20
4.3.1 Standarisasi 2,6 dichlorophenol;indophenol
Standarisasi DPIP dilakukan dengan cara menimbang 30 mg asam askorbat dengan ketelitian 0.1 mg. Kemudian ditambahkan 50 ml campuran asam metafosfatasam asetat 60 gr asam metafosfat
dan 160 ml asam asetat glasial dalam 1L larutan dan larutan EDTA hingga volume 100 ml lalu larutkan hingga larut. Selanjutnya, pipet 2 ml dari larutan tersebut lalu ditambahkan 30 ml aquades, 10
ml asam metafosfatasam asetat dan 10 ml EDTA. Ukur konsentrasi asam askorbat tersebut dengan potensiometer dan lakukan sebanyak 3 kali triplo. Standar deviasi dari penentuan ini tidak boleh
lebih dari 0.008 grL. Jika standar deviasi lebih besar dari 0.008 grL, maka prosedur diulangi dari awal. Rumus konsentrasi 2,6 dichlorophenolindophenol:
keterangan: c
: konsentrasi 2,6 dichlorophenolindophenol dalam grL. m
: berat vitamin C yang ditimbang dalam gr 50
: faktor pengenceran 2 ml dari 100 ml V
: volume 2,6 dichlorophenolindophenol yang diperlukan dalam ml Vb
: 2,6 dichlorophenolindophenol yang diperlukan blanko dalam ml diasumsikan Vb= 0 ml
4.3.2 Perhitungan Kadar Vitamin C Sampel
Kadar vitamin C diukur dengan cara menimbang 1 gr sampel susu bubuk dengan ketelitian 0.001 gr pada gelas beaker. Lalu ditambahkan 30 ml aquades dan dilarutkan hingga benarbenar larut.
Selanjutnya ditambahkan 10 ml campuran asam metafosfatasam asetat dan 10 ml larutan EDTA pada larutan sampel. Stirer larutan dan mulai untuk titrasi dengan menggunakan metode VITCFAST
pada alat potensiometer Metrohm untuk penentuan vitamin C. Diagram alir pengukuran kadar vitamin C dapat dilihat pada Gambar 7. Rumus vitamin C dalam produk mgKg:
keterangan : c
: konsentrasi 2,6 dichlorophenolindophenol dalam grL. m
: berat vitamin C yang ditimbang dalam gr V
: volume 2,6 dichlorophenolindophenol yang diperlukan dalam ml Vb
: 2,6 dichlorophenolindophenol yang diperlukan blanko dalam ml diasumsikan Vb=0 ml
liter per
askorbat asam
gr 1000
Vb V
50 m
c −
=
1000 m
c V
V
bl
× ×
− =
Kg mg
VitC
21
Gambar 7. Diagram alir pengukuran sampel
4.3.3 Kecermatan akurasi
Uji akurasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan menyatakan persen perolehan kembali recovery dan menghitung akurasi dan persen galat dengan menggunakan sampel susu bubuk
acuan yang sudah diketahui nilai benarnya sehingga dapat dilihat selisih penyimpangannya. Uji akurasi dengan persen perolehan kembali recovery dilakukan dengan membuat larutan
standar dengan konsentrasi 1000 mgKg menggunakan asam askorbat murni. Selanjutnya, larutan standar ini diukur kadar konsentrasi vitamin Cnya dengan menggunakan alat potensiometer sebanyak
enam kali ulangan. Kemudian dihitung nilai recovery larutan standar dengan menggunakan rumus berikut:
= Konsentrasi sampel hasil percobaan
Kadar sampel teoritis x 100
Timbang 1 gr sampel bubuk ke dalam beaker gelas 100 ml
Tambahkan 30 ml air destilata dan larutkan hingga benarbenar larut
Tambahkan 10 ml larutan EDTA Tambahkan 10 ml campuran asam
metafosfat dan
asam asetat
glasial
Stirer larutan dan mulai untuk titrasi
Gunakan metode
VITCFAST pada alat Potensiometer Metrohm
Bacalah kadar vitamin C yang tertera pada alat dan jumlah 2,6
dichlorophenolindophenol ml
yang digunakan.
