalam hal-hal tertentu dilakukan penyesuaian dan modifikasi sesuai dengan hambatan dan kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus. Penyesuaian dan modifikasi tersebut meliputi penyesuaian dan modifikasi cara, media, materi, dan penilaian pembelajaran.

Mayoritas sekolah inklusi masih memberlakukan komponen-komponen pembelajaran yang sama bagi seluruh siswanya. Menurut Safrudin Aziz (2015: 114), tipe sekolah inklusi tersebut disebut sebagai sekolah reguler dan kelas reguler tanpa dukungan. Penjelasan tipe tersebut adalah bahwa dalam sekolah ini, anak berkebutuhan khusus secara penuh berada di kelas reguler. Layanan pendidikan yang diperoleh oleh anak yang bersangkutan sama seperti yang diperoleh anak lainnya pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus, yang pada hal ini adalah anak lamban belajar harus mengikuti standar yang berlaku bagi anak bukan berkebutuhan khusus dalam hal kurikulum, evaluasi, dan dalam penggunaan fasilitas.

Sedangkan menurut istilah Lay Kekeh Marthen (2007: 118), tipe tersebut di atas disebut sebagai bentuk keterpaduan penuh. Bentuk ini member kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar di kelas biasa


(63)

49

secara penuh dengan menggunakan kurikulum yang sama. Metode dan penilaian pembelajaran yang digunakan pada umumnya tidak berbeda dengan yang digunakan di kelas reguler pada umumnya. Menurut Lay Kekeh Marthan (2007: 122), kelemahan pendidikan inklusi memang akan mengharuskan anak berkebutuhan khusus memenuhi kurikulum yang sama dengan anak reguler lainnya. Hal ini akan membuat anak harus belajar keras dengan anak pada umumnya karena harus menerima pelajaran yang sama.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, jadi yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem pendidikan di mana anak berkebutuhan khusus dapat belajar bersama-sama dengan teman yang lain di kelas reguler dan mendapatkan berbagai layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya termasuk diadakannya penyesuaian atau modifikasi kurikulum.

b. Tujuan Pendidikan Inklusif

Pasal 2 Pemerdiknas No. 70 tahun 2009 menjelaskan bahwa tujuan pendidikan inklusif adalah

1) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecaerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya;


(64)

50

2) Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keankaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik sebagaimana yang dimaksud pada huruf a.

Sedangkan menurut Gargiulo (Mudjito, dkk., 15-16) tujuan pendidikan inklusif adalah memberikan intervensi bagi anak berkebutuhan khusus sedini mungkin agar;

1) Untuk meminimalkan keterbatasan kondisi pertumbuhan dan perkembangan anak dan untuk memaksimalkan kesempatan anak terlibat dalam aktivitas yang normal.

2) Jika memungkinkan untuk mencegah terjadinya kondisi yang lebih parah dalam ketidakteraturan perkembangan sehingga menjadi anak yang tidak berkemampuan.

3) Untuk mencegah berkembangnya keterbatasan kemampuan lainnya sebagai hasil yang diakibatkan oleh ketidakmampuan utamanya.

Pendapat di atas sejalan dengan tujuan pendidikan inklusif menurut Mohammad Takdir Ilahi (2013:39-40), yakni sebagai berikut.

1) Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.


(65)

51

2) Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.

Dilhat dari berbagai pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan inklusif adalah untuk memberikan kesempatan pendidikan seluas-luasnya bagi seluruh peserta didik dengan menghargai keanekaragaman dan tanpa adanya perlakuan diskriminatif.

C. Kerangka Berpikir

Anak lamban belajar (slow learner) adalah anakyang memiliki prestasi belajar rendah atau sedikit di bawah rata-rata dari anak pada umumnya, pada salah satu atau seluruh area akademik. Jika dilakukan pengetesan IQ(Intelegence Question), skor tes IQ menunjukkan skor antara 70 dan 90. Biasanya, anak lamban belajar (slow learner) mengalami beberapa permasalahan di dunia pendidikan. Permasalahan tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Anak mengalami perasaan minder terhadap teman-temannya karena kemampuan belajarnya lebih lamban daripada teman-temannya.

