f Tanggapan pihak keluarga, korban, masyarakat dan pemerintah setempat.
g Kesimpulan dan saran-saran recommendation
Kesimpulan dan saran-saran ini berisi tentang analisa dan evaluasi atau pragnosa, bukannya ringkasan laporan. Saran harus memperhatikan kepentingan
klien, keluarga masyarakat yang dikaitkan dengan Undang-undang. Penelitian kemasyarakatan atau case study ini adalah salah satu hal yang
penting sebagai metode pendekatan dalam rangka pembinaan “Pelanggar hukum”. Hal ini merupakan suatu metode penelitian yang “khusus” dan penting yang harus
dilakukan oleh petugas Balai Pemasyarakatan yakni Pembimbing Kemasyarakatan. Mengingat penting dan besarnya kegunaan pembuatan membantu hakim untuk
membuat suatu putusan yang tepat dan seadil-adilnya serta untuk menentukan terapy harus bisa memberikan gambaran tentang latar belakang kehidupan klien baik dimasa
lalu maupun setelah menjadi klien, sehingga segala masalah yang terkandung di dalam kehidupan serta lingkungan sosialnya dapat dicakup dalam isi laporan
Penelitian Kemasyarakatan.
3. Klien Dalam Pembuatan Penelitian Kemasyarakatan
Klien yang dibuatkan Penelitian Kemasyarakatannya meliputi : a.
Para pelanggar hukum anak-anak atau orang dewasa baik yang masih status tahanan maupun yang sudah mendapat putusan vonis hakim dan anak nakal
yang orangtuanya tidak sanggup lagi mengasuhnya dan memohon kepada hakim agar pengasuhnya diserahkan kepada negara, ini disebut sebagai anak sipil.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
b. Terpidana yang akan diusulkan lepas dengan bersyarat yang berlaku bagi anak-
anak disebut Voorwaardelijke Onslag VO dan bagi orang dewasa disebut Voorwaardelijke Invrijheidstelling VI serta terpidana yang akan diusulkan cuti
menjelang bebas yang disebut cuti Pre Release Treatment PRT. Hal ini diterangkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan tanggal 30 Juli
1968 No.KP.9.124166 orang dewasa, tanggal 23 April 1969 No.DB.1.241 anak-anak.
Peranan Pembimbing Kemasyarakatan di dalam memberikan pendampingan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum sangatlah penting, dan hal ini
merupakan suatu tanggung jawab bagi Pembimbing Kemasyarakatan dalam menangani perkara anak nakal. Peranan Pembimbing Kemasyarakatan sangat
dirasakan baik oleh anak nakal itu sendiri, anggota keluarga maupun anggota masyarakat dimana masyarakat sangat terbantu di dalam memperjuangkan hak-hak
asasi manusia maupun perlindungan hukum terhadap anak-anak mereka dan atau terhadap anak yang melakukan pelanggaran hukumanak yang berkonflik dengan
hukum.
