Desentralisasi dan Otonomi Daerah

36 informasi yang menunjukkan adanya masalah kebijakan, yang mana informasi ini nantinya akan digunakan untuk membuat informasi tentang alternatif kebijakan. Dari pendapat ahli di atas, dapatlah disimpulkan bahwa pada dasarnya alternatif kebijakan yang memadai dan efektif untuk dilaksanakan setidaknya harus memenuhi kriteria-kriteria kelayakan ekonomi dan finansial, sosial, teknis, legal, administrasi dan politik. Di samping itu tidak kalah pentingnya perlu dipertimbangkan pula kriteria-kriteria efektifitas, efisiensi dan edequasi.

2.3 Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Desentralisasi tidak bisa dipisahkan dengan masalah sentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik, karena pada dasarnya berkenaan dengan “delegation of authority and responsibility” yang dapat diukur dari sejauhmana unit-unit bawahan yang memiliki wewenang dan tanggung jawab di dalam proses pengambilan keputusan Miewald dalam Pamudji, 1984: 2. Pide 1997 : 34 mengemukakan bahwa desentralisasi pada dasarnya adalah pelimpahan atau penyerahan kekuasaan atau wewenang dibidang tertentu secara vertikal dari institusi lembaga pejabat yang lebih tinggi kepada institusi lembaga fungsionaris bawahannya sehingga yang diserahi atau dilimpahi kekuasaan wewenang tertentu itu berhak bertindak atas nama sendiri dalam urusan tertentu tersebut. Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 37 Selain itu, Rondinelli 1983 : 69 mengemukakan, desentralisasi perlu dipilih dalam penyelenggaraan pemerintahan pembangunan, karena melalui desentralisasi akan dapat meningkatkan efektivitas dalam membuat kebijaksanaan nasional, dengan cara mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada para pejabat tingkat lokal untuk merancang proyek-proyek pembangunan, agar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat. Desentralisasi akan dapat memungkinkan para pejabat setempat untuk lebih dapat mengatasi masalah-masalah yang selama ini dianggap kurang baik dan ciri-ciri prosedur yang sangat birokratis di dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan yang seringkali dialami oleh negara berkembang yang acapkali tercipta konsentrasi kekuasaan, otoritas dan sumber-sumber yang begitu berlebihan di tingkat pusat. Jika dilihat dari fungsi-fungsi pembangunan yang didesentralisasikan para pejabat, staf pada tingkat lokal atau unit-unit administratif yang lebih rendah, akan dapat meningkatkan pemahaman dan sensivitas daya tanggap mereka terhadap masalah dan kebutuhan setempat, karena mereka akan bekerja pada tingkat dimana semua permasalahan tersebut terasa paling menekan dan terlihat paling jelas. Apabila dilihat dari sisi hubungan kerja, sistem penyelenggaraan model ini akan dapat lebih mendekatkan, mengakrabkan dan mempererat antara masyarakat dengan para pejabat, staf pelaksana dan hal ini akan memungkinkan mereka akan mendapatkan informasi yang lebih baik, yang diperlukan dalam proses perumusan Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 38 rencana pembangunan dari pada apa yang mereka peroleh bila hanya menunggu di kantor pusat saja. Desentralisasi juga dapat meningkatkan dukungan politis dan administratif bagi kebijaksanaan pembangunan nasional pada tingkat lokal, karena selama ini rencana-rencana pembangunan tingkat nasional acapkali tidak diketahui oleh penduduk setempat, sehingga dengan diketahuinya rencana pembangunan nasional pada tingkat lokal, maka disamping akan mendapatkan dukungan politis dan administratif pada tingkat lokal, juga dapat mendorong kelompok-kelompok sosial setempat untuk meningkatkan kemampuan partisipasinya dalam merencanakan dan mengambil keputusan yang mereka buat. Lebih penting lagi, desentralisasi ini juga dianggap dapat meningkatkan efisiensi pemerintah pusat, dengan cara