Analisis Data HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

128 dalam merumuskan masalah dan mengambil suatu kebijakan pemekaran wilayah Batu Bara harus benar-benar mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 yaitu untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, percepatan kehidupan demokrasi, pembangunan ekonomi daerah dan potensi daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban, serta hubungan pusat - daerah, agar kesejahteraan masyarakat terwujud.

4.3 Analisis Data

Analisis proses pembentukan wilayah Kabupaten Batu Bara dalam penelitian ini didasarkan pada beberapa kriteria yang menentukan Batu Bara sebagai daerah otonom. Kriteria yang dipakai dalam analisis ini berdasarkan analisis Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000. Ketika melakukan penelitian di lapangan kepada obyek, peneliti melakukan pendekatan wawancara mendalam dan pengumpulan data sekunder. Berdasarkan fakta dan data dalam upaya pemekaran wilayah Batu Bara dilakukan melalui dua pendekatan umum, yaitu pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang dipergunakan dalam menganalisa kelayakan pemekaran Kabupaten Asahan menjadi Kabupaten Asahan dan wilayah Batu Bara sebagai kabupaten otonom. Aspek kualitatif memfokuskan pada Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000, yang menghasilkan gambaran generik wilayah Batu Bara. Pengertian generik adalah bahwa indikator yang digunakan untuk melukis berlaku untuk semua kabupaten lainnya, sehingga dapat diperbandingkan kinerja antara satu kabupaten dengan kabupaten lainnya. Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 129 Sementara itu, pendekatan kualitatif digunakan untuk memberikan makna kualitas informasi dari setiap skor angka yang diperoleh masing-masing indikator yang diukur. Seperti misalnya, jumlah kelompok pertokoan dan rencana Ibukota Kabupaten Batu Bara yaitu Lima Puluh dan ibukota kecamatan lainnya. Sehubungan dengan pertokoan ini, sebagaimana diketahui Kota Lima Puluh letaknya sangat strategis karena dipersimpangan jalan yang menghubungkan lintas barat dan lintas timur Sumatera atau antar Kabupaten Simalungun dan Kota P. Siantar beserta hinterland lainnya seperti Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga di satu zona dengan Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Asahan dan Kota Tanjung Balai di zona lain serta kearah Ibukota Provinsi Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang dan Kota Tebing Tinggi pada zona selanjutnya, sehingga pertokoan di daerah Batu Bara disamping berfungsi sebagai retail, juga sangat memungkinkan sebagai pusat perdagangan antara ketiga zona tersebut. Hal tersebut berarti, dalam pemberian skor final pada tiap-tiap indikator perlu dilakukan pendalaman lebih lanjut atas setiap skor yang diperoleh, sehingga merupakan masukan yang lebih berharga bagi setiap pengambil keputusan terhadap wilayah Batu Bara sebagai kabupaten otonom. Dalam melakukan kajian terhadap kelayakan wilayah Batu Bara, terdapat beberapa tahapan saringan. Saringan maksudnya adalah melakukan pengkajian terhadap aspirasi masyarakat wilayah Batu Bara serta dukungan unsur terkait tentang keinginan Batu Bara menjadi kabupaten otonom. Pengkajian ini difokuskan pada aspirasi masyarakat Batu Bara, persetujuan Pemerintah Kabupaten Induk baik dari Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 130 unsur aspirasi masyarakat Asahan dan pandangan serta dukungan dari Provinsi Sumatera Utara. Hal ini juga sebagai persyaratan administratif untuk dapat dilakukan studi kelayakan. Secara umum dapat dikatakan bahwa aspirasi dan dukungan pembentukan kabupaten otonom Batu Bara sudah cukup kuat. Hal ini didukung oleh berbagai dokumen seperti : 1. Pernyataan dukungan dari Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara. 2. Aspirasi dari berbagai kalangan stakeholder wilayah Batu Bara tentang keinginan untuk menjadi kabupaten otonom. Sebagaimana dilakukan kabupaten lain, wilayah Batu Bara sudah memperoleh dukungan dari pihak-pihak tersebut.

