Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
wadah kedap udara dan dilindungi dari cahaya serta mempunyai rumus struktur sebagai berikut:
Gambar struktur etanol
2.6. Penentuan kadar etanol metode berat jenis
Alkohol hasil fermentasi dipisahkan dengan destilasi uap kemudian destilat hasil sulingan ini ditentukan beratnya pada temperatur kamar dan dibandingkan dengan
berat akuades yang ditentukan dengan menggunakan piknometer. Dari hasil perbandingan berat destilat dengan berat akuades akan diperoleh berat jenis destilat.
Dengan melihat daftar bobot jenis dan kadar alkohol maka dapat diketahui kadar alkohol sebenarnya dengan rumus
20 20
C piknometer
dengan akuades
Berat C
piknometer dengan
alkohol Berat
Alkohol Jenis
Berat =
2.7. Densitas Zat Cair dan Padat
Densitas suatu bahan dapat didefenisikan sebagai massa persatuan volume. Satuan yang digunakan biasanya gmL.dibawah ini dituliskan beberapa nilai densitas zat cair
dan padat pada suhu kamar. Zat
densitas gmL pada 20
o
C Udara
0,00129 Etil alkohol
0,7893 Aseton
0,7899 Air
1,0000 4
o
C Merkuri
13,5939 Emas
19,3
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Metanol 0,7929
Besi 7,86
Densitas zat padat dan zat cair sedikit berubah dengan berubahnya temperatur. Pada umumnya akan menurun dengan meningkatnya temperatur. Hal ini dapat
diuraikan dengan perubahan volume terhadap suhu tetapi massa suatu bahan tidak tergantung pada perubahan suhu. Densitas gas sangat dipengaruhi oleh suhu karena
volume gas sangat tergantung pada suhu Massa suatu bahan dapat ditentukan di laboratorium dengan menggunakan
prinsip kesetimbangan. Cara penentuannya adalah dengan membandingkan sampel yang tidak diketahui massanya dengan standar yang diketahui massanya dengan
penimbangan. Karena suatu perjanjian, meskipun penentuan massa, pada kesetimbangan akan disebutkan sebagai berat bukan massa. Untuk memperoleh
volume suatu zat cair, lebih akurat dengan menggunakan pignometer yang berbentuk seperti labu kecil dengan volume pengukuran yang lebih tepat. Volume zat padat
dapat diukur langsung jika padatan telah memiliki permukaan yang rata, dan jika belum, dapat ditentukan dengan membandingkan dengan volume zat cair.
John J.Sousa, 1990
2.8. Kromatografi Gas
Kromatografi gas adalah suatu proses dengan mana suatu campuran menjadi komponen-komponennya oleh fase gas yang bergerak melewati suatu lapisan serapan
sorben yang stasioner. Jadi teknik ini mirip dengan teknik kromatografi cairan- cairan kecuali bahwa fase cair yang bergerak digantikan oleh fase gas yang bergerak.
Kromatografi dibagi menjadi dua kategori utama: kromatografi gas-cairanGLC, dimana pemisahan terjadi oleh dibaginya contoh antara fase gas yang mobil dan
lapisan tipis cair yang tidak atsiri, yang disalutkan kepada suatu penopang yang tidak aktif, dan kromatografi gas-padat GCS, yang menggunakan permukaan padat yang
luas sebagai fase stasioner. Bab ini membahas kromatografi gas-cairan dan beberapa penerapannya dalam bidang analisis anorganik, terutama dalam kromatografi gas
senyawa sepit logam. Namun sebelum memperhatikan penerapan ini, tepat kiranya
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
untuk menguraikan dengan singkat alat dan asas dasar kromatografi gas.J.Basset,1994
2.8.1. Peralatan dasar GLC
Untuk menjelaskan kepada pembaca yang sama sekali tidak mengenal kromatografi gas, mula-mula kami gambarkan peralatan dan teknik GLC secara singkat dan umum
kemudian kami akan mulai dari teorinya, berikutnya fungsi komponen-komponen peralatan lebih lengkap, dan kami berikan beberapa penerapan ilustratif yang
menunjukkan kekuatan dan keserbagunaan metode tersebut
2.8.1.1 Gas pembawa dan pemasukan sampel
Gambar 17.1 adalah diagram sistematis dari jenis umum instrumen GLC dasar. Walaupun kromatografi gas dapat menjadi sangat rumit jika fitur-fitur tambahnnya
diikutsertakan, instrumen dasarnya sebenarnya cukup sederhana. Fase gerak dalam GLC adalah gas, yang paling lazim helium dan hidrogen, atau nitrogen. Pilihan gas
pembawa terutama tergantung pada karakteristik detektor, seperti kita lihat nanti. Pengguna membeli sebuah tabung gas silinder bertekanan dan memasang suatu nilai
pengurang padanya. Kromatograf gas komersial biasanya menyediakan katub pengatur tambahan untuk mengendalikan tekanan yang baik pada inlet kolom. Dengan
instrumen dari jenis yang ditunjukkan, memakai detektor konduktivitas termal TCD, gas pembawa lewat melalui satu sisi detektor itu dan kemudian memasuki kolom.
Dekat inlet kolom ada suatu alat di mana sampel-sampel bisa dimasukkan kedalam aliran gas pembawa. Sampel-sampel tersebut bisa berupa gas ataupun cairan yang
mudah menguap volatil . lubang injeksi dipanaskan agar sampel cair teruapkan dengan cepat. Sampel –sampel beberapa mikroliter cairan atau beberapa mililiter gas
umumnya dimasukkan melalui suatu karet septum sekat dengan memakai hipodermik syringe.
