diberikan 2 kali sehari pagi dan sore, pelet dan ikan rucah dicampur terlebih dahulu dengan tambahan pemberian multivitamin sekali seminggu pada pakan
tersebut. Kepadatan ikan sebanyak 30 ekor. Berat rata-rata ikan cobia pada umumnya berkisar 4-6 kg per tahun yang terus bertambah seiring dengan
pertumbuhannya. Ikan cobia dapat mencapai ukuran berat 15 kg pada umur 20 bulan dan pertumbuhannya dapat mencapai panjang 2 meter dengan berat 61 kg
Saputra et al. 2010.
4.2 Rendemen Ikan Cobia Rachycentron canadum
Ikan cobia yang digunakan pada penelitian ini memiliki rendemen yang berbeda berdasarkan perlakuan preparasi dalam keadaan segar dan preparasi
setelah pengukusan daging ikan cobia. Persentase rendemen ikan cobia dapat dilihat pada Gambar 8 dan 10.
Gambar 8 Persentase rendemen ikan cobia segar.
Gambar 8 menunjukkan bahwa rendemen ikan cobia segar untuk daging sebesar 36,83; kepala sebesar 28,67; tulang sebesar 16,42; jeroan sebesar
12,21, dan kulit sebesar 6,87. Kulit ikan cobia dapat diolah menjadi gelatin, sedangkan rendemen daging ikan cobia telah dimanfaatkan sebagai bahan pangan
oleh sebagian masyarakat yaitu, sashimi dan olahan makanan lainnya Yang et al. 2008. Rendemen tertinggi terdapat pada daging sebesar 36,83 sehingga
pemanfaatan daging ikan cobia dapat menjadi sumber pangan yang sangat penting. lkan cobia memberikan kontribusi daging yang sangat tinggi setelah
difilet berkisar lebih 60 dari total tubuh ikan cobia, sedangkan jeroan berkisar 40 dari total tubuh ikan cobia Benetii et al. 2007. Rendemen dipengaruhi oleh
pertumbuhan ikan cobia, habitatnya, dan asupan makanan yang diperoleh dari perairan tersebut. Pertumbuhan ikan cobia cepat, kualitas daging yang baik
dengan rasanya yang enak, kaya kandungan DHA dan asam lemak omega-3 serta tekstur dagingnya yang empuk berwarna putih dan liat dengan sedikit duri Liao
et al. 2004.
a. tulang b. kulit c. jeroan
d. daging e. kepala
Gambar 9 Bagian-bagian ikan cobia Rachycentron canadum.
4.3 Komposisi Kimia Ikan Cobia Rachycentron canadum
Komposisi kimia sangat berpengaruh terhadap kandungan gizi suatu bahan pangan seperti daging ikan cobia Chen 2005. Komposisi kimia ikan cobia
meliputi kadar air, lemak, protein, abu, dan karbohidrat. Hasil analisis ragam uji statistik komposisi kimia disajikan pada Lampiran 2. Komposisi kimia daging
ikan cobia segar dan kukus tanpa kulit dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi kimia daging cobia segar dan kukus tanpa kulit Komposisi kimia
Basis basah bb Basis kering bk
segar kukus segar
Kukus Kadar air
77,64 ± 0,00 66,32 ± 0,02 0 Kadar abu
1,10 ± 0,13 1,29 ± 0,11 4,89 ± 0,43
a
3,83 ± 0,33
b
Kadar protein 10,34 ± 0,45 12,50 ± 0,13 46,22 ± 0,90
a
37,11 ± 0,80
b
Kadar lemak 9,19 ± 0,15 5,07 ± 0,98 41,10 ± 2,70
a
15,05 ± 2,50
b
Kadar karbohidrat 1,73 ± 0,70 14,82 ± 0,76 7,73 ± 3,20
b
44,00 ± 5,60
a
Keterangan: n=5 Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan bahwa pengukusan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap komposisi kimia p0,05.
Chen 2005 menyatakan dalam penelitiannya bahwa komposisi kimia ikan cobia yang dibudidayakan berbeda dengan yang tidak dibudidayakan.