mengurangi beban kerja rutin dan fungsi-fungsi manual yang dapat secara efektif diselesaikan oleh para staf pelaksana lapangan atau para pimpinan unit-unit administratif yang lebih rendah. Disamping pendapat Rondinelli, Barkley 1978 : 2 mengemukakan bahwa desentralisasi dipandang dapat mendorong pengambilan keputusan yang lebih cepat dan lebih luas atau dengan kata lain memberi dukungan yang lebih konstruktif di dalam proses pengambilan keputusan. Sedangkan Mc. Gregor 1966: 3 menegaskan, jika kita dapat menekan pengambilan keputusan dalam organisasi ke tingkat yang lebih rendah, maka kita akan cenderung memperoleh keputusan-keputusan yang lebih baik. Desentralisasi bukan saja akan dapat memperbaiki kualitas dari keputusan- keputusan yang diambil, tetapi juga akan dapat memperbaiki kualitas daripada Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 39 pengambilan keputusan, karena orang cenderung untuk tumbuh dan berkembang secara lebih cepat manakala mereka dimotivasi secara efektif dan ini bisa terjadi jika kewenangan pengambilan keputusan didesentralisasikan. Hal demikian tadi harus menerapkan azas desentralisasi yang berarti pengambilan keputusan pada tingkat bawah organisasi dipandang sebagai cara terbaik untuk melahirkan keputusan- keputusan yang lebih sesuai dengan kepentingan organisasi besar. Sejalan dengan pendapat diatas, Koesoemahatmadja 1979 mengemukakan bahwa desentralisasi dalam arti ketatanegaraan merupakan pelimpahan kekuasaan pemerintahan dari pusat kepada daerah-daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Desentralisasi adalah sistem untuk mewujudkan asas demokrasi, yang memberikan kesempatan kepada rakyat untuk ikut serta dalam proses penyelenggaraan kekuasaan negara, yang dapat dibagi dalam 2 dua macam bentuk. Pertama, dekonsentrasi yakni pelimpahan kekuasaan dari alat perlengkapan negara tingkat lebih atas kepada bawahannya guna melancarkan pelaksanaan tugas pemerintahan. Kedua, Desentralisasi ketatanegaraan atau desentralisasi politik yaitu pelimpahan kekuasaan perundangan dan pemerintahan kepada daerah-daerah otonom di lingkungannya. Dalam konteks ini, rakyat dengan mempergunakan saluran-saluran tertentu perwakilan ikut serta dalam pemerintahan. Desentralisasi ketatanegaraan dibagi lagi menjadi 2 dua macam, yakni desentralisasi fungsional serta desentralisasi teritorial yang terdiri dari otonomi dan tugas pembantuan. Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 40 Secara terminologis, cukup banyak pengertian otonomi yang dikemukakan oleh para pakar. Logemann Koswara, 2001: 59 memberikan konsep otonomi sebagai berikut : “bahwa kebebasan bergerak yang diberikan kepada daerah otonom berarti memberi kesempatan kepadanya untuk menggunakan prakarsanya sendiri dari segala macam kekuasaannya dan untuk mengurus kepentingan publik. Kekuasaan bertindak merdeka yang diberikan kepada satuan-satuan kenegaraan yang memerintah sendiri daerahnya itu adalah kekuasaan yang berdasarkan inisiatif sendiri dan pemerintahan berdasarkan inisiatif sendiri.” Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dikemukakan tentang pengertian otonomi daerah, yaitu kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Pemberian kewenangan otonomi kepada daerah didasarkan kepada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Desentralisasi dan otonomi daerah dianggap dapat menjawab tuntutan pemerataan, pembangunan sosial ekonomi, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan politik yang efektif. Dalam konteks ini, persoalan desentralisasi dan otonomi daerah berkaitan erat dengan persoalan pemberdayaan, dalam arti memberikan keleluasaan dan kewenangan kepada masyarakat daerah untuk berprakarsa dan mengambil keputusan. Disamping itu, empowerment akan menjamin hak dan kewajiban serta wewenang dan tanggung jawab