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Gambar 17.1 Diagram skematis kromatografi gas dengan detector konduktivitas termal TCD
Underwood,1999 A. Gas Pembawa
Faktor yang menyebabkan suatu senyawa dapat bergerak melalui kolom KG ialah keatsirian yang merupakan sifat senyawa itu dan aliran gas melalui kolom. Aliran gas
dipaparkan dengan dua peubah, aliran yang diukur dengan mlmenit dan penurunan tekanan antara pangkal dan ujung kolom, sifat gas yang pasti, biasanya merupakan hal
sekunder yang ditinjau dari segi pemisahannya, tetapi mungkin ada pengaruh kecil pada daya pisah, seperti dibahas pada bagian berikut. Pemilihan gas pembawa sampai
taraf tertentu bergantung pada detektor yang dipakai: hantar bahang , ionisasi nyala, tangkap elektron, atau khas terhadap unsur.
Nitrogen, helium, argon, hidrogen dan karbon dioksida adalah gas yang paling sering dipakai sebagai gas pembawa karena mereka tidak reaktif serta dapat dibeli
dalam keadaan murni dan kering dalam kemasan tangki bervolume besar dan bertekanan tinggi. Hal yang paling menentukan adalah bahwa kita harus memakai gas
yang paling murni, yaitu untuk mengurangi derau detektor. Pada kebanyakan kasus, gas bahkan harus dikeringkan lebih sempurna dengan tabung pengering berisi ayakan
molekul, dan oksigen harus dihilangkan dengan perangkap oksigen. Untunglah masing-masing penjerap ini, yang sering ditempatkan dalam kotak cartridge yang
sama, akan menahan pula minyak yang berasal pula dari tangki gas. Jika kita akan
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
melakukan KG kapiler persyaratan mengenai kemurnian gas lebih ketat. Dalam hal ini kemurnian lebih menentukan sehingga katub pada tangki gas dan pengendali aliran
harus dicek untuk meyakinkan bahwa yang dipakai diafragma baja nirkarat, bukan polimer. Diafragma polimer menimbulkan perebakan yang dapat menyebabkan derau
detektor tambahan latar belakang .
Walaupun helium atau hidrogen memberikan kepekaan terbesar kepada DHB penghantaran bergantung kepada massa gas , kedua gas ini lebih jelek dari pada
nitrogen karena terjadi lebih banyak aliran ke samping dan pencampuran dengan gas yang kerapatannya lebih kecil. Walaupun agak kurang baik biasanya dipakai
helium. Sebuah KG biasanya dipasang dengan suatu gas pembawa, dan jarang kita menggantinya . detektor pengionan tertentu memerlukan argon, gas yang sangat besar
kerapatannya dan alirannya lebih lambat penurunan tekanan lebih besar biasanya nitrogen dipakai dengan detektor ionisasi nyala walaupun gas lain memang dapat
dipakai. Roy J.Gritter, 1991
B.Sistem injeksi
Sampel biasanya kurang dari 1 mg ekivalen dengan 1µ l zat cair atau 5 cm
3
gas. Sampel yang sedikit seperti ini memerlukan teknik penanganan kusus, untuk
disuntikkan ke dalam kolom dan dimonitor hingga keluar dari kolom. Penyuntikan, biasanya lebih baik dengan peralatan syringe yang disisipi sekat karet-silikon untuk
pengambilan sampel dengan ukuran tertentu.
Syringe yang paling besar, untuk gas,adalah paling baik dan lazim digunakan, meskipun menggunakan peralatan yang baik, pastikan bahwa alat penghisap sangat
baik dan cocok pada lop. Untuk zat cair dalam jumlah sedang, bentuknya sangat cocok, sekalipun menggunakan lop yang sangat sempit, sekalipun hanya penghisap
harus terbuat dari baja tahan karat. Untuk memperoleh volume syringe yang tepat, lebih dulu dead volume pada sepanjang jarum terisi dan untuk memperoleh volume
1µ l digunakan bentukii. Kawat penghisap memiliki diameter yang sama dengan lop sementara jarum jauh lebih kecil, sehingga diperkirakan tidak ada dead volume.
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Karena adanya kelemahan kawat penghisap ini, kawat ini telah disokong oleh rentetan konsentrasi yang tertera langsung pada tabung dan untuk mencegah pengkerutan
volume, kawat penghisap ditekan hingga mencapai dasar tabung. Bekerja dengan alat ini harus dengan hati-hati, ada beberapa permasalahan yang melekat pada saat
penyuntikan dengan menggunakan syringe, sekalipun syringe tidak rusak: -
Bahkan syringe yang baik hanya mempunyai ketepatan 3,dan tanpa penanganan yang baik, kesalahan menjadi lebih besar.