4.3.1 Analisis Potensi Pemekaran Wilayah Batu Bara

Luas Wilayah Kabupaten Asahan 4.624,41 km 2 , setelah dilakukan pemekaran menjadi 3.702,21 km 2 dan Kabupaten Batu Bara 922,20 km 2 . Jumlah Kecamatan di Kabupaten Asahan adalah 20 dua puluh kecamatan. Setelah dimekarkan berubah menjadi 13 tiga belas kecamatan, yaitu : 1 Kecamatan Bandar Pasir Mandoge; 2 Kecamatan Bandar Pulau; 3 Kecamatan Pulau Rakyat; 4 Kecamatan Aek Kuasan; 5 Kecamatan Sei Kepayang; 6 Kecamatan Tanjung Balai; 7 Kecamatan Simpang Empat; 8 Kecamatan Air Batu; 9 Kecamatan Buntu Pane; 10 Kecamatan Meranti; 11 Kecamatan Air Joman; 12 Kecamatan Kisaran Barat; dan 13 Kecamatan Kisaran Timur. Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 131 Sedangkan Kabupaten Batu Bara adalah 7 tujuh Kecamatan, yaitu : 1 Kecamatan Medang Deras; 2 Kecamatan Sei Suka; 3 Kecamatan Air Putih; 4 Kecamatan Lima Puluh; 5 Kecamatan Talawi; 6 Kecamatan Tanjung Tiram; dan 7 Kecamatan Sei Balai, dengan batas wilayah sebagai berikut : a Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bandar Khalifah dan Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Serdang Bedagai, b Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka, c Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Meranti dan Kecamatan Air Joman Kabupaten Asahan, d Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bandar Masilam, Kecamatan Batu Nanggar, Kecamatan Bandar, Kecamatan Bosar Maligas dan Kecamatan Ujung Padang Kabupaten Simalungun. Kabupaten Batu Bara memiliki potensi daerah yang cukup menonjol di sektor perindustrian, pertanian, perikanan dan perkebunan khususnya di sektor industri dengan keberadaan PT.INALUM, PT.Multimas Nabati dan PT.Domba Mas. Ibukota Kabupaten Batu Bara adalah di Lima Puluh, sesuai dengan Keputusan DPRD Kabupaten Asahan yang secara permanen akan dibangun di atas tanah milik PT.Kuala Gunung. Untuk sementara Kantor Bupati, DPRD, Dinas- dinasBadan terkait mengunakan beberapa gedung yang sudah tersedia di Kecamatan Lima Puluh dan eks Kantor Proyek Bah Bolon. Berdasarkan paparan expose Pemerintah Kabupaten Asahan pada Acara Kunjungan Lapangan Komisi II DPR Republik Indonesia dalam rangka pemekaran wilayah Kabupaten Asahan tanggal 1 September 2006, dapat dinilai potensi dan asset daerah Kabupaten Batu Bara, yaitu analisis yang dilakukan terhadap seluruh Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 132 sub indikator 43 indikator, yang digali melalui data sekunder dan data primer. Secara umum dari seluruh sub indikator yang diteliti, wilayah Batu Bara memiliki total skor di atas rata-rata kelulusan yaitu 4,44, skor nilai tersebut diperoleh berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan metode B dan C. Khusus untuk metode A untuk sub indikator 1, 2, dan 3, sebagaimana diterangkan oleh tim pengkaji menggunakan analisis distribusi agar diperoleh konversi dari skor aktual ke skor tertimbang. Total skor yang diperoleh wilayah Batu Bara dapat dideskripsikan pada tabel berikut : Tabel. 12 Skor Rata-rata Seluruh Indikator Bagi Pembentukan Kabupaten Otonom KRITERIA BOBOT SKOR TERTIMBANG Potensi Ekonomi 25 4,40 Potensi Daerah 20 3,30 Kondisi Sosial Budaya 10 3,50 Kondisi Sosial Politik 10 4,50 Jumlah Penduduk 15 6,00 Luas Daerah 15 4,33 Pertimbangan Lain 5 4,80 SKOR RATA-RATA 4,44 Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 133 Sumber Data : Hasil Kajian Pemekaran Wilayah Otonom Batu Bara, 2008 Dari tabel di atas, dapat diamati bahwa potensi ekonomi, kondisi sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah dan pertimbangan lain-lain keamanan dan ketertiban, ketersediaan sarana dan prasarana pemerintah, serta rentang kendali memiliki skor diatas 4,0. Bahkan untuk aspek kependudukan diperoleh nilai 4,80. Hal ini berarti bahwa faktor-faktor tersebut dapat dijadikan sebagai andalan bagi penyiapan Kabupaten Batu Bara. Namun, masih terdapat bagian yang harus mendapatkan perhatian khusus oleh wilayah Batu Bara yaitu aspek potensi daerah yang memperoleh skor 3,30 dan kondisi sosial budaya yang hanya memperoleh skor 3,50, meskipun demikian potensi daerah ini bukan merupakan kendala karena jika Kabupaten Batu Bara telah terbentuk maka ibukota kabupaten akan terbentuk kutub pertumbuhan “growth pole” baru yang akan memacu pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Pasal 5 ayat 1 menyatakan bahwa daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah dan pertimbangan lain yang juga disyaratkan dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Untuk dapat memperoleh gambaran terinci tentang faktor kekuatan dan kelemahan Kabupaten Batu Bara saat Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 134 ini, diperlukan analisis per kriteria dari ketujuh variabel utama pembentukan daerah otonom. Dengan memperoleh gambaran yang terinci tentang setiap kriteria, maka dapat memberikan landasan yang lebih kuat dalam mengambil keputusan untuk menolak atau menerima calon Kabupaten Batu Bara menjadi kabupaten otonom.

