Syarat dan Rukun Shalat

                        “Berada di dalam syurga, mereka tanya menanya, tentang keadaan orang-orang yang berdosa, Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar neraka? Mereka menjawab: Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak pula memberi makan orang miskin.” 2 Suci dari haid kotoran dan nifas. Sabda Rasulullah SAW: :    .  “Beliau berkata kepada Fatimah binti Abi Hubaisy, “Apabila datang haid, tinggalkanlah shalat.” Riwayat Bukhari 33 Telah diterangkan bahwa nifas ialah kotoran yang berkumpul tertahan sewaktu perempuan hamil. 34 3 Berakal. Orang yang tidak berakal tidak diwajibkan shalat. 4 Baligh dewasa. Usia dewasa itu dapat diketahui melalui salah satu tanda berikut: a Cukup berusia lima belas tahun. b Keluar mani. c Mimpi bersetubuh. d Mulai keluar haid bagi perempuan. 33 Abû ‘Abdullah Muhammad Ibn Ismail Al-Bukhârî, Shahih al-Bukhârî, Beirut: Dâr al- Fikr, 1995, h. 71. 34 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam Hukum Fiqh Lengkap…, h. 65. Orang tua atau wali wajib menyuruh anaknya shalat apabila ia sudah berumur tujuh tahun. Apabila ia sudah berumur sepuluh tahun tetapi tidak shalat, hendaklah dipukul. 35 2 Telah sampai dakwah perintah Rasulullah SAW kepadanya. Orang yang belum menerima perintah tidak dituntut dengan hukum. Firman Allah SWT dalam surat An-Nisâ 4 ayat 165 :                  “mereka Kami utus selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” 3 Melihat atau mendengar. Melihat atau mendengar menjadi syarat wajib mengerjakan shalat, walaupun pada suatu waktu untuk kesempatan mempelajari hukum-hukum syara’. Orang yang buta dan tuli sejak dilahirkan tidak dituntut dengan hukum karena tidak ada jalan baginya untuk belajar hukum-hukum syara’. 36 4 Jaga, maksudnya tidak tidur, lupa atau gila. Orang yang tidur, lupa atau gila tidak terkena kewajiban melaksanakan shalat, sampai ia bangun, ingat dan sembuh dari penyakit gilanya. b. Syarat Sah Shalat Shalat juga memiliki syarat-syarat sah shalat, adalah sebagai berikut : 1 Suci dari hadas besar dan hadas kecil. Firman Allah SWT dalam surat Al-Mâidah 5 ayat 6 sebagai berikut :      “Dan jika kamu junub Maka mandilah.” 35 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam Hukum Fiqh Lengkap…, h. 65-66. 36 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam Hukum Fiqh Lengkap…, h. 66-67. 2 Suci badan, pakaian, dan tempat dari najis. Firman Allah SWT dalam surat Al-Muddassir 74 ayat 4 sebagai berikut :    “Dan pakaianmu bersihkanlah.” Najis yang sedikit atau yang sukar memeliharanya menjaganya seperti nanah bisul, darah bisul, darah khitan, dan darah berpantik yang ada di tempatnya diberi keringanan atau untuk dibawa shalat. Kaidah: “Kesukaran itu membawa kemudahan” 3 Menutup aurat Aurat ditutup dengan sesuatu yang dapat menghalangi terlihatnya warna kulit. Aurat laki-laki antara pusat sampai lutut, aurat perempuan seluruh badanya kecuali muka dan dua tapak tangan. Firman Allah SWT dalam surat Al-A’râf 7 ayat 31:                    “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih- lebihan.” Yang dimaksud dengan “ pakaian “ dalam ayat ini ialah pakaian untuk shalat yang menutup aurat. 4 Mengetahui masuknya waktu shalat Di antara syarat sah shalat ialah mengetahui bahwa waktu shalat telah tiba maka barangsiapa yang yakin bahwa waktu shalat telah masuk, dibolehkan baginya melaksanakan shalat, baik hal itu diperolehnya dari orang-orang yang dipercaya ataupun dari seruan adzan. 37 37 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1995, h. 263 5 Menghadap ke Kiblat Ka’bah. Para ulama telah sepakat bahwa orang yang mengerjakan shalat itu wajib mengahadap ke arah kiblat Masjidil Haram. 38 Selama dalam shalat, wajib menghadap ke kiblat. 