- Potongan jarum dikecilkan dan ditancapkan pada karet penyekat
hingga tembus, ini dapat menahan jarum pada saat pengisian syringe saat digunakan, tanpa melakukan hal ini sesuatu dapat terjadi
- Fraksi dari sampel dapat terjerap di dalam karet penyekat, dan
dibebaskan selama injeksi sampel yang berikutnya atau meningkatkan temperatur. Hal ini dapat meningkatkan atau memberikan kesalahan
pada analisa berikutnya dan dikenal sebagai ghost peaks. -
Jika pengisian syringe dan penyuntikan dilakukan dengan lambat, mungkin sebagian komponen sampel akan hilang terutama pada sampel
yang mudah menguap karena adanya penguapan dari ujung jarum. -
Sampel minimum yang dapat disuntikkan dengan metode ini adalah 0,1µl
J.E. Willet, 1987
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
2.8.1.2. Kolom
Aliran gas selanjutnya menemui kolom, yang diletakkan dalam oven bertemperatur konstan. Ini adalah jantung instrumentasi tersebut, tempat dimana kromatografi dasar
berlangsung. Kolom-kolom memiliki variasi dalam hal ukuran dan bahan isian. Ukuran yang umum adalah sepanjang 6 kaki dan berdiameter dalam ¼ inci, terbuat
dari tabung tembaga atau baja tahan karat; untuk menghemat ruang , bisa dibentuk U agar gulungan spiral. Tabung itu diisi dengan suatu bahan padat halus dengan luas
permukaan besar yang relatif inert. Namun padatan itu sebenarnya hanya sebuah penyangga mekanik untuk cairan, sebelum diisi kedalam kolom, padatan tersebut
diimpregnasi dengan cairan yang diinginkan yang berperan sebagai fase stasioner sesungguhnya. Cairan ini harus stabil dan nonvolatil pada temperatur kolom ,dan
harus sesuai dengan temperatur tertentu.
2.8.1.3. Detektor
Setelah muncul dari kolom itu, aliran gas lewat melalui sisi lain detektor. Maka elusi zat terlarut dari kolom yang direkam secara elektrik. Laju aliran gas pembawa adalah
hal yang penting, dan biasanya pengukur aliran untuk itu tersedia. Mungkin ada kutup pengatur lain pada ujung keluaran sistem, walaupun secara normal gas-gas yang
muncul dialirkan keluar pada tekanan atmosfer. Karena pekerjaan laboratorium secara terus menerus terpapar oleh uap senyawa-senyawa yang terkromatografi yang
mungkin tak baik walaupun kadarnya biasanya kecil, maka ventilasi pada keluaran instrumen harus diperhatikan. Ketentuan bisa dibuat untuk menjebak zat terlarut yang
dipisahkan setelah muncul dari kolom jika hal ini dibutuhkan untuk penyelidikan lebih
lanjut. Underwood,1999
2.8.2. Pemakaian Kromatografi Gas
Dalam kromatografi gas untuk mengikuti reaksi, senyawa dilewatkan melalui zona reaksi dalam sistem tertutup antara tempat injeksi sampel dan detektor. Reaksi
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
berlangsung setelah melalui tempat injeksi sampel. Reaksi seharusnya berlangsung seketika dan hasil reaksi mempunyai waktu retensi normal,yaitu 8-10 detik.
Pengambilan suatu komponen senyawa dengan gugus tertentu juga dapat dilakukan dengan membubuhkan dalam kolom kromatografi, suatu reagen yang relatif
untuk menahan komponen tersebut. Untuk perbandingan dua kolom dengan instrumen pencatat dapat dimanfaatkan. Senyawa dapat diubah menjadi bentuk lain dengan beda
waktu retensi, misalnya dengan melewatkan H
2
O pada CaC
2
dapat terbentuk CH CH asetilena.
Hasil pirolisis materi yang sukar menguap juga dapat dianalisa dengan kromatografi gas. Craking materi tersebut dilakukan dalam gas pengemban, sehingga
hasil-hasil degradasinya yang mudah menguap terbawa dapat terbawa langsung menuju kromatografi gas. Teknik pirolisis ini juga bermanfaat untuk identifikasi
polimer dan analisa struktur polimer. Dalam analisis unsur C, H, O dan zat organik, pirolisis diharapkan mengubah zat organik berubah menjadi CO
2
dan H
2
O. Senyawa yang tidak stabil secara termal ataupun tidak mudah menguap dan stabil. Misalkan:
asam lemak, dapat diubah menjadi ester metilik melalui esterifikasi dengan BF
3
dalam pelarut metanol. Alkohol, sterol dan senyawa hidroksi dapat diasetilasi, misalkan
dengan asam asetat anhidrida dan piridin. Khopkar, 2003 .
2.8.3. Analisa kuantitatif
Kromatografi gas selain dapat mengidentifikasi jenis komponen analisis kualitatif dari suatu campuran, dapat memberikan informasi kuantitatif. Analisa kuantitatif
dengan kromatograafi gas dapat didasarkan pada salah satu pendekatan, tinggi peak atau area peak analit dan stadar. Selanjutnya terdapat 3 jjenis metode analisa
kuantitatif kromatografi gas yaitu metode standar kalibrasi, metode standar intenal, dan metode normalisasi area. Berikut akan dibahas keuntungan dan kelemahan
berbagai pendekatan dan metode analisis kuantitatif.
A.Pendekatan tinggi peak peak high
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Tinggi peak kromatogram dapat diperoleh dengan membuat base lines pada suatu peak dan mengukur tinggi garis tegak lurus yang menghubungkan base line dengan
peak, seperti diperlihatkan gambar 5.4.
Gambar 5.4 Menentukan tinggi Peak Pendekatan ini berlaku kalau lebar peak standar dan analit tidak berbeda.
Dengan kata lain variasi kondisi kolom tidak boleh menyebapkan perubahan lebar peak. Oleh karena itu, beberapa variabel harus dikontrol, seperti suhu kolom, laju
aliran eluen dan laju injeksi cuplikan. Selain itu volume injeksi yang berlebih overloading harus dicegah. Kesalahan dengan pendekatan ini antara 5 sampai 10.
