g. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen;
h. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat;
i. Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya;
j. Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut.
Selain dari pada ketentuan yang mengatur tentang hak-hak konsumen di atas, UUPK juga mengatur tentang apa saja yang menjadi kewajiban dari konsumen, yang
diatur dalam Pasal 5: Kewajiban konsumen adalah:
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang danatau jasa demi keamanan dan keselamatan; b.
Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang danatau jasa; c.
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang lebih disepakati; d.
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
24
3. Hubungan antara Konsumen dan Produsen
Secara umum hubungan hukum antara produsen atau pelaku usaha dengan konsumen pemakai akhir dari suatu produk merupakan hubungan yang terus
menerus dan berkesinambungan. Hubungan mana terjadi karena adanya saling keterkaitan kebutuhan antara pihak produsen dengan konsumen. Menurut
Sudaryatmo, hubungan hukum antara produsen dengan konsumen karena keduanya menghendaki dan mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi antara yang
satu dengan yang lain.
25
24
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit., hlm. 47.
25
Sudaryatmo, Masalah Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jakarta: Grafika, 1996, hlm. 23.
M. Masril : Mekanisme Penyelesaian Sengketa Konsumen Terhadap Produk Cacat Dalam Kaitannya Dengan Tanggungjawab Produsen, 2009 USU Repository © 2008
Produsen membutuhkan dan bergantung kepada dukungan konsumen sebagai pelanggan, di mana tanpa adanya dukungan konsumen maka tidak mungkin
produsen dapat menjamin kelangsungan usahanya, sebaliknya konsumen membutuhkan barang dari hasil produksi produsen. Saling ketergantungan kebutuhan
tersebut di atas dapat menciptakan suatu hubungan yang terus dan berkesinambungan sepanjang masa. Hubungan hukum antara produsen dengan konsumen yang
berkelanjutan terjadi sejak proses produksi, distribusi, pemasaran dan penawaran.
26
Secara individu hubungan hukum antara konsumen dengan produsen adalah bersifat keperdataan, yaitu karena perjanjian jual beli, sewa beli, penitipan dan
sebagainya. Namun oleh karena produk yang dihasilkan oleh produsen tersebut dapat dimanfaatkan oleh orang banyak, maka secara kolektif hubungan hukum antara
konsumen dengan produsen tidak lagi hanya menyangkut bidang hukum perdata, akan tetapi juga memasuki bidang hukum publik, seperti hukum pidana, hukum
administrasi negara dan sebagainya. Dari hubungan hukum secara individu antara konsumen dengan pelaku
usaha telah melahirkan beberapa doktrin atau teori yang dikenal dalam perjalanan sejarah hukum perlindungan konsumen, sebagai berikut:
a. Let the Buyer Beware careat emptor
Doktrin ini berasumsi bahwa antara pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang, sehingga tidak perlu ada proteksi apapun bagi
konsumen. Menurut doktrin ini, dalam hubungan jual beli keperdataan yang wajib berhati-hati adalah pembeli konsumen. Dengan demikian akan
menjadi kesalahan dan tanggung jawab konsumen itu sendiri bila ia sampai
26
Basu Swastia dan Irawan, Manajemen Modern, Yogyakarta: Liberty, 1997, hlm. 25.
M. Masril : Mekanisme Penyelesaian Sengketa Konsumen Terhadap Produk Cacat Dalam Kaitannya Dengan Tanggungjawab Produsen, 2009 USU Repository © 2008
membeli dan mengkonsumsi produk yang tidak layak. Doktrin ini banyak ditentang oleh gerakan perlindungan konsumen.
b. The Due Care Theory
Doktrin ini menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam memasyarakatkan produknya, baik barang maupun jasa,
dan selama berhati-hati maka pelaku usaha tidak dapat dipersalahkan bila terjadi kerugian yang diderita oleh konsumen. Jika ditafsirkan secara a-
contrario, maka untuk menyalahkan pelaku usaha, seseorang konsumen harus dapat membuktikan bahwa pelaku usaha tersebut telah melanggar
prinsip kehati-hatian.
c. The Privity of Contract
Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika diantara mereka
telah terjadi suatu hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat dipersalahkan atas hal-hal di luar yang telah diperjanjikan, artinya konsumen
boleh menggugat pelaku usaha berdasarkan wanprestasi contractual liability.
27
Dalam pengaturan UUPK, dari hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha telah melahirkan 2 dua bentuk tanggung jawab, yaitu: tanggung jawab
produk product liability dan tanggung jawab profesional profesional liability, ketentuan tersebut terdapat dalam Bab VI Pasal 19 sampai dengan Pasal 28 UUPK.
Beberapa pengertian tanggung jawab produk: a.
Tanggung jawab produk yang biasa disebut “product liability” adalah suau tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan
suatu produk produk manufacturer atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk processor,
assembier atau dari orang atau badan yang menjual atau mendistribusikan seller, distributor produk tersebut.
28
27
Shidarta, Op.Cit., hlm. 50-52.
28
H.E.Saefullah, Tanggung Jawab Produsen terhadap Akibat Hukum yang ditimbulkan dari Produk dalam Menghadapi Era Perdagangan Bebas, Makalah Seminar Nasional Perspektif Hukum
Perlindungan Konsumen dalam Sistem Hukum Nasional Menghadapi Era Perdagangan Bebas, Diselenggarakan oleh Fakultas Hukum UNISBA, Bandung, 1998, hlm. 5.