22 Hasil akurasi dengan persen perolehan kembali recovery dapat diterima apabila kriteria
penerimaan hasil recovery sebesar 100 ± 2 atau 98102 EURACHEM, 1998. Uji akurasi dengan sampel acuan menggunakan sampel susu bubuk merk X, dilakukan
dengan cara mengukur sampel tersebut sebanyak minimal enam kali ulangan dan dihitung akurasi dan persen galat dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
+ =
,-.- 0123 4256272 2.-8 5.9 :9;1. 62=453 :-. ;13?02 ,-.- 0123 4256272 2.-8 5.9 :9;1. 62
x 100 AB CD + = 100 − +
Hasil akurasi dengan sampel acuan memiliki hasil yang semakin baik apabila nilai persen galat yang dihasilkan semakin mendekati nilai 0.
4.3.4 Keseksamaan presisi
Uji keseksamaan atau presisi yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan mengukur keterulangan repeatibility dan ketertiruan reproducibility. Uji ini dilakukan dengan mengukur
kadar vitamin C dengan potensiometer menggunakan sampel susu bubuk merk X sebanyak paling sedikit enam kali ulangan. Kemudian dihitung SD, RSD dan RSD Horwitz dari masingmasing
parameter tersebut. Penetapan keseksamaan suatu metode dengan parameter keterulangan harus memenuhi syarat bahwa RSD analisis metode tersebut lebih kecil daripada 0.67 kali RSD Horwitz dan
parameter ketertiruan harus memenuhi syarat bahwa RSD analisis metode tersebut lebih kecil daripada RSD Horwitz Harmita, 2004. Perhitungan SD, RSD dan RSD Horwitz dapat dihitung
menggunakan rumus berikut:
1 n
Χ ΣΧ
SD
2
− −
=
X 100
x SD
RSD =
RSD Horwitz = 2
M = N.P Q RST U+
keterangan: SD = standar deviasi
RSD = standar deviasi relatif X= kadar vitamin C susu bubuk merk X tiap ulangan
X= ratarata kadar vitamin C susu bubuk merk X n = jumlah ulangan
c = ratarata konsentrasi vitamin C
4.3.5 Linearitas
Uji linearitas yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan membuat larutan standar menggunakan asam askorbat murni yang dibuat pada konsentrasi berbeda antara lain konsentrasi 500
mgKg, 1000 mgKg, 1500 mgKg, 2000 mgKg, dan 2500 mgKg. Linearitas diukur dengan nilai R
2
dari kurva hubungan antara volume 2,6 dicholorophenolindophenol yang dikeluarkan alat sebagai
23 sumbu y dan konsentrasi larutan standar sebagai sumbu x dengan konsentrasi dalam mgKg.
Linearitas yang baik memiliki R
2
yang lebih dari 0.99.
4.3.6 Batas deteksi Limit of Detection
Batas deteksi LOD ditentukan dengan cara menambahkan asam askorbat murni pada laktosa bubuk yang tidak memiliki kadar vitamin C. Setelah itu campuran
tersebut di ukur kadar vitamin C nya dengan potensiometer sebanyak paling sedikit enam kali ulangan. Penentuan
konsentrasi yang ditambahkan dilakukan dengan cara trial and error dimulai dari konsentrasi yang paling rendah. Konsentrasi terendah yang masih dapat dideteksi dihitung ratarata, SD, RSD dan RSD
Horwitz. Perhitungan SD, RSD dan RSD Horwitz dapat dihitung menggunakan rumus berikut:
1 n
Χ ΣΧ
SD
2
− −
=
X 100
x SD
RSD =
RSD Horwitz = 2
M = N.P Q RST U+
Perhitungan LOD secara teoritis dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut: =
+ 3 keterangan:
SD = standar deviasi RSD = standar deviasi relatif
X= kadar vitamin C susu bubuk merk X tiap ulangan X= ratarata kadar vitamin C susu bubuk merk X
n = jumlah ulangan c = ratarata konsentrasi vitamin C
4.3.7 Batas Kuantitasi Limit of Quantification
Batas kuantitasi LOQ ditentukan dengan menggunakan susu bubuk merk X yang dicampur dengan gula yang tidak memiliki kadar vitamin C dan dibuat pada konsentrasi berbeda. Kemudian
sampel tersebut di ukur dengan potensiometer sebanyak minimal enam kali ulangan. LOQ ditentukan dengan menghitung SD, RSD, ratarata sampel, dan RSD Horwitz. Data LOQ dapat diterima apabila
data tersebut memiliki kriteria akurasi dan presisi yang dapat diterima. Kriteria akurasi dihitung dengan membandingkan nilai hasil percobaan dan nilai teoritis. Akurasi dapat diterima apabila data
tersebut memiliki recovery 95 ±5. Kriteria presisi dapat diterima apabila memenuhi syarat presisi keterulangan, yaitu nilai RSD lebih kecil dibandingkan 0.67 kali nilai RSD Horwitz.
Perhitungan SD, RSD dan RSD Horwitz dapat dihitung menggunakan rumus berikut:
1 n
Χ ΣΧ
SD
2
− −
=
24
X 100
x SD
RSD =
RSD Horwitz = 2
M = N.P Q RST U+
Perhitungan LOQ secara teoritis dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut: = 10
keterangan: SD = standar deviasi
RSD = standar deviasi relatif X= kadar vitamin C susu bubuk merk X tiap ulangan
X= ratarata kadar vitamin C susu bubuk merk X n = jumlah ulangan
c = ratarata konsentrasi vitamin C
4.3.8 Aplikasi SPC
Analisis statistical process control SPC dapat dilakukan dengan membuat control chart. Pembuatan control chart kadar vitamin C pada produk susu bubuk FF2 dengan alat potensiometer
dilakukan setelah proses validasi metode selesai. Pengambilan sampel pada produk FF 2 dilakukan selama satu siklus produksi. Pengambilan sampel dilakukan satu kali penarikan batch. Dari sampel
tersebut dianalisis vitamin C dengan potensiometer produk susu bubuk tersebut secara duplo. Setelah data diperoleh, maka data tersebut akan dianalisis dengan menggunakan X barR control chart dan
dianalisis kapabilitas prosesnya.
4.3.8.1 Pembuatan control chart X;bar R
Parameter control chart untuk Xbar terdiri dari central line yaitu nilai tengah rataan, batas atas USL dan batas bawah LSL. Nilai batas atas dan batas bawah ini biasanya
berpatokan pada nilai simpangan baku atau standar deviasi yaitu ± 3 x σ. Langkahlangkah untuk membangun Control chart XBar adalah :
a. Tentukan ukuran contoh.
b. Kumpulkan sejumlah set contoh.
c. Hitung nilai ratarata XBar dari setiap set contoh.
d. Hitung nilai ratarata dari semua XBar, yaitu XDouble Bar yang merupakan
garis tengah central line dari Control chart XBar. e.
Hitung batasbatas kontrol 3sigma dari Control chart XBar. Cara perhitungan:
Garis pusat CL Control line = Xbar=V
WX 9
9 -YM
Batas kendali atas USL Upper Spec Limit = Xbar + A. Rbar Batas kendali bawah LSL Lower Spec Limit = Xbar – A. Rbar
f. Buatkan Control chart XBar dengan menggunakan batasbatas control 3sigma
di atas.
25 g.
Apabila proses berada dalam pengendalian statistical proses stabil, hitung indeks kapabilitas proses Cp, dan indeks performansi Kane CpK.
h. Gunakan Control chart terkendali dari XBar untuk memantau proses yang
sedang berlangsung dari waktu ke waktu. Sedangkan langkahlangkah pembuatan bagan kendali R adalah :
a. Kumpulkan data. Data dan cara pengambilannya harus sama dengan yang akan
dilakukan pada waktu yang akan datang. b.
Masukkan data ke dalam subgrup. Subgrup dapat sesuai dengan pengukuran atau urutan lot dan masingmasing harus terdiri dari dua sampai lima sampel.Data
tersebut harus dibagi ke dalam subgrup dengan kondisi: 1. Data diperoleh dengan kondisi teknik yang sama harus membentuk satu
subgrup. 2. Sebuah subgrup tidak boleh memasukkan data dari lot atau sifat yang
berbeda. c.
Cari kisaran R selisih terbesar dan terkecil. d.
Hitung harga ratarata R yaitu jumlah R seluruh subgroup dibagi dengan k. e.
Hitung batasbatas pengendalian. Bagan kendali R :
Garis pusat CL Control Limit = R Batas kendali atas UCL Upper Control Limit = D4 R
Batas kendali bawah LCL Lower Control Limit = D3 R Angkaangka koefisien A2, D3 dan D4 yang digunakan dapat dilihat pada tabel.
f. Susun bagan kendali.
g. Gambar titiktitik R untuk setiap subgrup pada garis vertikal yang sama.
h. Tulis informasi yang diperlukan.
4.3.8.2 Perhitungan Kapabilitas Proses
Kapabilitas proses dihitung dengan menggunakan rumus untuk menghitung Cp dan CpK yang dihasilkan. Perhitungan Cp dan CpK dapat dihitung menggunakan rumus berikut:
∁[ = \
− 6
= _
`
a
2+ _ =
V | = 1+ − +
,YM 8YM
c − 1 d[e = mindf , df\+
df = h_ −
3
26
df\ = \
− h_ 3
keterangan: Cp
: Kapabilitas proses Capability Index CpK
: Indeks performansi Kane Kane Performance Index USL
: Batas spesifikasi atas Upper Spesification Limit LSL
: Batas spesifikasi bawah Low Spesification Limit CPL
: Indeks performansi bawah Lower Performance Index CPU
: Indeks performansi atas Upper Performance Index 6 σ
: Enam simpangan baku populasi R
: Range d
2
: Koefisien untuk menduga simpangan baku yang besarnya tergantung dari subgrup
N : Jumlah data
Menurut Gasperz 1998, kriteria yang digunakan untuk penilaian kapabilitas proses adalah sebagai berikut :
1. Cp 1.33 ; maka proses memiliki kapasitas baik,
2. 1.00 Cp 1.33, maka proses dianggap baik namun perlu pengendalian apabila Cp
telah mendekati 1.00, 3.
Cp 1.00, maka proses dianggap tidak baik. Sedangkan kriteria yang digunakan untuk penilaian CpK :
1. CpK 1.33, maka proses masih mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau
atas, 2.
1.00 CpK 1.33, maka proses masih mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau atas,
3. CpK 1.00, maka proses tidak mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau
atas.
27
V. HASIL DA PEMBAHASA
Metode analisis kadar vitamin C pada susu bubuk yang dilakukan pada penelitian ini merupakan metode yang tercantum dalam AOAC 985.33 tentang penentuan kadar vitamin C pada
susu formula dan validasi yang dilakukan merujuk pada AOAC dan SNI ISOIEC 17025:2005. Sebelum proses validasi dilakukan, harus dilakukan penelitian pendahuluan yaitu standarisasi 2,6
dichlorophenolindophenol DPIP agar konsentrasi DPIP yang digunakan sebagai pereaksi stabil dan menghasilkan pengukuran yang akurat. Setelah dilakukan standarisasi dapat dilakukan validasi
metode analisis kadar vitamin C pada susu bubuk dengan menggunakan potensiometer dan penelitian tambahan aplikasi Statistical Process Control SPC dengan pembuatan bagan kendali.
5.1 Standarisasi 2,6 dichlorophenol;indophenol DPIP
Standarisasi 2,6 dichlorophenolindophenol DPIP dilakukan setiap hari sebelum pengujian validasi dilakukan. DPIP memiliki bobot molekul BM 290.8 grmol, berbentuk bubuk padat
berwarna hijau gelap, dan berubah menjadi warna biru ketika dilarutkan dan diencerkan. DPIP mudah larut di dalam air dan metanol. Sifat DPIP tidak stabil apabila terpapar cahaya dan mudah teroksidasi
oleh cahaya. DPIP digunakan sebagai titran dalam penentuan asam askorbat atau vitamin C. Metode ini berdasarkan reduksi DPIP dengan asam askorbat dalam larutan asam Hossu dan Magearu, 2011.
Standarisasi ini dilakukan untuk mencegah konsentrasi yang tidak stabil karena sifat DPIP yang mudah berubah konsentrasinya saat penyimpanan akibat terpapar cahaya dan teroksidasi udara.