Tabel 3 Komposisi kimia ikan cobia yang dibudidayakan dan tidak dibudidayakan Komposisi
kimia Cobia dibudidayakan
Cobia tidak dibudidayakan Kadar air
70,0 73,3
Kadar abu 1,4
1,2 Kadar protein
18,3 18,8
Kadar lemak 10,3
6,7 Berdasarkan Tabel 3 dengan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan
bahwa komposisi kimia ikan cobia tidak jauh berbeda. Perbedaan antara ikan cobia yang dibudiyakan dan tidak dibudidayakan disebabkan oleh asupan
makanan dan habitat tempat hidupnya.
4.3.1 Kadar air
Ikan memiliki kandungan air yang tinggi, daging ikan cobia segar memiliki kandungan air cukup tinggi sebesar 77,64 bb. Kandungan air yang
terdapat pada daging ikan cobia hampir sama dengan kandungan ikan lainnya yaitu 73,30 Chen 2005. Kadar air yang tinggi pada suatu bahan seperti daging
ikan cobia menyebabkan daging ikan cobia mudah sekali mengalami kerusakan
apabila tidak ditangani secara baik karena akan memudahkan mikroorganisme untuk tumbuh Budianto 2009.
Tabel 2 menunjukkan kandungan air pada daging ikan cobia mengalami penurunan sebesar 11,31 bb setelah pengukusan. Penurunan kadar air setelah
proses pengukusan disebabkan oleh terlepasnya air dari bahan dan proses penguapan karena adanya pemberian panas pada daging ikan cobia yang
meningkatkan suhu daging. Morris et al. 2004 menyatakan bahwa transfer panas dan pergerakan aliran air menyebabkan proses penguapan dan pengeringan pada
bahan makanan. Hal ini menurunkan kandungan air sehingga terjadi perubahan yang berhubungan dengan proses dehidrasi, yaitu penurunan konsentrasi protein
dan lemak pada makanan. Kadar air umumnya memiliki hubungan timbal balik dengan kadar lemak, semakin tinggi kadar air maka semakin rendah kadar lemak
pada bahan tersebut.
4.3.2 Kadar abu
Kadar abu yang terkandung dalam tubuh ikan dipengaruhi oleh habitatnya dan makanan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pengukusan memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu daging ikan cobia. Tabel 2 menunjukkan bahwa setelah pengukusan kadar abu pada bahan mengalami
penurunan sebesar 1,06. Proses pengukusan menyebabkan terjadinya penurunan kadar abu. Menurut Palupi et al. 2007, kadar abu mempunyai hubungan dengan
kadar mineral. Selama pengukusan, sebagian mineral akan terbawa bersama uap air yang keluar dari bahan akibat pemansanan dan karena pecahnya pertikel-
partikel mineral yang terikat pada air Winarno 1997. Proses tersebut tergantung pada cara proses pengolahan, suhu pengolahan, dan luas permukaan produk.
Manusia memerlukan berbagai jenis mineral baik dari hasil perairan maupun bukan hasil perairan. Mineral berperan dalam berbagai tahap
metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim. Keseimbangan ion-ion mineral di dalam cairan tubuh diperlukan untuk
pengaturan pekerjaan enzim-enzim, pemeliharan keseimbangan asam-basa,
membantu transfer ikatan-ikatan penting melalui membran sel, dan pemeliharaan kepekaan otot dan saraf terhadap rangsangan Almatsier 2006.
4.3.3 Kadar protein
Molekul protein lebih kompleks dibandingkan karbohidrat dan lemak dalam hal berat molekul dan keanekaragaman unit-unit asam amino yang
membentuknya. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pengukusan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar protein daging ikan cobia. Tabel 2
menunjukkan bahwa setelah pengukusan menyebabkan kadar protein pada daging ikan cobia menurun sebesar 9,11. Perlakuan pengukusan yang diberikan
menyebabkan protein terdenaturasi. Pemanasan protein dapat menyebabkan terjadinya reaksi-reaksi baik yang
diharapkan maupun yang tidak diharapkan Duncan et al. 2007. Reaksi-reaksi tersebut diantaranya denaturasi, kehilangan aktivitas enzim, perubahan kelarutan
dan hidrasi, perubahan warna, derivatisasi residu asam amino, cross-linking, pemutusan ikatan peptida, dan pembentukan senyawa yang secara sensori aktif.
