INOVASI Vol.4XVIIAgustus 2005
Persatuan Pelajar Indonesia PPI Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
42
disebutnya Golden Project
. Setidaknya hampir satu trilyun rupiah dikerahkan untuk
penelitian genom tiap tahunnya. Untuk tahun 2010, Jepang menargetkan dapat
menyelesaikan 100 mikroba yang genomnya akan selesai dibaca. Walaupun dalam
penerapan komersialisasi hasil penelitian, Jepang lebih lambat daripada Amerika
Serikat,tetapi nampaknya ini hanya soal waktu saja.
5. Kesimpulan
Melihat sejarah perkembangan pembacaan genom, khususnya inovasi teknologi
dibaliknya, mungkin sebagai negara berkembang kita bisa belajar beberapa hal.
Bahwa, inovasi teknologi sehingga dia dapat diterapkan pada akselerasi penelitian yang
terkait erat dengan komersialisasi produk memerlukan investasi dana yang tidak
sedikit. Yang kedua, ternyata perlu kekonsistenan
dari para pelaku riset untuk terus meneliti dan menghasilkan,dan juga kemauan dan
kepedulian pelaku industri untuk berinvestasi dalam riset, memanfaatkan, dan
mengembangkan hasil riset. Untuk yang pertama, tidak bisa tidak, kita
berharap banyak dari pemerintah yang baru untuk lebih memperhatikan investasi di
bidang iptek jika ingin iptek menjadi pendukung pembangunan. Untuk yang kedua,
kiranya kita perlu menunggu bukti dari para peneliti dan pelaku industri untuk menjadikan
hasil riset domestik menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
6. Daftar Pustaka
[1] Sanger, Air, Barrell, Brow, Coulson, Fiddes, Hutchison, Slocombe, and Smith
1977. “Nucleotide sequence of bacteriophage phi X174DNA.”
Nature 687-695.
[2] Watson and Crick. 1953. “Molecular structure of nucleic acids; a structure for
deoxyribose nucleic acid.”
Nature 737-738.
[3] Cohen, Chang, Boyer, Helling 1973. Construction of biologically functional
bacterial plasmids in vitro.
Proc Natl Acad Sci U S A 3240-3244.
INOVASI Vol.4XVIIAgustus 2005
Persatuan Pelajar Indonesia PPI Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia
43
Model Pengelolaan Sumberdaya Air di Jepang
Muhammad Aqil
Researcher at National Research Institute for Cereals, Indonesia E-mail:
akilshimanegmail.com
Yomota Atsushi
Professor Emeritus, Faculty of Environmental Science and Technology Okayama University, Japan
E-mail: alimuddin30hotmail.com
Abi Prabowo
Researcher at Center Development of Agricultural Mechanization, Indonesia
E-mail:
aprabowoyahoo.com
1. Pendahuluan
Jepang yang terletak di wilayah Sirkum-Pasifik mempunyai keunikan
karakteristik sumberdaya air tersendiri. Fisiografis wilayah yang dikelilingi
pegunungan yang mencakup ¾ bagian wilayahnya serta sungai-sungai yang pendek
dan tergolong curam mengakibatkan pola distribusi siklus air menjadi sangat unik.
Keunikan karakteristik tersebut sangat mempengaruhi siklus hidrologi di wilayah
daerah aliran sungai. Banyaknya gunung dan bukit serta sungai yang sempit dan curam
tersebut mengakibatkan hujan yang jatuh di daerah hulu mengalir dengan cepat ke laut
dan yang terserap kedalam tanah hanya dalam jumlah yang terbatas. Rata-rata curah
hujan di Jepang setiap tahunnya di atas 1600 mm, yang terjadi pada musim hujan serta
saat-saat
typhoon antara bulan Juni-Oktober.
Faktor curah hujan yang tergolong tinggi serta tingkat kemampuan menahan air tanah
yang rendah mengharuskan pemerintah Jepang membuat bangunan
penangkappenahan air dalam jumlah besar, mulai dari bendungan raksasa sampai ke
kolam-kolam penampungan air skala mikro. Pemerintah Jepang telah menghabiskan
banyak biaya untuk pembangunan bendungan dan kolam penampungan air
dalam upayanya untuk memaksimalkan penangkapan air hujan. Menurut hasil survey
[2} dan [3] saat ini tercatat lebih dari 2.650 dam ketinggian 15 m telah dibangun di
Jepang, dengan daya tampung air mencapai 26.9 milyar meter kubik. Selain dam, embung
penampung air juga banyak dibangun dengan peruntukan utama untuk mengairi lahan
pertanian. Pembangunan waduk dalam jumlah besar tersebut menempatkan Jepang
sebagai negara ketiga terbesar di benua Asia dalam hal jumlah bendungan setelah China
dan India, atau peringkat pertama dalam hal rasio antara jumlah bendungan per luas
wilayah. Pembangunan bendungan dalam jumlah besar tersebut tidak hanya ditujukan
untuk keperluan penampungan air saja namun bersifat multifungsi, misalnya untuk
pengendalian banjir, tempat pemeliharaan ikan, rekreasi dan lain-lain. Pembangunan
bendungan dan kolam penampungan air di Jepang pada satu sisi memberi keuntungan
dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan air untuk aktifitas
pertanian, industri maupun perumahan. Namun demikian terlepas dari keuntungan
tersebut pembangunan sarana tersebut juga membawa permasalahan-permasalahan baik
itu dalam kaitannya dengan pendanaan untuk konstruksi jaringan irigasi maupun dalam
kegiatan operasi dan pemeliharaan OP sarana dan prasarana yang telah dibangun.
Sehubungan dengan hal tersebut, tulisan ini dimaksudkan untuk memaparkan kondisi
sumberdaya air di Jepang, yang mencakup aspek distribusi penggunaan air, model OP
fasilitas air serta permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan bangunan air tersebut.
2. Distribusi Penggunaan Air
Tinggi rendahnya tingkat konsumsi air masyarakat sangat berkorelasi dengan
kondisi sosial-ekonomi masyarakat tersebut. Sebagaimana negara-negara lain, tingkat
penggunaan air di Jepang mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan
penggunaan air di belahan dunia lainnya, dimana porsi terbesar dari alokasi air di
berikan ke sektor pertanian. Berdasarkan
INOVASI