2. Anak cenderung bersifat pemalu.

3. Lamban menerima informasi karena keterbatasan dalam bahasa reseptif dan ekspresif.

4. Hasil prestasi belajar yang kurang optimal. 5. Anak dapat tinggal kelas.

6. Mendapatkan label yang kurang baik dari teman-temannya.

Siswa lamban belajar (slow learner) pada sekolah inklusi merupakan suatu masalah yang menarik untuk dilakukan sebuah penelitian yang mendalam khususnya mengenai bagaimana guru melaksanakan pembelajaran


(66)

52

dalam sebuah kelas yang reguler. Menerapkan pembelajaran di kelas reguler murni dan di kelas inklusi tentu terdapat perbedaan. Kehadiran anak berkebutuhan khusus, khususnya lamban belajar (slow learner)akan menjadikan pertimbangan guru dalam memilih dan menerapkan pembelajaran di dalam kelas.

D. Pertanyaan Penilitian

Pertanyaan penelitian ini dikembangkan dari rumusan masalah yang antara lain adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana tahap perencanaan pembelajaran siswa lamban belajar? 2. Bagaimana tahap pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar? 3. Bagaimana tahap evaluasi dan tindak lanjut bagi siswa lamban belajar?


(67)

53 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan peneilitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Menurut Djam’an Satori dan Aan Komariah (2011: 25), penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang mengungkap situasi sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-kata berdasarkan teknik pengumpulan dan analisis data yang relevan yang diperoleh dari situasi yang alamiah.

Penelitian kualitatif juga disebut sebagai penelitian naturalistik. Menurut Sugiyono (2011: 8), karakteristik penelitian kualitatif atau naturalistik adalah dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Hal itu sejalan dengan pendapat Muhammad Idrus (2009: 24), bahwa peneliti kualitatif sedapat mungkin harus berinteraksi secara dekat dengan informan, mengenal secara dekat dunia kehidupan siswa, mengamati, dan mengikuti alur kehidupan informan secara apa adanya (wajar).

Penelitian kualitatif ini digunakan dengan maksud mendapatkan data yang mendalam dan bermakna. Peneliti bermaksud mencermati dan mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar (slow learner) kelas II di SD N Jlaban, Sentolo secara mendalam.


(68)

54 B. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Jlaban, Sentolo, Kulon Progo. SD ini merupakan salah satu sekolah inklusi. Peneliti memilih lokasi penelitian ini karena peneliti menemukan masalah yang dihadapi oleh anak-anak berkebutuhan khusus, khususnya lamban belajar, yakni belum teridentifikasinya pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar di kelas II.

C. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2016, setelah peneliti melakukan berbagai tahap pra penelitian sejak bulan Juni 2015. Penelitian dengan teknik observasi dan dokumentasi dilakukan setiap hari Senin, Selasa, Rabu , Kamis, dan Sabtu. Jumat tidak dilakukan observasi karena kelas II pelajaran Olahraga dari jam pertama hingga pulang sekolah. Sedangkan wawancara dilakukan pada hari Jumat, 19 Februari 2016 dan Sabtu, 27 Februari 2016.

D.Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian kualitatif jumlahnya kecil dan ditentukan dengan teknik purposive. Menurut Sugiyono (2011: 216), teknik purposive merupakan suatu teknik dalam memilih sumber data dengan pertimbangan dan tujuan tertentu.Tujuan pemilihan subjek penelitian dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar kelas II


(69)

55

SD N Jlaban. Hasil penelitan tidak dapat digeneralisasikan dan hanya berlaku untuk kasus sosial sosial tersebut. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah guru kelas II sebagai subjek utama penelitian.