Reaksi ini dipengaruhi oleh suhu dan lama pemanasan, pH, adanya oksidator, antioksidan, radikal, dan senyawa aktif lainnya khususnya senyawa karbonil
Apriyantono 2002.
4.3.4 Kadar lemak
Lemak yang terdapat pada komoditas perikanan sebagian besar mengandung asam lemak tak jenuh yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
dapat menurunkan kolesterol dalam darah serta sangat mudah untuk dicerna langsung oleh tubuh. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pengukusan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar lemak daging ikan cobia. Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar lemak pada daging menurun sebesar
26,05 setelah pengukusan. Pemberian panas berupa pengukusan pada daging ikan cobia menyebabkan lemak menjadi senyawa volatil, seperti aldehid, keton,
alkohol, asam, dan hidrokarbon yang akan terbawa dalam air saat pengukusan. Pemanasan juga mempercepat gerakan-gerakan molekul lemak sehingga jarak
antara molekul lemak menjadi besar untuk mempermudah proses pengeluaran lemak yang dipengaruhi oleh suhu pengukusan dan lama pengukusan Winarno
1997. Kadar lemak ikan cobia dipengaruhi oleh faktor habitat, makanan, dan proses pengolahannya Morris et al. 2004. Lemak ikan cobia sangat penting bagi
tubuh manusia, yaitu menjadi sumber energi dan asam lemak yang esensial Wang et al. 2005.
4.3.5 Kadar karbohidrat
Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena merupakan sumber energi utama bagi hewan dan manusia. Hasil uji statistik menunjukkan
bahwa pengukusan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar karbohidrat daging ikan cobia. Tabel 2 menunjukkan bahwa seteleh pengukusan
terjadi peningkatan kadar karbohidrat daging ikan cobia sebesar 36,27. Peningkatan tersebut karena adanya penurunan kadar air, abu dan protein larut
dalam air, dan lemak yang terbawa dalam air saat proses pengukusan. Perbedaan kadar karbohidrat pada hasil perairan dipengaruhi oleh habitat, kematangan
gonad, proses penangkapan, proses pengolahan dan pakan yang di berikan. Proses pengukusan yang melibatkan pemanasan yang tinggi mengakibatkan karbohidrat
terutama gula mengalami karamelisasi pencoklatan non enzimatis Cuq et al. 1982.
4.4 Asam Lemak Ikan Cobia Rachycentron canadum
Hasil analisis yang teridentifikasi adalah 31 jenis asam lemak yang terdiri dari 12 jenis asam lemak jenuh SFA, 8 jenis asam lemak tidak jenuh tunggal
MUFA, dan 11 jenis asam lemak tidak jenuh jamak PUFA. Kromatogram asam lemak daging ikan cobia disajikan pada Lampiran 3. Kandungan asam
lemak jenuh, asam lemak tak jenuh, EPA, dan DHA daging ikan cobia dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Komposisi asam lemak bb dalam lemak daging ikan cobia segar dan kukus
Keterangan : n=5 Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan bahwa pengukusan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap komposisi kimia p0,05.
