waktu itu, dan Republik Rakyat Cina, Filipina, dan Ekuador
144
II. Ketentuan Hukum
. Demikianlah perjuangan Indonesia yang merupakan Negara Kepulauan pada saat itu yang
diperjuangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja dari sejak Deklarasi Juanda tahun 1957 hingga sampai diakuinya konsepsi tersebut oleh dunia internasional dalam
Konvensi Hukum Laut 1982 UNCLOS 1982.
1. Pengertian UNCLOS 1982
Dalam tataran global, masyarakat internasional melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB terus melakukan berbagai upaya kodifikasi hukum laut
melalui konfrensi-konfrensi internasional. Konfrensi Hukum Laut di Jenewa tahun 1958 UNCLOS I United Nations Confrence on the Law of the Sea
telah menghasilkan 4 empat konvensi, tetapi konvensi tersebut gagal menentukan lebar laut teritorial dan konsepsi Negara Kepulauan yang
diajukan Indonesia. Demikian juga Konfrensi UNCLOS II kembali mengalami kegagalan dalam menetapkan dua ketentuan penting tersebut,
yakni penetapan lebar laut teritorial dan konsepsi Negara Kepulauan
145
Konfrensi UNCLOS I dan UNCLOS II telah gagal menentukan lebar laut teritorial dan konsepsi Negara Kepulauan karena perbedaan berbagai
kepentingan setiap negara. Namun demikian PBB terus melanjutkan upaya kodifikasi dan unifikasi hukum laut internasional yang dimulai sejak tahun
.
144
Mochtar Kusumaatmadja. 1978. Bunga Rampai Hukum Laut. Bandung : Binacipta. hlm. 29.
145
Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Dewan Kelautan Indonesia, EVALUASI KEBIJAKAN DALAM RANGKA IMPLEMENTASI HUKUM LAUT INTERNASIONAL UNCLOS 1982 DI INDONESIA
, Departemen Kelautan dan Perikanan, 2008.
Universitas Sumatera Utara
1973. Tahun 1970-an merupakan awal kebangkitan kesadaran masyarakat internasional atas pentingnya mengatur dan menjaga lingkungan global
termasuk lingkungan laut. Melalui proses panjang dari tahun 1973 sampai tahun 1982 akhirnya Konferensi UNCLOS III itu berhasil membentuk sebuah
konvensi yang sekarang dikenal sebagai UNCLOS 82 United Nation Convention On The Law Of The Sea
atau Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa Tentang Hukum Laut
146
2. Prinsip Rezim Lintas
. Konvensi ini telah diterima dengan baik oleh Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut ketiga di New York tanggal 30 April 1982, dan telah ditandatangani oleh Indonesia bersama-sama dengan 118
negara penandatanganan lain di Montego Bay, Jamaica tanggal 10 Desember 1982. Hasil-hasil UNCLOS 1982 adalah Laut Teritorial dan Zona Konsep
Negara Kepulauan, Zona Ekonomi Ekslusif, Landas Kontinen, Dasar Laut Beserta Tanah di Bawahnya, Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan
Maritim, Penelitian Laut, serta Pengembangan dan Pencangkokan Teknologi Kelautan.
147
Dengan adanya UNCLOS 1982, dunia kemaritiman mengenal tiga rezim lintas yaitu : lintas damai, lintas transit, dan lintas alur laut kepulauan.
146
Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Dewan Kelautan Indonesia. Ibid.
147
Atje Misbach Muhjiddin. 1993. Status Hukum Perairan Kepulauan Indonesia dan Hak Lintas Kapal Asing.
Bandung: Alumni.
Universitas Sumatera Utara
1. Rezim lintas damai innocent passage semula merupakan produk hukum kebiasaan yang kemudian dikukuhkan baik oleh Konvensi Genewa 1958
dan UNCLOS 1982. Pengertian lintas damai innocent passage pada dasarnya adalah hak kapal suatu negara untuk melintasi wilayah territory
negara lain, dengan kewajiban tidak menimbulkan ancaman terhadap kedaulatan negara yang dilewati. Dalam Pasal 18 dan 19 UNCLOS 1982,
dikatakan lintas damai innocent passage apabila bernavigasi di laut teritorial, tanpa memasuki perairan pedalaman atau singgah di tempat
berlabuh di tengah laut roadstead atau fasilitas pelabuhan tersebut. Lintas harus dilakukan secara terus menerus, langsung dan secepat
mungkin. Berhenti dan buang jangkar hanya apabila berkaitan dengan navigasi yang lazim atau perlu dilakukan karena dalam keadaan terpaksa
atau untuk memberi pertolongan kepada orang, kapal, atau pesawat terbang yang dalam keadaan bahaya atau dalam keadaan kesulitan. Selain
itu lintas tidak merugikan kedamaian, ketertiban atau keamanan negara pantai, dilakukan sesuai dengan ketentuan UNCLOS 1982 dan peraturan
lainnya. Indonesia dan Malaysia menginginkan rezim lintas damai innocent
passage ini berlaku di Selat Malaka demi keamanan dan kedamaian
negara-negara pantai, dan jalur pelayaran di Selat Malaka berada di bawah kedaulatan negara pantai. Tetapi Singapura memiliki pandangan yang
berbeda atas rezim lintas yang berlaku di Selat Malaka. Singapura
Universitas Sumatera Utara
menginginkan Selat Malaka menjadi jalur pelayaran internasional yang akan menguntungkan Negara Singapura dari pada menjadikan Selat
Malaka menjadi rezim lintas damai innocent passage mengingat Negara Singapura menjadi salah satu negara perekonomian terkuat di Asia dengan
menjadikan pelabuhannya sebagai jalur internasional. 2. Rezim lintas transit transit passage. Bagi Indonesia, lintas transit hanya
berlaku di Selat Malaka, dimana terdapat perbatasan tiga negara. Dalam Pasal 37 UNCLOS 1982, pengertian Lintas Transit adalah melintas di selat
yang digunakan untuk pelayaran internasional antara satu bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Ekslusif ZEE lainnya.