Standarisasi DPIP dilakukan secara triplo dengan standar deviasi SD setiap ulangan tidak melebihi 0.008 grL. Apabila hasil standarisasi yang dihasilkan lebih besar dari 0.008 grL, maka standarisasi
diulang dari langkah awal. Hasil standarisasi 2,6 dichlorophenolindophenol DPIP yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil standarisasi 2,6 dichlorophenolindophenol DPIP Uji Validasi
Konsentrasi 2,6 dichlorophenol;indophenol DPIP grL
Ulangan 1 Ulangan 2
Ulangan 3 Ratarata
SD Akurasi
0.1792 0.1806
0.1810 0.1803
0.001 Presisi
0.2524 0.2532
0.2548 0.2535
0.001 0.2320
0.2328 0.2340
0.2329 0.001
Linearitas 0.1595
0.1631 0.1645
0.1624 0.003
LOD 0.2373
0.2375 0.2368
0.2372 0.000
LOQ 0.1989
0.1983 0.1981
0.1984 0.000
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa konsentrasi DPIP dapat berubah pada setiap analisis. Perubahan konsentrasi dilihat dari nilai ratarata konsentrasi DPIP pada setiap uji validasi
yang dilakukan. Nilai standar deviasi SD juga menjadi parameter untuk menentukan standarisasi DPIP yang akan digunakan untuk menganalisis kadar vitamin C, berdasarkan nilai SD yang dihasilkan
dari tiga ulangan triplo tersebut tidak lebih dari 0.008 grL. Perubahan konsentrasi yang dilihat dari nilai ratarata pada setiap standarisasi cenderung naik
dan turun atau tidak stabil. Hal ini mungkin disebabkan karena saat akan melakukan standarisasi larutan DPIP dalam botol berwarna coklat amber tidak homongen karena tidak dikocok terlebih
dahulu. Perubahan konsentrasi DPIP juga dapat disebabkan perubahan selama penyimpanan yang
28 disebabkan karena sifat kimiawi DPIP yang mudah rusak akibat teroksidasi dan terpapar cahaya.
Untuk mencegah rusaknya DPIP akibat penyimpanan maka DPIP ditempatkan pada botol berukuran 1L berwarna amber coklat yang berfungsi untuk mencegah rusaknya DPIP karena cahaya dari lampu
laboratorium. Potensi tidak stabilnya DPIP juga dapat berasal dari selang titrasi yang berwarna bening, sehingga menyebabkan konsentrasi menjadi tidak stabil dan rusak apabila terpapar cahaya.
Tindakan lain yang dilakukan sebelum melakukan standarisasi DPIP adalah membuang semua DPIP yang tersimpan pada selang titrasi sebelum melakukan standarisasi dan analisis agar DPIP yang
diduga rusak dan tidak stabil akibat terpapar cahaya tidak mempengaruhi hasil standarisasi dan analisis kadar vitamin C.
Oleh karena itu, sebaiknya standarisasi DPIP dilakukan setiap hari atau setiap pereaksi tersebut akan digunakan untuk menganalisis kadar vitamin C. Konsentrasi DPIP sangat
mempengaruhi perhitungan penentuan kadar vitamin C, sehingga apabila konsentrasi tidak tepat maka hasil kadar vitamin C yang dihasilkan tidak akurat. Berdasarkan data standarisasi tersebut dapat dilihat
bahwa standar deviasi SD yang dihasilkan tiap ulangan tidak lebih dari 0.008 grL, sehingga konsentrasi DPIP yang digunakan untuk uji validasi dapat dikatakan akurat.
5.2 Uji Kecermatan Akurasi
Uji akurasi yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan menyatakan persen perolehan kembali recovery dan menghitung akurasi dengan menggunakan sampel susu bubuk
acuan yang sudah diketahui nilai benarnya sehingga dapat dilihat selisih penyimpangannya. Hasil akurasi dengan persen perolehan kembali recovery dapat diterima apabila kriteria penerimaan hasil
recovery sebesar 100 ±2, sedangkan akurasi yang dibandingkan dengan sampel acuan dapat diterima dengan menghitung persen galat, semakin mendekati nilai 0 maka semakin baik akurasi
metode tersebut Harmita, 2004. Tabel 6
.
Hasil uji akurasi persen perolehan kembali recovery pada konsentrasi vitamin C 1000 mgKg
Hasil recovery dapat dilihat pada Tabel 6 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil uji akurasi dengan menyatakan persen perolehan kembali recovery dilakukan pada
konsentrasi 1000 mgKg dan diulang sebanyak sembilan kali ulangan. Dari hasil tersebut dapat
Ulangan Jumlah vitamin C yang
ditambahkan mgKg Jumlah vitamin C yang
terbaca oleh alat mgKg Recovery
1 1000
1013.5695 101.36
2 1000
1021.4993 102.15
3 1000
1001.6749 100.17
4 1000
1040.6028 104.06
5 1000
1032.6731 103.27
6 1000
998.0704 99.81
7 1000
1003.4771 100.35
8 1000
1014.2904 101.43
9 1000
1037.3588 103.74
Ratarata 1018.1351
101.81 SD
15.89 RSD
1.56