Tabel 4 menunjukkan bahwa asam lemak pada daging ikan cobia segar hampir sama dengan daging ikan cobia kukus. Hasil perhitungan analisis ragam
uji statistik komposisi kimia daging ikan cobia disajikan pada Lampiran 4. Total Jenis asam lemak
Segar Kukus
SFA Laurat C12:0
0,09 ± 0,01
a
0,08 ± 0,00
a
Tridekanoat C13:0 0,05 ± 0,00
a
0,06 ± 0,01
a
Miristat C14:0 3,36 ± 0,01
a
3,15 ± 0,16
a
Pentadekanoat C15:0 0,73 ± 0,01
a
0,69 ± 0,02
a
Palmitat C16:0 19,64 ± 0,27
a
19,22 ± 0,40
a
Heptadekanoat C17:0 0,90 ± 0,01
a
0,90 ± 0,01
a
Stearat C18:0 7,77 ± 0,07
a
7,76 ± 0,04
a
Arakidat C20:0 0,52 ± 0,01
a
0,47 ± 0,01
b
Heneikosanoat C21:0 0,10 ± 0,00
a
0,10 ± 0,01
a
Behenat C22:0 0,32 ± 0,01
a
0,28 ± 0,00
b
Trikosanoat C23:0 0,13 ± 0,00
a
0,10 ± 0,00
a
Lignoserat C24:0 0,31 ± 0,01
a
0,26 ± 0,00
b
Total SFA 33,90
33,04
MUFA Miristoleat C14:1
0,02 ± 0,00
a
0,03 ± 0,01
a
Palmitoleat C16:1 5,04 ± 0,08
a
5,13 ± 0,07
a
Cis 10-Heptadekanoat C17:1 0,41 ± 0,01
a
0,41 ± 0,00
a
Oleat C18:1n9c 14,24 ± 0,16
a
14,35 ± 0,04
a
Elaidat C18:1n9t 0,16 ± 0,01
a
0,17 ± 0,01
a
Cis-11-Eikosenoat C 20:1 0,57 ± 0,01
a
0,52 ± 0,01
a
Erukat C 22:1n9 0,08 ± 0,00
a
0,06 ± 0,00
a
Nervonat C 24:1 n9 0,27 ± 0,01
a
0,23 ± 0,01
b
Total MUFA 20,77
20,88
PUFA Linoleat C18:2n6
0,79 ± 0,01
a
0,78 ± 0,01
a
v- Linoleat C18:3n6 0,11 ± 0,00
a
0,11 ± 0,01
a
Linolenat C18:3n3 0,27 ± 0,01
a
0,28 ± 0,01
a
Linolelaurat C18:2n9t 0,07 ± 0,01
a
0,03 ± 0,01
a
Cis-11, 14-Eikosedienoat C20:2 0,31 ± 0,00
a
0,31 ± 0,01
a
Cis -8,11,14-Eikosetrienoat C20:3n6 0,16 ± 0,00
a
0,16 ± 0,00
a
Cis-11,14,17-Eikosetrienoat C20:3n3 0,04 ± 0,00
a
0,05 ± 0,01
a
Arakidonat C20:4n6 2,91 ± 0,02
a
2,98 ± 0,01
a
Dokosadienoat C22:2 0,03±0,00
a
0,03 ± 0,01
a
Eikosapentaenoat EPA C20:5n3 1,83±0,03
a
2,05 ± 0,04
a
Dokosaheksaenoat DHA C22:6n3 6,12±0,04
a
6,80 ± 0,04
a
Total PUFA 12,63
13,56
kandungan asam lemak yang paling besar pada daging ikan cobia segar dan kukus adalah asam lemak jenis SFA yang didominasi oleh asam palmitat. Hasil ini
serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Rubio-Rodriguez et al. 2010 yang menyatakan bahwa asam palmitat merupakan asam lemak jenuh paling banyak
pada ikan. Asam palmitat juga merupakan komponen utama dalam asam lemak jenuh yaitu 53-65 dari total asam lemak jenuh Ozugul dan Ozugul 2005.
Menurut Morris et al. 2004 proses pemanasan, lama, dan suhu menyebabkan perubahan kandungan asam lemak. Perbedaan komposisi asam lemak dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu spesies, makanan, habitat, umur, dan ukuran dari ikan cobia tersebut Ozogul dan Ozogul 2005.
Kemampuan konversi asam lemak tak jenuh majemuk pada ikan berbeda- beda diantara spesies dan bahkan ras Peng et al. 2003. Asam lemak jenuh, yaitu
asam laurat, miristat, palmitat, dan stearat merupakan asam lemak yang banyak terdapat di alam. Asam laurat digunakan dalam industri farmasi sebagai
antimikroba. Asam miristat dan stearat terdapat dalam jumlah yang sedikit, tidak lebih dari kisaran 1-2. Asam stearat C18 merupakan asam lemak jenuh dengan
berat molekul tertinggi Achadi 2007. Asam lemak tak jenuh oleat banyak terdapat dalam trigliserida dan
memiliki satu ikatan rangkap yang merupakan prekursor untuk produksi sebagian besar PUFA. Asam lemak linoleat dan linolenat merupakan asam lemak esensial
karena dibutuhkan oleh tubuh, sedangkan tubuh tidak dapat mensintetisnya. Perbedaan kandungan asam lemak tak jenuh oleat, linoleat, dan linolenat pada
jenis ikan lainnya disebabkan oleh perbedaan komposisi jenis lemak yang dikonsumsi dari lingkungan perairannya, serta proses pengolahannya, yaitu
pemanasan Leblanc et al. 2008. Hasil uji statistik Tabel 4 menunjukkan bahwa pengukusan tidak
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kandungan EPA dan DHA daging ikan cobia. Omega-3 pada ikan cobia memberikan kontribusi penting
dalam menunjang kesehatan manusia sehingga menjadi sumber omega-3 yang dibutuhkan manusia Rubio-Rodriguez et al. 2010.