B.Pendekatan Area Peak
Area peak dapat diperhitungkan lebar peak sehingga lebar peak yang berbeda antara standar dan analit tidak masalah. Oleh karena itu, melalui pendekatan ini lebih
memuaskan daripada tinggi peak, dari sudut parameter analisis karena memperhitungkan aspek lebar peak. Akan tetapi, tinggi peak lebih mudah diukur dan
lebih teliti ditentukan untuk peak yang runcing. Biasanya, instrumen kromatografi gas mutakhir dilengkapi dengan komputer yang dapat menghitung area peak secara tepat.
Selain manual, area peak dihitung dengan memperkalikan tinggi peak dengan lebar peak pada setengah tinggi peak. Standar deviasi relatif dengan cara komputerisasi dan
cara menual masing-masing adalah 0,44 dan 2,6. Beberapa alternatif untuk mengukur luas peak, adalah sebagai berikut:
1 Kromatografi biasanya dilengkapi dengan komputer dengan programnya untuk
untuk menghitung luas peak secara otomatis. Bila base line miring maka kemiringan diperhitungkan dalam menghitung luas peak.
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
2 Luas peak dapat diperhitungkan dengan mempergunakan alat mekanik yang
disebut planimeter. 3
Untuk peak berbentuk Gaussian, luas peak dapat dihitung sebagai hasil kali tinggi dengan lebar peak pada setengah tinggi. Cara ini mempunyai ketelitian
84. 4
Luas peak dapat diukur dengan menggambarkan segitiga pada peak tersebut kemudian luas segitiga tersebut dihitung ½ alas x tinggi . Cara ini
mempunyai ketelitian 96. 5
Bila peak sangat runcing maka tinggi peak dapat menggantikan luas peak
Gambar 5.5. Menentukan area peak area peak = Xtinggi peak x Ylebar peak pada setengah tinggi peak.
C.Metode kalibrasi
Analisa kuantitatif dengan metode ini kita harus mempersiapkan sederet
larutan standar yang komposisinya sama dengan analit. Kemudian tiap larutan standar diukur dengan kromatografi gas sehingga diperoleh kromatogram untuk tiap larutan
standar selanjutnya diplot area peak atau tinggi peak sebagai fungsi konsentasi larutan standar. Plot data harus diperoleh garis lurus yang memotong titik nol gambar 5.6 .
Restandarisasi diperlukan untuk mendapatkan ketelitian tinggi. Sumber kesalahan dengan metode ini biasanya variasi volume cuplikan dan kadang-kadang laju injeksi
menjadi suatu faktor kesalahan. Kesalahan dapat terjadi pada kromatografi gas-cair karena cuplikan harus disuntikkan kedalam tempat cuplikan yang dipanaskan, disini
penguapan dari jarum suntik menyebabkan perubahan volume cuplikan yang berararti. Kesalahan yang disebabkan perubahan volume cuplikan dapat dikurangi
dengan menggunakan rotary sampel valve
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Gambar 5.6. Kurva kalibrasi untuk menentukan konsentrasi Yodium dalam air
D. Metode Normalisasi Area
Metode analisis kuantitatif ini dimaksudkan untuk mengurangi kesalahan yang berhubungan dengan injeksi cuplikan. Dengan metode ini dapat diperlukan elusi yang
sempurna, semua komponen campuran harus keluar dari kolom, area setiap peak yang muncul dihitung. Kemudian area-area peak tersebut dikoreksi terhadap respon
detektor untuk jenis senyawa yang berbeda. Selanjutnya konsentrasi analit ditentukan dengan membandingakan area suatu peak terhadap total area semua komponen.
Sumar Hendayana,2006
2.8.4. Pemisahan komponen
Derazat pemisahan dua komponen adalah fungsi: 1 Perbandingan waktu retensi dari kedua komponen dan 2 Ketajaman puncak n. Perbandingan waktu retensi dua
komponen
= t’
R2
t’
R1
dari persamaan sebelumnya dapat dinyatakan bahwa nisbi retensi dapat juga dituliskan sebagai:
= k
2
k
1
= K
D2
K
D1
Pada perjanjian, tidak pernah lebih kecil dari 1,0, sehingga fungsi larutan kedua atau yang lebih tertahan selalu digunakan sebagai pembilang. Larutan dengan
nilai yang besar dapat dipisahkan dengan mudah, bahkan dengan kolom beresolusi rendah, tetapi rasio mendekati satu. Kolom dengan angka pelat teoritis yang semakin
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
meningkat diperlukan untuk pemisahan sempurna. Kemungkinan lain, tentu saja pemilihan fase stasioner lain yang mana nisbi retensi dari komponen itu terlalu besar.
Derazat pemisahan dua komoponen 1 dan 2 disebut dengan resolusi R
S
: R
S
= 2t
R2
- t
R1
W
b1
+ W
b2
Gambar 1.5. Resolusi dan Pemisahan komponen. A Resolusi 1.5 biasanya sesuai untuk puncak simetris. Walter J, 1987
BAB III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1. Alat-alat
- Alat-alat gelas Pyrex
- Botol akuades -
- Pignometer Duran
- Pipet Volumetrik Pirex
- Bola karet -
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
- Termometer Fisher
- Seperangkat alat kromatografi gas -
- Neraca analitik Chyo
- Labu alas bulat Pyrex
- Pemanas mantel Fibroman-N
- Labu takar Pyrex
- Map pipet Fisher
- Pipet Volumetri Griffin
- Oven Fisher Scientific
3.2. Bahan-bahan
- Anggur Merah Collombus
- Etanol p.a. E.Merck
- Aseton p.a. E.Merck
- Akuades -
3.3. Prosedur Percobaan 3.3.1. Preparasi sampel
Sebanyak 5 botol minuman Anggur merah dengan volume 620 ml, dicampur dalam suatu wadah kemudian dihomogenkan. Diambil sebanyak 250 ml sampel
dengan menggunakan labu takar 250 mL dan dimasukkan kedalam labu alas bulat 500 ml kemudian ditambahkan 100 ml akuades. Dilakukan destilasi pada
temperatur 80
o
C- 85
o
C dengan menggunakan pemanas mantel. Hasil destilasi ditampung pada Erlenmeyer berisi 50 mL akuades yang diletakkan pada wadah
berisi es batu hingga volume ±150 mL, kemudan ditepatkan volume menjadi 250 mL dalam labu takar 250 mL. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
3.3.2. Pembuatan Standar Reverensi Etanol 12
Etanol p.a diambil sebanyak 30 mL dengan menggunakan pipet volumetri dan dimasukkan kedalam labu takar 250 mL,ditambahkan akuades hingga garis
tanda kemudian dihomogenkan. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.
3.3.3. Pembuatan seri larutan baku etanol.
Disiapkan seri baku dengan konsentrasi sebagai berikut:
Etanol p.a. ml Konsentrasi akhir etanol vv
5 5
10 10
5 15
20 20
25 25
Etanol p.a dengan jumlah seperti tertulis diatas dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml kemudian ditepatkan volume dengan menggunakan akuades hingga garis
tanda lalu dihomogenkan.
3.3.4. Validasi Metode kromatografi gas. 3.3.4.1.Pembuatan Kurva Baku Etanol
Satu mikroliter larutan baku dari masing-masing konsentrasi disuntikkan kedalam kolom. Luas area rata-rata dialurkan terhadap konsentrasi larutan standar
etanol dan diperoleh kurva kalibrasi berupa garis linier. Dilakukan repliksi sebanyak 2 kali.
3.3.4.2. Penentuan recovery, kesalahan sistematik dan kesalahan acak.
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Diambil 1 l larutan Standar reverensi dengan kadar etanol 12 dan disuntikkan ke dalam kolom.dilakuakan perulangan sebanyak 2 kali. Luas puncak etanol dari
kromatogram dialurkan pada persamaan regresi linier untuk memperoleh kadar etanol. Recovery, kesalahan sistemik dan kesalahan acak dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
100 tan
cov 100
100 cov
x terukur
kadar rata
rata SD
deviasi dar
s cak
kesalahana ery
re istematik
kesalahans x
sebenarnya kadar
terukur kadar
ery re
− =
− =
=
3.3.4.3. Pengukuran Kadar Etanol Pada Sampel
Cara kerjanya sama dengan pada pengukuran larutan baku etanol dengan metode kromatografi gas dan yang digunakan adalah larutan sampel
3.3.5. Validasi Metode Berat Jenis
3.3.5.1. Pengukuran larutan baku etanol
piknometer didalam
akuades berat
piknometer didalam
ol e
baku laru
berat relatif
jenis Berat
tan tan
=
. Piknometer dibersihkan secara hati-hati dengan menggunakan aseton, kemudian
dikeringkan dan ditimbang. Akuades didinginkan sampai di bawah suhu percobaan ± 15°C. Piknometer diisi dengan akuades secara hati-hati hingga penuh
dibiarkan hingga mencapai suhu suhu percobaan 20
o
C kelebihan akuades pada puncak pipa kapiler dibersihkan. Pignometer yang berisi akuades segera ditimbang dan dicatat beratnya.
Cara yang sama dilakukan untuk larutan baku etanol. Berat jenis dihitung dengan rumus berikut:
3.3.4.2. Penentuan recovery, kesalahan sistematik dan kesalahan acak.
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Cara kerjanya sama dengan pada pengukuran larutan baku etanol dengan pignometer dan yang digunakan adalah larutan standar reverensi etanol 12. Berat jenis sampel
dialurkan ke persamaan garis regresi untuk memperoleh kadar etanol. Recovery, kesalahan sistemik dan kesalahan acak dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
100 tan
cov 100
100 cov
x terukur
kadar rata
rata SD
deviasi dar
s cak
kesalahana ery
re istematik
kesalahans x
sebenarnya kadar
terukur kadar
ery re
− =
− =
=
3.3.5. Pengukuran Kadar Etanol Dalam Sampel
Cara kerjanya sama dengan pada pengukuran larutan baku etanol dengan pignometer dan yang digunakan adalah larutan standar reverensi dan larutan sampel.
3.4. Bagan Penelitaian 3.4.1. Preparasi Sampel
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Dimasukkan kedalam suatu wadah, dihomogenkan Diambil 250 ml dengan menggunakan Labu
takar 250 ml 5 Botol minuman Anggur
merah
Destilat etanol Ditepatkan volumenya didalam labu takar 250 ml
Ditampung hasil destilasi pada labu erlenmeyer 250 ml yang telah berisi 50 mL akuades dan
didinginkan dengan menggunakan es batu hingga volume 150 ml
Didestilasi pada suhu 80º-85
o
C dengan menggunakan pemanas matel
Dibilas labu takar dengan 50 mL akuades, lalu air bilasan disatukan kedalam labu alas 500 mL
Dimasukkan kedalam labu alas bulat 500 mL yang telah berisi 50 mL akuades
Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali
3.4.2. Pembuatan Larutan Standar Reverensi Etanol 12
Diambil 30 ml dengan menggunakan pipet volume 30mL
Etanol p.a
Destilat etanol dihomogenkan
Ditepatkan volume dengan menggunakan akuades hingga garis tanda
Dimasukkan kedalam labu alas bulat 250 mL yang telah berisi 50 mL akuades
Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali
3.4.3. Pembuatan seri larutan baku etanol
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Dipipet masing-masing; 5 ,10 ,15, 20, 25 ml etanol pa
Dimasukkan masing-masing kedalam labu takar yang berbeda
Etanol p.a
Laruran seri standar
Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali Dihomogenkan
Diencerkan dengan akuades sampai garis tanda
3.4.4. Validasi Metode Kromatografi Gas. 3.4.4.1. Pembuatan kurva baku etanol.
Disuntikkan 1 l larutan baku dari masing-
masing konsentrasi kedalam kolom kromatografi
Dihitung luas puncak kromatogram Larutan baku etanol
Hasil Dihitung persamaan kurva baku dari persamaan
garis regresi liner dari larutan seri standar Dilakukan replikasi sebanyak 2 kali
3.4.4.2. Penentuan recovery, kesalahan sistematik dan kesalahan acak.
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Disuntikkan 1 l larutan baku dari masing-
masing konsentrasi kedalam kolom kromatografi
Dihitung luas puncak kromatogram Larutan standar reverensi
Hasil Dihitung recovery,kesalahan sistematik,kesalahan
acak. Dilakukan replikasi sebanyak 2 kali
3.4.4.3. Pengukuran Kadar Etanol Dalam Sampel
Disuntikkan 1 l larutan baku dari masing-
masing konsentrasi kedalam kolom kromatografi
Dihitung luas puncak kromatogram Larutan sampel
Hasil Ditentukan kadarnya
Dilakukan replikasi sebanyak 2 kali
3.4.5. Validasi Metode Berat Jenis
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
3.4.5.1. Pembuatan Kurva baku standar etanol
.
Penentuan massa piknometer
Dibersihkan pignometer dengan menggunakan aseton
dikeringkan pignometer
Ditimbang massa pignometer kosong dan dicatat massanya
Massa piknometer kosong
Penentuan Berat Jenis Akuades
Didinginkan hingga mencapai suhu ±15ºC Diisi pignometer dengan akuades hinga penuh
Akuades
Hasil Dibiarkan hingga mencapai suhu percobaan 20ºC
Dibersihkan dengan menggunakan tissue lalu ditimbang
Dicatat massanya Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali
Penentuan Berat Jenis Relatif Larutan Standar
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Didinginkan hingga mencapai suhu ±15ºC Diisi pignometer dengan larutan standar
hinga penuh Larutan seri standar
Hasil Dibiarkan hingga mencapai suhu percobaan 20ºC
Dibersihkan dengan menggunakan tissue lalu ditimbang
Dicatat massanya Ditentukan berat jenis relatif etanol pada larutan
standar dengan membandingkan beratnya terhadap berat akuades
3.4.5.2. Penentuan recovery, kesalahan sistematik dan kesalahan acak
Didinginkan hingga mencapai suhu ±15ºC Diisi pignometer dengan standar reverensi
hinga penuh Larutan standar
reverensi
Hasil Dibiarkan hingga mencapai suhu percobaan 20ºC
Dibersihkan dengan menggunakan tissue lalu ditimbang
Dicatat massanya Ditentukan berat jenis relatif etanol kemudian
ditentukan recovery,kesalahan sistematik dan kesalahan acak
Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
3.4.5.3. Penetapan Kadar Etanol Sampel
Didinginkan hingga mencapai suhu ±15ºC Diisi pignometer dengan larutan sampel hinga
penuh Larutan sampel
Hasil Dibiarkan hingga mencapai suhu percobaan 20ºC
Dibersihkan dengan menggunakan tissue lalu ditimbang
Dicatat massanya Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian Dan Pengolahan Data 4.1.1. Hasil Penelitian
Data yang diperoleh dari penelitian diolah dan di uji secara statistik untuk membandingkan validitas metode kromatografi gas dengan metode berat jenis dengan
parameter recovery, kesalahan sistematik dan kesalahan acak. Data hasil pengukuran luas area dari larutan standar etanol dengan metode kromatografi gas
dapat dilihat pada tabel 4.9 pada lampiran dan hasil pengukuran luas puncak etanol untuk standar reverensi dan sampel dapat dilihat pada tabel 4.1 dan tabel 4.2.
Tabel 4.1: Data hasil pengukuran luas puncak etanol standar reverensi etanol 12
No Standar reverensi EtOH Area-I
Area-II Area rata-rata
1 E-1
658865 615936
637400,5 2
E-2 677807
624722 651264,5
3 E-3
607669 639912
623790,5
Keterangan: E-1 : larutan standar reverensi etanol perulangan 1
E-2 : larutan standar reverensi etanol perulangan 2 E-3 : larutan standar reverensi etanol perulangan 3
Tabel 4.2 Data hasil pengukuran luas puncak etanol Sampel
No Sampel
Area-I Area-II
Area rata-rata 1
Destilat -1 671236
695869 683552,5
2 Destilat -2
698374 668913
683643,5
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
3 Destilat -3
637449 685597
661523 Keterangan:
Destilat-1 : destilat sampel perulangan 1 Destilat-2 : destilat sampel perulangan 2
Destilat-3 : destilat sampel perulangan 3 Data hasil pengukuran dengan metode berat jenis dinyatakan dalam berat jenis relatif
dengan membandingan dengan berat jenis akuades dengan ketentuan seluruh pengukuran dilakukan pada suhu 20
o
C, dimana Volume piknometer V= 49,318 pada 20
o
C dapat dilihat pada tabel 4.10. Hasil pengukuran massa larutan standar etanol dapat dilihat pada tabel 4.11
pada lampiran dan data pengukuran massa larutan standar reverensi etanol 12 dan sampel
dapat dilihat pada tabel 4.3 dan tabel 4.4 dibawah ini.
Tabel 4.3. Massa larutan standar reverensi etanol 12 + massa piknometer
Massa g Standar reverensi I Standar reverensi II Standar reverensi III
Perulangan I 1 92,8791
92,8814 92,8970
2 92,8780 92,8828
92,8956 3 92,8790
92,8818 92,8963
X
1 -
92,8787 92,8820
92,8963
Perulangan II 1 92,8803
92,8819 92,8961
2 92,8794 92,8832
92,8901 3 92,8791
92,8827 92,9009
X
2 -
92,8796 92,8826
92,8957 Perulangan III 1 92,8829
92,8786 92,8945
2 92,8817 92,8795
92,8951 3 92,8832
92,8790 92,8943
X
3 -
92,8826 92,8790
92,8945 X
-
92,8803 92,8812
92,8955
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 4.4. Massa larutan sampel + massa piknometer
Massa g Destilat I
Destilat II Destilat III
Perulangan I 1
92,8348 92,8331
92,8721 2
92,8370 92,8294
92,8718 3
92,8362 92,8299
92,8709 X
1 -
92,8360 92,8308
92,8716
PerulanganII 1
92,8361 92,8414
92,8725 2
92,8347 92,8208
92,8738 3
92,8351 92,8317
92,8730 X
2 -
92,8353 92,8313
92,8731
Perulangan III 1
92,8338 92,8303
92,8726 2
92,8343 92,8322
92,8721 3
92,8348 92,8329
92,8710 X
3 -
92,8343 92,8318
92,8719 X
-
92,8352 92,8313
92,8722
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
4.1.2. Pengolahan data kadar etanol 4.1.2.1. Metode Kromatografi gas.
4.1.2.1.1. Penentuan persamaan garis regresi dengan metode kurva kalibrasi
Hasil pengukuran luas puncak larutan standar etanol dari suatu larutan seri standar etanol diplotkan terhadap konsentrasi larutan standar sehingga diperoleh suatu kurva
kalibrasi berupa garis linear seperti pada gambar 1 pada lampiran. Persamaan garis regresi untuk kurva dapat diturunkan dengan Metode Least Square dapat dilihat pada
tabel berikut
NO X
I
Y
I
X
I
– X
Y
I
– Y X
I
– X
2
Y
I
– Y
2
X
I
– XY
I
– Y
1 5
312030,5 -10
-488319 100
238455445761,00 4883190
2 10
543829 -5
- 256520,5
25 65802766920,25
1282602,5 3
15 841967
41617,5 1732016306,25
4 20
1074864 5
274514,5 25
75358210710,25 1372572,5
5 25
1229057 10
428707,5 100
183790120556,25 4287075
∑ 75 4001747,5 0,0
0,000 250
565138560254,00 11825440
Dimana X rata – rata :
15 5
75 = =
Χ ∑
= Χ
n
Harga Y rata – rata : Y =
5 ,
800349 5
5 ,
4001747 =
= Υ
∑ n
Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis: Y
= aX + b Dimana : a
= slope b = intersept
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
{ }
47301,76 250
11825440
2
= =
− −
− =
∑ ∑
X Xi
Y Yi
X Xi
a
Sehingga diperoleh harga slope a = 47301,76. Harga intersep b diperoleh melalui substitusi harga a ke persamaan berikut
1 ,
90823 4
, 709526
5 ,
800349 =
− =
− =
+ =
− −
− −
aX Y
b b
aX Y
Sehingga diperoleh harga intersep b = 90823,1 Maka persamaan garis regresi yang diperoleh adalah:
Y = 47301,76 X + 90823,1
4.1.2.1.2. Perhitungan Koefisien Kerelasi
Koefisien korelasi r dapat ditentukan sebagai berikut:
{ }
{ }{
}
9948 ,
5530 ,
11886321 11825440
63500,00 1412846400
11825440 00
, 54
5651385602 250
11825440
2 2
= =
= =
− −
− −
=
∑ ∑
∑
Y Yi
X Xi
Y Yi
X Xi
r
Jadi koefisien korelasi dengan metode kromatografi gas r = 0,9948 dengan mensubstitusikan harga-harga konsentrasi larutan standar Xi ke persamaan
garis regresi maka diperoleh harga Y yang baru seperti tercantum pada tabel:
NO X
I
XI
2
Y
I
|Y
I
– | |Y
I
– |
2
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
1 5
25 312030,5
327331,9 15301,4
234132841,96 2
10 100
543829 563840,7
20011,7 400468136,89
3 15
225 841967
800349,5 41617,5
1732016306,25 4
20 400
1074864 1036858,3
38005,7 1444433232,49
5 25
625 1229057
1273367,1 44310,1
1963384962,01 ∑
75 1375
4001747,5 4001747,5
159246,4 5774435479,60
Dari perhitungan pada tabel diatas maka dapat ditentukan deviasi standar untuk intersept Sb yaitu dengan persamaan:
[ ]
2 1
2
∑
Χ −
= Xi
x Sy
Sb
Dimana
6774 ,
43872 ,53
1924811826 2
5 60
, 5774435479
2 ˆ
2 1
2 1
2 1
2
= =
− =
− −
=
∑
n Y
Yi x
Sy
Sehingga diperoleh
2774,7672 8113
, 15
6774 ,
43872 250
6774 ,
43872
2 1
= =
= Sb
Harga Sb dihitung untuk menentukan batas kepercayaan nilai intersept yaitu b ± t Sb, dimana t diperoleh dari table t-distribusi dengan derajat kepercayaan 95 dan
derajat kebebasan n-2 = 5-2 = 3, diperoleh p = 0,05 dan t = 3,18 sehingga batas kepercayaan untuk nilai intersept adalah
90823,1 ± 3,18 2774,7672 90823,1 ± 8823,7596
Deviasi slope dari standar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
41831,3095 0488
, 1
6774 ,
43872 250
5 1375
6774 ,
43872
2 1
2 1
2 2
= =
=
−
=
∑ ∑
x x
X Xi
n Xi
x Sy
Sa
Sesuai dengan cara untuk menentukan batas kepercayaan nilai intersep maka batas kepercayaan nilai slope dapat ditentukan adalah a ± tSa, dimana t diperoleh dari
table t-distribusi dengan derajat kepercayaan 95 dan derajat kebebasan n-2 = 5-2 = 3. Diperoleh p = 0,05 dan t = 3,18 sehingga batas kepercayaan untuk nilai
intersep adalah : 47301,76 ± 3,1841831,3095
47301,76 ± 133023,5642
4.1.2.1.3. Penentuan Batas Deteksi
Batas deteksi dapat ditentukan dengan persamaan:
3 S
b
= Y - Y
b
Atau, Y = 3 S
b
+ Y
b
Dimana : Y = signal pada batas kadar deteksi
S
b
= Standar deviasi Y
b
= Intersept kurva kalibrasi Persamaan kurva kalibrasi : Y = 47301.76 X + 90823.1
Dimana Y
b
= 90823,1 S
b
= 2774,7672 Maka harga Y untuk batas deteksi dapat ditentukan dengan mensubtitusikan harga Y
ke persamaan garis regresi : Y = 3 S
b
+ Y
b
, maka diperoleh : Y = 3 S
b
+ Y
b
= 32774,7672 + 90823,1
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
= 99147,4016 Harga batas deteksi X dapat dihitung dengan mensubtitusikan harga Y ke persamaan
garis regresi : Y = 47301,76 X + 90823,1
99147,4016= 47301,76 X + 90823,1 99147,4016– 90823,1 = 47301,76 X
X = 0,1759 Jadi batas deteksi pengukuran Konsentrasi etanol untuk penelitian ini adalah 0,1759
4.1.2.1.4. Penentuan Kadar Etanol
Kadar etanol dapat ditentukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi dengan cara mensubstitusikan nilai Y luas puncak yang diperoleh dari hasil pengukuran
terhadap persamaan garis regresi dan kurva kalibrasi.
a. Kadar etanol standar reverensi Etanol 12
Data pengukuran luas puncak etanol untuk larutan standar reverensi dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini
Tabel 4.5: Data Hasil Pengukuran Standar Reverensi Dengan Metode Kromatografi Gas
No Nama Area-I Area-II Area rata-rata
1 E-1
658865 615936 637400,5 2
E-2 677807 624722 651264,5
3 E-3
607669 639912 623790,5
Dengan mensubstitusikan nilai Y luas puncak ini ke persamaan garis regresi berikut Y = 47301,76 X + 90823,1
Maka diperoleh: E-1 : 11,5550
E-2 : 11,8481 E-3 : 11,2673
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Dengan demikian kadar etanol pada standar reverensi adalah; 11,5568
3 34,6704 =
= =
∑
n Xi
X Kemudian dihitung deviasi standar sebagai berikut:
0,16866918 0,08381025
5568 ,
11 2673
, 11
0,08485569 5568
, 11
8481 ,
11 0,00000324
5568 ,
11 5550
, 11
2 3
2 2
3 2
2 2
2 2
1
= −
= −
= −
= −
= −
= −
= −
∑
X X
X X
X X
X X
Maka 2904
, 2
16866918 ,
1
2
= =
− −
=
∑
n X
Xi S
Dari harga deviasi standar S yang diperoleh diatas dapat dihitung konsentrasi etanol dengan batas kepercayaan melalui rumus sebagai berikut:
n tS
X ±
= µ
Diamana µ : populasi rata-rata
X : kadar etanol rata-rata t : harga distribusi
S : deviasi standar n : jumlah perlakuan
dari data distribusi t-student untuk n=3 dengan derajat kepercayaan dk = n-1 = 2. Untuk derajat kepercayaan 95 p=0,05 maka t= 4,30 sehingga diperoleh
0,720958 11,5568
7320 ,
1 2487
, 1
11,5568 3
2904 ,
30 ,
4 11,5568
± =
± =
± =
µ
Hasil perhitungan kadar etanol pada standar reverensi dapat dilihat pada tabel 4.12 pada lampiran
.
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
b. Kadar Etanol Sampel