B. Kendala Dalam Pembuatan Penelitian Kemasyarakatan Terhadap Anak
Yang Melakukan Tindak Pidana
Seorang pelanggar hukum atau klien pada umumnya sering dijadikan obyek, dalam arti seorang yang disangka melanggar hukum selalu dijadikan tumpuan
tindakan bahkan caci maki dari masyarakat ataupun para aparat penegak hukum dari mulai ditangkap, diperiksa oleh polisi mereka sering dicerca dengan kata-kata kasar
dan tidak jarang pula dengan kekerasan bahkan siksaan agar mereka mau mengakui semua tuduhan yang ditujukan terhadap dirinya.
Disinilah suatu kekeliruan yang sangat prinsip dan dapat mengakibatkan kurang berhasilnya sistem tata peradilan dalam hal menanggulangi para pelanggar
hukum di Indonesia. Sebab kita harus menyadari bahwa orang yang disangka melanggar hukum harus dibina dan dibimbing hingga adanya putusan Hakim,
setidak-tidaknya nasibnya lebih baik dari keadaan sebelum ia dibina di dalam lembaga Pemasyarakatan. Masyarakat sering tidak menyadari bahwa jika salah
seorang dari warganya melanggar hukum adalah akibat dari kurang perhatiannya masyarakat itu sendiri. Disamping itu para penegak hukumpun kurang
memperhatikan adanya suatu asas praduga tak bersalah sebelum adanya putusan hakim, dalam arti harus dijunjung tinggi hak asasi manusia. Akibat-akibat inilah
membuat klien menjadi orang yang frustasi dan apatis serta merasa didiskriminasikan, sehingga menyulitkan Pembimbing Kemasyarakatan mengadakan
pendekatan untuk mengungkapkan sebab-musabab terjadinya pelanggar hukum. Untuk mengatasi masalah ini seorang Pembimbing Kemasyarakatan harus berperan
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
sesuai dengan missinya secara professional dengan penuh kesabaran menjelaskan maksud dari pada penelitian kemasyarakatan, agar klien mau menyadari dan
berbicara dengan terus terang masalah pribadinya.
C. Upaya Dalam Mengatasi Hambatan Dalam Pembuatan Penelitian
Kemasyarakatan 1.
Untuk memperlancar peran BAPAS Medan maka kendala-kendala yang ada dalam pelaksanaannya harus diatasi. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan
untuk mengatasi kendala-kendala ini antara lain : Peningkatan dana anggaran operasional pelaksanaan tugas BAPAS Medan.
Tersedianya dana yang cukup merupakan salah satu faktor yang menunjang pelaksanaan peran BAPAS Medan. Menyangkut masalah dana ini, Soedarto
dalam lokakarya tentang peradilan anak mengemukakan, bahwa tiap lembaga negara yang dibentuk membutuhkan keuangan negara. Terlaksananya
peradilan anak yang meliputi juga pelaksanaan pidana atau tindakan yang dijatuhkan hakim membutuhkan biaya yang memadai.
74
Lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, menginginkan peradilan
anak dijalankan dengan mengutamakan kepentingan anak seharusnya diikuti dengan ditingkatkannya dana bagi BAPAS. Setelah Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1997 berlaku efektif, permintaan melakukan penelitian kemasyarakatan anak pada BAPAS Medan sangat meningkat. Namun kenyataannya, anggaran yang diberikan
kepada BAPAS lebih besar ketika Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 belum lahir. Anggaran yang diberikan kepada BAPAS Klas I Medan untuk anak dan
74
Soedarto, Pengertian dan Ruang Lingkup Peradilan Anak, Lokakarya Peradilan Anak, Bandung : BPHN, 1979, hlm. 91
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
dewasa sebelum Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 lahir sebesar ± Rp 40 juta dan sesudah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 lahir sebesar ± Rp 39 juta.