Sumber PUFA, yaitu EPA dan DHA dapat diperoleh dengan mengkonsumsi ikan, udang, invertebrata, dan makroalga serta mikroalga.
Kandungan asam lemak tak jenuh jamak PUFA yaitu EPA dan DHA daging ikan cobia berasal dari fitoplankton atau ketersediaan makanan di habitatnya.
Omega-3 sangat berperan dalam proses pertumbuhan dan kecerdasan otak terutama pada anak-anak. WHO menganjurkan konsumsi lemak berkisar 15-30
dari total kebutuhan energi dalam tubuh. Jumlah tersebut dianggap memenuhi kebutuhan asam lemak esensial dan membantu penyerapan vitamin larut lemak.
Kebutuhan tersebut paling banyak 10 berasal dari lemak jenuh dan 3-7 lemak tidak jenuh WHO 1989.
Tubuh manusia hanya dapat mengkonversi asam lemak α-linolenat kurang 5-10 dari EPA dan 2-5 dari DHA Haliloglu et al. 2004. Hal tersebut
menunjukkan bahwa manusia tidak dapat mengandalkan sumber omega-3 hanya dari tanaman dan sayuran yang mengandung α-linolenat, namun perlu
mengkonsumsi makanan yang mengandung EPA and DHA diantaranya ikan, kerang, udang-udangan maupun hewan air lainnya.
Harris dan Karmas 1989, mengatakan bahwa proses pengukusan menyebabkan sedikit perubahan kandungan gizi pada suatu bahan. Kandungan
asam lemak daging ikan cobia ini dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk sempel, suhu dan lamanya pengukusan serta kondisi daging ikan cobia sebelum dikukus.
Pengukusan dengan suhu 100
o
C selama ±15 menit baik diterapkan karena penyusutan gizi yang ditimbulkan sangat kecil dan memberikan rasa yang enak,
tekstur empuk, dan aroma daging ikan cobia yang khas. Kandungan lemak memberikan kontribusi yang sangat penting dalam aroma dan rasa daging ikan
cobia. Pratama et al. 2011 dalam penelitiannnya mengenai asam lemak pada
berbagai jenis ikan menunjukkan perbedaan seperti disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Komposisi asam lemak pada ikan layur, tenggiri, tongkol, dan cobia Asam
lemak Layur
Tenggiri Tongkol
Cobia Asam lemak jenuh
Miristat 0,24
16,79 20,89
3,36 Palmitat
10,51 37,74
37,73 16,64
Stearat 4,00
0,00 0,00
7,77 Arakhidat
0,00 1,52
3,17 0,52
Behenat 0,00
2,87 0,00
0,32 Total
14,75 58,92
61,79 28,61
Asam lemak tak jenuh Palmitoleat 0,28 14,96
20,40 5,04
Oleat 34,21
5,92 4,60
14,24 Nervonat
0,00 2,77
0,00 0,27
Linoleat 48,36
0,00 0,00
0,79 EPA
2,41 17,44
12,27 1,83
DHA 0,00
0,00 0,00
6,12 Total
85,26 41,09
37,27 28,29
ikan cobia hasil penelitian
Tabel 5 menunjukkan kandungan asam lemak pada berbagai jenis ikan tidak jauh berbeda seperti pada ikan cobia, ikan tongkol, ikan layur dan ikan tenggiri.
Ikan cobia termasuk ikan dengan kandungan asam lemak sedang yang dibandingkan dengan ikan layur, tenggiri, dan tongkol. Kadar lipid dan komposisi
asam lemak dapat berbeda-beda tergantung pada spesies, jenis kelamin, usia, musim, ketersediaan makanan, salinitas dan suhu air.
4.5 Kolesterol Ikan Cobia Rachycentron canadum