Kebebasan pelayaran dan penerbangan didasarkan semata-mata untuk tujuan transit yang terus-menerus, langsung dan secepat mungkin antara
salah satu bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Ekslusif ZEE dan bagian laut lepas Zona Ekonomi Ekslusif ZEE lainnya Pasal 38 ayat 2
UNCLOS 1982. Persyaratan di atas tidak menutup kemungkinan bagi lintas melalui selat untuk memasuki, meninggalkan atau kembali dari suatu
negara yang berbatasan dengan selat itu dengan tunduk pada syarat-syarat masuk negara itu.
3. Rezim lintas alur laut kepulauan Archipalagic Sea Lines. Merupakan alur
laut yang melewati laut wilayah dan perairan kepulauan suatu Negara Kepulauan archipelagic state. Dalam Pasal 53 ayat 3 UNCLOS 1982,
pengertian Lintas Alur Laut Kepulauan ALKI yaitu pelaksanaan hak
Universitas Sumatera Utara
pelayaran dan penerbangan sesuai ketentuan konvensi ini dalam cara normal semata-mata untuk melakukan transit yang terus-menerus,
langsung dan secepat mungkin serta tidak terhalang antara satu bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Ekslusif ZEE lainnya. Selat Malaka berada di
Alur Laut Kepulauan Indonesia ALKI sehingga berdasarkan pengertian Alur Laut Kepulauan diatas sudah seharusnya Selat Malaka menjadi jalur
transit yang secara terus menerus, dimana biaya dari jasa transit tersebut akan membantu perekonomian Indonesia.
a. Pengertian Zona Ekonomi Ekslusif ZEE Indonesia
Pada tanggal 12 Desember 1957 Pemerintah Indonesia mengeluarkan suatu deklarasi yang dikenal dengan Deklarasi Juanda yang melahirkan
konsep Wawasan Nusantara. Dalam Deklarasi Juanda ditentukan batas perairan wilayah Republik Indonesia adalah 12 mil dari garis dasar pantai
masing-masing pulau sampai titik terluar. Kemudian pada tanggal 18 Februari 1960 dikeluarkan pula Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Perpu No.4 tahun 1960 yang menjamin adanya hak lintas damai innocent passage
bagi kapal-kapal asing di perairan Indonesia yang menggantikan hak lintas bebas free passage.
Perlu diketahu terlebih dahulu sejarah hukum laut internasional jika ingin menelaah peranan laut Indonesia dalam politik. Pada abad ke-17 dikenal
dua konsepsi pokok, yaitu ; Res Nullius laut tak ada yang memilikinya sehingga dapat diambil dan dimiliki oleh masing-masing negara. Disamping
Universitas Sumatera Utara
itu terdapat juga Res Communis laut adalah milik bersama masyarakat dunia, karena itu tak dapat diambil atau dimiliki oleh masing-masing
negara
148
Sejarah mencatat nama tokoh Grotius Hugo de Groot seorang berkebangsaan Belanda yang memperkenalkan prinsip mare liberum lautan
berlayar dan berdagang disitu. Di samping itu seorang berkebangsaan Inggris yaitu J. Seldom pada tahun 1636 mengajukan prinsip mere clausum laut itu
tertutup, artinya ; suatu negara, dapat menguasai laut .
149
Dalam kenyataannya sejak Zaman Purba hingga sekarang, nampaknya laut memang pernah dimiliki oleh negara-negara, meski kepemilikan tersebut
harus memperhitungkan kepentingan masyarakat dunia dalam bentuk kebebasan dan sebagainya. Kemudian dapat pula diterima bahwa negara
dapat saja memiliki lautan sepanjang pantainya, tetapi laut lepas harus untuk umum jadi sifatnya bebas. Sayang tuntutan beberapa lebar laut bagi negara
pemilik laut yang bersangkutan tidak sama, dimana hal ini berkaitan erat dengan kegiatan perikanan dan urusan pabean, netralitas, kriminal dan
yurisdiksi sipil .
150
148
N. Daldjoeni. 1991. Dasar-Dasar Geografi Politik. Salatiga: PT Citra Aditya Bakti. hal 202.
149
Ibid.
150
Ibid.
.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5 Zona Ekonomi Ekslusif ZEE Indonesia
151
Negara Indonesia dalam menafsirkan kenusantaraan archipelago akhirnya memahami adanya :
1. Suatu kesatuan utuh dari wilayah yang batas-batasnya ditentukan oleh laut
yang lingkungannya berisi pulau-pulau. 2.
Kepulauan dengan perairaan di antaranya sebagai kesatuan untuk dengan unsur air sebagai penghubungnya.
Dengan demikian wujud Nusantara ini adalah Negara Republik Indonesia
152
151
Mempertegas Kembali Zona Ekonomi Ekslusif ZEE Indonesia, dalam
. Di zaman Hindia Belanda tahun 1939 lebar laut wilayah 3 diukur dari garis rendah di pantai masing-masing pulau. Pada tahun 1957
Deklarasi Juanda menentukan 12 mil. Inilah yang mendasari konsep Nusantara tahun 1957. Kemudian muncul konsep Nusantara pada tahun 1969
tentang landasan Indonesia. Di situ klaim luas wilayah Republik Indonesia
http:nkrinews.comindex.phpekonomi-dan-bisnis59-mempertegas-kembali-zona-ekonomi-eksklusif- indonesia
. diakses pada 12 Mei 2014 pkl 18:35.
152
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
dari 2.207.087 km
2
menjadi 3.166.165 km
2
atau bertambah menjadi 145 dari semula
153
Kemudian pada tahun 1980 Indonesia mengumumkan Zona Ekonomi Ekslusif
ZEE selebar 200 mil diukur dari garis pangkal wilayah laut Indonesia. Pada zona tersebut segala sumberdaya hayati maupun alami lain
yang berada di bawah permukaan laut, di dasar laut dan di bawah laut menjadi hak ekslusif Negara Republik Indonesia. Segala kegiatan eksplorasi,
eksploatasi serta riset di zona tersebut harus mendapat izin terlebih dahulu dari pemerintah Republik Indonesia
.
154
1. Semakin terbatasnya persediaan ikan, dan
. Pengumuman Zona Ekonomi Ekslusif ZEE tadi terutama didorong
oleh dua faktor, yaitu :
2. Demi pembangunan nasional Indonesia.
Perselisihan antara Indonesia dan Australia pada akhir dasawarsa tahun 1980-an mengenai celah Timor yang kaya akan minyak bumi di dasar laut,
menunjukan pentingnya Zona Ekonomi Ekslusif ZEE di atas
155
b. Aplikasi Zona Ekonomi Ekslusif ZEE di Selat Malaka
.
Dengan adanya penambahan luas laut wilayah kedaulatan Indonesia yang dari 12 mil berdasarkan Deklarasi Juanda menjadi selebar 200 mil di
tahun 1980 diukur dari garis pangkal wilayah laut Indonesia dimana pada zona tersebut segala sumberdaya hayati maupun alami lain yang berada di bawah
153
Ibid.
154
Ibid.
155
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
permukaan laut, di dasar laut dan di bawah laut menjadi hak ekslusif Negara Republik Indonesia. Segala kegiatan eksplorasi, eksploatasi serta riset di zona
tersebut harus mendapat izin terlebih dahulu dari pemerintah Republik Indonesia
156
Seorang ahli politik dari Swedia yaitu Rudolf Kjellen pada tahun 1905 yang mengkaji masalah-masalah geografi dengan merujuk kepada politik
internasional dimana salah satu pokok teorinya adalah negara merupakan suatu sistem politik yang meliputi ekonomi politik
. Atas dasar inilah yang semakin mempertegas posisi Selat Malaka
berada di Zona Ekonomi Ekslusif ZEE Indonesia dan berada di Alur Laut Kepulauan Indonesia. Dengan posisi Selat Malaka berada di Zona Ekonomi
Ekslusif ZEE Indonesia menjadi hak ekslusif Negara Indonesia, yang seharusnya segala pengaturan keamanan, penggunaan rezim perlintasan,
pemanfaatan sumber daya hayati dan non hayati berada dalam kedaulatan Negara Indonesia yang sepenuhnya untuk memenuhi kepentingan nasional
Indonesia, terkhususnya untuk kemajuan ekonomi Indonesia.
157
Bagi Indonesia, kedua hal ini masih jauh dari kenyataan. Pembangunan politik negara Indonesia masih berada di bawah garis berhasil yang
dikarenakan ketidakefektifan pembangunan ekonomi Indonesia yang dapat , dimana antara politik dan
ekonomi merupakan dua hal yang berkaitan erat, dan keberhasilan politik suatu negara didukung oleh keberhasilan pembangunan ekonomi negara tersebut.
156
Ibid.
157
A. Harsawaskita. 2007. Greet Power Politicsi. Bandung: Graha Ilmu. hal. 45.
Universitas Sumatera Utara
dilihat dari kondisi pelabuhan-pelabuhan di Indonesia kurang memadai yang menghambat peningkatan ekonomi dari lintas laut. Sehingga aplikasi dari Zona
Ekonomi Ekslusif ZEE Indonesia di Selat Malaka ini tidak membawa keuntungan signifikan bagi Indonesia, melainkan memberi peluang besar bagi
negara-negara maju yang memanfaatkan Selat Malaka di Alur Laut Kepulauan Indonesia ALKI tersebut.
III. Permasalahan Selat Malaka, yaitu : 1. Kecelakaan pelayaran menyebabkan pencemaran air Selat Malaka
Dalam Pasal 94 Konvensi Hukum Laut tahun 1982 juga sudah ditetapkan bahwa setiap negara harus dapat melaksanakan yurisdiksi
nasionalnya melalui pengawasan secara efektif terhadap nakhoda, perwira serta awak kapal dalam bidang administrasi teknis dan sosial pada kapal-
kapal yang mengibarkan benderanya ayat1 dan 2. Untuk menjamin keselamatan di laut, maka kapal-kapal itu diwajibkan memenuhi persyaratan
konstruksi, peralatan, dan kelayakan laut kapal, kemampuan untuk mempergunakan tanda-tanda dan alat komunikasi untuk mencegah tabrakan
kapal di laut. Diatas setiap kapal harus tersedia peta pelayaran, penerbitan pelayaran,
dan alat-alat lainnya yang diperlukan bagi keamanan pelayaran kapal tersebut. Setiap nakhoda, perwira dan sedapat mungkin semua awak kapal
sepenuhnya mengenal dan diharuskan untuk mematuhi hukum internasional
Universitas Sumatera Utara
yang berlaku tentang keselamatan jiwa di laut, pencegahan tabrakan di laut, pengurangan dan pengendalian pencemaran laut serta pemeliharaan
komunikasi melalui radio ayat 3 dan 4
158
Adapun ketiga negara tepi Selat Malaka Indonesia, Malaysia, dan Singapura sudah mengeluarkan pernyataan bersama untuk melakukan
kerjasama bagi keselamatan pelayaran di Selat Malaka pada tanggal 16 November 1971. Dalam pernyataan bersama itu ketiga pemerintah menyadari
bahwa keselamatan pelayaran adalah tanggung jawab mereka bersama, untuk itu ketiga negara sepakat untuk membentuk suatu badan kerja sama untuk
melakukan koordinasi upaya keselamatan pelayaran serta melanjutkan survei hydrografis di Selat Malaka. Sebagai realisasi dari Pernyataan Bersama itu,
maka mulailah dilakukan kerjasama Tripartitie Ministerial Meeting TMM, Tripartitie Senior Official Meeting
TSOM, Tripartitie Expert Group TTEG, dan dibentuknya Team Survey Hydrografis Selat Malaka pada tahun
1975 yang dibantu oleh beberapa tenaga ahli dari Jepang .
159
Dengan diberlakukannya prinsip Under Keel Clearence UKC atau kedalaman di bawah perut kapal sampai ke dasar laut, dimana cara ini
dipergunakan untuk membatasi kapal-kapal yang melewati Selat Malaka agar tidak terjadi kekandasan atau tabrakan kapal. Atas prinsip 3,5 m ini, negara
yang sangat merasakan dampak negatif adalah Jepang karena untuk pertama kalinya memiliki kapal tangki raksasa yang bernam Myrtea yang berukuran
.
158
Lihat Chua, op.cit, hlm. 99-100.
159
Lihat artikel Syamsumar Dam: Masalah Selat-selat Strategis di Asia Tenggara, dalam Jurnal MIMK NO.11, LRKN-LIPI Jakarta, 1984, hlm. 49.
Universitas Sumatera Utara
210.000 ton ternyata kandas di dekat Pulau Bukom di Selat Singapura pada tahun 1971. Meskipun demikian, Jepang tetap membangun kapal-kapal tangki
yang lebih besar lagi seperti kapal tangki Nisekii Maru yang berbobot 327.000 dwt, tetapi lewat melalui Selat Lombok-Makassar sesuai dengan
saran dari tim survei yang telah dibentuk tadi. Seorang ahli kelautan Jepang bernama Hisyoshi Terai pernah
melakukan studi perbandingan tentang waktu dan biaya yang diperlukan melalui kedua selat tersebut. Hasil studinya menyatakan bahwa jarak antara
Teluk Parsi ke Jepang bila melalui Selat Malaka berjarak 6.606 mil dengan waktu pelayaran selama 17,4 hari, sedangkan apabila melalui Selat Lombok-
Makassar yang berjarak 7.605 mil akan memakan waktu berlayar selama 20,1 hari. Perbedaan waktu tempuh selama 3 hari akan menambah biaya ekstra
setiap tanker sebanyak 10 juta Yen, sehingga harga minyak di Jepang akan bertambah pula sebanyak 30 Yen
160
Meskipun demikian tambahan biaya tersebut masih jauh lebih kecil apabila dibandingkan biaya ganti rugi yang harus dibayar oleh kapal-kapal
tangki yang kandas di Selat Malaka, seperti yang dialami oleh kapal tangki Showa Maru
yang berbobot mati 237.698 dwt yang kandas di Phillip Channel Selat Singapura pada tanggal 6 Januari 1975. Kapal ini telah menumpahkan
minyak sebanyak 7.300 ton, hingga telah mengotori perairan di sekitarnya dalam radius 10 kilometer, sehingga berdasarkan hukum internasional kapal
.
160
Lihat Munadjat Danusaputro: The Maritime Environment of Souteast Asia, Binacipta, Bandung, 1981, hlm. 113-151 dan Komar Kantaatmaja: Ganti Rugi Internasional Pencemaran Minyak di Laut, Alumni,
Bandung, 1981, hlm. 26-27.
Universitas Sumatera Utara
ini harus membayar ganti rugi kepada tiga negara negara pantai yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura. Besarnya biaya ganti rugi yang harus di
bayar oleh pemilik kapal adalah sebesar 2000 franc untuk setiap ton bobot kapal atau seluruhnya akan berjumlah 210 juta franc
161
Lee merinci jenis-jenis kapal yang mengalami kecelakaan tersebut yaitu, sebanyak 23 adalah kapal barang, 12 buah kapal tangki, 11 perahu
nelayan, 6 buah kapal penumpang, 5 kapal tunda, 4 buah kapal barang pemerintah dan 7 buah kapal jenis lainnya. Selama periode tahun 1978-1994,
menurut data yang dikemukakan oleh Kamaruzaman telah terjadi sebanyak 476 kali kecelakaan, berupa kapal tenggelam sebesar 32, kerusakan mesin
kapal sebesar 26, kapal tabrakan sebesar 21, kebakaran kapal sebesar .
Kondisi selat yang sempit, dangkal, dan semakin banyaknya kapal- kapal dari berbagai jenis yang melayarinya, telah menyebabkan seringnya
terjadi kecelakaan kapal melalui selat ini. Hal ini terlihat dari kecelakaan antara bulan Juni tahun 1971 sampai dengan bulan Desember tahun 1975
seperti yang dikemukakan oleh Hasyim Djalal, yaitu terjadi sebanyak 31 kecelakaan, yang terdiri atas 16 kali tabrakan, 12 kali kandas, dan 3 kali
tabrakan. Adapun selama periode tahun 1977 sampai dengan tahun 1993 menurut Naudi dan Lee terjadi pula 71 kecelakaan tersebut terdiri atas 25 kali
tabrakan, 13 kali kandas, 7 kali tenggelam, 5 kali terbakar, dan 21 kali oleh sebab-sebab lainnya.
161
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
17 dan penyebab lainnya sebesar 4 yang terdiri atas kapal barang sebanyak 252 kali, kapal tangki 99 kali, kapal tambang 33 kali, kapal nelayan
21 kali, kapal kontainer 15 kali, kapal gas 8 kali dan kapal jenis lainnya sebanyak 48 kali
162
Kerawanan di Selat Malaka dapat dipantau dari data pergerakan kapal di Selat Malaka 1999-2009 yang meningkat signifikan setiap tahunnya.
Jenis kapal yang melintasi selat ini sepanjang periode tersebut sebanyak 228.506 kapal kontainer, 162.250 kapal tanker, 78.706 bulk vessel, 76.273
kapal kargo, disusul sisanya oleh jenis kapal ro-ro sebanyak 38.411, kapal penumpang 27.234, kapal-kapal armada Angkatan Laut 11.133 dan sisanya
kapa-kapal penangkap ikan. Di penghujung 2010, kapal yang melintas telah mencapai 71,359 kapal dari sebanyak 63,636 kapal di tahun 2004 dan hanya
43,965 di tahun 1999, dimana kesibukan di selat ini diperkirakan akan meningkat mencapai angka 316.700 kapal di tahun 2024 dan akan mencapai
1.300.000 pada tahun 2083 .
163
162
Lihat Hasyim Djalal : Perjuangan Indonesia di Bidang Hukum Laut, Binacipta Bandung, 1978, hlm. 138- 141, Catatan Naidu, Lee dan Kamaruzaman yang dikutip dari Chua et-al, op.cit., hlm. 158-162.
163
Connie Rahakundini Bakrie, Maritime Security Safety di Selat Malaka Harian Seputar Indonesia, 3 November 2010.
. Kondisi fisik-geografi yang ada disertai dengan ramainya lalu lintas
pelayaran, mengakibatkan sering terjadinya kecelakaan di Selat Malaka yang mengakibatkan pencemaran air Selat Malaka.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4 Kecelakaan Pelayaran di Selat Malaka 2001-2007
164
Type of Accident
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Average
Tabrakan Collision
15 11
17 7
8 7
8 10,4
Karam Wreck
38 28
21 4
9 4
9 16,1
Kandas “Stranded”
4 7
4 1
2 1
2 3,0
Kebakaran Fire
6 10
3 2
4 2
4 4,4
Aspek lingkungan environment juga tidak bisa dipandang sebelah mata, tumpahan minyak oil spills akibat tabrakan kapal akan menyebabkan
gangguan pencemaran yang serius
165
Pada gilirannya, penurunan kualitas lingkungan laut tersebut akan mempengaruhi unsur kualitas lingkungan laut itu, menyebabkan punahnya
satwa laut dan seluruh unsur kehidupan leinnya. Namun kepunahan secara cepat dari unsur ekosistem laut juga dapat terjadi apabila kadar zat pencemar
. Pencemaran yang melebihi batas kemampuan lautan dalam menetralisir zat-zat pencemar, akan dapat
mengakibatkan lenyapnya daya dukung laut, bermula dengan menurunnya kualitas lingkungan laut.
164
Marine Department Peninsular Malaysia. Dalam Tesis Fika Monika, ASPEK GEOSTRATEGIS SELAT MALAKA DALAM KONTEKS KETAHANAN NASIONAL INDONESIA ABAD 21, Universitas
Indonesia, 2011. hal. 102.
165
Disarikan dari wawancara Dirgo D. Purbo, Analis Geopolitik Energi PASKAL dan Dosen Tamu KSKN UI
Universitas Sumatera Utara
yang masuk begitu tinggi dan berlebihan. Beberapa contoh kasus akan hal ini adalah karamnhya Kapal Torrey Canyon tahun 1967 yang menimbulkan
malapetaka kehidupan pantai Inggris dan Perancis, peristiwa ini menjadi pemicu bagi upaya-upaya internasional untuk melindungi negara pantai dari
ancaman pencemaran lingkungan laut oleh minyak akibat kecelakaan kapal tanker.
Dengan semakin banyaknya terjadi kecelakaan kapal-kapal di Selat Malaka tersebut, pada tanggal 24 Februari tahun 1977 Tripartitie Ministerial
Meeting TMM menghasilkan perjanjian tentang Keselamatan Pelayaran di
Selat Malaka dan semenjak itu kerjasaama ketiga negara tepi terus dilakukan melalui pertemuan tahunan Tripartitie Expert Group TTEG. Dalam upaya
peningkatan keselamatan pelayaran di Selat Malaka hasil survei ini mengusulkan pembentukan Jalur Pemisah Lalu Lintas Pelayaran atau Traffic
Separation Scheme = TSS dan diberlakukannya persyaratan prinsip
kedalaman air di bawah lambung kapal Under Keel Clearance = UKC minimal 3,5 m.
Semua kapal yang melintas di Selat Malaka tidak dibenarkan memasuki Traffic Separation Scheme = TSS yang telah ditetapkan dalam peta
terlampir, bagi kapal-kapal yang berlayar di Samudera Hindia menuju Laut Cina Selatan harus berlayar pada jalur yang berada di samping perairan
Indonesia, sedangkan kapal-kapal yang berlayar dari Laut Cina Selatan
Universitas Sumatera Utara
menuju Samudera Hindia harus melewati jalur yang berada di samping perairan Singapura dan Malaysia yang koordinatnya sudah ditetapkan.
Traffic Separation Scheme = TSS ini ditetapkan berdasarkan kedangkalan selat sebagaimana yang sudah disinggung di muka untuk
menghindari kekandasan kapal agar kapal-kapal yang berlawanan arah tidak bertabrakan satu sama lain. Sebagian besar Traffic Separation Scheme =
TSS ini berada di sekitar Phillip Channel, karena hasil survei ternyata menemukan kedalaman yang kurang dari 23 m berada di 37 lokasi wilayah
tersebut, sehingga akan membahayakan bagi kapal-kapal besar yang akan lewat. Hanya pada kedalaman 23 m kapal-kapal besar tersebut tidak akan
kandas, yaitu pada jalur-jalur masuk dan keluar yang sudah ditetapkan. Persyaratan 23 m itu diambil berdasarkan teori bahwa perbandingan antara
sarat kapal dengan kedalaman haruslah sebesar 1:1,25 dengan memperhitungkan gejala turunnya kapal terhadap permukaan air di
sekelilingnya yang disebabkan oleh kapal-kapal raksasa yang sedang melaju melewati selat-selat yang sempit dan dangkal, dimana gejala itu disebut
squat
166
Diberlakukannya persyaratan Under Keel Clearance = UKC minimal 3,5 meter itu dimaksudkan untuk membatasi bobot mati kapal-kapal yang
lewat, agar tidak kandas dalam pelayaran melalui Selat Malaka. Kapal-kapal yang dimaksudkan adalah kapal-kapal barang yang memiliki lambung kapal
.
166
Lihat Keputusan Mahkamah Pelayaran Indonesia tanggal 30 Agustus, yang dimuat dalam Jurnal Padjadjaran jilid VII No. 1. 1977.
Universitas Sumatera Utara
sepanjang 15 M Deep Draught Vessel = DDV dan kapal-kapal tangki yang berukuran di atas 150.000 dwt Very Large Crude Carrier = VLCC, Deep
Draught Vessel = DDV dan Very Large Crude Carrier = VLCC ini
diharuskan melewati Jalur Pelayaran Dalam Deep Water Routes = DWR yang dapat dilihat pada peta pelayaran dengan kecepatan maksimal 12
knots
167
Oleh karena itu, hanya kapal-kapal yang berbobot mati maksimal 200.000 dwt yang memenuhi persyaratan itu, sedangkan kapal-kapal yang
berbobot mati di atas 200.000 dwt akan kandas bila memaksakan untuk lewat melalui Selat Malaka. Jadi, kapal-kapal tangki raksasa seperti itu harus
melewati jalur lain, yaitu melewati Selat Lombok-Makassar yang lebih dalam. Hasil tim survei Selat Malaka tentang Traffic Separation Scheme =
TSS dan Under Keel Clearance = UKC itu juga didasarkan kepada International Regulation for Preventing Collision at sea
COLREG yang dikeluarkan oleh International Maritime Organizatition IMO pada tahun
1972 dan disampaikan kepada Inter-Goverenmental Maritime Consultative Organization
IMCO dan International Maritime Organizatition IMO yang memperoleh persetujuan dari kedua lembaga itu pada tanggal 14 November
tahun 1977. Ketentuan tentang Traffic Separation Scheme = TSS juga dicantumkan pula dalam Pasal 40 Konvensi Hukum Laut tahun 1982
.
168
167
Ibid.
168
Lihat Syamsumar Dam 1984 op.cit., hlm. 50.
.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu hasil kerjasama antara International Maritime Organizatition IMO dan Tripartitie Expert Group TTEG adalah terus ditingkatkannya
upaya peningkatan keselamatan pelayaran di Selat Malaka, misalnya sejak tahun 1998 sudah diberlakukannya ketentuan tentang kewajiban setiap kapal
agar 8 jam sebelum memasuki Selat Malaka melaporkan pelayarannya kepada stasiun pantai tentang nama, kecepatan dan waktu kapal itu melewati daerah-
daerah rawan di tiga lokasi mercusuar di Horsburgh, Raffles, dan One Fathom Bank melalui sistem laporan kapal yang disebut Laporan Selat atau
STRAITREP, sedangkan dari stasiun pantai setiap kapal akan memperoleh pula informasi yang dibutuhkan selama pelayaran melalui Singapore Vessel
Traffic Information Service VTIS dan Indonesian Custom Coastel Radar
System CCRS. Singapore Vessel Traffic Information Service VTIS mulai
beroperasi di Singapura sejak bulan Oktober tahun 1990, yang merupakan sistem terbaru lalulintas kapal berupa suatu sistem radar komperhensif
dengan mempergunakan komputer. Tujuan alat ini adalah untuk keselamatan pelayaran bagi kapal-kapal yang melewati Selat Malaka
169
Singapore Vessel Traffic Information Service VTIS dioperasikan oleh
Port Of Singapore Authority PSA yang terdiri atas 5 saluran radar yang
dilengkapi dengan fasilitas chanel Very high frequency VHF-DF untuk mengidentifikasi target dan data-data secara khusus semua kapal yang
memasuki Selat Malaka. Chanel 10 merupakan chanel Very High Frequency .
169
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
VHF sebagai saluran utama, saluran kedua berada pada chanel 73, dan saluran ketiga yang digunakan untuk operasi pelabuhan berada pada chanel
12, 21 dan 22. Adapun Indonesian Custom Coastel Radar System CCRS yang dimiliki Indonesia ditempatkan di Pulau Karimun Besar dan Pulau
Batam yang memiliki radius masing-masing 32 mil, sehingga hanya akan dapat meliputi Selat Malaka bagian Selatan dan Selat Singapura yang
dioperasikan oleh pejabat Bea Cukai terutama untuk pencegahan penyelundupan yang dibantu oleh beberapa kapal Patroli Bea Cukai,
sedangkan Singapore Vessel Traffic Information Service VTIS baru saja dibangun di Belawan yang dilengkapi dengan beberapa kapal Patroli.
Di Selat Malaka pada tahun 1968 sampai tahun 1988 terdapat sebanyak 20 mercusuar dari berbagai jenis seperti 4 light houses, 10 light beacons, 7
resillent light beacon, dan 8 light buoys 11 diantaranya sudah dilengkapi
dengan alat komunikasi radar. Menurut Dirjen Perhubungan Laut Republik Indonesia, jumlah mercusuar itu kini sudah ditambah menjadi 51 unit yang
terdapat di perairan Indonesia sebanyak 28 unit, di perairan Malaysia sebanyak 18 unit, dan di perairan Singapura sebanyak 5 unit
170
Dalam rangka untuk membiayai pembersihan polusi laut yang terjadi akibat dari berbagai kecelakaan kapal di Selat Malaka, Jepang sejak tahun
1981 sudah memberikan hibah sebesar 400 juta Yen dalam Revolving Fund kepada ketiga negara tepi yang dikarenakan bobot mati kapal milik negara
.
170
Lihat makalah Lee Seng Kong: Enhancing Navigational Safety in the Malacca and Singapore Straits hlm. 28-30 dan makalah Tjuk Sukardiman: “Safety of Navigation On Malacca Strais” hlm. 110-112 dalam Laoede
M. Kamaluddin ed: Malacca Straits and Global Spot, KAHMIINSACEMERS Jakarta 22 Juni 2005.
Universitas Sumatera Utara
Jepang melebihi dari jumlah bobot kapal yang telah disepakati, yang pengaturannya dilakukan secara bergilir setiap tahun. Dana itu dapat
dipergunakan oleh ketiga negara tepi setiap waktu terjadi kecelakaan polusi laut di Selat Malaka, yang wajib segera dikembalikan tanpa bunga, karena
ganti rugi dan kompensasi melalui mekanisme asuransi sudah dilakukan. Semakin banyaknya terjadi kecelakaan, akibat yang ditimbulkannya
juga semakin bertambah dan bertumpuk, sementara jumlah dana yang tersedia untuk melakukan pembersihan masih sangat terbatas. Untuk
mengatasi keterbatasan dana itu, ketiga negara tepi melalui sidang ke-4 Tripartitie Ministerial Meeting
TMM yang diadakan pada tanggal 1-2 Agustus 2005 di Batam telah menghasilkan beberapa kesepakatan, yaitu
sebagai berikut
171
1. Memperkuat kembali tentang kedaulatan dan hak-hak berdaulat dari
negara tepi. :
2. Menegaskan kembali tentang tanggung jawab utama mereka mengenai
keselamatan pelayaran, perlindungan lingkungan dan keamanan maritim di selat tersebut.
3. Mengakui kepentingan dari negara-negara pemakai dan peranan dari
lembaga-lembaga internasional yang relavan. 4.
Meningkatkan frekwensi pertemuan Tripartitie Ministerial Meeting TMM.
171
Lihat makalah Hasyim Djalal dalam Security in The Strait of Malacaa: Indonesian Persfektive yang diadakan oleh RSIS Singapore 2005.
Universitas Sumatera Utara
5. Mengakui pentingnya untuk mengikutsertakan negara-negara yang
berbatasan dengan Selat Malaka dalam penyiaran berita. 6.
Memperkuat kerjasama ketiga negara tepi dengan International Maritime Organization
IMO. 7.
Menyambut dengan baik bantuan dari negara-negara pemakai, lembaga- lembaga internasional dan organisasi pelayaran dalam peningkatan
kapasitas bangunan, latihan dan transper teknologi serta bantuan dalam bentuk lainnya seperti kerjasama yang lebih erat antara negara-negara tepi
dan masyarakat internasional. Dalam menjamin keamanan pelayaran di selat yang sempit dan dangkal
itu, pemerintah Malaysia telah banyak mengeluarkan dana untuk memberikan 256 bantuan pengemudi dan sistem pengurusan lalu lintas kapal. Dari tahun
1978 sampai tahun 1994 secara keseluruhannya terjadi sebanyak 476 kecelakaan. Dengan tumpahan minyak di Selat Malaka, dan mencapai angka
30 kecelakaan per tahun. Sekitar 30 kapal yang mengarungi Selat Malaka adalah kapal tanker minyak. Sementara Negara Singapura tidak ambil bagian
dalam penyelesaian masalah pencemaran air di Selat Malaka.
2. Perompakan