Teknik Pengendalian Kebisingan: Kajian Emisi Kebisingan Knalpot Yang Dibuat Dari Material Aisi Type 304 Stainless Steel Dengan Menggunakan Simulasi Metode Elemen Hingga

(1)

TUGAS SARJANA

TEKNIK PENGENDALIAN KEBISINGAN

KAJIAN EMISI KEBISINGAN KNALPOT YANG DIBUAT

DARI MATERIAL AISI TYPE 304 STAINLESS STEEL

DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI METODE

ELEMEN HINGGA

O L E H :

MUHAMMAD HAMDANI (020401073)

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui emisi kebisingan knalpot yang dibuat dari material AISI Type 304 Stainless Steel dengan menggunakan simulasi metode elemen hingga, yang mana untuk mengetahui distribusi panas sepanjang knalpot dan kecepatan aliran gas buang di dalam knalpot. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap kegiatan atau pengerjaan yaitu, pengambilan data gas buang kendaraan, melakukan simulasi dengan metode elemen hingga dengan menggunakan software Ansys V 9.0 dan melakukan analisa secara teoritik tingkat kebisingan yang terjadi pada knalpot. Setelah melakukan beberapa tahap pengerjaan maka didapatlah tingkat kebisingan yang terjadi pada putaran 745 Rpm yaitu untuk knalpot spesimen A noise yang terjadi adalah 33,267 dB, pada spesimen B noise yang terjadi adalah 19,37 dB dan pada spesimen C noise yang terjadi adalah 55,91 dB. Kecepatan aliran gas buangnya pada putaran 745 Rpm yaitu pada spesimen A adalah 0.1084 m/s, untuk spesimen B adalah 0.0694 m/s dan untuk spesimen C adalah 0.1931 m/s. Kesimpulan kajian ini adalah bahwa putaran mesin yang tinggi maka semakin tinggi pula temperatur gas buang, kecepatan gas buang dan tingkat kebisingan yang terjadi, selain itu dimensi knalpot yang besar maka temperatur gas buang, kecepatan gas buang dan tingkat kebisingan akan semakin kecil.


(3)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui emisi kebisingan knalpot yang dibuat dari material AISI Type 304 Stainless Steel dengan menggunakan simulasi metode elemen hingga, yang mana untuk mengetahui distribusi panas sepanjang knalpot dan kecepatan aliran gas buang di dalam knalpot. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap kegiatan atau pengerjaan yaitu, pengambilan data gas buang kendaraan, melakukan simulasi dengan metode elemen hingga dengan menggunakan software Ansys V 9.0 dan melakukan analisa secara teoritik tingkat kebisingan yang terjadi pada knalpot. Setelah melakukan beberapa tahap pengerjaan maka didapatlah tingkat kebisingan yang terjadi pada putaran 745 Rpm yaitu untuk knalpot spesimen A noise yang terjadi adalah 33,267 dB, pada spesimen B noise yang terjadi adalah 19,37 dB dan pada spesimen C noise yang terjadi adalah 55,91 dB. Kecepatan aliran gas buangnya pada putaran 745 Rpm yaitu pada spesimen A adalah 0.1084 m/s, untuk spesimen B adalah 0.0694 m/s dan untuk spesimen C adalah 0.1931 m/s. Kesimpulan kajian ini adalah bahwa putaran mesin yang tinggi maka semakin tinggi pula temperatur gas buang, kecepatan gas buang dan tingkat kebisingan yang terjadi, selain itu dimensi knalpot yang besar maka temperatur gas buang, kecepatan gas buang dan tingkat kebisingan akan semakin kecil.


(4)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Orang yang hidup dengan kebisingan lalu lintas cendrung memiliki tekanan darah tinggi dibandingkan mereka yang tinggal di lingkungan yang lebih tenang. Orang yang tinggal dilingkungan dengan rata-rata tingkat kebisingan malam hari sebesar 55 desibel atau lebih, memiliki resiko dua kali lebih besar untuk dirawat karena tekanan darah tinggi dibanding mereka yang tinggal dilingkungan dengan rata-rata tingkat kebisingan malam hari sebesar 50 desibel. Polusi suara meningkatkan tekanan darah dan karena itu memiliki dampak kesehatan jangka panjang. [1]

Pada tingkat kebisingan diatas 85 dB sangat berpengaruh terhadap tekanan darah tinggi, dan juga berpengaruh terhadap fungsi keseimbangan dan pendengaran yang mana dapat merusak koklea ditelinga dan menyebabkan gangguan keseimbangan. Seiring dengan kebutuhan pembangunan, penggunaan peralatan Industri yang menimbulkan bising dan getaran di negara berkembang, termasuk Indonesia makin lama akan makin bertambah. Hal ini perlu diantisipasi untuk mencegah kerugian sumber daya manusia, salah satu yaitu dengan meredam getaran dan suara. [2 ]

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 tahun 1996 tentang baku tingkat kebisingan menyatakan pembagian wilayah untuk beberapa zona yang antara lain perkantoran, pertokoan, perdagangan dan pasar dengan tingkat kebisingan sekitar 50 ÷ 60 dB. [3] Pada zona ini Khususnya di kota-kota besar penyebab utama kebisingan adalah dari knalpot kendaraan bermotor. Selain itu Badan Standarisasi Internasional ISO 5130;2002 menetapkan suatu prosedur test Instrumentasi dan lingkungan yang berhubungan dengan kebisingan knalpot. [4]


(5)

Penurunan tingkat kebisingan knalpot selain dipengaruhi bentuk struktur juga dipengaruhi oleh bahan/material knalpot. Pengurangan kebisingan dengan biaya murah dan teknologi sederhana memerlukan perencanaan yang matang. [3]

1.2. Perumusan Masalah Kerangka Konsep.

Gambar 1.1 Kerangka Konsep

Kebisingan merupakan suatu permasalahan yang menjadi penting dalam kehidupan kita, walaupun kebisingan itu sendiri tergantung dari individu yang mendengarnya salah satu contohnya adalah kebisingan dari suara kendaraan bermotor. Ada yang menganggap

Permasalahan : Kebisingan (polusi udara)

Dampak : - Manusia - Mesin

Peraturan :

- Menteri Lingkungan

Hidup R.I

- Standart ISO

Sumber Kebisingan Kendaraan.

Knalpot dari material Stainless steel - Dimensi

- Bentuk

Simulasi:

Menggunakan ANSYS

Hasil Penelitian

- Karakteristik Kebisingan Frekuensi - Karakteristik Tingkat Kebisingan

Kesimpulan

- Pengaruh Putaran Terhadap Kebisingan - Pengaruh Dimensi Terhadap Kebisingan


(6)

suara yang di keluarkan dari kendaraan itu merupakan suatu kesenangan bagi mereka, namun ada yang merasa kurang nyaman dengan suara kendaraan yang begitu berisik. Oleh karena itu suara kendaraan tersebut menjadi permasalahan penting dalam kehidupan kita. Kita juga harus memperhatikan beberapa peraturan untuk tingkat kebisingan dari kendaraan bermotor ini seperti yang tertera dalam peraturan menteri Lingkungan hidup Republik Indonesia dan Standar ISO.

Untuk itu akan dilakukan analisa terhadap knalpot untuk mendapatkan tingkat kebisingan dari knalpot, analisa ini berdasarkan bentuk, dimensi dan materialnya , dan akan dilakukan simulasi dengan menggunakan software ANSYS. Dan dalam simulasi ini menggunakan metode elemen hingga untuk analisa non struktural. Sehingga nantinya akan di dapat hasil dari karakteristik kebisingan frekuensi dan karakteristik tingkat kebisingan berdasarkan perubahan dimensi dan putaran.

1.3. Tujuan penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui emisi kebisingan knalpot yang dibuat dari material AISI Type 304 Stainless Steel dengan menggunakan simulasi metode elemen hingga.

1.3.2. Tujuan khusus

1. Mendapatkan distribusi temperatur sepanjang knalpot.

2. Mengetahui pengaruh putaran terhadap kebisingan yang terjadi. 3. Mengetahui pengaruh dimensi terhadap kebisingan yang terjadi. 4. Mendapatkan kecepatan aliran gas buang sepanjang knalpot.


(7)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini, diantara nya :

1. Dapat mengetahui tingkat kebisingan yang dikeluarkan knalpot yang terbuat dari material AISI T 304 Stainless Steel.

2. Memberikan informasi kepada industri.

3. Memberikan informasi untuk digunakan sebagai pengembangan pengetahuan

pada penelitian lanjutan.

1.5 Sistematika Penulisan

Tugas sarjana ini meliputi 5 bab. Bab 1 memuat Latar Belakang Permasalahan, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Sistematika Penulisan. Bab 2 berisikan landasan teori yang memuat Konsep Dasar Tentang Bunyi, Hubungan antara Tingkat Daya, Tingkat Intensitas dan Tingkat Tekanan Bunyi, Pengertian Kebisingan, Propagasi Bunyi, Radiasi Bunyi, Teknik Pengendalian Kebisingan, Kebisingan Knalpot, Material Akustik, Material Stainless Steel sebagai Material Akustik, dan Metode Elemen Hingga. Bab 3 meliputi Tahap Penelitian, Pengambilan Data Pengukuran, Prosedur Pengambilan Data Pengukuran, Analisa Pembebanan, Diagram Alir Simulasi, Penentuan Sifat Fisik dan Mekanik dari Material dan Prosedur Simulasi . Bab 4 yang memuat Hasil Simulasi dan Perhitungan Teoriris. Bab 5 merupakan Kesimpulan dan Saran dari tugas sarjana ini.