4.3.1.1 Analisis Kriteria Potensi Ekonomi Tabel. 13 Potensi Ekonomi Wilayah Batu Bara

Indikator Sub Indikator Perolehan Skor 1. PDRB Perkapita 6 2. Pertumbuhan Ekonomi 4 PDRB 3. Kontribusi PDRB terhadap PDRB total 3 4. Rasio Penerimaan Daerah Sendiri terhadap pengeluaran rutin 4 Penerimaan Daerah Sendiri 5. Rasio Penerimaan Daerah Sendiri terhadap PDRB 5 SKOR RATA-RATA 4,40 Sumber Data : Hasil Kajian Pemekaran Wilayah Otonom Batu Bara, 2008 Pertimbangan dan tujuan utama pembentukan daerah otonom yang baru adalah untuk mempercepat pencapaian tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat setempat. Secara teoritis, untuk mencapai tingkat kesejahteraan ekonomi diperlukan berbagai upaya yang menyangkut aspek ekonomi makro maupun mikro. Pada pendekatan makro ekonomi dijelaskan bahwa pola pertumbuhan ekonomi suatu wilayah Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 135 akan ditentukan oleh aktivitas ekonomi dari berbagai sektor ekonomi yang ada di wilayah tersebut, sedangkan pendekatan ekonomi mikro menjelaskan bahwa daya tahan pelaku ekonomi ditentukan oleh kemampuannya dalam mengelola resources yang digunakannya secara efisien dalam melakukan produksi. Muara dari kedua pendekatan tersebut adalah kemampuan suatu daerah untuk bersaing dalam pergulatan ekonomi nasional maupun global. Oleh karena itu analisis aspek sosial ekonomi akan menjelaskan kondisi makro dan mikro ekonomi pada daerah otonom yang dibentuk. Perkembangan perekonomian suatu daerah akan dapat dianalisis dari beberapa variabel, diantaranya adalah struktur perekonomian daerah, daya saing ekonomi, tingkat pendapatan daerah yang dihitung dari PDRB-nya, keunggulan komparatif daerah, potensi kerjasama antar wilayah, investasi lokal dan investasi yang datang dari luar, akses lokal pada pasar ekspor serta kekuatan PAD dan besaran APBD. Point terpenting dalam hal ini adalah bahwa daerah otonom yang baru harus memiliki kemampuan Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 136 ekonomi yang memadai dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sesuai dengan penjelasan Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000, kemampuan ekonomi daerah diukur dengan menggunakan dua indikator, yakni Produk Domestik Regional Bruto PDRB dan Penerimaan Daerah Sendiri PDS. Indikator PDRB diukur dengan menggunakan tiga sub indikator, yaitu PDRB perkapita, laju pertumbuhan ekonomi serta kontribusi PDRB terhadap Produk Domesti Bruto PDB. Sedangkan indikator PDS diukur dengan menggunakan dua sub indikator, yakni rasio PDS terhadap pengeluaran rutin dan rasio PDS terhadap PDRB. Indikator PDRB digunakan untuk melihat sejauhmana kemampuan daerah dalam menggali dan memanfaatkan seluruh sumber daya atau faktor produksi input yang ada di daerah menjadi produk barang dan jasa output. Angka PDRB juga memberikan indikasi tentang sejauhmana aktivitas perekonomian yang terjadi pada suatu daerah pada periode tertentu telah menghasilkan tambahan pendapatan bagi masyarakat. Dengan demikian adanya pertumbuhan ekonomi sebagai output yang diharapkan akan meningkatkan pendapatan masyarakat selaku pemilik faktor-faktor produksi. Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 137 Indikator PDS digunakan untuk melihat sejauhmana kemampuan daerah dalam menggali sumber-sumber keuangan yang ada di daerah dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah. Rasio antara PDS dengan pengeluaran rutin memperlihatkan kemampuan pemerintah daerah untuk membiayai pengeluaran rutin pemerintah daerah dengan sumber-sumber pendapatan yang berasal dari PAD. Hal ini berarti semakin tinggi angka rasio PDS terhadap pengeluaran rutin dengan menggunakan dana dari daerah sendiri, berarti semakin tinggi kemandirian daerah dari segi keuangan. Sedangkan bila angka PDS dibandingkan dengan PDRB maka angka perbandingan tersebut akan memperlihatkan sejauhmana kemampuan daerah dalam menggali pendapatan daerah dari aktivitas-aktivitas perekonomian yang dilaksanakan oleh masyarakat daerah. Hal ini berarti semakin tinggi rasio antara PDS dengan PDRB maka berarti semakin besar kemampuan pemerintah daerah untuk membiayai berbagai barang dan jasa publik yang harus disediakannya. Dalam pasal 5 ayat 1 Undang-undang No. 22 Tahun 1999 jo. Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 ditegaskan bahwa potensi ekonomi merupakan aspek pertama yang dikaji dengan bobot paling besar yaitu 25 . Hal ini disebabkan salah satu tujuan utama pembentukan daerah otonom adalah mempercepat pencapaian tingkat kesejahteraan masyarakat, yang umumnya diukur dari pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita. Kriteria ini penting untuk dikaji secara khusus, mengingat pembentukan daerah otonom akan berimplikasi terhadap biaya penyelenggaraan pemerintah daerah. Artinya pembentukan daerah otonom akan melahirkan urusan otonomi baru yang Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 138 akan menjadi tanggungjawab pemerintah daerah untuk beban pembiayaannya. Rata- rata skor potensi ekonomi dari kelima sub indikator yang diteliti menghasilkan skor 4,40. Jadi, jelas bahwa potensi ekonomi wilayah Batu Bara cukup meyakinkan untuk menjadi wilayah pemekaran kabupaten Asahan menjadi Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batu Bara.

4.3.1.2 Analisis Kriteria Potensi Daerah

Pembentukan suatu daerah otonom salah satunya perlu mempertimbangkan kriteria public utilities yang berupa sarana dan prasarana fisik, maupun potensi yang berupa kelembagaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Analisis terhadap kriteria public utilities terdiri dari banyak sub indikator, yaitu Rasio Bank per 10.000 penduduk, Rasio Bukan Bank per 10.000 penduduk, Rasio Pasar per 10.000 penduduk, Rasio sekolah SD per penduduk usia SD, Rasio sekolah SLTP per penduduk usia SLTP, Rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA, Rasio Penduduk usia Perguruan Tinggi per penduduk 19 tahun ke atas, Rasio Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 139 fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk, Rasio tenaga medis per 10.000 penduduk, persentase pelanggan telepon terhadap jumlah rumah tangga, persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga, Rasio kantor pos termasuk jasa-jasa per 10.000 penduduk, Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor, jumlah hotel dan akomodasi lainnya, jumlah restoran rumah makan, jumlah objek wisata. Potret kondisi potensi daerah Batu Bara merupakan salah satu parameter penting bagi penyelenggaraan pemerintah daerah serta dinamika pembangunan untuk mensejahterakan masyarakatnya. Sehingga potensi daerah yang memadai merupakan salah satu jaminan bagi terselenggaranya otonomi daerah. Kemudahan masyarakat untuk memperoleh fasilitas pelayanan lembaga perekonomian seperti perbankan maupun non perbankan, menjadikan kondisi lembaga perekonomian merupakan prasyarat penting bagi pembangunan ekonomi masyarakat. Untuk itu aksebilitas masyarakat terhadap bank dan non bank harus semakin mudah dan terbuka. Untuk mengetahui tingkat aksebilitas masyarakat Batu Bara terhadap lembaga keuangan yang ada, diukur berdasarkan Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 140 rasio jumlah bank dan non bank terhadap 10.000 orang penduduk. Asumsinya bahwa semakin kecil angka-angka rasio tersebut merupakan indikasi bahwa semakin besar tingkat aksebilitas masyarakat terhadap lembaga keuangan, maka semakin besar juga skor yang diperoleh dari suatu yang sedang dikaji. Berkaitan dengan kondisi lembaga keuangan di Batu Bara, apabila dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 berada pada skor yang relatif rendah skor 2. Hal ini berarti jumlah keuangan yang berada di wilayah Batu Bara kurang memenuhi kebutuhan pelayanan masyarakat. Rasio sarana dan prasarana ekonomi Batu Bara, apabila dilihat dari rasio jumlah pertokoan dibandingkan dengan jumlah penduduk sebanyak 10.000 orang, masih pertokoan yang terdapat pada Batu Bara cukup memenuhi standart kebutuhan pelayanan masyarakat. Sementara itu, untuk rasio jumlah pasar dibandingkan jumlah penduduk 10.000, juga berada pada skor relatif rendah. Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 141 Tabel. 14 Potensi Daerah Wilayah Batu Bara Indikator Sub Indikator Perolehan Skor Lembaga Keuangan 6. Rasio bank per 10.000 penduduk 2 7. Rasio bukan bank per 10.000 penduduk 2 Sarana dan Prasarana 8. Rasio kelompok pertokoan per 10.000 penduduk 4 9. Rasio pasar per 10.000 penduduk 3 Sarana Pendidikan 10. Rasio sekolah SD per penduduk usia SD 4 11. Rasio sekolah SLTP per penduduk usia SLTP 3 12. Rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA 3 13. Rasio penduduk usia Perguruan Tinggi per penduduk 19 tahun ke atas 2 Sarana Kesehatan 14. Rasio fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk 4 15. Rasio tenaga medis per 10.000 penduduk 3 Sarana Transportasi dan Komunikasi 16. Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor roda 2,3 atau perahu perahu motor 3 Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 142 17. Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor roda 4 atau lebih atau kapal motor 3 18. Persentase penggalangan telepon terhadap jumlah rumah tangga 4 19. Persentase penggalangan listrik terhadap jumlah rumah tangga 4 20. Rasio kantor pos termasuk jasa-jasa per 10.000 penduduk 3 21. Rasio panjang jalan terhadap jumlah kenderaan bermotor 5 Sarana Wisata 22. Jumlah hotel akomodasi lainnya 1 23. Jumlah Restoran Rumah Makan 4 Jumlah obyek wisata 5 Ketenagakerjaan 25. Persentase pekerjaan yang berpendidikan minimal SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas 4 26. Tingkat partisipasi angkatan kerja 4 27. Persentase penduduk yang bekerja 4 28. Rasio Pegawai Negeri Sipil terhadap penduduk 2 SKOR RATA-RATA 3,30 Sumber Data : Hasil Kajian Pemekaran Wilayah Otonom Batu Bara, 2008 Sarana pendidikan yang terdapat di wilayah Batu Bara dibandingkan dengan penduduk usia sekolah sudah dapat Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 143 dikatakan memadai dengan skor di atas 4. Namun, pada sarana pendidikan SLTP, apabila dibandingkan dengan rasio jumlah penduduk usia SLTP masih di bawah rata-rata skor 3. Demikian pula halnya dengan rasio sekolah SLTA per jumlah penduduk usia SLTA. Sedangkan rasio penduduk usia perguruan tinggi per penduduk usia 19 tahun ke atas hanya mempunyai skor 2. Jika dilihat dari sarana kesehatan, ternyata fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk sudah berada pada ambang batas kelulusan yaitu mempunyai skor 4. Sedangkan untuk rasio tenaga medis per 10.000 penduduk masih relatif rendah karena hanya mempunyai skor 3. Menurut indikator sarana transportasi dan komunikasi ternyata wilayah Batu Bara mendekati nilai kelulusan yaitu nilai rata-rata 3,67; hal ini terjadi karena sarana jalan relatif memadai tetapi rumah tangga pemilik kendaraan bermotor dan perahu masih relatif sedikit. Ditinjau menurut sarana wisata di wilayah Batu Bara terdapat 8 delapan obyek wisata dari 10 obyek wisata di Kabupaten Asahan diantaranya istana kerajaan serta wisata pantai pulau. Tetapi pada obyek wisata tersebut sarana Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 144 hotel dan restoran belum menunjang pengembangan pariwisata di wilayah Batu Bara. Indikator ketenagakerjaan relatif sudah memadai tetapi rasio pegawai negeri sipil terhadap penduduk masih relatif rendah. Dengan rencana pembentukan kabupaten baru yang merupakan pemekaran dai Kabupaten Asahan menjadi Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batu Bara diharapkan rasio pegawai negeri terhadap penduduk dapat terpenuhi.