4. Kegunaan dan Manfaat Penelitian Kemasyarakatan
Diatas telah diuraikan akan kepentingan laporan Penelitian Kemasyarakatan, sebagai bahan pertimbangan dalam mengatasi serta usaha untuk memperbaiki
kembali fungsi sosialnya para pelanggar hukum. Dengan tujuan secara minimal bisa kembali ke arah yang wajar dan dapat berfungsi sebagaimana anggota masyarakat
lainnya, maksimal menjadi manusia berguna serta ikut berpartisipasi secara aktif, dan
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
kreatif dalam pembangunan. Dengan mengingat tujuan tersebut, maka penanganan terhadap pelanggar hukum perlu mendapat perlakuan sebaik mungkin dan penelitian
secara seksama agar tujuan tersebut bisa dicapai, baik sebelum maju ke sidang pengadilan maupun sesudahnya. Dengan demikian kegunaan dan manfaat laporan
Penelitian Kemasyarakatan ini dapat kita golongkan dalam 2 dua kategori sebagai berikut:
a. Sebelum maju ke sidang Pengadilan Pre Adjudication
Para pelanggar hukum ini sebelum maju ke sidang pengadilan harus mengalami atau melalui beberapa proses pemeriksaan dari instansi yang tercakup
dalam proses tata peradilan, dengan harapan untuk memperoleh hasil yang baik. Hal ini tentunya diperlukan penelitian terhadap beberapa segi, sehingga langkah
keputusan yang dihasilkan mempunyai dampak yang positif bagi pelanggar hukum itu sendiri maupun terhadap pihak yang dirugikan serta untuk menegakkan keadilan
dan menjaga wibawa hukum. Pemeriksaan terhadap orang atau anak-anak yang disangka melakukan
pelanggar hukum oleh pihak kepolisian adalah merupakan penanganan para pelanggar hukum untuk yang pertama kali sehingga dalam membuat proses perkara
memerlukan penelitian secara cermat dan teliti, dengan tujuan agar nantinya hasil pemeriksaan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Pada Pasal 42 2 Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak dengan jelas dikatakan bahwa: “dalam melakukan penyidikan terhadap Anak Nakal, penyidik wajib meminta
pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan dan apabila perlu juga
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
dapat meminta pertimbangan dan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama, atau petugas Pemasyarakatan lainnya. Sehingga pihak Kepolisian dapat
mempertimbangkannya apakah berkas perkaranya BAP perlu diteruskan kepada pihak Kejaksaan untuk dituntut di depan sidang Pengadilan Negeri atau tidak.
Seperti yang dikatakan oleh Suedi Husein, Direktur Reskrim Polda NAD: ” Anak yang bermasalah dengan hukum diupayakan semaksimal mungkin
tidak diproses secara hukum formal atau terhindar dari penjara, karena berdasarkan hasil penelitian disebutkan pemenjaraan anak tidak
menyelesaikan masalah....... ia menjelaskan penyelesaian kasus anak tidak melalui hukum formal, itu dilakukan dengan musyawarah atau disebut dengan
diversi atau restoratif justice”.
61
Dengan demikian, kiranya perlu dilakukan penelitian mengenai latar belakang kehidupannya dan lingkungan sosial, ekonomi serta hal-hal lain yang ada kaitannya
dengan si tersangka tersebut. Penelitian disini paling tidak harus dapat mengungkapkan mengenai apakah
seseorang itu melakukan perbuatan itu hanya karena terpaksa atau akibat paksaan orang lain atau situasi dan kondisi lingkungan yang memungkinkannya untuk berbuat
kejahatan serta faktor viktim korban yang juga dapat mendorong orang untuk melakukan pelanggar hukum dan faktor lain yang kiranya dapat dijadikan
pertimbangan bagi proses perkaranya. Dalam hal pemeriksaan oleh pihak kejaksaan terhadap tersangka pelanggar
hukum perlu memperhatikan segi psikologis. Jadi tidak hanya dipandang dari segi yuridisnya saja. Dalam hal ini agar pihak Kejaksaan dapat menentukan suatu tuntutan
61
Suedi Husein, Harian Waspada, 19 Juni 2007, hlm. 21
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
terhadap tersangka pelanggar hukum itu tidak saja dari segi yuridis, maka pihak kejaksaan dapat mempergunakan dan memperhatikan laporan Penelitian
Kemasyarakatan. Karena jika berdasarkan laporan Penelitian Kemasyarakatan ini pihak kejaksaan dapat mempertimbangkan apakah perkara tersebut diajukan ke depan
persidangan, kalaupun diajukan ke persidangan tentunya dengan tuntutan yang wajar dan bijaksana tanpa mengurangi hak-hak dari pihak kejaksaan itu sendiri.