(8)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Tentang Bunyi

Bunyi adalah hasil getaran sebuah benda. Getaran dari sumber bunyi menggetarkan udara sekitarnya, dan merambat ke segala arah sebagai gelombang longitudinal. Bunyi secara psikologis, didefenisikan sebagai hasil dari variasi-variasi tekanan di udara yang berlaku pada permukaan gendang telinga mengubah tekanan ini menjadi sinyal-sinyal elektrik dan diterima otak sebagai bunyi. Bunyi juga dapat didefenisikan sebagai gangguan fisik dalam media yang dapat dideteksi oleh telinga manusia. Pengertian ini menetapkan kebutuhan akan adanya media yang memiliki tekanan dan elastisitas sebagai media pemindah gelombang bunyi.

Bunyi termasuk gelombang mekanis longitudinal. Gelombang bunyi tersebut dapat dijalarkan didalam benda padat, benda cair, dan gas. Bunyi tidak merambat melalui ruang hampa udara (vakum). Bunyi merambat melalui suatu medium dengan cara memindahkan energi kinetik dari satu molekul lainnya dalam medium tersebut.

Bunyi dapat didengar oleh telinga manusia, apabila mempunyai frekuensi antara 16 Hz sampai 6 kHz. Jangkauan frekuensi ini disebut frekuensi audio (audible range). Frekuensi bunyi dibawah ambang batas pendengaran manusia (< 16 Hz) disebut frekuensi infrasonik. Sedangkan frekuensi diatas ambang batas pendengaran manusia (>16 kHz) disebut frekuensi ultrasonik.

2.1.1 Perambatan Bunyi

Bunyi hanya dapat merambat melalui medium. Gelombang-gelombang bunyi, jika tidak dirintangi akan menyebar didalam semua arah dari sebuah sumber. Sebagai contoh, getaran pengeras suara menghasilkan gelombang bunyi di udara. Getaran-getaran pengeras suara menghasilkan variasi tekanan pada udara. Gelombang bunyi di udara


(9)

secara normal adalah getaran dari udara yang memaksa gendang telinga kita untuk bergetar. Akan tetapi, gelombang bunyi juga dapat menjalar ke bahan-bahan lainnya. Jelas sekali bahwa bunyi tidak dapat berpindah tanpa adanya bahan atau medium perantara. Bunyi memerlukan waktu untuk merambat dari suatu tempat ke tempat yang lain. Kecepatan bunyi pada setiap bahan berbeda-beda.

2.1.2 Frekuensi

Frekuensi bunyi dapat didefenisikan sebagai jumlah periode siklus kompresi dan regangan yang muncul dalam satu satuan waktu.[5]

f = 1/t (1)

dimana : f = Frekuensi (Hz) t = Waktu (detik)

Dalam tabel 2.1 berikut dapat dilihat jarak frekuensi yang dapat ditransmisikan dan diterima oleh beberapa sumber dan penerima bunyi

Tabel 2.1 Jarak frekuensi yang ditransmisikan dan diterima oleh sumber dan penerima bunyi.[5]

Sumber Bunyi Jarak Frekuensi (Hz)

Manusia 85 - 5.000

Anjing 450 - 1080

Kucing 780 - 1520

Piano 30 - 4100

Pitch Musik Standar 440

Terompet 190 - 990

Drum 95 - 180

Kelelawar 10.000 - 120.000

Jangkrik 7.000 - 100.000

Burung Nuri 2.000 - 13.000

Burung Kakak Tua 7.000 - 120.000

Mesin Jet 5 - 50.000


(10)

Penerima Bunyi Jarak Frekuensi (Hz)

Manusia 20 - 20.000

Anjing 15 - 50.000

Kucing 60 - 65.000

Kelelawar 1000 - 120.000

Jangkrik 100 - 15.000

Burung Nuri 250 - 21.000

Burung Kakak Tua 150 - 150.000

2.1.3 Kecepatan Perambatan

Bunyi bergerak pada kecepatan berbeda pada tiap media. Pada media gas atau udara, cepat rambat bunyi bergantung pada kerapatan, suhu, dan tekanan. [5]

c =

ρ

γ.Ρa (2)

atau dalam bentuk sederhannya dapat ditulis :

c = 20,05 T (3)

dimana : c = Cepat rambat bunyi (m/s)

γ = Rasio panas spesifik (untuk udara = 1.41) Pa = Tekanan atmosfer (pascal)

ρ = Kerapatan (Kg/m3) T = Suhu (K)

Pada media padat bergantung pada modulus elastisitas dan kerapatan.[5]

c = ρ

E

(4)

dimana : E = Modulus Elastisitas (Pascal) ρ = Kerapatan (Kg/m3)


(11)

Pada media cair bergantung pada modulus bulk dan kerapatan.[5]

c = ρ

K

(5)

dimana : K = Modulus bulk

ρ = Kerapatan (Kg/m3)

2.1.4 Panjang Gelombang

Panjang gelombang bunyi dapat didefenisikan sebagai jarak antara dua muka gelombang berfase sama. Hubungan antara panjang gelombang, frekuensi dan cepat rambat bunyi dapat ditulis.[5]

f c =

λ (6)

Dimana : λ= Panjang gelombang bunyi (m) c = Cepat rambat bunyi (m/det) f = Frekuensi (Hz)

2.1.5 Intensitas

Intensitas bunyi adalah aliran energi yang dibawa gelombang udara dalam suatu daerah per satuan luas. Intensitas bunyi pada tiap titik dari sumber dinyatakan dengan.[6]

I =

A W

(7)

Dimana : I = Intensitas bunyi (W/m2) W = Daya akustik (Watt) A = Luas Area (m2)

Ambang batas pendengaran manusia, yaitu nilai minimum intensitas daya bunyi yang dapat dideteksi telinga manusia adalah 10-6 W/cm2. Intensitas maksimum bunyi yang dapat diterima tanpa menyebabkan kerusakkan adalah sekitar 10-3 W/cm2.


(12)

2.1.6 Kecepatan Partikel

Radiasi bunyi yang dihasilkan suatu sumber bunyi akan mengelilingi udara sekitarnya. Radiasi bunyi ini akan mendorong dan partikel udara yang dekat dengan permukaan luar sumber bunyi. Hal ini akan menyebabkan bergeraknya partikel-partikel disekitar radiasi bunyi yang disebut dengan kecepatan partikel.

Hubungan tekanan dengan kecepatan partikel sebagai berikut : [7]

V =

c .

ρΡ (8)

Dimana : V = Kecepatan partikel (m/det) P = Tekanan (pascal)

ρ = Massa jenis bahan (kg/m3)

c = Kecepatan rambat gelombang (m/det)

Untuk permasalahan solidborne dapat dianalogikan menjadi persamaan .

ρ

σ= c.V (9)

Dengan asumsi :

1. Gelombang yang terjadi di solid adalah gelombang bidang 2. Persamaan diatas dapat diturunkan menjadi gerak di benda solid

3. Reaksi medium solid berupa tegangan, sedangkan pada udara berupa tekanan

2.1.7 Tekanan Bunyi dan Tingkat Tekanan Bunyi

Tekanan bunyi adalah variasi tekanan diatas dan dibawah tekanan atmosfer, dalam satuan pascal. Variasi tekanan ini sifatnya periodik, satu variasi tekanan komplit disebut juga sebagai satu siklus frekuensi. Secara umum persamaan gelombang tekanan bunyi diasumsikan sama dengan persamaan pada gelombang harmonik seperti terlihat pada gambar 2.1 : [8]


(13)

Gambar 2.1Gelombang Sinusoidal

t f P

Pl = osin2π . (10)

Untuk gelombang bunyi yang ditransmisikan dan dipantulkan dipengaruh oleh adanya sudut fasa. Pada gambar 2.2 terjadi ketelambatan gelombang atau gelombang terjadi melewat titik nol.

) . 2

sin( π −φ1

=P f t

Pt o (11)

Gambar 2.2 Gelombang sinus dengan sudut fasa φ(lag)


(14)

(12)

Gambar 2.3 Gelombang sinus dengan sudut fasa φ(lead)

Kemudian diasumsikan adanya sistem getaran satu derajat kebebasan. Sudut fasa berhubungan dengan sistem getaran satu derajat kebebasan.

Gambar 2.4Sistem getaran satu derajat kebebasan.

Sehingga persamaan untuk tekanan bunyi yang ditransmisikan adalah pada persamaan (13) sedangkan untuk tekanan bunyi yang dipantulkan pada persamaan (14).

) .