4.3.1.3 Analisis Kriteria Sosial Budaya

Gambaran sosial budaya masyarakat wilayah Batu Bara dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel. 15 Kondisi Sosial Budaya Wilayah Batu Bara Indikator Sub Indikator Perolehan Skor Tempat Peribadatan 29. Rasio sarana peribadatan per 10.000 penduduk 5 Tempat Kegiatan Institusi Sosial 30. Rasio tempat pertunjukan seni per 10.000 penduduk 2 31. Rasio fasilitas sosial per 10.000 penduduk 2 Sarana Olah Raga 32. Rasio fasilitas lapangan olah raga per 10.000 penduduk 5 SKOR RATA-RATA 3,50 Sumber Data : Hasil Kajian Pemekaran Wilayah Otonom Batu Bara, 2008 Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 145 Analisis sosial budaya pada prinsipnya berhubungan dengan aspek manusia dan interaksinya dengan manusia lain, yang bernaung dalam suatu institusi tertentu, dimana institusi tersebut membentuk dan mengatur pola sikap dan tingkah laku dengan manusia lainnya. Pada umumnya metodologi yang dilakukan pada kajian sosial budaya dilakukan melalui pendekatan kualitatif agar kualitas sumber daya manusia beserta peringkatnya dapat terungkap lebih memadai. Menurut Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000, indikator sosial budaya diukur melalui jumlah tempat peribadatan dan tempat kegiatan institusi sosial budaya terkait dengan fasilitas kesenian dan fasilitas sosial, serta sarana olah raga. Dari hasil penggalian data dapat diketahui bahwa potret kondisi sosial budaya wilayah Batu Bara nilai rata-ratanya masih di bawah nilai minimal 3,50. Apabila diamati lebih jauh, kondisi sosial budaya di wilayah Batu Bara yang masih memerlukan peningkatan adalah tempat pertunjukan seni dan fasilitas sosial skor 2. Walupun demikian, tempat pertunjukan seni di tengah kemajuan teknologi sudah dapat diatasi dengan tersediannya berbagai fasilitas hiburan melalui media cetak maupun media elektronik, sehingga kepuasan batin dan kelestarian budaya yang diperoleh melalui tempat pertunjukan seni bisa diperoleh melalui layar kaca maupun media elektronik lainnya. Sedangkan fasilitas sosial berupa panti asuhan mupun panti jompo disebabkan masih kentalnya kekerabatan dan sifat saling tolong menolong di daerah pedesaan pertanian belum terasa terlalu dibutuhkan. Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 146

4.3.1.4 Analisis Kriteria Sosial Politik

Gambaran tingginya tingkat partisipasi masyarakat wilayah Batu Bara dibidang sosial politik dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel. 16 Kondisi Sosial Politik Wilayah Batu Bara Indikator Sub Indikator Perolehan Skor Partisipasi Masyarakat dalam Berpolitik 33. Rasio penduduk yang ikut pemilu terhadap penduduk yang mempunyai hak pilih 5 Organisasi Kemasyarakatan 34. Jumlah organisasi kemasyarakatan 4 SKOR RATA-RATA 4,50 Sumber Data : Hasil Kajian Pemekaran Wilayah Otonom Batu Bara, 2008 Tingkat partisipasi masyarakat dalam berpolitik serta semakin banyaknya organisasi masyarakat pada suatu daerah otonom merupakan salah satu prasyarat bagi terciptanya suatu kondisi sosial budaya yang kondusif. Untuk itu sesuai dengan kriteria yang ada pada Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000, aspek sosial politik dijadikan salah satu pertimbangan kelayakan pembentukan kabupaten otonom, yang dinilai berdasarkan rasio penduduk yang ikut pemilu terhadap penduduk yang mempunyai hak pilih, serta jumlah organisasi kemasyarakatan yang ada ditengah- tengah mayarakat. Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 147 Dari hasil penggalian data terlihat bahwa kondisi sosial politik masyarakat telah menunjukkan nilai yang memadai skor di atas 4. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat wilayah Batu Bara dalam aspek sosial politik sudah cukup tinggi. Hal ini berati aspirasi politik masyarakat wilayah Batu Bara sudah cukup banyak terwakili melalui wakil-wakil mereka di DPRD. Demikian pula dengan rasio jumlah organisasi kemasyarakatan yang juga tinggi, menunjukkan bahwa masyarakat wilayah Batu Bara memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya berorganisasi.

4.3.1.5 Analisis Kriteria Jumlah Penduduk dan Luas Daerah

Untuk melihat penilaian aspek jumlah penduduk dan luas daerah Batu Bara dapat terlihat pada tabel berikut : Tabel. 17 Profil Jumlah Penduduk Wilayah Batu Bara Indikator Sub Indikator Perolehan Skor Jumlah Penduduk 35. Jumlah penduduk 6 SKOR RATA-RATA 6,00 Sumber Data : Hasil Kajian Pemekaran Wilayah Otonom Batu Bara, 2008 Indikator Sub Indikator Perolehan Skor Luas Daerah 36. Rasio jumlah penduduk urban terhadap jumlah penduduk 2 37. Luas wilayah keseluruhan 5 38. Luas wilayah efektif yang dapat 6 Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 148 Tabel. 18 Luas Daerah Wilayah Batu Bara Sumber Data : Hasil Kajian Pemekaran Wilayah Otonom Batu Bara, 2008 Luas daerah dan jumlah penduduk merupakan salah satu faktor utama yang menentukan ukuran pemerintah daerah. Semakin besar luas daerah dan penduduk suatu wilayah, maka akan semakin membutuhkan suatu tingkat administrasi pemerintahan yang lebih besar. Pertumbuhan penduduk akan mendorong tumbuhnya pemukiman di suatu daerah, dengan implikasi lebih jauh terhadap aspek ekonomi, politik serta administrasi dan wilayah kerja pemerintah daerah yang otonom. Oleh karena itu, kajian terhadap aspek penduduk dan luas daerah merupakan suatu hal yang penting untuk digali informasinya, yang juga merupakan kriteria penilaian dari Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000. Perubahan area akan terjadi secara cepat seiring dengan pertumbuhan penduduk, kondisi sosial, ekonomi, transportasi dan sebagainya. Batas wilayah dapat menjadi kabur dan ketergantungan antar daerah kemudian menjadi dimanfaatkan SKOR RATA-RATA 4,33 Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 149 sangat dominan. Dengan demikian keadaan geografis dan demografis merupakan parameter yang cukup dominan dalam menentukan pola administrasi pemerintahan daerah. Keberadaan suatu pemerintah daerah pada prinsipnya harus mampu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, pembentukan suatu daerah seharusnya mempertimbangkan keseimbangan antara luas daerah dengan jumlah penduduknya. Terlalu banyaknya jumlah penduduk dalam wilayah yang sempit dapat mengakibatkan munculnya berbagai masalah sosial sebagai akibat kurangnya daya dukung lingkungan dan ketidakmampuan pemerintah dalam memberikan pelayanan yang optimal. Sebaliknya terlalu sedikit jumlah penduduk dapat mengakibatkan inefisiensi dalam pelayanan publik. Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa indikator penduduk dan luas daerah Batu Bara cukup tinggi.