dari organisasi pemerintahan Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 41 di tingkat daerah untuk dapat menyusun program, memilih alternatif dan mengambil keputusan dalam mengurus kepentingan masyarakat daerahnya sendiri. Isu otonomi daerah adalah isu yang paling aktual setelah berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 sampai pada Undang-undang No. 32 Tahun 2004. Isu tersebut tidak hanya karena desentralisasi adalah lawan dari sentralisasi, tetapi lebih dititik beratkan pada kebijakan pemerintah Orde Baru yang sangat sentralistik. Konsep desentralisasi memiliki dua pengertian yaitu desentralisasi politik dan desentralisasi administratif. Desentralisasi politik diartikan sebagai penyerahan kewenangan yang melahirkan daerah-daerah otonom, sedangkan desentralisasi administratif merupakan penyerahan kewenangan pelaksanaan implementasi program yang melahirkan wilayah-wilayah administratif, atau dengan kata lain pendelegasian sebagian dari wewenang untuk melaksanakan program terhadap tingkat yang lebih bawah. Ichlasul Amal; 1990: 8. Kebutuhan terhadap desentralisasi menurut Cheemo and Rondinelli 1983: 10 didorong oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Kegagalan atau kurang efektifnya perencanaan yang terpusat dan pengawasan sentral dalam pembangunan. 2. Lahirnya teori-teori pembangunan yang lebih berorientasi kepada kebutuhan manusia. 3. Semakin kompleksnya permasalahan masyarakat yang tidak mungkin lagi dikelola secara terpusat. Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 42 Lebih lanjut Ryass Rasyid mengatakan tentang desentralisasi bahwa “Negara yang sentralistik cenderung tidak mampu menjawab secara cepat dan tepat semua kebutuhan berbagai kelompok masyarakat dan daerah.” Paradigma pemerintahan dewasa ini berubah dengan pesat dan ada 5 lima pokok perubahan itu, yaitu : 1. Sentralisasi ke desentralisasi perencanaan pembangunan. 2. Pemerintahan besar ke pemerintahan kecil big government ke small government 3. Peningkatan Tax ke penuntunan Tax. 4. Privatisasi pelayanan, dan 5. Social capital ke individual capital Rasyid, 1997: 8. Pandangan tersebut adalah langkah antisipasi menyikapi perubahan globalisasi dan demokratisasi yang melanda kawasan dunia. Maka terhadap kekuatan tersebut bagi negara yang terbentuk kesatuan maupun federal jawabannya adalah desentralisasi. Setiap makhluk hidup memerlukan otonomi, demikian juga kelompok termasuk negara dan daerah memerlukan otonomi. Jadi otonomi adalah suatu kesatuan sosial dinamakan otonomi manakala terdapat suatu kesatuan tertentu, yang bebas bertindak atau memilih untuk bertindak, atau tidak melakukan jika menyukai untuk melakukannya Susilo; 2000: 8. Selanjutnya Tri Ratnawati mengklasifikasikan 4 empat tujuan utama desentralisasi, yaitu: 1 Bidang Ekonomi, dalam rangka mengurangi cost dan Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 43 menjamin pelayanan publik lebih tepat sasaran; 2 Bidang Politik, dalam upaya mengembangkan grassroots democracy dan mengurangi penyalahgunaan kekuasaan oleh pusat serta diharapkan mencegah disintegrasi nasional; 3 Bidang Administrasi, dalam rangka red tape birokrasi dan pengambilan keputusan menjadi lebih efektif; 4 Bidang Sosial Budaya, mengembangkan kebhinekaan dan budaya lokal Jurnal Otonomi Daerah, 2002: 2. Sementara itu menyangkut otonomi, secara filosofis ideologis dipandang sebagai suatu mekanisme yang memungkinkan tumbangnya partisipasi yang luas bagi masyarakat dan mendorong agar daerah mampu membuat keputusan secara mandiri tanpa harus tergantung kepada pemerintah pusat Siti Zuhro, 1990:18. Arti pentingnya otonomi juga dikemukakan oleh Kenichi Ohmae ialah otonomi adalah kata kunci untuk memajukan perekonomian negara untuk masa-masa depan dan batas negara akan ditembus oleh 4 empat faktor yaitu investment, individual consumers, industri and information Jurnal Otonomi Daerah, 1999 : 18. Mencermati secara empiris pandangan dan uraian diatas menunjukkan bahwa desentralisasi dan otonomi dalam kaitannya perkembangan kedepan tidak dapat ditunda lagi pelaksanannya. Artinya berlakunya Undang-undang No. 32 tahun 2004, dan banyaknya tuntutan daerah akan daerah otonom yang baru tentu dengan maksud penjabaran dari desentralisasi dan otonomi itu sendiri. Mekanisme dan pola yang sangat sentralistik selama ini dalam hubungan pemerintah Pusat-Daerah, sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Akan tetapi persoalannya dalam kasus kita di Indonesia, desentralisasi dan otonomi ini apakah sudah merupakan komitmen yang Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 44 kuat oleh pemerintah dan masyarakat?. Dari hasil penelitian evaluasi percontohan otonomi daerah terdapat dua kecenderungan, yaitu; Pertama; Pemerintah Pusat dan Provinsi belum sungguh-sungguh mendukung pelaksanaan otonomi di Kabupaten Kota, dan Kedua; dianutnya sistem pemerintahan daerah yaitu desentralisasi dan dekonsentrasi membawa implikasi yang besar terhadap kelembagaan di daerah, yaitu dua kepentingan yang berbeda diterapkan bersama oleh pimpinan pemerintah di daerah Jurnal Otonomi Daerah, 1999: 22. Desentralisasi merupakan suatu alat untuk mencapai salah satu tujuan bernegara yaitu memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan yang lebih demokratis. Hal pokok tentang desentralisasi tersebut adalah berhasil atau gagal pemerintah untuk meningkatkan efisiensi dan kadar responsivitas publik terhadap kepentingan politis dan sosial masyarakatnya. Kegagalan implementasi desentralisasi terutama ditunjukkan dari kemunduran ekonomi, ketidakstabilan politik dan merosotnya pelayanan publik Sidik: 2001. Tekanan demokratisasi dunia sekarang ini menunjuk pada trend baru yaitu isu pemerintahan daerah. Alasannya bahwa tidak ada satu pemerintah dari suatu negara yang luas akan mampu secara efektif membuat public policies di segala bidang ataupun mampu melaksanakan kebijakan-kebijakan secara efektif dan efisien di seluruh wilayah negara itu. Demikian halnya di dalam manajemen penyelenggaraan pemerintahan Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 45 dan pembangunan. Pola-pola penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik menjadi kurang aktual, sehingga perlu pendekatan desentralistik. Desentralisasi menurut Rondinelli Sidik, 2001: 2 dapat dibagi menjadi 4 empat jenis, yaitu : 1. Desentralisasi politik political decentralization, yaitu pemberian hak kepada warga negara melalui perwakilan yang dipilih suatu kekuasaan yang kuat untuk mengambil keputusan publik. 2. Desentralisasi administratif administrative decentralization, yaitu pelimpahan wewenang yang dimaksudkan untuk mendistribusikan kewenangan, tanggung jawab dan sumber-sumber keuangan untuk menyediakan pelayanan publik. Desentralisasi administratif pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk, yaitu : a. Dekonsentrasi deconcentration, yaitu pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pejabat yang berada dalam garis hirarki dengan pemerintah pusat di daerah. b. Pendelegasian delegation, yaitu pelimpahan wewenang untuk tugas tertentu kepada organisasi yang berada di luar struktur birokrasi reguler yang dikontrol secara tidak langsung oleh Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 46 pemerintah pusat. Pendelegasian wewenang ini biasanya diatur dengan ketentuan perundangan. Pihak yang menerima wewenang mempunyai keleluasaan dicreation dalam penyelenggaraan pendelegasian tersebut, walaupun wewenang terakhir tetap pada pihak pemberi wewenang sovereign-authority. c. Devolusi devolution, yaitu pelimpahan wewenang kepada tingkat pemerintahan yang lebih rendah dalam bidang keuangan atau tugas pemerintahan dan pihak pemerintah daerah mendapat discreation yang tidak dikontrol oleh pemerintah pusat. 