2

sin( f t k2x P

Pt= a π − (13)

) . 2

sin( π +φ2 =P f t


(15)

) . 2

sin( f t k1x P

Pr= a π + (14)

Dimana : P = Tekanan bunyi (N/ml 2 atau Pa)

P = Tekanan bunyi ditransmisikan (N/mt 2 atau Pa) P = Tekanan bunyi dipantulkan (N/mr 2 atau Pa) P = Amplitudo tekanan bunyi (N/mo 2 atau Pa) f = Frekuensi (Hz)

k1, k2 = Bilangan gelombang pada media 1 dan media 2 =

c f

π

2

x = Jarak dari sumber

Tingkat tekanan bunyi didefenisikan dalam persamaan berikut : [9]

Lp = 10 log

2

) (

       

ref

P t p

dB (15)

Dimana : Lp = Tingkat tekanan bunyi (Sound Pressure Level/SPL), dB P = Tekanan bunyi referensi, 2 x 10-ref 5 N/m2 untuk bunyi udara p (t) = Tekanan bunyi, Pa

2.1.8 Tingkatan Intensitas Bunyi

Intensitas bunyi sangat penting diperhatikan untuk mengetahui radiasi total yang menuju udara oleh sumber bunyi dan untuk mengetahui tekanan bunyi. Intensitas bunyi tergantung pada posisi dalam daerah persatuan luas dimana gelombangnya bergerak secara pararel. Intensitas bunyi akan bernilai maksimum jika arah gelombangnya tegak lurus dari sumber bunyi.

Hubungan intensitas bunyi, tekanan bunyi, kecepatan bunyi dan kerapatan udara adalah sebagai berikut :[9]

p2rms =Imas.ρ.c (16)


(16)

ρ= Kerapatan udara, Kg/m3 c = kecepatan bunyi di udara, m/s

Tingkatan intensitas bunyi didefenisikan dalam rumus berikut : [9]

Lt = 10 log

ref

I I

(17)

Dimana : I = Intensitas bunyi, W/m2

Iref= Intensitas referensi, 10-12 W/m2

2.1.9 Daya Bunyi dan Tingkatan Daya Bunyi

Daya bunyi adalah daya radiasi sumber bunyi yang menuju ke sekitar udara, dalam satuan watts. Hubungan daya bunyi dengan intensitas bunyi ditulis dalam persamaan berikut :[6]

) ( ) 4

( r2 I r

Ws = π s (18)

Dimana Ws = Total daya bunyi, (Watts)

Is = Maksimum intensitas udara pada jarak radius (r)

r = Jarak dari titik tengah akustik sumber bunyi ke permukaan imajiner sphere, (m)

tingkatan daya bunyi didefenisikan dalam persamaan berikut :[9]

w

L = 10 log W/W0 (19)

Dimana : L = Tingkat daya bunyi, (dB) w W = Daya bunyi, (Watts)


(17)

2.2 Hubungan Antara Tingkat Daya, Tingkat Intensitas dan Tingkat Tekanan Bunyi

Intensitas pada suatu ketika berhubungan dengan tekanan bunyi pada titik dalam daerah bebas seperti pada persamaan dengan mengkombinasikan persamaan maka diperoleh tingkat intensitas bunyi sebagai berikut : [6]

I

L = 10 log

        ref I I

= 10 log

        ref cI P ρ 2

= 10 log

        2 2 ref P P +10 log 2 2         ref ref cI P ρ I

L = Lp – 10 log K (20)

Dimana : K = konstanta = Irefρc/Pref2 = ρc/400

Dengan cara yang sama terhadap tingkat tekanan bunyi, maka :

Lp = LI + 10 log K (21)

Pada kondisi dimana intensitas adalah seragam dalam sebuah daerah S, daya bunyi dan intensitas berhubungan pada persamaan :[6]

W = I.A (22)

Selanjutnya hubungan antara tingkat intensitas dan tingkat daya bunyi sebagai berikut:

10 log

0 12

12 10log

10 log 10 10 A A I W + =

Lw = LI+10 log A (23)

Dimana : A = Luas permukaan daerah, (m2) A0 = 1 m2

2.2.1 Tingkat Tekanan Suara

2.2.1.1.Tingkat Tekanan Suara dan Tingkat Tekanan Suara Berbobot A ( Tingkat kebisingan).

Suara adalah gejala dimana partikel-pertikel udara bergetar dan menyebabkan perubahan-perubahan dalam tekanan udara, intensitasnya dinyatakan sebagai tekanan suara. Energi yang yang diperlukan untuk getaran (Pa), tenaga suara dari sumber (W).


(18)

Tekanan suara sebesar 20 Pa adalah tekanan suara minimum yang dapat ditangkap oleh telinga manusia, atau tekanan suara refrensi efektif.

Tekanan suara juga diukur dalam (decibel) dB. Alat-alat ukur tingkat kebisingan menggunakan rangkaian penyesuaian refrensi yang mengassimilasikan kepekaan telinga manusia terhadap kenyaringan. Karakteristik penyesuaian frekuensi ini adalah seperti terlihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Karakteristik Frekusensi. [3]

Tingkat kenyaringan yang di dapat sesudah penyesuaian frekuensi ini dinamakan ”Tingkat tekanan suara berbobot A (tingkat kebisingan)”. Dimana tingkat tekanan suara

berbobot A = 2

0 2 log 10

P PA

dan tingkat tekanan suara = 2

0 2 log 10

P P

, dimana :

P0 = 20 Pa (24)

2.2.1.2 Tingkat Tekanan suara Berbobot A yang Sepadan dan Kontinyu

Didefinisikan sebagai ”tingkat tekanan suara berbobot A dari kebisingan yang fluktuasi selama satu periode waktu T, yang dinyatakan sebagai jumlah energi rata-rata”.


(19)

        + =       − =

10 10 1 2 0 1 2 2 1 10 10 1 log 10 , , 1 log 10 A a L L Aeq A Aeq n L dan dt P P t t L

dimana : P0 = Tekanan suara referensi ( 20 Pa )

PA = Tekanan suara berbobot A (untuk waktu A) dari kebisingan target (PA). Periode waktu adalah dari t1 sampai t2, jumlah contoh-contoh tekanan suara berbobot A adalah n. Tingkat tekanan suara berbobot A dari kebisingan yang fluktuasi selama satu periode waktu T dapat dilihat seperti pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Hubungan Tingkat Tekanan Suara dengan Waktu [3]

2.3 Pengertian Kebisingan

Bising (noise) diartikan sebagai bunyi yang tidak diinginkan dan dapat merusak pendengaran manusia. Bunyi dinilai sebagai bising sangatlah relatif, suatu contoh misalnya : bunyi mesin-mesin di pabrik merupakan hal yang biasa bagi operatornya, tetapi tidak demikian pada orang-orang lain disekitarnya. Itu adalah suara yang tidak diinginkan, suara itu adalah kebisingan. Tetapi hampir semua mesin-mesin yang dihasilkan, baik itu untuk industri maupun pada kendaraan bermotor selalu disertai dengan kebisingan.


(20)

2.3.1 Sumber-Sumber Kebisingan

Secara garis besar sumber-sumber kebisingan dapat dibagi atas tiga yaitu : 1. Air Borne (sumber udara atau gas)

2. Solid Borne / Structur Borne (Sumber Padatan) 3. Fluid Borne (Sumber Cairan)

Air borne merupakan penyebab kebisingan akibat fenomena turbulen, shock dan pulsasi

di dalam media udara atau gas. Solid borne / struktur borne adalah fenomena kebisingan yang terjadi pada benda solid akibat dari impak, medan magnet dan lainnya. Sedangkan fluid borne adalah kebisingan pada fluida yang disebabkan oleh gejala-gejala turbulen, kavitasi dan pulsasi.

Pada sistem teknik mesin, gejala-gejala penyebab kebisingan yang sering timbul dapat digolongkan atas tiga yaiut :

1. Mechanical Noise : Kebisingan akibat fenomena mekanikal, antara lain pada roda gigi, impeller, sudu fan ataupun sistem yang terkena beban luar.

2. Electro Noise : Kebisingan akibat fenomena elektro, antara lain pada trafo, generator dan lainya.

3. Hydro Noise : Kebisingan akibat fenomena hydro, antar lain aliran turbulen pada instalasi pipa dan lainya.

2.3.2 Efek Pendengaran dan Pengaruh Kebisingan Terhadap Manusia

Pada sistem pendengaran manusia memiliki batas dan reaksi terhadap pendengaran yang berpengaruh terhadap aspek psikologi, fisik dan biologis.

Kebisingan yang terjadi dapat mempengaruhi kemampuan pendengaran manusia, selain itu juga dapat mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dan tingkah lakunya. Kebisingan yang cukup tinggi lebih dari 70 dB dapat mengakibatkan kegelisahan, kurang enak badan dan gangguan peredaran darah. Kebisingan lebih dari 85 dB dapat menyebabkan kemunduran serius pada kondisi kesehatan seseorang.


(21)

Bila tingkat kebisingan melampui tingkat kebisingan yang membahayakan maka harus diambil suatu tindakan pencegahan untuk mereduksi sumber kebisingan. Dan apabila hal ini berlangsung terus menerus dapat merusak pendengaran yang sifatnya sementara atau permanen. Sayangnya hal ini tidak disadari oleh semua orang, sebab pengaruh atau efek yang ditimbulkan tidak terjadi saat itu juga, bisa beberapa tahun atau saat memasuki hari tuanya.

