111 ajaran 20132014 yang dibuktikan dengan koefisien korelasi R
hitung
sebesar 0,424 koefisien determinan AR
2
sebesar 0,163 yang artinya secara bersama- sama prestasi mata pelajaran produktif dan bimbingan di industri
berhubungan dengan prestasi prakerin. Variabel prestasi prakerin dapat dijelaskan oleh variabel prestasi mata pelajaran produktif dan bimbingan di
industri sebesar 16,3 dan sisanya 83,7 dijelaskan oleh variabel lain di luar
model.
4. Sarana prasarana yang dimiliki sekolah sudah sesuai dengan yang disyaratkan oleh Permendiknas Nomer 40 Tahun 2008 tentang Standar
Sarana Prasarana SMK dengan nilai 85 pada interval kedua dengan rentang 75,51
– 89,99. Hal tersebut dibuktikan dengan sarana dan prasarana yang ada sudah lengkap sesuai kriteria yang ada walaupun kalau dibandingkan,
perkembangan sarana prasarana di industri jauh lebih cepat dibandingkan dengan perkembangan sarana dan prasarana yang ada di sekolah.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini, terdapat implikasi sebagai berikut.
1.
Berdasarkan hasil analisis, prestasi belajar mata pelajaran produktif mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan prestasi prakerin
siswa kelas XI Program Keahlian Teknik Bangunan SMKN 1 Kota Magelang Tahun Ajaran 20132014 yang dibuktikan dengan koefisien korelasi r
x1y
sebesar 0,387 yang artinya terdapat hubungan antara mata pelajaran produktif yang diajarkan di sekolah dengan prestasi prakerin. Maka hal ini
merupakan informasi yang bermanfaat bagi para pengelola pendidikan karena sebagai referensi penelitian yangakan membuat pihak sekolah
112 lebih menekankan siswa supaya lebih menguasai kompetensi keahlian
yang diajarkan di sekolah agar dapat mendukung dalam pelaksanaan prakerin.
2.
Berdasarkan hasil analisis, bimbingan di Industri mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan prestasi prakerin siswa kelas XI Program Keahlian
Teknik Bangunan SMKN 1 Kota Magelang Tahun Ajaran 20132014 yang dibuktikan dengan koefisien korelasi r
x2y
sebesar 0,248 yang artinya terdapat hubungan antara bimbingan di industri dengan prestasi prakerin. Maka hal ini
merupakan informasi yang bermanfaat bagi para pengelola pendidikan karena sebagai referensi penelitian yang menguraikan permasalahan
bahwa semakin besar bimbingan yang diberikan maka akan semakin tinggi pula kompetensi yang dicapai siswa ketika prakerin. Hal ini
membuat pihak sekolah dan DUDI akan lebih efektif dalam memberikan bimbingan terhadap siswa yang sedang melaksanakan prakerin.
C. Keterbatasan
Penelitian ini telah dilaksanakan sebaik mungkin, namun demikian memiliki
keterbatasan antara lain:
1. Penelitian ini hanya terbatas pada satu sudut pandang bimbingan dari jawaban angket siswa dan hasil wawancara dengan pihak sekolah dan belum
mengungkapkan sudut pandang bimbingan dari jawaban DUDI. 2. Pengukuran variabel bimbingan di industri dan prestasi prakerin yang diukur
berdasarkan skala bimbingan di industri dan skala ketercapaian terhadap kompetensi keahlian belum dapat mengukur bimbingan di industri maupun
prestasi prakerin secara komprehensif. Hal ini dikarenakan penilaian siswa
113 terhadap bimbingan di industri tentunya bersifat subyektif menurut persepsi
siswa terhadap dirinya. 3. Meskipun terdapat asumsi yang mendasari digunakannya angket sebagai
teknik pengumpulan data yaitu bahwa responden memberikan jawaban sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya dan sudah dalam batas pengawasan
yang baik, kenyataannya hal tersebut sulit untuk memperoleh data yang valid. 4. Perbedaan tempat DUDI menyebabkan perbedaan kompetensi yang diterima
siswa dalam prakerin sehingga hasil penelitian yang dilakukan tidak bisa digunakan untuk mempersepsikan pelaksanaan prakerin di sekolah lain.
D. Saran