3. Desentralisasi fiskal fiscale decentralization, merupakan komponen utama dari desentralisasi. Apabila pemerintah daerah melaksanakan fungsinya secara efektif, maka mereka harus didukung sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak dan bukan pajak, pinjaman maupun subsidi atau bantuan dari pemerintah pusat. 4. Desentralisasi ekonomi economic or market decentralization, intinya berkaitan dengan kebijakan pelimpahan fungsi-fungsi pelayanan kepada masyarakat dari pemerintah kepada sektor swasta sejalan dengan kebijakan liberalisasi dan ekonomi pasar. Desentralisasi dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 merupakan salah satu asas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang diartikan sebagai penyerahan wewenang dari pemerintah kepada daerah Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 47 otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang secara utuh dan bulat dilaksanakan pada daerah kabupaten dan kota. United Nations memberikan pengertian tentang desentralisasi sebagai : “The transfer of authority away from the national capital wether by deconcentration to field offices or by devolution to local authorities or local bodies. Batasan ini menggariskan tentang bagaimana proses kewenangan itu diserahkan dari pusat kepada lembaga pemerintah di daerah, baik melalui dekonsentrasi, maupun devolusi” Koswara, 1998: 152. Pemberian otonomi kepada daerah merupakan konsekuensi kebijakan desentralisasi teritorial. Wujudnya berupa hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Manifestasinya berupa penyerahan sebagian urusan pemerintahan dan sumber-sumber pembiayaan kepada pemerintah daerah yang pada dasarnya menjadi wewenang dan tanggung jawab daerah sepenuhnya. Ini berarti bahwa prakarsa dan penentuan prioritas serta pengambilan keputusan sepenuhnya menjadi hak, wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah. James W. Fesler mendefinisikan desentralisasi sebagai distribusi kekuasaan yang mangalihkan atau memberikan pembuatan keputusan atau kebijakan khusus kepada level daerah sehingga daerah mempunyai kemandirian untuk membuat kebijakan sendiri Warsito Utomo,1997. Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 48 Menurut Bryant 1987: 213-214, desentralisasi dalam kenyataan mengambil dua bentuk, yaitu yang bersifat administratif dan yang bersifat politik. Desentralisasi administratif biasanya disebut dekonsentrasi yang berarti delegasi wewenang pelaksanaan kepada tingkat-tingkat lokal. Para pejabat tingkat lokal bekerja dalam batas rencana dan sumber-sumber anggaran, namun mereka memiliki elemen kebijakan dan kekuasaan serta tanggung jawab dalam hal sifat hakikat jasa dan pelayanan pada tingkat lokal. Desentralisasi politik devolusi berarti bahwa wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu terhadap sumber-sumber daya diberikan pada pejabat-pejabat regional dan lokal. Pikiran ini sejalan dengan Rondinelli Koswara,1998:153 yang menyatakan bahwa : “decentralization is the transfer of planning, decision making, or administrative authority from central government to its fields organization, local administrative units, semi-autonomous and parastatal organizations, local government, or non government organization.” Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makna utama desentralisasi terletak pada kewenangan pemerintah daerah untuk menentukan kebijakannya sendiri sesuai dengan kondisi dan aspirasi masyarakat setempat. Dengan penerapan otonomi daerah banyak harapan Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008 49 diletakkan bagi penyelesaian beragam permasalahan yang menghambat perkembangan dan kemajuan daerah.

2.4 Pemekaran Wilayah