Pada sistem pendengaran manusia memiliki batas dan reaksi terhadap penerimaan pendengaran yang berpengaruh terhadap aspek psikologi, fisik dan biologis. Para peneliti kesehatan menyimpulkan bahwa bising dapat mempengaruhi pendengaran, detak jantung, gangguan tidur dan lain sebagainya.

Telinga manusia memberikan respon berbeda pada tiap frekuensi bunyi yang berbeda. Agar dapat menginterpretasikan respon telinga terhadap sumber bunyi tertentu, kita harus mengetahui distribusi bunyi disepanjang spektrum frrekuensi. Respon non-linier telinga telah menghasilkan kurva-kurva Fletcher-Munson untuk kenyaringan yang sama sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.7.

Pendengaran normal manusia dapat menerima bunyi dalam jarak frekuensi dari 20 – 20.000 Hz yang disebut juga sebagai batas normal frekuensi pendengaran audible. Dalam jarak ini sendiri, pendengaran manusia lebih peka terhadap frekuensi sedang dibandingkan pada frekuensi rendah atau tinggi.

Pendengaran manusia sangat sensitif pada frekuensi 3000 – 6000 Hz, yang mana pada jarak ini terdapat takikan kurva yang sangat signifikan karena pada jarak frekuensi tersebut merupakan frekuensi kritis untuk pendengaran manusia.


(22)

Gambar 2.7 Kurva Fletcher-Munson [10]

Tingkat tekanan bunyi minimum yang mampu membangkitkan sensasi pendengaran pada telinga penerima disebut ambang kemampuan pendengaran (treshold of hearing). Tingkat tekanan bunyi minimum yang merangsang telinga sampai suatu

keadaan dimana rasa tidak nyaman menyebabkan rasa sakit tertentu disebut ambang rasa sakit (treshold of pain). Kurva ambang kemampuan didengar dan ambang rasa sakit yang membatasi daerah sensasi pendengaran dapat dilihat pada gambar 2.8


(23)

Secara umum pengaruh kebisingan pada pendengaran dapat dibagi menjadi tiga kategori

1. Trauma akustik, yaitu kerusakkan organik yang bersifat cepat pada telinga

akibat adanya energi suara yang diluar batas.

2. Kehilangan pendengaran sementara (nois-induced tempory treshold shift), yaitu bila telinga pendengar segera dapat kembali normal setelah terkena bising pada jangka waktu tertentu.

3. Kehilangan pendengaran tetap (noise-induced permanent treshold shift), yaitu bila telinga pendengar tidak dapat kembali normal setelah terkena bising pada jangka waktu tertentu.

Tingkat tekanan bunyi yang diterima oleh pendengar juga bergantung pada jangka waktu penerimaannya. Hubungan antara sumber bunyi, frekuensi, waktu, ambang batas pendengaran, dan ambang batas sakit dapat dilihat pada gambar 2.9


(24)

Gambar 2.9 Sumber Bunyi Umum Pada Frekuensi Dominan Dan Tingkatannya [10]

Pemerintah Indonesia, melalui keputusan menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-48/MENLH/11/1996 tentang baku tingkat kebisingan, membuat aturan mengenai baku tingkat kebisingan yang diizinkan di Indonesia. Baku tingkat kebisingan ini adalah pada tabel 2.2 sebagai berikut :

Tabel 2.2 Baku Tingkat Kebisingan Indonesia [3]

Peruntukkan Kawasan/Lingkungan

Kegiatan Tingkat Kebisingan

a. Peruntukkan Kawasan

1.Perumahan dan Pemukiman 55


(25)

3. Perkantoran dan Perdagangan 65

4. Ruang Terbuka Hijau 50

5. Industri 70

6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60

7. Rekreasi 70

8. Khusus

a. Bandara Udara*

b. Stasiun Kereta Api 70

c. Pelabuhan Laut 60

d. Cagar Budaya*

b. Lingkungan Kegiatan

1. Rumah Sakit atau sejenisnya 55

2. Sekolah atau sejenisnya 55

3. Tempat Ibadah atau sejenisnya 55

Berbagai nilai umum untuk tingkatan tekanan bunyi (SPL), bunyi tipikalnya, serta penampakkan subjektifnya dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Tingkat Bising Umum [10]

Tingkat Tekanan Bunyi (dBA)

Bunyi Tipikal Penampakkan Subjektif

150 Pemaparan singkat dapat

140

Pesawat jet yang take off

menyebabkan gangguan pendengaran

130 Tembakkan artileri Ambang batas sakit

120 Sirene pada 100 ft, petir, sonic boom Menulikan telinga 110 Akselerasi sepeda motor, band hard rock Ambang batas

ketidaknyamanan 100

Kereta api bawah tanah, jalan raya yang Sangat ribut, percakapan, sangat sulit ; diperlukan Penutup telinga untuk kesehatan ribut, mesin pemotong rumput

90 Pabrik yang sibuk, truck tak berknalpot, peluit kereta api, bor palu tangan pneumatik 80

Percetakkan, kantor yang sibuk, kebanyakkan

Ribut, harus keras berbicara agar bisa didengar

pabrik 70

Bising jalan raya, mesin tik, kereta api barang pada 100 ft.

60 Rumah yang bising, lobby hotel, restoran,

Percakapan normal dapat didengar dengan mudah percakapan normal

50

kantor umum, rumah sakit, bank, jalanan yang lengang

40 Kantor pribadi, rumah yang sunyi

Sunyi 30 Percakapan rahasia

20 Bisikan

Sangat sunyi 10 Nafas manusia


(26)

Sedangkan tabel 2.4 memberikan hubungan tingkat tekanan bunyi dan tekanan bunyi serta situasi tipikalnya

Tabel 2.4 Spektrum Kebisingan Akustik [9]

Wilayah Kebisingan

Lp, decibels

Tekanan Bunyi

Tipikal Situasi

N/m2 Atm. lb/in2

Kerusakkan

Fisik 200 2 x 10

5

2.03 29,4 200 yd dari peluncuran misil

180 2 x 104 2.03 x 10-1 2.94 Ketulian instan

160 2 x 102 2.03 x 10-2 2.94 x 10-1 Ambang batas kerusakkan fisik

Rasa sakit pada telinga

140 2 x 102 2.03 x 10-3 2.94 x 10-2 Ambang batas rasa sakit, peluncuran pesawat jet 120 20 2.03 x 10-4 2.94 x 10-3 Guntur

100 2 2.03 x 10-5 2.94 x 10-4 Pabrik mesin berat Daerah

Gangguan 80 2 x 10

-1 2.03 x 10-6 2.94 x 10-5 Pabrik umumnya

60 2 x 10-2 2.03 x 10-7 2.94 x 10-6 Pabrik kecil

40 2 x 10-3 2.03 x 10-8 2.94 x 10-7 Percakapan, Perumahan 20 2 x 10-4 2.03 x 10-9 2.94 x 10-8 Bisikan, gesekan daun

0 2 x 10-5 2.03 x 10-10 2.94 x 10-9 Ambang batas pendengaran

2.4 Propagasi Bunyi

Dalam teknik pengendalian kebisingan identifikasi propagasi atau jalanya rambatan bunyi mencakup komponen mana saja yang berpotensial meneruskan dan merefleksikan kembali bunyi pada suatu kontruksi. Gelombang bunyi berpropagasi dalam bentuk gelombang kompresi yang berjalan dengan kecepatan bunyi dalam medium sekitarnya. Gelombang longitudinal sebagai penghantar energi bunyi berpropagasi pada medium-medium yang memiliki tekanan dan elastisitas seperti plasma, gas, fluida dan solid. Gelombang bunyi menjalar di udara bergantung pada elastisitas dan kerapatan udara. Propagasi bunyi/kebisingan dari sumber bunyi/kebisingan dapat dikategorikan atas tiga bagian utama, yaitu :

1. Solid/structure borne


(27)

3. Fluid Borne

2.4.1 Solid Borne

Rambatan gelombang bunyi benda/material solid sangat tergantung dari dimensi dan material mediumnya. Pada material solid akan terjadi fenomena gelombang transversal yang sangat berpengaruh pada kecepatan rambat gelombangnya.

Kecepatan rambat gelombang pada media padat dinyatakan sebagai : [5]

ρ

E

c0 = m/det (25)

Dimana : E = Modulus Elastisitas, Gpa ρ =Kerapatan, Kg/m3

Kecepatan rambat gelombang longitudinal dibenda solid dipengaruhi dimensi model yang ditinjau dan menyebabkan tekanan atau tarikan dan pergeseran dalam bentuk tegangan sebagai reaksi material yang bersifat lateral. Hal ini dikarenakan jika media solid diberi beban akan menyebabkan gelombang longitudinal dan transversal. Telah diketahui bahwa rapatan longitudinal menyebabkan regangan yang besarnya

dx

ξ

dan disertai pergeseran sudut sebesar

dy K

dengan anggapan gelombang menjalar

sepanjang sumbu x. Harga K adalah perpindahan dalam arah y dan merupakan fungsi dari x dan y. Perbandingan antara kedua regangan ini disebut poisson’s ratio yang besarnya : [11]

v

x y K

= ∂ ∂∂ ∂ −

/ /

ξ (26)

Harga poissons’s ratio v, merupakan bentuk dari konstanta elastic lame’s λ dan koefisien kekakuan G untuk benda solid sebagai :

v =

) ( 2 λ+G


(28)

harga λ dan G adalah positif sehingga nilai v selalu <1/2 atau sering kali berada sekitar 1/3

Pengaruh dari kekakuan transversal G menyebabkan kekakuan material dan meningkatkan konstanta elastis selama gelombang longitudinal beroperasi. Kecepatan rambat gelombang dipengaruhi oleh kekakuan transversal sehingga menjadi :

=

1

c

ρ λ+2G

(28)

2.4.2 Air Borne

Bunyi dapat ditransmisikan lewat udara disebut bunyi di udara (air borne sound). Percakapan manusia, bunyi musik, dan bunyi-bunyian lainnya sampai pada telinga pendengar melalui media udara.

Dari sudut pandang penerima, bunyi struktur tidak dapat dibedakan dari bunyi di udara. Bunyi struktur yang ditransmisikan langsung lewat bangunan tertentu, seperti tembok, balok, panel, langit-langit gantung, plesteran berbulu, dan papan-papan bangunan dan akhirnya mencapai pendengar sebagai bunyi di udara.

Bising di udara yang berasal dari ruang sumber dapat ditransmisikan ke ruang penerima dengan cara-cara sebagai berikut :

1. Sepanjang jejak udara yang sinambung lewat bukaan, seperti pintu dan jendela yang terbuka, pipa ventilasi dan kisi-kisi, lubang-lubang udara, daerah yang berpusar (crawl space), celah dan retakan sekitar pintu, pipa kabel listrik, peralatan listrik dan elemen yang tertanam (built-in).

2. Lewat getaran paksa yang diberikan pada permukaan batas (dinding, lantai, langit-langit) oleh sumber bunyi dan ditransmisi ke permukaan batas ruang penerima. Sebenarnya apa yang diterima pendengar dalam ruang penerima bukan bagian dari bunyi asli tetapi reproduksi bunyi tersebut. Bila ruang sumber dan ruang penerima mempunyai bidang batas yang sama (dinding pemisah atau lantai), maka bunyi yang


(29)

diradiasikan kembali dapat menjadi sangat jelas kecuali bidang batas yang bersangkutan menyediakan cukup hambatan (resistance) pada getaran, yaitu massanya cukup besar.

2.5 Radiasi Bunyi

Radiasi bunyi adalah terpancarnya kebisingan dari batas sistem/unit/mesin ke lingkungan. Identifikasi radiasi sangat tergantung dari bentuk geometri dari suatu struktur mesin/komponen, serta bagian mana saja yang berpotensial dan bersifat dominan. Radiasi juga dipengaruhi oleh situasi disekitar objek yang menjadi permasalahan, seperti tipe medan bunyi, ruang terbuka atau ruang tertutup dan emisi dari mesin-mesin yang berdekatan.

Seperti halnya propagasi bunyi, radiasi bunyi juga dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu : air borne radiation, solid/structure borne radiation, dan liquid borne radiation. Secara umum peristiwa radiasi bunyi dapat dilihat pada gambar 2.10

Radiation Structure Borne

Air Borne

Liquid borne

Radiation from surface

Excitation of surface

Force Transmission Radiation from

surface Free field Excitation from

surface

`


(30)

2.5.1 Pulsating Sphere

Pulsating sphere mewakili sebuah idealisasi model yang menggambarkan karakteristik

radiasi bunyi dari beberapa sumber bunyi yang bergetar dalam sebuah cara yang menghasilkan dalam perpindahan volume. Asumsikan bola berjari-jari r bergetar dengan

kecepatan permukaan normal ( )

^

r

v pada frekuensi f =ω/2π. Tekanan bunyi

^

p (x)

berkurang dengan bertambahnya jarak x, sehingga :[13]

      = r x r p x

p( ) ( )

^ ^

e-jk0x N/m2. (29)

Kecepatan partikel v(x), yang titiknya dalam arah radial adalah

      + =

= jk x

x j r p dx dp j x

v 2 0

0 ^

0

^ 1 1

) ( 1 ) ( ωρ

ωρ e-jk0

x

m/s. (30)

Dimana k0 =

0

c

ω adalah nomor gelombang dan

0

ρ dan c adalah kerapatan dan 0 kecepatan bunyi. Evaluasi kedua persamaan ini pada permukaan bola (x=r) dan pemecahan untuk p(r) didapat

) / ( ) ( ) ( 1 ) ( ) ( / 1 / 1 ) ( ) ( 2 ^ 2 0 2 0 0 0 ^ 0 0 0 ^ ^ m N Z r v r k jkr r k c r v r j c r v r

p = rad

+ + =

+

= ρ

ωρ

ρ (31)

Dimana Zrad adalah impedansi radiasi dari pulsating sphere mengindikasikan bahwa pada frekuensi rendah dimana k << 1(0 ωρ0r<< ρ0c0)kecepatan getaran

) (

^

r

v menghasilkan tekanan bunyi 0 0

^ ^

) ( )

(r v r c

p << ρ dan bahwa hanya sebuah fraksi dari tekanan bunyi kecil ini adalah dalam fase dengan kecepatan, alasan-alasan fisik untuk sifat ini adalah sebagai berikut :

1. Pada frekuensi rendah fluida di dorong keluar dari arahnya dengan lambat dan berpisah sepanjang garis radial karena itu kecepatan partikel berkurang dengan pertambahan jarak hanya saja ini untuk aliran steady state dalam simpangan


(31)

saluran. Reaksi gaya kecil dan umumnya dapat disebabkan oleh inersia dari fluida dan kompresi yang rendah.

2. Dengan pertambahan frekuensi, proses pengelakkan harus mengambil tempat

lebih cepat dan reaksi gaya bertambah karena fraksi darinya dapat disebabkan oleh kompresi.

3. Pada frekuensi tinggi menjadi lebih ringan untuk menekan fluida dari pada

untuk mengakselerasinya untuk menyelesaikan proses pemisahan dan gaya reaksi menjadi penuh disebabkan oleh efek kompresi.

Hal ini menyebabkan pulsating body (dari beberapa bentuk) kecil dibandingkan dengan panjang gelombang. Energi bunyi di radiasi oleh sphere pulsating dengan

kecepatan permukaan puncak ( )

^

r

v adalah : [13]

Wrad = 2

0 2 0 0 0 2 ^ 2 ^ 2 ) . ( 1 ) . ( . . . . . 2 1 ) ( ) 4 ( 2 1 r K r K S C v Z r v r rad + = ρ

π (32)

Dimana :

r = Jarak permukaan (m)

ρ0C0 = karakteristik impedance untuk udara v = kecepatan partikel untuk tiap jarak (m/s) S = merupakan luas permukaan radiasi (m2) K0 = bilangan gelombang 2πf/c

2.5.2 Efisiensi Radiasi

Biasanya untuk menentukan efisiensi radiasi bagian yang bergetar digunakan persamaan :[11] A c v W n rad rad 0 0 2 ) ( ρ

σ = (33)

rad


(32)

dimana (vn2) adalah komponen normal dari kecepatan getaran kuadrat rata-rata dari radiasi permukaan dari luas A dan Wrad adalah energi radiasi bunyi. Dengan defenisi

ini, persamaan (33) menjadi

[

2

]

0 2 0

) ( 1

) (

a k

a k

rad

+ =

σ (34)

2.6 Teknik Pengendalian Kebisingan (Engeneering Noise Control)

Pengendali kebisingan merupakan tindakan penurunan/pengurangan kebisingan di sumber-sumber kebisingan, mengontrol jalannya kebisingan dan perlindungan terhadap receiver (penerima) jika tingkat kebisingan sudah melewati batas yang diizinkan.

Penurunan kebisingan dengan metode aplikasi akustik pada permesinan sejak tahap desain merupakan hal yang paling efektif mengingat besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Persoalan pengendalian kebisingan bersifat multi dimensi atau lintas ilmu.

Untuk mendapatkan suatu rancangan komponen mesin yang bersifat low noise design, ada hal-hal tertentu yang harus dilakukan salah satunya adalah identifikasi.

Source atau Noise Generation Mechanism (NGM) harus diketahui terlebih dahulu.

Bersifat apakah NGM-nya, apakah air borne, solid borne, ataupun fluid borne. Identifikasi ini mencakup sumber, propagasi dan radiasi dan berdasarkan data-data kulitatif, eksperimen dan pengalaman.

Sumber

Propagasi

Radiasi

Penerima


(33)

Sumber bunyi (accoustic source) dilukiskan sebagai fluktuasi gaya-gaya dalam medium/media. Fluktuasi gaya-gaya dapat berupa gerakan permukaan pada benda solid atau fluktuasi fluida seperti aliran turbulen.

Teknik yang dipakai untuk mengendalikan kebisingan pada sumber, yaitu :

1. Menghindari atau mengurangi sumber Air Borne, misalnya pada peristiwa

turbulensi, shock dan pulsasi.

2. Menghindari atau mengurangi sumber Fluid Borne, misalnya pada peristiwa

turbulensi, shock, pulsasi dan kavitasi.

3. Menghindari atau mengurangi sumber Solid Borne, misalnya pada peristiwa

impak dan gesekan. Propagasi merupakan rambatan kebisingan yang akan diterima telinga. Dalam banyak situasi sumber, propagasi dan penerima dapat berupa interaksi-interaksi antara mereka, namun pendekatan pemecahan permasalahan kebisingan adalah dengan cara yang sama. Dalam identifikasi sumber-sumber kebisingan suatu sistem haruslah diketahui komponen-komponen mana saja yang bersifat aktif maupun pasif. Identifikasi propagasi atau jalanya rambatan bunyi mencakup komponen mana saja yang berpotensial meneruskan dan merefleksikan kembali dalam suatu material.

Teknik yang dipakai untuk mengendalikan kebisingan propagasi suara, yaitu : 1. Pembungkusan (capsuling)

Pengertian dari capsuling yang umum dipakai adalah menutup sistem secara penuh untuk mencegah terjadinya refleksi suaru dari mesin ke dinding rumah mesin.

2. Menggunakan plat akustik

3. Menyerap bising melalui material akustik/damper.

Identifikasi radiasi sangat tergantung dari bentuk geometri dari suatu struktur mesin/komponen. Bagian mana saja yang berpotensial dan bersifat dominan. Radiasi juga dipengaruhi oleh situasi disekitar objek yang menjadi permasalahan, seperti tipe


(34)

medan bunyi, ruang terbuka atau ruang tertutup dan emisi dari mesin-mesin yang berdekatan.

Secara prinsip peristiwa radiasi dapat terjadi melalui bukaan (opening) pada mesin/sistem atau getaran/vibrasi dari luasan permukaan luar mesin/sistem tersebut. Teknik yang dapat digunakan untuk mengatasi/mengendalikan kebisingan radiasi suara dibagi dua, yaiu :

a. Teknik pengendalian radiasi suara melalui opening

1. Menentukan/merancang arah radiasi pada posisi/arah yang paling tidak mengganggu, dengan cara memodifikasi opening tersebut.

2. Mempergunakan damping atau dinding plat akustik pada opening tersebut. b. Teknik pengendalian radiasi suara pada luasan permukaan mesin.

1. Luas permukaan yang berpotensi terjadinya radiasi, dibuat sekecil mungkin. 2. Permukaan mesin yang rentan getaran dihindari

3. Luas permukaan yang besar dibuat kecil.

4.Terapkan prinsip permukaan bagian luar dari struktur mesin mempunyai efisiensi radiasi yang kecil/rendah.

5. Redam permukaan tempat terjadinya radiasi suara

2.7 Peredam Kebisingan(Noise Silencer)

Silencer atau Knalpot adalah alat pereduksi suara dan panas pada kendaraan atau

Mesin - mesin internal combustion , khusus pada mobil bensin atau diesel penyerapan panas yang diambil oleh knalpot atau exhaust kurang lebih 30-35%.

Noise silencer merupakan kebisingan yang terjadi pada knalpot. Kebisingan terjadi

akaibat gas pembakaran yang dihasilkan dari mesin masuk ke knalpot dengan tekanan yang sangat tinggi. Untuk itu silencer atau knalpot dirancang khusus untuk meredam kebisingan yang terjadi pada kendaraan bermotor. Oleh karena, itu material yang baik untuk knalpot adalah material yang baik dalam menyerap bunyi (material akustik).


(35)

Panas yang diterima knalpot dari hasil pembakaran dari motor berkisar 130 °C sampai dengan 160 °C dan suara yang sangat keras ketika terjadi pembakaran diruang bakar, maka knalpot harus mempunyai syarat–syarat tertentu apalagi pada saat sekarang lingkungan sangat di perhatikan dalam rangka menunjang program langit biru dimana gas buang dapat menjadikan kerusakan pada lingkungan maka mau tak mau pembuangan gas bekas menjadi perhatian sangat serius dan harus memenuhi kriteria tertentu. Adapun syarat utama pada knalpot:

1. Kemampuan bahan terhadap panas 2. Mereduksi suara atau kebisingan 3. Tidak mengganggu kinerja motor

4. Gas yang keluar tidak merusak lingkungan


(36)

Gambar 2.13 Bentuk Knalpot yang Dimesh. [14]

Knalpot yang telah ada di meshkan sesuai dengan gambar 2.13 yang mana akan membantu dalam melakukan simulasi. Ini tampak terlihat dari gambar di atas.

Gambar 2.14 Hasil Simulasi dengan PATRAN

Berdasarkan hasil studi literatur yang ada pada gambar 2.14 dapat dilihat hasil simulasi yang telah ada. Pada gambar terlihat jelas hasil simulasi bentuk knalpot yang telah dimesh dengan menggunakan software PATRAN pada frekuensi 2900 Hz . pada gambar 2.14 terjadi distribusi kebisingan pada solid borne.


(37)

Gambar 2.15 Hasil Simulasi dengan Menggunakan PATRAN

Berdasarkan hasil studi literatur yang ada pada gambar 2.15 terlihat jelas hasil simulasi bentuk knalpot yang telah di-mesh dengan menggunakan software PATRAN pada frekuensi 700 Hz. Pada gambar 2.15 terjadi distribusi suara pada gas borne dengan 3 zona.

2.8 Material Akustik

Bila suatu gelombang bunyi datang pada suatu permukaan batas yang memisahkan dua daerah dengan laju gelombang berbeda, maka kemungkinan yang terjadi adalah

1.Dipantulkan semua 2.Ditransmisikan semua

3.Sebagian gelombang akan dipantulkan dan sebagian lagi akan ditransmisikan Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.16 :

Gelombang Datang

Gelombang Pantul

Gelombang Datang

Gelombang Pantul

Gelombang diserap/ ditransmisikan

1 1c

ρ ρ2c2


(38)

Misalkan dua media akustik dengan sifat impedansi ρ1c1 dan ρ2c2, dimana dataran gleombang dari arah kiri merambat tegak lurus terhadap antar muka. Jika ρ1c1 lebih kecil dari ρ2c2, kemudian energi dari gelombang datang tak dapat ditransmisikan melewati dataran antar muka, setiap energi yang tersisa akan menjadi gelombang pantul.

2.8.1 Penyerapan dan Pemantulan Akustik

Pemantulan bunyi adalah fenomena dimana gelombang bunyi dibalikkan dari suatu permukaan yang memisahkan dua media. Pemantulan bunyi ini juga mengikuti kaidah pemantulan, dimana sudut datangnya bunyi (i0) selalu sama dengan sudut pantulan bunyi (r0). Jumlah energi bunyi yang dipantulkan oleh suatu permukaan bergantung pada permukaan yang dikenainya seperti pada gambar 2.17. Dinding lantai, dan langit-langit datar dapat menjadi pemantul yang baik; sebaliknya bahan-bahan yang kurang tegar dan berpori seperti kain, tirai dan taplak perabotan akan banyak menyerap bunyi.


(39)

Proses pemindahan daya bunyi dari suatu ruangan tertentu, dalam mengurangi tingkat tekanan bunyi dalam volume tertentu, dikenal sebagai penyerapan bunyi. Proses ini berkaitan dengan penurunan jumlah energi dari udara yang menjalar hingga ia mengenai suatu media berpori atau fleksibel. Bagian energi terserap ketika gelombang bunyi dipantulkan darinya disebut dengan koefisien serapan bunyi dari material. Harga koefisien serapan bunyi ini bergantung dari sifat material, frekuensi bunyi dan sudut gelombang bunyi ketika mengenai permukaan material tersebut. Secara matematis dapat ditulis : [15]

α = Ia / Ii (35)

dimana :

Ia = Intensitas bunyi yang diserap (W/m2)

Ii = Intensitas bunyi yang terjadi (W/m2)

Koefisien penyerap bunyi atau α untuk beberapa material dapat dilihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5 Koefisien Serapan [15]

Material Sound Absorption

Plaster walls 0.01 - 0.03

Unpainted brickwork 0.02 - 0.05

Painted brickwork 0.01 - 0.02

3 mm plywood panel 0.01 - 0.02

6 mm cork sheet 0.1 - 0.2

6 mm porous rubber sheet 0.1 - 0.2

12 mm fiberboard on battens 0.3 - 0.4

25 mm wood wool cement on battens

0.6 - 0.07

50 mm slag wool or glass silk 0.8 - 0.9

12 mm acoustic belt 0.5 - 0.5


(40)

25 mm sprayed asbestos 0.6 - 0.7

Persons, each 2.0 - 5.0

Acoustic tiles 0.4 - 0.8

Total Luas Daerah yang Diserap (Total Room Sound Absorption)

A = S1α1 + S2α2 + .. + Snαn = ∑ Siαi (36)

dimana :

A =Luas Permukaan yang diserap (m2 sabine)

Sn = Luas daerah permukaan (m2)

αn = koefisien serapan dari permukaan material

Koefisien Serapan Rata-Rata (Mean Absorption Coefficient )

am = A / S (37)

dimana :

am = Koefisien Serapan Rata-Rata

A = Luas Daerah Yang Diserap (m2 sabine)

S = Luas Daerah Permukaan (m2)

2.9 Material Stainless Steel Sebagai Material Knalpot

Stainless steel merupakan salah satu material yang baik untuk material knalpot salah satunya yang biasa digunakan adalah dari jenis AISI Type 304 Stainless Steel. Material Stainless Steel merupakan yang banyak digunakan untuk bahan knalpot.


(41)

2.9.1 Sifat Stainless Steel

Stainless Steel memiliki sifat antara lain :

1. Memiliki daya tahan yang baik terhadap panas, karat dan goresan/gesekan 2. Tahan temperatur rendah maupun tinggi

3. Memiliki kekuatan besar dengan massa yang kecil

4. Keras, liat, densitasnya besar dan permukaannya tahan aus 5. Tahan terhadap oksidasi

6. Kuat dan dapat ditempa

7. Mudah dibersihkan

8. Mengkilat dan tampak menarik

2.10 Metode Elemen Hingga

Metode elemen hingga adalah metode numerik yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan teknik dan problem matematis dari suatu gejala phisis. Tipe masalah teknis dan matematis phisis yang dapat diselesaikan dengan metode elemen hingga terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok analisa struktur dan kelompok masalah-masalah non struktur.

Tipe-tipe permasalahan struktur meliputi :

1. Analisa tegangan/Stress, meliputi analisa Truss dan Frame serta

masalah-masalah yang berhubungan dengan tegangan-tegangan yang terkonsentrasi. 2. Buckling

3. Analisa getaran

Masalah non struktur yang dapat diselesaikan dengan menggunakan metode ini meliputi :

1.Perpindahan panas dan massa

2.Mekanika fluida, termasuk aliran fluida lewat media porus 3.Distribusi dari potensial listrik dan potensial magnet


(42)

Dalam persoalan-persoalan yang menyangkut geometri yang rumit, seperti persoalan pembebanan terhadap struktur yang kompleks, pada umumnya sulit dipecahkan melalui matematis analisis. Hal ini disebabkan karena matematis analisis memerlukan besaran atau harga yang harus diketahui pada setiap titik pada struktur yang dikaji.

Penyelesaian analisis dari suatu persamaan diferensial suatu geometri yang kompleks, pembebanan yang rumit, tidak mudah diperoleh. Formulasi dari metode elemen hingga dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan ini.

Metode ini akan menggunakan pendekatan terhadap-harga-harga yang tidak diketahui pada setiap titik secara diskrit. Dimulai dengan permodelan dari suatu benda dengan membagi-bagi dalam bagian yang kecil yang secara keseluruhan masih mempunyai sifat yang sama dengan benda yang utuh sebelum terbagi dalam bagian yang kecil (diskritisasi).

Berikut ini adalah contoh diskritisasi dari suatu struktur yang kompleks. Diskritisasi bergantung pada struktur yang akan dianalisa.

Gambar 2.18. Diskritisasi dari knalpot

2.10.1 Langkah – Langkah Metode Elemen Hingga

Secara umum langkah-langkah yang dilakukan dalam menggunakan Metode Elemen Hingga dirumuskan sebagai berikut :


(43)

1. Pemilihan tipe elemen dan diskritisasi.

Amatilah benda atau struktur yang akan dianalisa, apakah satu dimensi (contoh batang panjang), dua dimensi (plate datar) atau tiga dimensi (seperti balok).

Macam dan tipe elemen dasar yang digunakan dapat dilihat pada gambar 2.19.

Gambar 2.19Bentuk-bentuk elemen dasar. [16] (a) : elemen garis (1 dimensi)

(b) : Elemen segitiga dan segiempat (2 dimensi) (c) : Elemen tetrahedra dan balok (3 dimensi) (d) : Elemen segitiga axismetri


(44)

Banyaknya potongan yang dibentuk bergantung pada geometri dari benda yang akan dianalisa, sedangkan bentuk elemen yang diambil bergantung pada dimensinya.

Gambar 2.20 Elemen Tetrahedral

Gambar 2.20 merupakan elemen tetrahedral dengan 3 dimensi, yang memiliki 4 node untuk 1 elemen.

2. Pemilihan Fungsi Displacement

T(e) = T1S1+T2S2+T3S3+T4S4 (38)

Dimana

T1 pada X = X1 dan Y = Y1 T2 pada X = X2 dan Y = Y2 T3 pada X = X3 dan Y = Y3 T4 pada X = X4 dan Y = Y4

S1 = ( )

6 1

1 1 1

1 x y z

V α +β +γ +δ

S2 = ( )

6 1

2 2 2

2 x y z

V α +β +γ +δ

S3 = ( )

6 1

3 3 3

3 x y z

V α +β +γ +δ

S4 = ( )

6 1

4 4 4

4 x y z

V α +β +γ +δ


(45)

Kemudian 6V = 4 4 4 3 3 3 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 z y x z y x z y x z y x

Selanjutnya matriks untuk coefisiennya adalah

4 4 4 3 3 3 2 2 2 1 z y x z y x z y x = α 4 4 3 3 2 2 1 1 1 1 z y z y z y − = β 4 4 3 3 2 2 1 1 1 1 z x z x z x = γ 4 4 3 3 2 2 1 1 1 1 y x y x y x − = δ 4 4 4 3 3 3 1 1 1 2

z

y

x

z

y

x

z

y

x

=

α

4 4 3 3 1 1 2 1 1 1 z y z y z y = β 4 4 3 3 1 1 2 1 1 1 z x z x z x − = γ 4 4 3 3 1 1 2 1 1 1 y x y x y x = δ 4 4 4 2 2 2 1 1 1 3 z y x z y x z y x = α 4 4 2 2 1 1 3 1 1 1 z y z y z y − = β 4 4 2 2 1 1 3 1 1 1 z x z x z x = γ 4 4 3 3 1 1 3 1 1 1 y x y x y x − = δ 3 3 3 2 2 2 1 1 1 4 z y x z y x z y x − = α 3 3 2 2 1 1 4 1 1 1 z y z y z y = β 3 3 2 2 1 1 4 1 1 1 z x z x z x − = γ 3 3 3 3 1 1 4 1 1 1 y x y x y x = δ


(46)

Fungsi displacemen dalam kaitannya dengan fungsi shape S ditulis sebagai berikut :

[ ]

T =

            4 3 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 S S S S             4 3 2 1 T T T T

Dengan catatan : S1+S2+S3+S4 = 1

Kelebihan dan Kekurangan Dalam Penggunaan Elemen Hingga

Beberapa kelebihan dalam penggunaan metode ini adalah :

1. Benda dengan bentuk yang tidak teratur dapat dengan mudah dianalisa 2. Tidak terdapat kesulitan dalam menganalisa beban pada suatu struktur

3. Permodelan dari suatu benda dengan komposisi materi yang berlainan dapat

dilakukan karena tinjauan yang dilakukan secara individu untuk setiap elemen. 4. Dapat menangani berbagai macam syarat batas dalam jumlah yang tak terbatas

5. Variasi dalam ukuran elemen memungkinkan untuk memperoleh detail analisa

yang diinginkan

6. Dapat memecahkan masalah-masalah dinamik (time dependent)

Kekurangan yang terdapat dalam penggunaan metode ini adalah diperlukannya komputer sebagai alat hitung yang lebih cepat dan akurat.


(47)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tahap Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahap kegiatan atau pengerjaan yaitu, pengambilan data gas buang kendaraan, melakukan simulasi dengan menggunakan Ansys V 9.0 dan analisa secara teoritik tingkat kebisingan yang terjadi.

3.2 Pengambilan Data Pengukuran

Pada penelitian dibutuhkan data temperatur sebagai data input untuk simulasinya.

Dan juga dibutuhkan putaran mesin untuk analisa teoritik untuk itu pengambilan data dilakukan pengukuran secara langsung dan pengukuran ini dilakukan di SMK Muhammadiyah 9. Adapun tahap proses yang digunakan untuk pengambilan data tersebut adalah sebagai berikut

1. Alat

1. Knalpot Motor bensin

Knalpot ini digunakan sebagai bahan yang akan di teliti

Gambar 3.1 Knalpot


(48)

Mesin motor bensin ini digunakan sebagai alat penggerak dari kendaraan bermotor dan juga sebagai tempat proses pembakaran berlangsung yang menghasilkan gas buang sebagai salah satu parameter yang akan di ukur.

Gambar 3.2 Mesin Motor Bensin

Spesifikasi dari motor bensin tersebut :

1. Jenis Mesin : Motor Bensin (Toyota Kijang) 2. Type Mesin : 5K

3. Kapasitas : 1486 cc 4. Stroke : 73 mm 5. Bore : 80.5 mm 6. Putaran Maks : 6000 Rpm

3. Thermocouple

Thermocouple ini digunakan untuk mengukur temperatur fluida.