39 Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah 2 ayat 144 :              “Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” c. Rukun Shalat Rukun shalat adalah segala hal yang harus dikerjakan dalam rangkaian suatu ibadah, apabila tidak dikerjakan atau ditinggalkan menyebabkan ibadah tersebut tidak sah. Apabila salah satu rukun ada yang tertinggal, maka shalatnya batal dan harus diulang sampai benar-benar sesuai dengan rukun-rukunnya. Adapun rukun shalat sebagai berikut: 1 Niat dalam hati. Sebagaimana ibadah lainnya shalat juga tidak sah bila tidak disertai dengan niat. Mengenai hal ini terdapat kesepakatan ijma’ ulama, walaupun ada perbedaan dalam menempatkannya sebagai rukun atau syarat. Berdasarkan dalil sebagai berikut: a Hadis “Sesungguhnya tiap-tiap amal hanya sah dengan niat.” Riwayat Bukhârî. 40 b Al-Quran Firman Allah SWT dalam surat Al-Bayyinah 98 ayat 5 :         38 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah…, h. 276. 39 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam Hukum Fiqh Lengkap…, h. 70. 40 Abû ‘Abdullah Muhammad Ibn Ismail Al-Bukhârî, Shahih al-Bukhârî…, h. 22. “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus.” Dalam melakukan shalat seseorang harus menyengaja beberapa hal, yaitu: 1 Sengaja perbuatan shalat, agar apa yang dilakukan itu berbeda dari perbuatan lain yang bukan shalat. 2 Sengaja shalat tertentu, seperti zuhur, asar dan sebagainya, agar shalat yang dilakukan itu jelas, tidak tersamar oleh shalat lainnya. 3 Sengaja melakukan shalat fardhu, bila ia akan mengerjakan shalat fardhu, agar shalatnya terbedakan dari shalat sunnah. 41 Perlu ditegaskan bahwa tempat niat itu adalah di dalam hati. Jadi, walaupun lafadz niat itu sunnah diucapkan, namun ucapan dengan lidah saja tidak memadai. Selain itu niat tersebut mesti pula bersifat tegas jazm dan berkepanjangan. Dengan demikian kalau niatnya tidak tegas dan dikaitkan dengan sesuatu maka shalatnya tidak sah. Begitu pula jika dalam pelaksanaan shalat itu niatnya berubah, misalnya ia berniat keluar dari shalat tersebut maka shalatnya menjadi batal. 2 Berdiri tegak jika mampu. Orang yang tidak mampu berdiri, boleh shalat sambil duduk; kalau tidak kuasa duduk, boleh berbaring; dan kalau tidak kuasa berbaring, boleh terlentang; kalau tidak mampu juga shalatlah semampunya, sekalipun dengan isyarat. Yang penting shalat tidak boleh ditinggalkan selama iman masih ada. Orang yang di atas kendaraan, kalau takut jatuh atau takut mabuk, ia boleh shalat sambil duduk. Pada shalat fardhu diwajibkan berdiri karena berdiri adalah rukun shalat. Tetapi pada shalat sunnah, berdiri itu tidak menjadi rukun. 41 Lahmuddin Nasution, Fiqh 1…, h. 66. Ganjaran duduk dan berbaring itu kurang dari ganjaran berdiri, apabila dilakukan ketika mampu. Tetapi jika dilakukan karena berhalangan, ganjarannya tetap sempurna seperti shalat berdiri. 42 3 Takbiratul Ihram Takbiratul ihram yaitu membaca “Allâhu Akbar”, takbir ini dinamakan takbiratul ihram karena setelah mengucapkannya diharamkan mengerjakan perbuatan-perbuatan di luar shalat, seperti makan dan minum. Ucapan takbiratul ihram harus dengan bahasa Arab. Antara kata-kata Allah dengan Akbar harus diucapkan bersambung, tidak boleh disela, atau diam lama, karena yang disebut takbir adalah rangkaian antara kalimat Allah dan Akbar. 43 4 Membaca surat Al-Fâtihah tiap-tiap raka’at. Sabda Rasulullah SAW: . “Tiadalah shalat bagi seseorang yang tidak membaca surat Fatihah.” Riwayat Bukhari. 44 Imam Malik, Imam Syafi’i, Iman Ahmad bin Hanbal, dan jumhur ulama telah sepakat bahwa membaca Al-Fâtihah pada tiap- tiap rakaat shalat itu wajib dan menjadi rukun shalat, baik shalat fardhu maupun shalat sunnah. Setiap orang mukallaf wajib belajar membaca surat Al- Fâtihah sampai hafal dengan bacaan yang fasih menurut makhraj huruf Arab. 45 42 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam Hukum Fiqh Lengkap…, h. 77. 43 A. Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah …, h. 74. 44 Ma’mur Daud, Terjemah Hadis Shahih Muslim…, h. 196. 45 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam Hukum Fiqh Lengkap…, h. 81. 5 Rukuk serta tuma’ninah diam sejenak. Ruku’ bagi orang yang shalat berdiri sekurang-kurangnya adalah menunduk kira-kira dua tapak tangannya sampai ke lutut, sebaiknya ialah benar-benar menunduk sampai datar lurus tulang punggung dengan lehernya 90 derajat serta meletakkan dua tapak tangan ke lutut. Rukuk untuk orang yang shalat duduk sekurang- kurangnya ialah sampai muka sejajar dengan lututnya, sebaiknya muka sejajar dengan tempat sujud. 46 6 I’tidal serta tuma’ninahdiam sejenak. Artinya berdiri tegak kembali seperti posisi ketika membaca Al-Fâtihah. 47 7 Sujud dua kali serta tuma’ninah diam sebentar. Sujud sekurang-kurangnya meletakkan sebagian kening ke tempat shalat. Sujud yang sempurna adalah meletakkan kedua tangan, lutut, telapak kaki, dan kening serta hidung ke tempat shalat. Sebagian ulama mengatakan bahwa sujud itu wajib dilakukan dengan tujuh anggota, dahi, dua tapak tangan, dua lutut, dan ujung jari kedua kaki. Sabda Rasulullah SAW: َ . “Saya diperintahkan sujud dengan tujuh anggota, yaitu kening dan hidung, dua tapak tangan, dua lutut, dan dua ujung kaki.” Riwayat Bukhari dan Muslim. 48 Sujud hendaknya dengan posisi menungkit, berarti pinggul lebih tinggi daripada kepala. 46 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam Hukum Fiqh Lengkap…, h. 82. 47 A. Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah …, h. 82. 48 Ma’mur Daud, Terjemah Hadis Shahih Muslim …, h. 247. 8 Duduk di antara dua sujud serta tuma’ninah diam sebentar. 9 Duduk tawarruk atau duduk akhir. Untuk tasyahud akhir, shalawat atas Nabi SAW dan atas keluarga beliau, keterangan yaitu amal Rasulullah SAW beliau selalu duduk ketika membaca tasyahud dan shalawat. 49 10 Membaca tasyahud akhir. 11 Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Waktu membacanya ialah ketika duduk akhir sesudah membaca tasyahud akhir. Adapun membaca shalawat atas keluarga Nabi merupakan sunah bukan wajib, begitu menurut Imam Syafi’i. 50 12 Memberi salam yang pertama ke kanan. Sebagian ulama berpendapat bahwa memberi salam itu wajib dua kali, ke kanan dan ke kiri. 13 Menertibkan rukun. Menertibkan rukun maksudnya melakukan rukun-rukun shalat secara berurutan, mulai dari awal hingga akhir, sesuai urutan yang disebutkan di atas. Urutan rukun shalat tersebut sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, dan beliau memerintajkan umat Islam melakukan shalat sebagaimana yang beliau lakukan. 51

3. Kedudukan Shalat

Kedudukan shalat diterangkan oleh Sayyid Sabiq sebagai berikut: “Shalat dalam Islam menempati kedudukan yang tidak dapat dipandang sama dengan ibadah lainnya. Shalat merupakan tiang agama yang tidak dapat berdiri tanpa shalat. Shalat adalah yang pertama-tama yang diwajibkan 49 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam Hukum Fiqh Lengkap…, h. 84. 50 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam Hukum Fiqh Lengkap…, h.85. 51 A. Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah …, h. 79. oleh Allah yang disampaikan kewajiban shalat itu secara langsung kepada Rasul-Nya pada malam Mi’raj tanpa melalui perantara.” 52 Shalat dalam ajaran Islam mempunyai kedudukan yang sangat penting, terlihat dari pernyataan-pernyataan yang terdapat pada Al-Qur’an dan Sunnah, yang antara lain sebagai berikut: a. Shalat dinilai sebagai tiang agama Sunnah Nabi. Sudah diketahui bersama sebuah Hadis Rasulullah SAW yang berbunyi: “Shalat adalah tiang agama”. Riwayat Baihaqi 53 Agama Islam tidak memberikan kepada shalat predikat demikian tinggi-yaitu sebagai tiang agama- kecuali karena shalat itu mempunyai kedudukan yang tinggi, derajat yang agung dan keutamaan yang besar menurut pandangan Allah dan Rasul-Nya. Allah memerintahkan kita semua untuk selalu memelihara shalat sebagaimana firman-Nya yang terdapat dalam surat Al-Baqarah 2 ayat 238:          “Peliharalah semua shalat mu, dan peliharalah shalat wusthâ. Berdirilah untuk Allah dalam shalatmu dengan khusyu.” Di samping itu, Allah SWT menjadikan shalat ini sebagai jalan untuk meraih kemenangan, keberuntungan dan kebahaguiaan serta kesuksesan dalam hidup di dunia maupun di akhirat, sebagimana diungkapkan dalam firman-Nya surat Al-Mu’minûn 23 ayat 1-2:           “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu dalam sembahyangnya.” 52 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, alih Bahasa Mahyuddin Syaf, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1997, Jilid 1, Cet. 19, h. 78. 53 Jalaluddin ‘Abdurrahman as-Suyuti, Jami’ul Ahâdits al-Jami’ Ash-Shogir Wa Zawâidah Wal Jami’ al-Kabîr, Beirut: Dar Al-Fikr, 1994, Jilid 6, h. 114.