4.3.1.6 Analisis Kriteria Lain-lain

Keadaan geografis suatu pemerintah daerah akan menentukan kondisi ekonomi, sosial, budaya dan politik Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 150 masyarakat suatu daerah. Misalnya kabupaten sebagai daerah rural akan membutuhkan suatu pemerintahan daerah yang dapat memenuhi kebutuhan pedesaan dan agro industri. Berikut tabel kriteria lain-lain yang juga merupakan salah satu indikator penilaian pembentukan kabupaten yang dijadikan tolak ukur pada Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000. Tabel. 18 Kriteria Lain-lain Wilayah Batu Bara Indikator Sub Indikator Perolehan Skor Keamanan dan Ketertiban 39. Angka kriminalitas per 10.000 penduduk 4 Ketersediaan Sarana dan Prasarana Pemerintahan 40. Rasio gedung yang ada terhadap kebutuhan minimal gedung pemerintahan 2 41. Rasio lahan yang ada terhadap kebutuhan minimal untuk sarana prasarana pemerintahan 6 Rentang Kendali 42. Rata-rata jarak kecamatan ke pusat pemerintahan Ibukota Provinsi Kabupaten Batu Bara 6 43. Rata-rata lama waktu perjalanan dari kecamatan ke pusat pemerintahan Ibukota Provinsi Kabupaten Batu Bara 6 SKOR RATA-RATA 4,80 Sumber Data : Hasil Kajian Pemekaran Wilayah Otonom Batu Bara, 2008 Berdasarkan hasil kajian data terlihat bahwa faktor penunjang kriteria lain-lain wilayah Batu Bara memiliki Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 151 skor rata-rata yang memadai skor 4,80. Artinya bahwa kondisi keamanan, kebutuhan lahan untuk sarana dan prasarana pemerintah, serta rentang kendalinya sudah memadai untuk suatu kabupaten otonom. Hanya saja rasio gedung terhadap kebutuhan minimal gedung pemerintah masih kurang skor 2. Namum, dengan tersediannya lahan yang dapat digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana pemerintah, tetapi kondisi tersebut sudah tidak menjadi persoalan lagi bagi wilayah Batu Bara. Dari hasil kajian terhadap 7 kriteria, 19 indikator dan 43 sub indikator berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000. Keseluruhan kriteria beserta indikatornya tersebut diarahkan kepada tujuan utama dari pembentukan daerah otonom, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memperpendek rentang kendali pemerintahan melalui pembentukan daerah otonom baru sehingga pelayanan publik dapat ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat Batu Bara. 4.4 Analisis Kelayakan Pemekaran Kabupaten Batu Bara serta Munculnya Kelemahan dari Implementasi Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 Dalam usaha pemekaran wilayah sangat perlu dilakukan pengkajian yang akademis untuk mendapatkan penilaian objektif dengan berdasarkan pada ketentuan Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 152 yang berlaku. Dalam proses pembentukan daerah otonom baru, pemerintah telah menentukan persyaratannya sebagaimana tercantum dalam pasal 5 ayat 3 dan 4 Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu: Ayat 3 : “Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 untuk kabupaten kota meliputi adanya persetujuan DPRD KabupatenKota dan BupatiWalikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD Provinsi, Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri”. Ayat 4 : “Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.” Atas dasar ketentuan tersebut sepanjang memenuhi kriteria sebagaimana dikandung dalam Undang-undang, maka dimungkinkan dibentuk suatu daerah otonom baru. Untuk itu, perlu dilakukan suatu studi khusus guna menentukan peningkatan status suatu daerah otonom. Mengingat bahwa pengelolaan potensi kekayaan yang ada di daerah memerlukan kebijakan dan pengaturan yang rasional, profesional, proporsional, dan bertanggung jawab, sesuai dengan kondisi dan potensi daerah masing-masing. Dalam rangka menjamin pelaksanaan pasal 5 ayat 1 Undang-undang No. 32 Tahun 2004, pemerintah dalam hal ini Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah telah menyusun peraturan pemerintah khusus untuk itu, yakni Peraturan Pemerintah No.129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 153 Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Dalam pasal 3, Bab III tentang Syarat-syarat Pembentukan Daerah, Peraturan Pemerintah tersebut menyatakan bahwa daerah dibentuk berdasarkan 7 tujuh syarat, yaitu : 1 Kemampuan ekonomi, 2 Potensi daerah, 3 Sosial budaya, 4 Sosial politik, 5 Jumlah penduduk, 6 Luas daerah, 7 Pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Ketujuh kriteria tersebut diuraikan lagi menjadi 19 indikator dan 43 sub indikator yang masing-masingnya diberi bobot penilaian kuantitatif yang mendukung kelayakan peningkatan status suatu kabupatenkota, sehingga perhitungan kuantitatif ini dapat memberikan dasar pijakan ilmiah terhadap kebijakan untuk penentuan peningkatan status kabupatenkota yang akan dibentuk. Dalam kaitan ini, keinginan masyarakat untuk meningkatkan status dan beberapa kecamatan menjadi kabupaten atau kota, juga harus dilengkapi dengan data, terutama tentang potensi wilayah. Hal ini tentu membutuhkan kajian mendalam, agar diketahui bahwa potensi-potensi daerah yang ada benar-benar dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat yang tinggal di calon daerah kabupaten kota, sehingga segala analisa dalam peningkatan status ini diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Berdasarkan pada pemikiran tersebut kajian terhadap berbagai potensi yang dimiliki calon kabupaten kota perlu dilakukan, dengan tujuan untuk memberikan gambaran dan masukan pada semua pihak agar peningkatan status beberapa kecamatan menjadi kabupaten atau pemekaran wilayah dapat dipertanggung Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 154 jawabkan atau memiliki landasan akademis, disamping memiliki pijakan perundang- undangan yakni berdasarkan pada kerangka dan indikator-indikator yang tertuang di dalam Peraturan Pemerintah No. 129 tahun 2000. Hasil studi yang dilakukan oleh GEMKARA - BP3KB Tahun 2001 dan didukung oleh kajian pemekaran wilayah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Asahan tahun 2005, total skor rata-rata tertimbang yang diperoleh calon Kabupaten Batu Bara adalah 4,4 empat koma empat yang berarti skor tersebut berada di atas skor minimal kelulusan skor 4. Berdasarkan penyajian dan pengolahan data sebagai analisis perkriteria yang dilakukan oleh Tim Ahli dari Universitas Islam Sumatera Utara UISU dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut bahwa: a. Kriteria Kemampuan Ekonomi calon Kabupaten Batu Bara memiliki skor 625, Kabupaten Induk Asahan 500. Hal ini menunjukan bahwa dari segi kemampuan ekonomi skor calon Kabupaten Batu Bara berada tepat pada skor kelulusan minimal yaitu sebesar 625. b. Kriteria Potensi Daerah calon Kabupaten Batu Bara mimiliki skor 1580 dan skor Kabupaten Induk Asahan 1620. Keduanya berada di atas skor kelulusan minimal sebesar 1380. c. Kriteria Sosial Budaya calon Kabupaten Batu Bara memiliki skor 150 dan skor Kabupaten