Hakim dapat menjatuhkan putusannya atau tindakannya terhadap perkara yang diajukan jaksa ke sidang pengadilan harus bijaksana dan adil. Dimana hakim
harus dapat memberikan suatu putusan yang mempunyai arti dalam usaha perbaikan para pelanggar hukum maupun kewibawaan hukum. Jika hakim memandang perlu
disertakannya laporan Penelitian Kemasyarakatan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusannya memungkinkan berhasilnya usaha tersebut. Karena di
dalam laporan Penelitian Kemasyarakatan mencakup data mengenai penelitian sosial dan penelitian kasus serta hal-hal lain yang sifatnya memberikan informasi tentang
latar belakang kehidupan dan sikap terdakwa sebelum dan setelah melanggar hukum. Keputusan laporan Penelitian Kemasyarakatan sesudah adanya putusan vonis dan
tindakan beschikking. Hakim adalah merupakan bahan untuk menentukan rencana terapi pembinaan terhadap klien baik yang berada dalam Lembaga Pemasyarakatan,
Lembaga Pemasyarakatan Pemuda, Lembaga Pemasyarakatan Anak, dan pada BAPAS maupun para anak negara yang pengasuhannya diserahkan kepada orang tua
asuh atau instansi lain.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
C. Tinjauan Umum Tentang Kenakalan Anak
1. Pengertian Kenakalan Anak
Berbicara mengenai anak adalah sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut berperan menentukan sejarah
bangsa sekaligus cermin sikap hidup bangsa pada masa mendatang. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke-19,
dimana anak dijadikan sebagai “objek” yang dipelajari secara ilmiah. Pelopornya adalah Wilhelm Preyer dalam bukunya die seele des kindes jiwa anak pada tahun
1882, kemudian disusul oleh berbagai ahli yang meneliti anak dan menulis psikologi anak, antara lain William Sterm menulis buku psychologie der fruhen kindheit
psikologi Anak pada tahun 1989 dan bukunya kindheit fund jugend masa kanak- kanak dan masa muda yang ditulis bersama istrinya bernama Charlotte Buhler, buku
ini sangat masyhur. Di Amerika Serikat tokoh-tokoh terkenal yang mempelajari masalah anak-
anak, antara lain ialah Tracy, G. Stanly Hall dari Clark University, menulis Adolescence. Di Inggris antara lain Sully dan Balwim. Di Prancis dikenal nama
Compayre dan Claparade dan lain-lain kemudian Heinrich Pestalozzi 1746-1582 dari Italia meneliti masalah kejiwaan anak dan mengembangkan satu metode
mengajar yang berprinsip pada auto-education. Dari uraian di atas, tampak jelas bahwa sejak dahulu para tokoh pendidikan
dan para ahli sudah memperhatikan perkembangan kejiwaan anak, karena anak adalah anak, anak tidak sama dengan orang dewasa. Anak memiliki sistem penelitian
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
kanak-kanak yang menampilkan martabat anak sendiri dan kriteria norma tersendiri, sebab sejak lahir anak sudah menampakkan ciri-ciri dan tingkah laku karakteristik
yang mandiri, memiliki kepribadian yang khas dan unik. Hal ini disebabkan oleh karena taraf perkembangan anak itu memang selalu berlainan dengan sifat-sifatnya
dan ciri-cirinya, dimulai pada usia bayi, remaja, dan usia lanjut, akan berlainan psikis maupun jasmaninya.
Sistem penilaian anak-anak ini dengan bantuan usaha pendidikan harus bisa dikaitkan atau disesuaikan dengan sistem penilaian manusia dewasa. Namun
demikian adalah salah apabila menerapkan kadar nilai orang dewasa pada diri anak- anak. Untuk memudahkan dalam mengerti tentang anak dan menghindari salah
penerapan kadar penilaian orang dewasa terhadap anak, maka perlu diketahui bagaimana pertumbuhan dan perkembangan anak.
Adapun proses perkembangan anak terdiri dari beberapa fase pertumbuhan yang bisa digolongkan berdasarkan pada paralelitas perkembangan jasmani anak
dengan perkembangan jiwa anak. Penggolongan tersebut dibagi ke dalam 3 tiga fase, yaitu:
1 Fase pertama adalah dimulainya pada usia anak 0 tahun sampai dengan 7 tujuh
tahun yang bisa disebut sebagai masa anak kecil dan masa perkembangan kemampuan mental, pengembangan fungsi-fungsi tubuh, perkembangan
kehidupan emosional, bahasa bayi dan arti bahasa bagi anak-anak, masa kritis trozalter pertama dan tumbuhnya seksualitas awal pada anak.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
2 Fase kedua adalah dimulai pada usia 7 tujuh sampai dengan 14 empat belas
tahun disebut sebagai masa kanak-kanak, dimana dapat digolongkan ke dalam 2 periode, yaitu:
a. Masa anak Sekolah Dasar dimulai dari usia 7-12 tahun adalah periode
intelektual. Periode intelektual ini adalah masa belajar awal dimulai dengan memasuki
masyarakat di luar keluarga, yaitu lingkungan sekolah kemudian teori pengamatan anak dengan hidupnya perasaan, kemauan serta kemampuan anak
dalam berbagai macam potensi, namun masih bersifat tersimpan atau masa latensi masa tersembunyi.
b. Masa remajapra-pubertas atau pubertas awal yang dikenal dengan sebutan
periode pueral. Pada periode ini, terdapat kematangan fungsi jasmaniah ditandai dengan
berkembangnya tenaga fisik yang melimpah-limpah yang menyebabkan tingkah laku anak kelihatan kasar, canggung, berandal, kurang sopan, liar dan
lain-lain. Sejalan dengan berkembangnya fungsi jasmaniah, perkembangan intelektual
pun berlangsung sangat intensif sehingga minat pada pengetahuan dan pengalaman baru pada dunia luar sangat besar terutama yang bersifat konkrit,
karenanya anak puber disebut sebagai fragmatis atau utilitas kecil, dimana minatnya terarah pada kegunaan-kegunaan teknis.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
3 Fase ketiga adalah dimulai pada usia 14 sampai 21 tahun, yang dinamakan masa
remaja, dalam arti sebenarnya yaitu fase puberitas dan adolescent, dimana terdapat masa penghubung dan masa peralihan dari anak menjadi orang dewasa.
Masa remaja atau masa pubertas bisa dibagi dalam 4 empat fase, yaitu: a
Masa awal pubertas, disebut pula sebagai masa pueralprapubertas b
Masa menentang kedua, fase negatif, trozalter kedua, periode verneinung. c
Masa pubertas sebenarnya, mulai kurang lebih 14 tahun. Masa pubertas pada anak wanita pada umumnya berlangsung lebih awal dari pada masa pubertas
anak laki-laki. d
Fase adolescence, mulai kurang lebih usia 17 tahun sampai sekitar 19 hingga 21 tahun.
Fase ketiga ini mencakup point c dan d di atas, di dalam periode ini terjadi perubahan-perubahan besar. Perubahan besar yang dialami anak akan membawa
pengaruh pada sikap dan tindakan ke arah lebih agresif sehingga pada periode ini banyak anak-anak dalam bertindak dapat digolongkan ke dalam tindakan yang
menunjukkan ke arah gejala kenakalan anak. Kenakalan anak ini diambil dari istilah asing juvinile deliquency, tetapi
kenakalan anak ini bukan kenakalan yang dimaksud dalam Pasal 489 KUH Pidana. Juvenile artinya young, anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa
muda sifat-sifat khas pada periode remaja, sedangkan deliquency artinya doing wrong, terabaikanmengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat,
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
asosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila, dan lain-lain.
Istilah kenakalan anak itu pertama kali ditampilkan pada bahan peradilan di Amerika Serikat dalam rangka usaha membentuk suatu Undang-undang Peradilan
bagi anak di negara tersebut. Paul Moedikno memberikan perumusan, mengenai pengertian juvenile
deliquency, yaitu sebagai berikut : a
Semua perbuatan yang dari orang-orang dewasa merupakan suatu kejahatan, bagi anak-anak merupakan deliquency. Jadi semua tindakan yang dilarang
oleh hukum pidana, seperti mencuri, menganiaya, membunuh dan sebagainya.
b Semua perbuatan penyelewengan dari norma kelompok tertentu yang
menimbulkan keonaran dalam masyarakat, misalnya memakai celana jangki tidak sopan, mode “you can see” dan sebagainya.
c Semua perbuatan yang menunjukkan kebutuhan perlindungan bagi sosial,
termasuk gelandangan, pengemis dan lain-lain. Menurut Kartini Kartono yang dikatakan juvenile delinquency adalah:
62
Perilaku jahatdursila, atau kejahatankenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit patologi secara sosial pada anak-anak dan remaja yang
disebabkan oleh suatu bentuk pengabdian sosial sehingga mereka itu mengembangkan bentuk pengabaian tingkah laku yang menyimpang. Menurut
Fuad Hassan, yang dikatakan juvenile deliquency adalah perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh remaja, yang apabila dilakukan oleh orang dewasa maka
dikualifikasikan sebagai kejahatan. Sedangkan menurut Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997
tentang Pengadilan Anak bahwa yang dimaksud dengan Anak Nakal adalah: a.
Anak yang melakukan tindakan pidana, atau; b.
Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan dilarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain
yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
62
Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja, Jakarta : Raja Grafindo Persada 1998, hlm. 6
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Tim proyek juvenile deliquency Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Desember 1967 memberikan perumusan mengenai juvenile deliquency sebagai
berikut: “suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh seorang anak yang dianggap bertentangan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di suatu
negara dan yang oleh masyarakat itu sendiri dirasakan serta ditafsirkan sebagai perbuatan yang tercela”.
Romli Atmasasmita memberikan pula perumusan Juvenile Deliquency, yaitu sebagai berikut:
63
“setiap perbuatan atau tingkah laku seseorang anak di bawah umur 18 tahun dan belum kawin yang merupakan pelanggaran terhadap norma-norma
hukum yang berlaku serta dapat membahayakan perkembangan pribadi si anak yang bersangkutan”.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Juvenile Deliquency adalah suatu tindakan atau perbuatan pelanggar norma, baik norma hukum maupun norma sosial
yang dilakukan oleh angka-anak usia muda. Hal tersebut cenderung untuk dikatakan sebagai kenakalan anak daripada
kejahatan anak, terlalu ekstrim rasanya seorang anak yang melakukan tindak pidana dikatakan sebagai penjahat, sementara kejadiannya adalah proses alami yang tidak
boleh tidak setiap manusia harus mengalami kegoncangan semasa menjelang kedewasaannya.
Dalam KUH Pidana di Indonesia, jelas terkandung makna bahwa suatu perbuatan pidana kejahatan harus mengandung unsur-unsur:
63
Kartini Kartono, Ibid., hlm. 7
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
a Adanya perbuatan manusia.;
b Perbuatan tersebut harus sesuai dengan ketentuan hukum;
c Adanya kesalahan;
d Orang yang berbuat harus dapat dipertanggungjawabkan;
Batasan-batasan tersebut belum berarti sama dengan batas usia pemidanaan anak. Apalagi dalam KUHPidana ditegaskan bahwa seseorang dapat dipertanggung
jawabkan atas perbuatannya diisyaratkan adanya kesadaran diri yang bersangkutan. Ia harus mengetahui bahwa perbuatan itu terlarang menurut hukum yang berlaku,
sedangkan predikat anak disini menggambarkan usia tertentu, dimana ia belum mampu dikategorikan orang dewasa yang karakteristiknya memiliki cara berpikir
normal akibat dari kehidupan rohani yang sempurna, pribadi yang mantap menampakkan rasa tanggung jawab sehingga dapat mempertanggungjawabkan atas
segala tindakan yang dipilihnya karena ia berada pada posisi dewasa. Tetapi anak dalam hal ini adalah anak yang di Amerika Serikat dikenal
dengan istilah juvenile deliquency, memiliki kejiwaan yang labil, proses kemantapan psikis yang sedang berlangsung menghasilkan sikap kritis, agresif dan menunjukkan
kebengalan yang cenderung bertindak mengganggu ketertiban umum. Hal ini tidak bisa dikatakan sebagai kejahatan, melainkan kenakalan karena tindakannya lahir dari
kondisi psikologis yang tidak seimbang, disamping itu pelakunyapun tidak sadar akan apa yang seharusnya ia lakukan. Tindakannya merupakan menifestasi dari kepuberan
remaja tanpa ada maksud merugikan orang lain sebagai apa yang diisyaratkan dalam
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
suatu perbuatan kejahatan KUH Pidana, yaitu menyadari akibat dari perbuatannya dan pelakunya mampu bertanggungjawab.
Tingkah laku yang menjurus kepada masalah juvenile deliquency ini menurut Adler adalah :
1 Kebutuhan-kebutuhan di jalanan yang mengganggu keamanan lalu lintas dan
membahayakan jiwa sendiri dan orang lain; 2
Perilaku ugal-ugalan, berandal, urakan yang mengacaukan ketentraman lingkungan sekitarnya. Tingkah ini bersumber pada kelebihan energi dan
dorongan primitive yang tidak terkendali serta kesukan menteror lingkungan;
3 Perkelahian antar geng, antar kelompok, antar sekolah, antar suku tawuran,
sehingga kadang-kadang membawa korban jiwa; 4
Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan atau bersembunyi di tempat-tempat terpencil sambil melakukan eksperimen bermacam-macam
kedurjanaan dan tindakan a-susila;
5 Kriminalitas anak, remaja dan adolensens antara lain berupa perbuatan
mengancam, intimidasi, memeras, mencuri, mengganggu, menggarong, melakukan pembunuhan dengan jalan menyembelih korbannya, mencekik,
meracun, tindak kekerasan dan pelanggaran lainnya;
6 Berpesta-pora sambil mabuk-mabukan, melakukan hubungan seks bebas, atau
orgi mabuk-mabukan yang menimbulkan keadaan kacau-balau yang mengganggu sekitarnya;
7 Perkosaan, agresivitas seksual, dan pembunuhan dengan motif sosial, atau
didorong oleh reaksi-reaksi kompensatoris dari perasaan investor, menuntut pengakuan diri, depresi, rasa kesunyian, emosi balas dendam, kekecewaan
ditolak cintanya oleh seorang wanita dan lain-lain;
8 Kecanduan dan ketagihan narkoba;
9 Tindakan-tindakan moral seksual secara terang-terangan tanpa “tedeng aling-
aling”, tanpa malu dengan cara kasar. Ada seks dan cinta bebas tanpa kendali yang didorong oleh hiperseksualitas, dorongan menuntut hak, dan usaha-
usaha kompensasi lainnya yang sifatnya kriminal;
10 Homoseksualitas, erotisme anak dan oral serta gangguan seksualitas lainnya
pada anak remaja disertai dengan tindakan-tindakan sadis; 11
Perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan taruhan sehingga menimbulkan akses kriminalitas-kriminalitas seks, pengguguran janin oleh
gadis-gadis delinkuen dan pembunuhan bayi-bayi oleh ibu-ibu yang tidak kawin;
12 Tindakan radikal dan ekstrim dengan jalan kekerasan, penculikan dan
pembunuhan yang dilakukan oleh anak-anak remaja;
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
13 Perbuatan a-sosial yang disebabkan oleh gangguan kejiwaan pada anak-anak
dan remaja psikopatik, neurotic dan menderita gangguan jiwa lainnya;’ 14
Tindakan kejahatan disebabkan oleh penyakit tidur dan ledakan maningitis serta post-encephalitics, juga luka di kepala dengan kerusakan pada otak ada
kalanya membuahkan kerusakan mental, sehingga orang yang bersangkutan tidak mampu melakukan control diri;
15 Penyimpangan tingkah laku disebabkan oleh kerusakan pada karakter anak
yang menuntut kompensasi, disebabkan adanya organ-organ yang inferior.
64
2. Identifikasi Gejala Kenakalan Anak