E.Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2011: 225), dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada kondisi yang alamiah dan teknik pengumpulan data lebih banyak dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi.

1. Observasi

Peneliti mengikuti dan mengamati kegiatan pembelajaran siswa lamban belajar di kelas namun tidak terlibat dalam proses pembelajaran tersebut. Observasi yang dilakukan peneniliti termasuk dalam jenis observasi partisipasi pasif. Menurut Sugiyono (2011: 227), pada observasi partisipasi pasif, peneliti datang di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan pembelajaran siswa lamban belajar di kelas II SD N Jlaban.

2. Wawancara

Penelitian ini menggunakan jenis wawancara semiterstruktur karena peneliti melakukan wawancara tidak terpaku pada instrument yang ada namun dapat berkembang secara lebih mendalam ketika pelaksanaan wawancara. Menurut Sugiyono (2011: 233), tujuan dariwawancara jenis ini adalah untuk


(70)

56

menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya tentang pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar di kelas II SD N Jlaban.

3. Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2011: 240), dokumen yang dapat digunakan dalam pengumpulan data kualitatif dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Studi dokumen dalam penelitian ini meliputi, dokumen SK inklusi SD Jlaban, RPP, rapot siswa lamban belajar, dan hasil assesmen siswa lamban belajar.

F. Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono (2011: 222) dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrument atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas penemuannya. Peneliti mengembangkan beberapa instrumen seperti pedoman observasi dan pedomanwawancara untuk menjalankan fungsinya sebagai instrumen utama penelitian kualitatif,


(71)

57 1. Pedoman Observasi

Pedoman observasi digunakan untuk mendapatkan informasi tentang tiga komponen pelaksanaan pembelajaran anak lamban belajar, dengan masing-masing aspeknya, yaitu sebagai berikut.

a. Perencanaan pembelajaran, meliputi bagaiamana guru melakukan analisis karakter siswa lamban belajar dan persiapan komponen pembelajaran.

b. Pelaksanaan pembelajaran, meliputi bagaimana guru melakukan kegiatan awal, inti, dan akhir pembelajaran siswa lamban belajar.

c. Evaluasi dan tindak lanjut, meliputi bagaimana penilaian, program khusus dan komunikasi individual untuk siswa lamban belajar.

Tabel 1. Kisi-Kisi Pedoman Observasi

Indikator Sub Indikator Nomor Item Perencanaan Analisis karakteristik dan

kemampuan awal siswa.

1 -2 Komponen Pembelajaran 3-11

Pelaksanaan Pembukaan 12-14

Inti Pembelajaran 15-20

Penutup 21-23

Evaluasi dan Tindak Lanjut

Evaluasi/Penilaian 24

Program Khusus 25-27

Komunikasi Individual 28-30 2. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara menjadi panduan peneliti selama proses wawancara yang dilakukan terhadap narasumber. Narasumber dalam


(72)

58

penelitian ini meliputi guru kelas II, guru kunjung, kepala sekolah, dan tiga siswa lamban belajar kelas II.

Tabel 2. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara

Indikator Sub Indikator

Nomor Item Guru

Kelas

GPK Siswa

Lamban Belajar

Kepala Sekolah

Perencanaan Analisis karakteristik dan kemampuan awal siswa.

1 -2 1-2 1 Komponen Pembelajaran 3-11

Pelaksanaan Pembukaan 12-14 2-4

Inti Pembelajaran 15-18 3-6 5-6

Penutup 19-21 7 7-8 1

Evaluasi dan Tindak Lanjut

Evaluasi/Penilaian 25 2

Program Khusus 23-24 8 9 3

Komunikasi Individual 26-27 9 10-12 4

G. Teknik Analisis Data

Sugiyono (2011: 245) mengatakan bahwa analisis data dalam penelitian kualitatif dimulai sejak peneliti merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus menerus sampai penulisan hasil penelitian.namun, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan seara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga mendapatkan data yang jenuh.

Aktivitas dalam analisis data terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.


