TANIN Pembuatan Bioetanol dari Hidrolisat Kulit Kakao (Theobroma Cacao, L)Menggunakan Fermipan

19 kandungan tanin sebesar 30-40 [ ] . Gambir mengandung berbagai senyawa fungsional, antara lain zat samak 22, kuersetin 2-4, fluoreisin gambir 1-3, pyrocathecol 20-30, lendir, lemak, lilin 1-2, dan polifenol [ ] . Tanin memiliki sifat umum, yaitu memiliki gugus phenol dan bersifat koloid. Karena itu di dalam air bersifat koloid dan asam lemah. Semua jenis tanin dapat larut dalam air. Kelarutannya besar, dan akan bertambah besar apabila dilarutkan dalam air panas. Tanin akan terurai menjadi pyrogallol, pyrocatechol dan phloroglucinol bila dipanaskan sampai suhu 210 °F-215 °F 98,89 °C-101,67 °C. Tanin dapat dihidrolisa oleh asam, basa dan enzim. Ikatan kimia yang terjadi antara tanin protein atau polimer- polimer lainnya terdiri dari ikatan hidrogen, ikatan ionik dan ikatan kovalen [ ]. Gambar 2.5 Tanin [ ] Selanjutnya hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Putu Kristiani K, dkk., 2013 menggunakan bahan baku pulp kakao dan Saccharomyces cereviseae dan ada tambahan kulit bakau sebagai sumber tanin sebagai penghambat pembentukan asam asetat dari proses fermentasi lebih lanjut. Tanin merupakan senyawa yang dapat larut dalam air, gliserol, alkohol, dan hidroalkohol, tetapi tidak larut dalam petroleum eter, benzene dan eter. terdekomposisi pada suhu 210 o C, titik nyala 210 o C, dan terbakar pada suhu 526 o C [ ]. HO R2 R3 OH R1 O OH 20 Dalam penelitian yang telah dilakukan menggunakan tanin dari gambir sebanyak 4 gram di setiap run fermentasi sebagai penghambat terbentuknya asam asetat sehingga dapat meningkatkan kadar etanol yang terbentuk.

2.8 ANALISIS EKONOMI

Dalam penelitian ini, maka dilakukan suatu analisis ekonomi sederhana terhadap pembuatan bioetanol dari hidrolisat limbah kulit buah kakao dengan cara konvensional. Adapun rincian biaya terdapat dalam tabel 2.4 Tabel 2.4 Rincian Biaya Pembuatan Bioetanol dari Hidrolisat Limbah Kulit Buah Kakao Bahan dan Peralatan Jumlah Harga Rp Biaya Total Rp Kulit buah kakao 1 kg 0,-1 kg 0,- Asam sulfat 264 ml 500,-ml 132.000,- Fermipan 211,6314 gr 13.500,-11 g 259.671,- Gambir 48 gr 20000 kg 960,- Total biaya 392.631,- Dari rincian biaya di atas yang telah dilakukan maka total biaya yang diperlukan untuk pembuatan bioetanol per kilogram limbah kulit buah kakao adalah sebesar Rp. 392.631-. Walaupun biaya yang dikeluarkan cukup besar, tetapi penelitian ini mengindikasikan bahwa bioetanol dapat diperoleh dari limbah kulit kakao melalui proses fermentasi dengan kadar yang cukup bagus.

2.9 ANALISIS POTENSI ENERGI

Seiring dengan bertambahnya penduduk dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, serta menipisnya cadangan minyak bumi, maka dicari energi alternatif untuk menunjang kebutuhan akan energi. Salah satunya dengan mengkonversi biomasa menjadi bioetanol. Kekayaan Indonesia yang berlimpah akan sumber daya hayati termasuk mikroorganisme, sangat memungkinkan untuk pemanfaatan biomasalignoselulosa menjadi bioetanol, yang sampai saat ini belum dikembangkan secara optimal [ ]. 21 Semakin meningkatnya produksi kakao baik karena pertambahan luas areal pertanaman maupun yang disebabkan oleh peningkatan produksi per satuan luas, akan meningkatkan jumlah limbah buah kakao. Pod kakao merupakan limbah perkebunan kakao yang sangat potensial dan mempunyai nilai produktif yang bisa dikembangkan. Pod kakao merupakan limbah lignoselulosik lignin, selulosa, dan hemiselulosa [ ]. Selulosa dan hemiselulosa dapat dikonversi menjadi etanol, sedangkan lignin sudah terlignifikasi saat proses hidrolisis berlangsung. Karena memiliki potensi yang cukup besar, limbah kulit buah kakao diharapkan dapat menjadi sumber alternatif bahan baku untuk pembuatan bioetanol guna mencukupi kebutuhan bahan bakar dalam negeri yang semakin tinggi. Dalam hal prestasi mesin, bioetanol dan gasohol kombinasi bioetanol dan bensin tidak kalah dengan bensin; bahkan dalam beberapa hal, bioetanol dan gasohol lebih baik dari bensin. Pada dasarnya pembakaran bioetanol tidak menciptakan CO 2 neto ke lingkungan karena zat yang sama akan diperlukan untuk pertumbuhan tanaman sebagai bahan baku bioetanol [50]. Adapun peluang untuk mengembangkan potensi bioetanol sendiri di Indonesia cukup besar terutama untuk bahan baku farmasi maupun bahan campuran bensin untuk menghasilkan pembakaran mesin yang sempurna. Salah satu cara yang paling efektif untuk membandingkan perbedaan sumber- sumber energi dan mengukur profabilitas dari masing- masing sumber energi disebut energi profit rasio EPR, yaitu rasio dari energi output terhadap energi [51], seperti rumus dibawah ini ��� = � ���� � ���� � [51] Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi energi pada pembuatan bioetanol dari hidrolisat kulit buah kakao. Dimana pada laporan penelitian ini energi output adalah energi yang dihasilkan etanol dibandingkan dengan energi yang dibutuhkan untuk memproses hidrolisat kulit kakao menjadi bioetanol yaitu energi yang terkandung dalam bahan baku hidrolisat kulit buah kakao, NaOH, Asam sulfat, gambir, fermipan, dan air, energi listrik yang digunakan untuk proses pembuatan bioetanol dan equal energi bahan