Keinginan untuk melaksanakan peradilan pidana khusus bagi anak seharusnya didukung dengan dana yang memadai. BAPAS merupakan lembaga yang mempunyai
peranan yang sangat penting baik dalam proses pengadilan pidana anak maupun bimbingan terhadap klien pemasyarakatan anak, seperti halnya lembaga
pemasyarakaratan anak. Namun saat ini, perhatian terhadap pembinaan anak di lembaga pemasyarakatan yang juga membutuhkan dana sangat besar. Agar BAPAS
dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan dapat melakukan bimbingan kepada anak seharusnya dana cukup sehingga dapat dilakukan evaluasi keberhasilan
bimbingan yang dilakukan BAPAS. Upaya yang dilakukan BAPAS Medan sendiri yakni mengajukan permohonan penambahan dana kepada Kanwil Hukum dan HAM
Sumut. 2.
Peningkatan sarana dan prasarana. Sarana merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan. Berbeda dengan
lembaga pemasyarakatan yang melakukan pembinaan di dalam lembaga, maka BAPAS sebagai pelaksana teknis di luar lembaga lebih banyak melakukan
aktivitasnya di lapangan. Salah satu sarana penunjang adalah transportasi agar petugas BAPAS dapat melakukan tugasnya semaksimal mungkin.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
3. Realisasi kerjasama dengan instansi lain.
BAPAS dalam melakukan tugasnya tentu saja sangat memerlukan kerjasama dengan instansi lain. Khusus untuk melakukan bimbingan klien pemasyarakatan anak,
BAPAS memerlukan sarana penunjang, misalnya sekolah dan panti-panti sosial. Keputusan bersama Menteri Kehakiman RI, Menteri Tenaga Kerja RI dan Menteri
Sosial selama ini sudah ada namun realisasinya pada BAPAS Medan tidak berjalan sama sekali. Untuk memperlancar peran pembimbing kemasyarakatan, peran pekerja-
pekerja sosial sukarela dapat diberdayakan. Jika ditinjau dari pelaksanaan pembinaan di luar lembaga, para petugas
BAPAS dapat menggunakan fasilitas yang ada di masyarakat. Seperti yang dikemukakan Muladi, pembinaan di luar lembaga mempunyai keuntungan
karena pembinaan dapat dilakukan dengan menggunakan fasilitas yang ada di masyarakat untuk mengadakan rehabilitasi. Fasilitas ini dapat berupa bantuan
pembinaan dari masyarakat setempat, jasa-jasa pengadaan lapangan pekerjaan pemerintah ataupun swasta dan sebagainya di samping itu pembinaan di luar
lembaga biayanya lebih murah bila dibandingkan pembinaan di dalam lembaga.
75
4. Peningkatan koordinasi antara penegak hukum dalam sub sistem peradilan pidana
dengan BAPAS. Dalam proses peradilan pidana anak, koordinasi antar aparat penegak hukum
harus dilaksanakan, mengingat permasalahan kejahatan anak merupakan tanggung jawab bersama dalam penyelesaiannya. Koordinasi antara aparat penegak hukum
khususnya dengan BAPAS hanya terjadi pada saat permohonan penelitian kemasyarakatan dan persidangan anak. Seharusnya BAPAS dalam peradilan pidana
anak diposisikan sebagai mitrapartner bagi aparat sistem peradilan pidana lainnya.
75
Muladi, Op-Cit, hlm. 154
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
Koordinasi antara penegak hukum, Ichususnya dalam masalah kejahatan anak seharusnya dilakukan sesering mungkin karena peradilan anak ini sebaiknya dilihat
sebagai suatu lembaga peroecahan masalah anak daripada penghukuman anak. Dengan adanya koordinasi antara penegak hukum dalam proses peradilan anak tidak
hanya benindak terlalu yuridis normatif, tetapi harus mempertimbangkan faktor- faktor non hukum yang erat kaitannya dengan permasalahan anak.
Lamarta Surbakti : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Membuat Penelitian Kemasyarakatan Pada Persidangan Anak, 2009
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan