sebanyak 2 unit, sedangkan sarana yang ada di Kelurahan Keramat Kubah berupa Sepeda sebanyak 90 buah, sepeda motor sebanyak 175 buah, truk roda 6 sebanyak
8 buah, jeep sebanyak 4 buah, mobil Pick up sebanyak 6 buah, Mobil sedan sebanyak 7 Buah, Mini bus sebanyak 8 buah, Mini bus umum sebanyak 2 buah,
dan Bus service car sebanyak 6 buah. Di kelurahan ini juga terdapat sarana kesehatan namun sarana fisik dan dana sehat tidak tersedia di kelurahan ini,
tenaga medis ada berupa bidan kelurahan sebanyak 5 orang, dukuntabib sebanyak 1 orang, namun di kelurahan ini tidak terdapat dukun beranak.
2.5. SEJARAH KELURAHAN KERAMAT KUBAH KECAMATAN SEI TUALANG RASO
Menurut Bapak R. Silitonga yang mana Beliau sudah tinggal di kelurahan ini sejak Tahun 1975 dan sudah menjadi Kepala Lingkungan ditempat ini selama
31 tahun, beliau mengatakan bahwa zaman belanda sudah ada sejak dulu di Kelurahan Tualang Raso ini namun Beliau kurang tahu sejak kapan zaman
Belanda sudah berada di kelurahan ini, Kelurahan ini dinamakan Sei Tualang Raso karena dulunya kelurahan ini dipenuhi sejenis tumbuhan “ Tualang Raso”
yang berupa sejenis pandan yang banyak tumbuh disekitar wilayah tersebut karena begitu banyaknya tumbuhan Tualang Raso sehingga dibuatlah nama
wilayah ini menjadi Sei Tualang Raso, dulunya Sei Tualang Raso ini merupakan Kabupaten Asahan namun pada tahun 1987 dimekarkan menjadi kota
Tanjungbalai.
Universitas Sumatera Utara
Dalam rangka perluasan Tanjungbalai dari 4 Km- 6 Km
2
, sesudah pemekaran Kelurahan Sei Tualang Raso dibagi menjadi 5 kelurahan sehingga
Tualang Raso itu menjadi Kecamatan, yang mana kelima kelurahan itu antara lain: Kelurahan Keramat Kubah, Kelurahan Sumber Sari, Kelurahan Muara
Sentosa, Kelurahan Pasar Baru, Kelurahan Sei Raja, yang beralih menjadi kelurahan dari pemekaran tersebut. Sehingga sekarang wilayah ini menjadi
Kelurahan Keramat Kubah, Kecamatan Sei Tualang Raso.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
MASYARAKAT KELURAHAN KERAMAT KUBAH KECAMATAN SEI TUALANG RASO, TANJUNG BALAI
3.1. PENANGKAP IKAN NELAYAN
Masyarakat Kelurahan Keramat Kubah 43 berprofesi sebagai nelayan. Para nelayan lebih banyak dibekali dengan pengalaman serta pengetahuan yang
diperoleh secara turun temurun diberikan kepada nelayan- nelayan muda, seperti ramalan cuaca, arah angin, pasang surut dan bulan. Keadaan pasang surut dan
pasang naiknya air laut turut mempengaruhi kegiatan nelayan pergi ke laut dan kembali ke darat.
Di Kelurahan Keramat Kubah jadual keberangkatan dan kembalinya nelayan dari laut tergantung pasang surut dan pasang naiknya air laut, tidak
terdapat patokan jadual yang tepat setiap bulannya untuk ke laut sehingga pasang surut dan naiklah yang menjadi patokan nelayan untuk ke laut.
Pada saat pasang surut nelayan “pukat rawe”
14
14
Nelayan yang menggunakan kapal boat atau kapal motor yang bermuatan 2 ton dan beranggotakan maksimal 7 orang
akan berangkat ke laut mencari ikan, dalam jangka 4 atau 5 hari nelayan akan kembali ke darat karena
laut mengalami pasang naik. Tujuannya ingin mendapatkan kemudahan yang diberikan alam kepada nelayan, sebab pada saat air laut pasang naik maka arus air
Universitas Sumatera Utara
laut menuju ke darat sehingga apabila nelayan ingin pulang mereka hanya mengikuti arus pasang naik untuk menuju ke darat.
Demikian juga dengan pasang surut air laut, arus air pasang surut menuju ke laut dan pada saat kapal nelayan akan berangkat ke laut hanya mengikuti arus
air pasang surut, hal yang demikian terasa bermanfaat bagi mereka sebab mereka dapat menghemat tenaga dan biaya operasional selama mereka berada di laut.
Setelah 4 hari nelayan “pukat rawe” berada di laut maka mereka akan kembali ke darat, maka nelayan “pukat apung”
15
Ketika “pukat apung” berangkat menuju laut saat itu “pukat rawe” akan kembali ke darat begitu juga sebaliknya. Hasil tangkapan “pukat rawe” dan “pukat
apung” juga terdapat perbedaan yaitu hasil tangkapan “pukat rawe” berupa ikan yang berukuran besar dan “pengerawe”
akan berangkat ke laut mereka akan kembali ke darat sekitar 10- 11 hari setelah mereka berada di laut. Disini
terdapat pergantian keberangkatan “pukat rawe” dengan “pukat apung” hal ini disebabkan karena “pukat rawe” tidak bisa mendapat ikan ketika air pasang laut
naik, karena “pukat rawe” menggunakan pancing yang diikat pada benang, berbeda dengan “pukat apung” yang harus berangkat melaut ketika air pasang
laut naik karena “pukat apung” menggunakan jala besar untuk menangkap ikan.
16
15
Pukat apung lebih besar daripada pukat rawe yang bisa menampung beban 10 sampai 12 ton yang beranggotakan 25-30 orang.
16
panggilan masyarakat setempat untuk nelayan yang menggunakan pukat rawe.
biasanya hanya menjual hanya ikan basah saja dan ikan ini merupakan ikan untuk diekspor, sedangkan hasil
Universitas Sumatera Utara
tangkapan dari “pukat apung” berupa ikan kecil dan “pukat apung” ini tidak menjual hasil tangkapan berupa ikan basah, namun ikan yang didapat akan
diasinkan dan dikeringkan terlebih dahulu baru kemudian dijual. Begitu juga dengan gaji yang akan diterima juga terdapat perbedaan antara “pukat apung” dan
“pukat rawe”. Gaji “pukat rawe” tidak menentu, dilihat berdasarkan hasil tangkapan yang
mereka peroleh, jika hasil tangkapan banyak maka gajinya juga besar begitu juga sebaliknya, sedangkan “pukat apung” memperoleh gaji secara per harian, 1 hari
gaji yang mereka peroleh sebesar Rp.45.000,00.
3.2 KEHIDUPAN KELUARGA NELAYAN 3.2.1. Keluarga dan Rumah Tangga Nelayan.