(73)

59 1. Reduksi Data (Data Reduction)

Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya semakin lama semakin banyak, rumit, dan kompleks. Oleh Karena itu, data perlu direduksi. Reduksi data merupakan kegiatan merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, serta mencari pola dan temanya. Dalam reduksi data, peneliti dipandu oleh tujuan yang akan dicapai (Sugiyono, 2011: 247-249).

2. Penyajian Data (Data Display)

Penyajian data diperlukan untuk mengorganisasikan data dan menyusun data dalam pola hubungan, sehingga data akan lebih mudah dipahami. Penyajian data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam bentuk teks naratif, grafik, matriks, jaringan kerja, dan chart (Miles dan Huberman dalam Sugiyono, 2011: 249).

3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi (Conclusion Drawing/Verification) Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan baru tersebut dapat berupa deskripsi suatu objek yang sebelumnya masih belum jelas, sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal, hipotesis, atau teori (Sugiyono, 2011: 252-253).


(74)

60 H. Pengujian Keabsahan Data

Sugiyono (2011: 270) mengemukakan bahwa pengujian keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji credibility (validitas internal), uji transferability (validitas eksternal), uji dependability (reliabilitas), dan ujiconfirmability (objektivitas).

Keabsahan data dalam penelitian ini diuji dengan pengujian credibility. Pengujian credibility dilakukan dengan peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, menggunakan bahan referensi, dan member check. Peneliti mengunakan teknik triangulasi untuk melakukan uji keabsahan data dalam penelitian ini.

Triangulasi adalah pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu (Wiliam Wiersma dalam Sugiyono, 2011: 273). Teknik triangulasi dalam penelitian ini adalah triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik dilakukan dengan mengecek data dari sumber yang sama dengan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Bila data yang dihasilkan dari ketiga teknik tersebut berbeda-beda, peneliti melakukan diskusi lebih lanjut dengan sumber data yang bersangkutan atau sumber lain untuk memastikan data yang dianggap benar atau mungkin semuanya benar karena sudut pandangnya berbeda-beda. Triangulasi sumber adalah pengujian kredibilitas data dengan cara mengecek data yang telah diperoleh dari berbagai sumber. Data yang diperoleh dari berbagai sumber tersebut dideskripsikan,


(75)

61

dikategorisasikan mana pandangan yang sama, yang berbeda berbeda, dan yang spesifik dari berbagai sumber tersebut. Data yang telah dianalisis peneliti menghasilkan kesimpulan, selanjutnya dimintakan kesepakatan dari berbagai sumber tersebut.

Bahan referensi adalah pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Bahan referensi dalam penelitian ini di antaranya: 1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) kelas reguler; 2) rapor anak lamban belajar; 3) hasil asesmen anak lamban belajar.


(76)

62 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di SD Negeri Jlaban, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo. SD N Jlaban termasuk dalam daftar sekolah inklusi berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo Nomor: 400/300/KPTS/2012. Visi SD N Jlaban adalah “Terdepan dalam prestasi, trampil berbudaya, teladan dalam budi pekerti, dan berakhlak mulia”. Sedangkan misinya sebagai berikut.

1. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan intensif untuk mencapai ketuntasan dan daya serap yang tinggi.

2. Menumbuhkembangkan rasa cinta seni, terampil sehingga mampu berkarya dan berkreasi.

3. Menumbuhkann penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran agama yang dianut, sehingga tercipta sekolah yang kondusif.

Tenaga kependidikan dan non-kependidikan berjumlah 18, dengan latar belakang pendidikan S1 sebanyak 11 orang dan SMA 7 orang. Untuk tahun ajaran 2015/2016, jumlah siswa dari kelas 1-6 adalah 148 anak.


(1)

(2)

(3)

(4)

196

Lampiran 13. SK Inklusi SD N Jlaban


(5)

(6)

198

Lampiran 14. Surat Keterangan Melakukan Penelitian