Induk Asahan 140. Keduanya berada di atas skor kelulusan minimal sebesar 120. d. Kriteria Sosial Politik calon Kabupaten Batu Bara dan Kabupaten Induk Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 155 Asahan masing-masing memiliki skor 70. Keduanya berada di atas skor kelulusan minimal sebesar 60. e. Kriteria Jumlah Penduduk calon Kabupaten Batu Bara memiliki skor 90 dan skor Kabupaten Induk Asahan 75. Keduanya berada di atas skor kelulusan minimal sebesar 45. f. Kriteria Luas Wilayah calon Kabupaten Batu Bara memiliki skor 90 dan skor Kabupaten Induk Asahan 120. Skor calon Kabupaten Batu Bara berada tepat pada skor kelulusan minimal yaitu sebesar 90. g. Kriteria Lain-lain calon Kabupaten Batu Bara memiliki skor 125 dan skor Kabupaten Induk Asahan 150. Keduanya berada di atas skor kelulusan minimal sebesar 75. Dari uraian di atas, dengan mengacu kepada persyaratan seperti tertera di dalam Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 yaitu “suatu daerah dikatakan lulus menjadi daerah otonom apabila daerah induk maupun calon daerah yang akan dibentuk mempunyai total skor sama atau lebih besar dan skor minimal kelulusan.” Kenyataannya bahwa calon Kabupaten Batu Bara memiliki total skor 2730 dan Kabupaten Induk Asahan total skor 2675, kedua-duanya memiliki skor yang lebih besar dari skor minimal kelulusan yaitu sebesar 2270 sehingga layak untuk dimekarkan atau dibentuk suatu kabupaten baru yaitu Kabupaten Batu Bara. Mengingat potensi ekonomi yang dimiliki Kabupaten Asahan lebih tinggi dari potensi ekonomi calon Kabupaten Batu Bara, dan keduanya berada diatas skor Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 156 minimal kelulusan. Hal ini berarti bahwa Kabupaten Asahan tidak akan bermasalah jika ditinggalkan Kabupaten Batu Bara atau sebaliknya. Untuk itu, disarankan kepada TIM DPRD Kabupaten Asahan bahwa calon Kabupaten Batu Bara dapat dipertimbangkan kelayakannya untuk mendapatkan status sebagai kabupaten otonom dengan skor 4,44. Sebagai perbandingan kelayakan kota administratif Padang Sidimpuan menjadi kota otonom hanya memiliki skor 4,14. Berdasarkan fakta sejarah sejak sebelum jaman penjajahan, zaman kolonialisme dan jaman setelah kemerdekaan di wilayah Batu Bara pernah berdiri kerajaan, dan merupakan afdeling tersendiri pada Keresidenan Sumatera Timur dan kewedanan tersendiri, maka sudah selayaknya wilayah Batu Bara diberi kesempatan mempunyai status kabupaten otonom. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan apabila Batu Bara menjadi kabupaten otonom adalah sebagai berikut : a. Potensi daerah dan kondisi sosial budaya yang masih berada di bawah nilai rata- rata, tetapi hampir mendekati nilai kelulusan merupakan catatan lain yang harus diupayakan dan diperhatikan peningkatannya oleh calon Kabupaten Batu Bara pada saat menjadi daerah otonom. b. Pembangunan Sumber Daya Manusia SDM yang mampu beradaptasi dengan arus globalisasi harus segera dilakukan untuk mendukung kemandirian daerah kabupaten yang otonom. c. Dengan didukung oleh Sumber Daya Alam SDA di bidang agrobisnis dan letaknya di Selat Malaka, pemerintah kabupaten harus mengupayakan penyerapan investasi baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri terutama Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 157 dengan adanya kerjasama Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Triangle IMT- GD. d. Pemekaran dilakukan dalam rangka untuk peningkatan pelayanan, kesejahteraan dan mempercepat pemerataan pembangunan sekaligus perluasan kesempatan kerja. Untuk merealisasikan pemekaran dimaksud eksekutif dan legislatif harus menganggarkan pembiayaannya dalam APBD Kabupaten Asahan untuk penyusunan rencana strategis dan rencana rasional serta pembangunan prasarana pemerintahan baru. Alasan yang mendasar bagi pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara berdasarkan uraian di atas bahwa pemekaran wilayah Batu Bara telah terwujud dengan berbagai kajian dan pertimbangan, tetapi pemekaran wilayah Batu Bara sebenarnya harus lebih jauh memperhatikan bahwa pemekaran wilayah itu sendiri akan menimbulkan ekses yang begitu besar. Apalagi, jika melihat dari proses pemekaran wilayah Batu Bara bahwa Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 sudah tidak tepat lagi. Hal ini juga diutarakan oleh Mendagri www.hukumonline.com dimana beliau menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 dari landasan hukumnya sudah tidak tepat lagi. Artinya bahwa kebijakan normatif yang sudah ada tidak relevan lagi. Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 itu landasannya adalah Undang-undang No. 22 Tahun 1999, dimana telah diubah menjadi Undang-undang No. 32 Tahun 2004 maka Peraturan Pemerintahnya juga harus diganti direvisi. Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 158 Oleh karena itu perlu penyempurnaan Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 dengan mempertimbangkan berbagai permasalahan dan kelemahan yang dirasakan dalam implementasi Peraturan Pemerintah tersebut selama ini terutama jika melihat pada proses pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara. Selain itu, kuantifikasi terkait dengan jumlah kabupaten kota dan jumlah kecamatan pada Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 cenderung mempermudah untuk pembentukan daerah otonom baru. Revisi Peraturan Pemerintah ini selanjutnya bukan menghentikan pemekaran, tetapi hendaknya memperketat persyaratannya. Jadi, revisi Peraturan Pemerintah diusulkan bukan menghentikan pemekaran, hanya memperketat dengan persyaratan yang lebih terukur, dan bisa dipertanggungjawabkan. Pemekaran wilayah yang terjadi di Batu Bara berdasarkan perspektif Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 terlihat bahwa aspirasi awal pembentukan tidak diatur secara jelas mengenai saluran aspirasi dan mekanisme penyampaiannya, sehingga aspirasi tersebut lebih didominasi oleh LSM dan elit politik lokal dan sebaiknya aspirasi awal dengan memberdayakan Badan Permusyawaratan Desa BPD sebagai lembaga yang mewakili masyarakatnya atau Forum Kelurahan yang disampaikan melalui DPRD Kabupaten Kota. Kajian daerah pada Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 hanya memuat penilaian kuantitatif terhadap 7 kriteria kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah dan kriteria lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, tetapi perlu memperhatikan selain memuat penilaian kuantitatif terhadap 11 kriteria kependudukan, kemampuan Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 159 ekonomi, potensi daerah, kemampuan keuangan, sosial budaya, sosial politik, luas daerah, pertahanan, keamanan, tingkat kesejahteraan masyarakat dan rentang kendali yang tentunya juga disertai dengan penilaian kualitatif. Dalam Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 penetapan ibukota tidak diatur secara jelas, sehingga ketika proses pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara sempat timbul konflik dalam menentukan daerah mana yang akan dijadikan calon ibukota kabupaten. Dari pengalaman tersebut perlu mengatur secara jelas dalam menetapkan satu calon ibukota untuk mencegah konflik antar masyarakat di wilayah yang akan dimekarkan. Kemudian jika mengamati proses pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara berdasarkan kebijakan normatif dari Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 dapat dianalisis bahwa banyak kelemahan yang terjadi dimulai dari proses dan indikator yang sebenarnya harus dimodifikasi pada metodologi yang dipakai oleh Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 yang menggunakan terlalu banyak indikator yang tidak relevan dan terlalu mekanistik teknis. Walaupun sudah banyak kajian yang dilakukan di berbagai negara dalam rangka pemekaran wilayah hendaknya metodologi seperti yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 harus lebih dipusatkan pada pemilihan kriteria indikator yang jelas-jelas memiliki kegunaan dalam pembuatan kebijakan. Dari pengalaman pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara yang sudah terjadi ada beberapa kriteria yang perlu menjadi perhatian secara akademis adalah sebagai berikut: Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 160 a. Persediaan fasilitas sektor swasta wiraswasta misalnya, bank untuk 100,000 penduduk b. Persediaan “bukan pelayanan dasar” fasilitas pelayanan sektor publik misalnya, pengguna telpon rumah tangga c. Persediaan fasilitas untuk masyarakat sumber daya misalnya, mesjid populasi; jumlah LSM Dari pengalaman yang terjadi pada Kabupaten Batu Bara dapat ditanggapi secara mendasar terhadap indikator tersebut di atas adalah karena dari temuan-temuan tersebut sulit untuk dibuat implikasi kebijakannya sehubungan dengan keputusan apakah suatu daerah sebaiknya digabungkan atau dipisah. Kemudian tidak ada data empirik yang menunjukkan bahwa besar kecilnya jumlah pemakai telpon berpengaruh terhadap penggabungan atau pemisahan daerah. Dengan adanya saringan kegunaan seperti tersebut di atas, maka daftar yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 yang berisikan 43 indikator dapat dikurangi jumlahnya dan yang tidak kalah pentingnya adalah metodologi yang digunakan untuk memahami data yang dikumpulkan. Sehingga disini dibutuhkan pendekatan yang normatif, mengkaitkan analisa data dengan model daerah yang telah dipilih. Hal ini akan menentukan bobot dari berbagai indikator. Analisa ini juga harus menggunakan data kuantitatif yang relevan untuk menghasilkan penilaian yang kualitatif. Semestiya dilakukan mengacu kembali kepada kerangka kerja normatif dan mendorong menuju terjadinya wawasan dan kesimpulan yang seimbang. Pada saat ini, indikator yang dipakai beberapa tidak Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 161 relevan dan beberapa lainnya saling terkait erat diringkas dengan cara yang sangat teknis. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya manipulasi dan memberi “kilauan ilmiah” yang justru menyembunyikan mengaburkan kelemahan analisisnya seperti halnya yang terjadi pada Kabupaten Batu Bara. Seharusnya yang menjadi kriteria pemekaran wilayah adalah besaran populasi terkait dengan beban urusan, basis pajak, angka prospek ekonomi yang menonjol. Seperti disebut di atas, pendekatan yang ada dalam Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 lebih berorientasi kepada pembentukan daerah baru, jangkauan pengumpulan datanya terlalu luas dan metodologinya perlu penyesuaian, sehingga pada akhirnya Peraturan Pemerintah ini gagal untuk memberikan pendekatan teknis dan politik yang sesuai untuk dapat menghadapi berbagai usulan. Pemerintah pusat seharusnya tidak hanya bereaksi terhadap usulan yang berasal dari bawah bottom up, akan tetapi pemerintah juga harus proaktif dalam membentuk pembagian teritorialnya, dalam rangka memenuhi visi mengenai hal-hal yang seharusnya disediakan bagi warga negara dan bagaimana cara-cara pemerintah melakukan pemenuhan kebutuhan tersebut. Pemerintah pusat dapat menetapkan atau menyesuaikan keberadaan insentif agar mendorong pemerintah daerahnya untuk dapat menjajaki cara-cara yang lebih efisien untuk pengorganisasian penyediaan pelayanan, termasuk kemungkinan dilakukannya penggabungan merger. Umumnya pemerintah tingkat atas yang terkait harus sudah mengumpulkan informasi dan mengadakan kajian-kajian secara ad hoc kajian ilmiah khusus terhadap jenis pelayanan tertentu. Begitu keputusan untuk melakukan konsolidasi Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 162 telah dibuat, pemerintah daerah biasanya diberi sejumlah dana untuk menjajaki pengaturan yang paling sesuai Jepang, Ontario-Kanada, atau dibentuk sebuah komisi independen yang ditugasi untuk melakukan penjajakan tersebut misalnya, the Boundary Committee for England. Hanya Latvia dan Swedia yang mendorong agar semua pemerintah daerah yang berskala kecil melakukan penilaian sendiri terhadap prestasi kinerjanya, dengan tujuan untuk menemukan strategi teritorial yang tepat. Dengan sangat kurangnya sistem informasi mengenai prestasi kinerja pemerintah daerah di Indonesia yang ter-institusionalisasi secara layak, usaha untuk menetapkan status dari hampir keseluruhan daerah baru dengan dilakukannya berbagai kajian yang khusus dapat dianggap wajar, akan tetapi dalam jangka panjang, penetapan prestasi kinerja suatu daerah seharusnya bergantung pada sistem pengawasan antar pemerintah yang dilakukan secara tetap sebagai bagian dari sistem pengawasan yang lebih luas. Selain dari sistem yang tetap ini, dalam konteks usulan reorganisasi dapat ditambah analisa dan data tambahan apabila perlu. Hal ini menjadi bahan pertimbangan bagi para pembuat kebijakan dalam rangka penyusunan peraturan dan kebijakan baru dalam pemekaran wilayah dan pelajaran dari fakta proses pemekaran Kabupaten Asahan menjadi Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batu Bara. Satu cara untuk menjawab kebutuhan di atas dan agar dapat menggali lebih dalam lagi untuk mendapatkan tingkat informasi teknis yang berguna bagi pembuatan peraturan dan panduan fasilitatif mengenai berbagai praktek internasional adalah dengan jalan mengadakan kajian kasus-kasus di berbagai negara. Idealnya, pemilihan Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 163 negara yang dijadikan contoh termasuk di dalamnya negara-negara yang telah mengalami perkembangan wilayah, dan berada dalam proses perbaikan kerangka kebijakan hukum untuk mengatasi fenomena tersebut. Juga akan sangat berguna jika dapat menyertakan negara-negara yang memakai berbagai macam alat administrasi teritorial, seperti merger penggabungan dan penyesuaian batas daerah. Kajian kasus yang dimaksud mungkin akan mencukupi, atau dapat juga dilanjutkan dengan perjalanan studi study tour oleh pejabat terkait dan akademisi dari Indonesia. Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 164

BAB V PENUTUP