M. Masril : Mekanisme Penyelesaian Sengketa Konsumen Terhadap Produk Cacat Dalam Kaitannya Dengan Tanggungjawab Produsen, 2009 USU Repository © 2008
b. Tanggung jawab tanggung gugat produk merupakan terjemahan bebas
dalam bahasa Indonesia secara populer sering disebut dengan “product liability” adalah suatu konsepsi hukum yang intinya dimaksudkan
memberikan perlindungan kepada konsumen yaitu dengan jalan membebaskan konsumen dari beban untuk membuktikan bahwa kerugian
konsumen timbul akibat kesalahan dalam proses produksi dan sekaligus melahirkan tanggung jawab produsen untuk memberikan ganti rugi.
29
c. Tanggung jawab produk dapat diartikan sebagai tanggung jawab para
produsen untuk produk yang dibawanya kedalam peredaran, yang menimbulkan atau menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada
produk tersebut. Kata “produk” diartikannya sebagai barang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak tetap. Tanggung jawab itu dapat
bersifat
kontraktual perjanjian
atau berdasarkan
undang-undang gugatannya atas perbuatan melawan hukum, namun dalam tanggung jawab
produk, penekanannya ada pada yang terakhir tortious liability.
30
Konsepsi tanggung jawab dalam pengaturan UUPK secara mendasar mempunyai perbedaan dengan pengaturan tanggung jawab dalam KUH Perdata.
Menurut KUH Perdata bahwa tanggung jawab pelaku usaha produsen untuk memberikan ganti kerugian didapat setelah konsumen yang menderita kerugian dapat
membuktikan bahwa kerugian yang timbul merupakan kesalahan dari pelaku usaha vide Pasal 1365 KUH Perdata jo Pasal 163 HIR283 Rbg. Sedangkan dalam UUPK
mengatur kewajiban sebaliknya, dimana pelaku usaha berkewajiban membuktikan bahwa kerugian yang diderita konsumen bukan merupakan dari akibat
kesalahankelalaian dari pelaku usaha, sekalipun dalam hal ini pihak konsumen yang
29
Nurmardjito, Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-undangan tentang Perlindungan Konsumen dalam Menghadapi Era Perdagangan Bebas, Makalah dalam Seminar Nasional Perspektif
Hukum Perlindungan Konsumen dalam Sistem Hukum Nasional Menghadapi Era Perdagangan, Fakultas Hukum UNISBA, Bandung, 1998, hlm. 17.
30
Shidarta, Op.Cit, hlm. 65.
M. Masril : Mekanisme Penyelesaian Sengketa Konsumen Terhadap Produk Cacat Dalam Kaitannya Dengan Tanggungjawab Produsen, 2009 USU Repository © 2008
pertama mengajukan dalil kerugian tersebut vide Pasal 19 sd 28 UUPK, dan inilah yang dikenal dengan tanggung jawab mutlak strict liability.
Konsep tanggung jawab mutlak strict liability yang ada dalam UUPK itu sendiri di Amerika Serikat telah dikenal dan diberlakukan sejak tahun 1960 an.
Di mana denganb diterapkannya prinsip tanggung jawab mutlak ini semua orang konsumen yang dirugikan akibat suatu produk atau barang yang cacat atau tidak
aman dapat menuntut konpensasi tanpa harus mempermasalahkan ada atau tidak adanya unsur kesalahan pada pihak produsen. Dua kasus utama yang merupakan
prinsip tanggung jawab mutlak, yang kemudian diikuti oleh pengadilan- pengadilan lain adalah kasus Spence V Theree Rivers Builders and Mansory Supply Inc 1959.
31
Dalam sistem hukum Amerika Serikat untuk menjerat produsen agar bertanggung jawab terhadap produk yang merugikan konsumen, maka dimungkinkan
untuk menerapkan asas “strict liability” atau digunakan istilah tanggung jawab tidak terbatas menurut Robert N. Gorley sebagaimana dikutip M. Yahya Harahap, strict
liability ditegakkan pada prinsip:
32
1. Pertanggungjawaban hukum atas setiap perbuatan atau aktivitas yang
menimbulkan keruhgian jiwa atau harta terhadap orang lain. 2.
Pertanggungjawaban hukum tanpa mempersoalkan kesalahan baik yang berupa kesengajaan maupun kelalaian.
31
Lebih lanjut, D.L. Dann, Strict Liability in The USA, dalam Aviation Products and Grounding Liability Symposium, London: The Royal Acrunautical Sociaty, 1972, hlm. 15.
32
M.Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan tentang Permasalahan Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997, hlm. 22.
M. Masril : Mekanisme Penyelesaian Sengketa Konsumen Terhadap Produk Cacat Dalam Kaitannya Dengan Tanggungjawab Produsen, 2009 USU Repository © 2008
Alasan mengapa prinsip tanggung jawab mutlak strict liability diterapkan dalam hukum product liability adalah:
33
a. Diantara korbankonsumen disatu pihak dan produsen di lain pihak beban
kerugian resiko seharusnya ditanggung oleh pihak yang memproduksi mengeluarkan barang-barang di pasaran.
34
b. Dengan menerapkanmengedarkan barang-barang di pasaran, berarti produsen
menjamin bahwa barang-barang tersebut aman dan pantas untuk dipergunakan, dan bilamana terbukti tidak demikian maka produsen harus
bertanggung jawab.
c. Sebenarnya tanpa menerapkan prinsip tanggung jawab mutlak produsen yang
melakukan kesalahan dapat dituntut melalui proses tuntutan beruntun, yaitu konsumen kepada pedagang eceran, pedagang eceran kepada grosir, grosir
kepada distributor, distributor kepada agen, dan agen kepada produsen. Penerapan strict liability dimaksudkan untuk menghilangkan proses yang
cukup panjang ini.
4. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen