dan Pasar Asia. Selat Malaka menjadi kunci chokepoint di Asia dengan aliran minyak sebesar 13, 6 juta barel per hari bbld perkiraan tahun 2009
58
Sumber : EIA data estimates based on APEX tanker data Pasar internasional bergantung pada transport yang handal. Penyumbatan
secara sementara chokepoints dapat menyebabkan gangguan besar di pasar energi dunia. Penutupan beberapa chokepoints akan memerlukan lagi rute alternatif,
sehingga meningkatkan biaya transportasi.
B. Kerentanan Wilayah Selat Malaka
.
Gambar 3 Transit Minyak Dunia
Wilayah Selat Malaka kaya dengan sumber daya alam, mulai dari perikanan hingga hutan bakau dan hutan hujan, dari biji timah hingga gas bumi
dan ladang minyak. Namun, bersamaan dengan itu wilayah ini menghadapi masalah pencemaran air melalui pelayaran dan industri, kerusakan hutan akibat
58
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
pembalakan ekstensif dan pencemaran udara akibat pemotongan dan aktifitas pembakaran secara besar-besaran di ladang-ladang pertanian. Saat ini,
meningkatnya kegiatan perkapalan sepanjang jalur pelayaran dan pembangunan yang pesat di kawasan pesisir mengancam kerentanan lingkungan Selat Malaka.
Tabel 1 Tumpahan Minyak di Selat Malaka 2000-2010
59
Year Vessel Name
Type Of Oil
HNS QTY Of
Spill Location
Incident Type
2000 Natuna Sea
Crude 7000 Tonnes
Malaccagrounding 2001
MV Indah Lestari
Phenol 650 Tonnes
Johor Straitsinking 2002 MV Hermion
Neptank VII Fuel
450 Tonnes Southeastern Waters of
Singapore 2003
The Agate Tian Yu
Crude 350 Tonnes
Singapore StraitCollided
2004 Singapore Ship
Fuel 150 Tonnes
Horsburg Lighthouse 2010
MV Bunga Kelana 3 MV
Waily Crude
2500 Tonnes Singapore
StraitCollides
Total 11.100
Tonnes
Sumber : Profil of Strait of Malacca.
Tanker-tanker tersebut melepaskan sampah kelaut, termasuk minyak, air balast, dan limpahan sampah kapal lainnya. Pada tahun 2000 diperkirakan
sejumlah 888.000 ton sampah dihasilkan oleh kapal-kapal yang melewati Selat Malaka, termasuk 150.000 ton cairan mengandung minyak dari mesin oily bilge
59
Jenny Kiong and Kartini Saparudin Major oil spills in the Straits of Singapore dan Nizham Basiron Profile of Straits of Malacca. 2010. Dalam Tesis Fika Monika, ASPEK
GEOSTRATEGIS SELAT MALAKA DALAM KONTEKS KETAHANAN NASIONAL INDONESIA ABAD 21, FISIP UNIVERSITAS INDONESIA, 2011. hal. 103.
Universitas Sumatera Utara
water , 18 ton sampah padat dan 720 ton limbah Ling 2006
60
Tingginya tingkat berbagai biologi di wilayah itu menawarkan peluang pertumbuhan bagi bioprospecting
. Sementara komuniti antarbangsa menikmati keuntungan jalur Selat Malaka dan negara-
negara di pesisirnya dibiarkan sendiri menanggung beban biaya untuk kebijakan keamanan pelayaran dan harus memikul akibat tumpahan minyak dan pencemaran
lainnya yang berasal dari kapal. Berbagai jenis sisa cemaran yang berbeda, misalnya dari industri,
pertanian, kegiatan penggunaan lahan dan sisa rumah tangga, dialirkan dari daratan menuju ke Selat Malaka. Penambangan pasir, pembangunan di wilayah
rawan bakau dan reklamasi lahan sepanjang pesisir mengurangi habitat laut Malacca Straits Research and Development Center 2006. Selain itu, lapisan
minyak oil slicks merupakan ancaman bagi ekosistem di selat dan wilayah sekitarnya Lu et al. 2006.
61
60
Solvay Gerke Hans-Dieter Evers. “Selat Malaka: Jalur Sempit Perdagangan Dunia”. Jurnal Akademika. Edisi 811 Tahun 2011. hal. 11.
61
Bioprospecting merupakan istilah umum yang menggambarkan proses penemuan dan komersialisasi produk baru berbasis sumber daya hayati. Bioprospecting sering mengacu pada kearifan lokal tentang penggunaan
dan karakteristik tanaman dan hewan. Dengan cara ini, bioprospecting termasuk biopiracy, apropriasi eksploitatif bentuk asli pengetahuan dengan aktor komersial, serta mencari senyawa yang sebelumnya tidak
diketahui dalam organisme yang tidak pernah digunakan dalam pengobatan tradisional.
, penelitian bioteknik dan juga bidang
pariwisata. Keanekaragaman budaya yang tinggi di wilayah ini merupakan aset lainnya yang menawarkan peluang perkembangan, tidak hanya melalui
perdagangan wilayah dan perniagaan dengan negara-negara tetangga, tetapi juga dalam membangunkan masyarakat berpengetahuan yang berdasarkan tradisi dan
pengalaman intelektual yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
Tingkat pertumbuhan ekonomi melalui Selat Malaka telah memberi kesan semenjak awal tahun-tahun 1990-an dan merupakan petunjuk perkembangan yang
dapat dikatakan baik, namun negara-negara yang berdekatan dengan Selat Malaka seperti Negara Indonesia dibebani masalah seperti kemiskinan, kadar urbanisasi
yang pesat, kesenjangan, ancaman keamanan, migrasi tanpa izin, antarnegara dan pengurangan sumber daya alam. Kestabilan yang sangat bersifat politis di wilayah
selat terancam melalui perdamaian yang rentan di Sumatera Utara Aceh, kerusuhan di Riau dan Thailand Selatan, serta perompakan yang semakin
meningkat di Selat Malaka. Kebanyakan serangan ditargetkan pada kapal-kapal besar kapal-kapal
kargo bantuan korban tsunami, tanker pengangkut bahan kimia dan kapal angkutan muatan curah di sepanjang pesisir Sumatera dan di Selat Singapura.
Yang lainnya mencari korban pada kapal-kapal penangkap ikan sepanjang pesisir Malaysia Organisasi Maritim Internasional 2006. Risiko lainnya di Selat Malaka
adalah kabut tahunan yang tetap ada akibat amukan api di hutan-hutan Sumatera. Kabut ini dapat benar-benar mengganggu pelayaran karena jarak pandang
berkurang sampai 200 m. Ini sangat membahayakan navigasi di jalur perdagangan yang begitu sempit dan sibuk itu.
Di sisi lain, kewaspadaan terhadap terorisme berpangkal pada kemungkinan bahwa sebuah kapal besar akan dibajak dan kandas pada titik yang
terdangkal di Selat Melaka dan dengan begitu merupakan senjata ampuh untuk menghambat arus di Selat Malaka. Apabila hal ini terjadi akan membawa dampak
Universitas Sumatera Utara
yang luar biasa buruknya bagi perdagangan dunia. Namun para pakar keamanan menunjukkan pendapat yang berbeda mengenai pelaksanaan dan kemungkinan
dari serangan semacam itu. Asia Tenggara masih sarat dengan masalah kemiskinan, kadar urbanisasi
yang pesat, ketidakadilan, migrasi tidak sah antarnegara dan penipisan sumber daya alamnya. Kestabilan wilayah Selat Malaka yang sangat bersifat politis,
terancam melalui perdamaian yang rentan di Sumatera Utara Aceh, kerusuhan di Riau dan Thailand Selatan serta perompakan yang merebak di Selat Malaka.
Migrasi ke segala penjuru di Selat Malaka meningkatkan konflik dan ketegangan interik dan juga sarat dengan masalah pencemaran akibat kegiatan perkapalan dan
industri, pencemaran hutan akibat pembalakan meluas dan pencemaran udara yang serius akibat sistem perladangan yang berpindah.
Risiko-risiko ekologis akibat pelayaran yang padat dan pembangunan industri, didiskusikan antara lain oleh Cleary dan Goh 2000. Saat ini,
meningkatnya kegiatan perkapalan sepanjang jalur pelayaran dan pembangunan yang laju di kawasan pesisir mengancam kerentanan lingkungan yang unik karena
keanekaragaman hayati di wilayah Selat Malaka. Untuk menjamin keamanan pelayaran di selat yang sempit dan dangkal, pemerintah Malaysia mengeluarkan
dana bagi instalasi 256 bantuan navigasi dan sistem management lalu lintas kapal. Sejak tanggal 13 Desember 1957 Indonesia sudah mencanangkan
berlakunya prinsip negara kepulauan, tetapi belum berhasil diperjuangkan dalam Konvensi Jenewa tahun 1958. Oleh karena itu, menjelang diadakannya Konfrensi
Universitas Sumatera Utara
Hukum Laut Ke-III, Indonesia sudah mulai melakukan perjanjian perbatasan wilayah laut dengan beberapa negara tetangga melalui hukum kebiasaan
berdasarkan konsepsi negara kepulauan yang telah dicanangkan. Misalnya di Selat Malaka telah dilakukan Perjanjian tentang Garis Batas Landas Kontinen dengan
Malaysia pada tahun 1969, Thailand pada tahun 1971 dan India pada tahun 1974. Selain itu, Indonesia telah menandatangani pula Perjanjian Garis Batas Laut
Teritorial dengan negara Malaysia pada tahun 1970 dan negara Singapura pada tahun 1973. Perjanjian Garis Batas Laut Teritorial di Selat Malaka dengan
Malaysia telah menetapkan garis batas yang menghubungkan 8 buah titik dari Utara ke Selatan dengan koordinat sebagai berikut
62
1. 101.00.2 E ; 02.51.6 N
:
2. 101.46.5 E ; 02.15.4 N
3. 102.13.4 E ; 01.41.2 N
4. 102.35.0 E ; 01.41.2 N
5. 103.02.1 E ; 01.19.6 N
6. 103.03.9 E ; 01.19.6 N
7. 103.22.8 E ; 01.16.0 N
Adapun dengan Singapura telah ditetapkan pula garis batas Laut Teritorial di Selat Singapura yang menghubungkan 6 buah titik dari Barat ke Timur dengan
koordinat sebagai berikut
63
:
62
Lihat Annex E.2 MIMA Monograf oleh Vivian L. Forbes: “Indonesia Maritime Boundaries”, Kuala Lumpur, 1995.
63
Ibid., Annex G.
Universitas Sumatera Utara
1. 103.40.14.6 E ; 1.10.46.0 N
2. 103.44.26.5 E ;1.07.49.3 N
3. 103.48.18.0 E ; 1.10.17.2 N
4. 103.51.35.4 E ; 1.11.45.5 N
5. 103.52.50.7 E ; 1.12.26.1 N
6. 103.02.00.0 E ; 1.16.10.2 N
Dari perjanjian di atas terlihat bahwa masih terdapat ruangan yang belum ada garis batasnya, yaitu yang terletak antara Titik No.8 dengan Malaysia dan
Titik No.1 dengan Singapura. Hal yang sama juga terjadi antara Titik No.6 dengan Singapura dengan Titik No.11 dengan Malaysia pada koordinat 104.29.5
E ; 01.23.9 N
64
. Hanya saja garis baatas yang menghubungkan titik No.11 sampai Titik No.20 di sebelah Utara ditetapkan berdasarkan Perjanjian Garis Batas
Landas Kontinen Republik Indonesia-Malaysia di Laut China Selatan. Mungkin daerah kosong itu dianggap Singapura sebagai Zona Ekonomi Ekslusif ZEE atau
Landas Kontinennya, tetapi tentu harus dirundingkan terlebih dahulu dengan kedua negara tetangganya, sehingga sampai sekarang belum ada perjanjian
trilateral mengenai masalah tersebut
65
Posisi Selat Malaka menjadi semakin kritis, seiring dengan kenyataan bahwa pusat kegiatan ekonomi dunia sejak akhir abad-20 telah mengalami
.
C. Keamanan Selat Malaka Oleh Indonesia