Pengantar Staff Site Universitas Negeri Yogyakarta
INOVASI Vol.4XVIIAgustus 2005
Persatuan Pelajar Indonesia PPI Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
37
substansial dari aliran bahangnya. Beberapa hasil model penelitian mengungkapkan
ketergantungan suhu permukaan dan simpanan bahang permukaan samudra
Pasifik dan Hindia terhadap arus lintas ini. Kedua samudra tersebut akan sangat
berbeda jika tanpa Arlindo MacDonald, 1993. Maes1998 menemukan bahwa ketiadaan
Arlindo akan meningkatkan permukaan laut di Pasifik dan menurunkannya di Hindia
sebanyak 2-10 cm. Perubahan dalam bilangan sentimeter dalam skala samudra
akan berpengaruh sangat besar pada sirkulasi lautan dan keadaannya secara
keseluruhan, yang berimplikasi pada perubahan anggaran bahang dan akhirnya
perubahan yg drastis pada sistem iklim regional. Sebagai pembanding, peristiwa
El-Nino yg merupakan bergesernya massa air hangat dari ekuatorial Pasifik barat ke arah
timur sampai pesisir Peru, menurunkanmenaikkan permukaan laut di
barattimur Pasifik sekitar 10-20 cm. Dampaknya adalah perubahan termoklin
kedalaman dimana gradien perubahan suhu jauh lebih besar daripada gradien perubahan
kedalaman baik di sisi barattimur Pasifik dengan skala mencapai 50m.
Konsekwensinya yang terkenal antara lain adalah rusaknya perikanan Anchovy di pesisir
Peru karena perubahan kedalaman termoklin ini pada akhirnya merusak sistem upwelling
daerah
Gambar 1. Jalur arus lintas Indonesia. perairan yang subur sehingga banyak dihuni
ikan yang normalnya terdapat disana. Pergeseran massa air hangat ke timur juga
membawa massa udara yg lembab di atasnya, sehingga curah hujan di sisi timur
meningkat sehingga terjadi banjir dan tanah longsor sementara pada sisi barat Pasifik
mengalami kekeringan, bahkan sampai mengakibatkan kebakaran hutan tropis.
Kembali pada Arlindo, laut Indonesia bukanlah sebuah kanal pasif yang
menghubungkan kedua samudra; karena stratifikasi suhu dan salinitasnya mengalami
modifikasi signifikan oleh pasang surut, percampuran krn angin dan aliran laut-udara
Ffield and Gordon, 1992, 1996. Berbagai massa air dari Pasifik yang menjadi Arlindo
terubah, sehingga profil suhu-salinitasnya yang memasuki Hindia sangat berbeda
dengan sumber asalnya di Pasifik. Berikut adalah ringkasan hasil temuan
Gordon, Susanto dan Vranes, 2003 mengenai peranan Arlindo dan laut Indonesia
dalam sistem iklim regional. Selama musim dingin, angin bertiup dari Barat Laut
menyebabkan massa air bersalinitas rendah dari Laut Cina Selatan dan Laut Jawa
bergerak ke tenggara memasuki jalur Arlindo. Memasuki musim panas, angin berbalik arah
dan mengembalikan massa air tadi ke tempatnya semula. Di selat Makassar, angin
berperan lain dengan mendorong Arlindo berlawanan arah dari arusnya ke utara;
Arlindo dari selatan. Sepanjang musim panas, Arlindo terkuat adalah dari kedalaman
0-100m. Sementara karena proses di atas tadi, sepanjang musim dingin arlindo
‘terganggu’ oleh massa air yg lebih tawar salinitas rendah. Massa air ini berdaya
apung lebih, sehingga ‘menekan’ Arlindo yg lebih asin ke kedalaman di 100m dan
melemah. Perubahan pada Arlindo ini sangat mempengaruhi cuaca; ketika massa air
hangat mengalir dari Pasifik ke Hindia, menyebabkan tingginya curah hujan di
sepanjang pesisir karena banyaknya penguapan. Ketika penguapan ini terbawa ke
pesisir, terjadi peningkatan massa air tawar di Laut Cina Selatan dan Laut Jawa.
Tambahan air tawar ini lalu memasuki jalur Arlindo, menyebabkan arus yang lebih dingin
dan kurang bahang masuk ke Hindia. Pada akhirnya ini mengurangi curah hujan,
mengurangi tingkat air tawar Arlindo dan kembali pada kondisi semula.