Gambar 3.3 Thermocouple


(49)

Berfungsi untuk membaca putaran mesin

Gambar 3.4 Tachometer

3.3 Prosedur Pengambilan Data Pengukuran

1. Pipa knalpot dan Knalpot dilubangi sesuai dengan titik-titik pengukuran 2. Kemudian mesin dihidupkan selama 30 menit

3. Kemudian kabel-kabel dari thermocouple dimasukkan ke dalam lubang 4. Kemudian di ambil putaran mesin dengan Tachometer

5. Selanjutnya diambil temperatur gas buang dengan menggunakan thermocouple

Gambar 3.5 Prosedur Pengambilan data


(50)

Gambar 3.6 Ttitk-titik pengukuran

Setelah dilakukakan pengukuran maka hasilnya adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Hasil Data Pengukuran

No Putaran (Rpm) T1 (0C) T2 (0C) T3 (0C) T4 (0C) T5 (0C)

1 745 205 136 91 87 73

2 1500 350 230 157 148 110

3 2000 440 310 220 215 160

3.4 Analisa Pembebanan

Untuk mengawali pembebanan kita mencari terdahulu berapa pindahan panas yang terjadi sepanjang knalpot. Perpindahan panas yang terjadi dalam knalpot kita asumsikan hanya pindahan panas secara konveksi.[18]

T x c x

mp ∆ = h Ac (TL - Tf) (39)

Dimana : m = Laju aliran massa (Kg/s) T

∆ = Perubahan Suhu yang terjadi ( K ) A = Luas pindahan kalor (m2)

h = Koefisien konveksi (W/m2.K) Tf = Temperatur rata-rata fluida ( K ) TL = Temperatur Permukaan (K)


(51)

Cp = Spesifik heat fluida

Untuk mencari m atau laju aliran massa kita menggunakan persamaan kontinunitas.

2 1 • • =m m 1 1 1xυ xA

ρ = ρ2xυ2xA2

Untuk mencaari v atau kecepatan gas buang kita asumsikan kecepatan gas buang sama 1 dengan kecepatan rata-rata gerakan piston.[6]

Vm =

30 .N S

(40)

Vm = Kecepatan rata-rata gerakan piston (m/det)

S = Langkah Piston (m), 70,3 mm = 0.0703 m, (Toyota Kijang 5K) D = Diameter Piston (m)

N = Putaran (Rpm), 745 Rpm

Vm =

30 745 0703 .

0 x

= 1.74 m/s

Dari hasil pengukuran dapat dilihat T1 = 205 0C

Maka didapat v1 yaitu kecepatan gas pada saat keluar dari mesin yaitu 1.74 m/s Dengan mengasumsikan gas yang keluar adalah gas Co2

Maka dari tabel dapat dicari harga density gas Co2 pada temperatur 205 oC atau pada 478 K

Tabel 3.2 Sifat properties gas Co2

T (K) ρ (Kg/m3)

450 1.1782

478 x

500 1.0594

0594 . 1 1782 . 1 1782 . 1 500 450 478 450 − − = − − x


(52)

x = 1.1782 – 0.066528 x = 1.111672 Kg/m3

m = ρ1xυ1xA1 = 1.111672 x 1.74 x (1/4 x 3.14 x (0.042)2 ) = 0.00267 Kg/s

Mencari Cp di ambil pada temperatur rata-rata

T =

2 2

1 T

T +

=

2 360 364+

= 362 K

Tabel 3.3 Sifat properties dari gas Co2

T (K) Cp (Kj/Kg.K)

360 0.908

362 y

380 0.926

926 . 0 908 . 0

908 . 0 380 360

362 360

−− =

y

y = 0.908 – (0.1)(-0.018)

y = 0.908 + 0.0018 = 0.9098 Kj/Kg.K = 909.8 J/Kg.K 0.00267 x 909.8 x (87-91) = h A (30 – 89)

- 9.71 = h ((0.122 x 3.14) + (2 x 0.042))(0.52)(30-89) h = 0.6775 W/m2.K

q = h (30-89) = 0.6775 (-59) = - 39.98 W/m• 2

3.5 Diagram Alir Simulasi

Proses pemodelan membutuhan ketelitian dalam memasukan data yang selanjutnya akan diolah oleh software ANSYS sebelum dilakukannya proses simulasi. Dengan menggunakan Diagram Alir akan memudahkan dalam menganalisa tahapan-tahapan dalam proses simulasi tersebut. Pada gambar 3.7 berikut ini disajikan diagram Diagram Alir yang digunakan dalam penelitian ini.

START


(53)

B

A

Berhasil ?

Ya

Tidak

Mendefenisikan TYPE OF ELEMENT

Mendefenisikan MATERIAL PROPERTIES

Memberikan UKURAN MESH

Mendefinisikan ANALYSIS TYPE

Membentuk GEOMETRY


(54)

Gambar 3.7 Diagram Alir Simulasi Menggunakan Ansys

Selesai

Tidak

Ya

B A

Proses Penampilan Hasil Menerapkan

KONDISI BATAS

Menerapkan BEBAN (LOAD)

Proses Penyelesaian Sistem

Proses Penampilan Hasil


(55)

3.6 Penentuan Sifat Fisik Dan Mekanik dari Material 1. AISI TYPE 304 STAINLESS STEEL

AISI Type 304 Stainless Steel merupakan bahan standar yang biasa digunakan untuk pembuatan knalpot. Adapun sifat fisis dan mekanis dari bahan AISI Type 304 Stainless Steel adalah sebagai berikut :

Tabel 3.4 Sifat Fisis dan Mekanis Material AISI Type 304 Stainless Steel.[19]

No Sifat Fisis Nilai

1 Modulus Elastisitas 196 Gpa

2 Possion Ratio 0.29

3 Density 8000 Kg/m3

4 Konduktifitas Thermal 16.2 W/m.K

3.7 Prosedur Simulasi

Dalam simulasi ini digunakan suatu software bantu yang cukup populer dikalangan engineering yaitu Ansys Versi 9.0, dimana software program ini mampu melakukan analisis beban, pengaruh temperatur, deformasi, defleksi, dan tegangan pada truss, dan sebagainya. Pada gambar 3.8 merupakan tampilan awal Ansys versi 9.0


(56)

1. Proses Preferensi

Proses Preferensi merupakan langkah pendahuluan untuk menentukan model analisis terhadap kondisi material yang ada. Dalam hal ini preferensi yang digunakan adalah Thermal dengan langkah: Preference> Thermal> OK

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat seperti terlihat pada Gambar 3.9, berikut ini.

Gambar 3.9 Tampilan Layar Proses Preferensi

2. Proses Mendefinisikan Geometry

Proses mendefinisikan karakteristik geometri, maka langkah prosesnya adalah dari menu Preprocessor>Modelling>Create


(57)

Gambar 3.10 Tampilan Hasil Geometri Material

Tabel 3.5 Dimensi Knalpot yang akan dibuat

Knalpot Panjang (m) Lebar (m) Tinggi (m)

Spesimen A 0.52 0.18 0.13

Spesimen B 0.65 0.225 0.1625

Spesimen C 0.39 0.135 0.0975

3. Sifat Elemen Material

Langkah selanjutnya adalah menerapkan sifat element dengan langkah, sebagai berikut: a. Menentukan Sifat Elemen


(58)

Gambar 3.11. Menentukan Sifat Elemen

b. Mendefenisikan Material Properties

Gambar 3.12 Material Properties

4. Menerapkan Ukuran Mesh

Proses menerapkan ukuran mesh ini dilakukan dengan langkah: Preprocessor >Meshing> Mesh Tools…


(59)

Gambar 3.13 Tampilan Hasil Masukan Ukuran Mesh

5. Proses Meshing

Untuk melihat hasil dari proses penerapan ukuran mesh, maka langkah yang harus dilalui, yaitu pada menu Processor pilih Meshing >Mesh> Volume> Free dan pilih Area.


(60)

BAB 4

HASIL SIMULASI DAN PERHITUNGAN TEORITIS

4.1 Penjelasan

Hasil simulasi ANSYS ini yaitu distribusi temperatur. Temperatur ini mewakili tiap tiap daerah atau titik terhadap daerah yang dibagi dalam beberapa bagian pada knalpot. Distribusi temperatur ini dipakai dalam mengolah data selanjutnya. Gambar 4.5 memperlihatkan distribusi temperatur pada putaran 745 rpm dengan spesimen A yang mana knalpot hanya berupa ruang kosong dan terbuat dari material AISI Type 304 Stainless Steel.

Gambar 4.6 memperlihatkan distribusi temperatur apabila diberi pipa dalam knalpot.maka akan terlihat penurunan temperatur. Gambar 4.7 meunjukkan distribusi temperatur apabila knalpot diberi sekat pembatas dalam ruang knalpot. Disini terlihat bahwa penurunan temperatur juga dipengaruhi oleh sekat dalam knalpot.

Gambar 4.10 memperlihatkan distribusi temperatur ketika diberi sekat yang berlubang, maka terlihat kenaikan temperaturnya dari knalpot dengan sekat yang tidak berlubang. Gambar 4.11 menunjukkan distribusi temperatur apabila knalpot dengan spesimen B, maka akan terlihat terjadi penurunan temperatur knalpot. Gambar 4.12 menunjukkan distribusi temperatur knalpot apabila ukuran knalpot dengan spesimen C, maka akan terlihat perubahan temperatur yang kecil.

Gambar 4.13 menunjukkan distribusi temperatur pada putaran 1500 Rpm, dengan knalpot ruang kosong pada spesimen A. Gambar 4.16 menunjukkan distribusi temperatur pada putaran 2000 Rpm, dengan spesimen A yang ruang kosong..


(61)

4.2 Analisis Simulasi

1 Mendefinisikan Tipe Analisis

Dalam simulasi ini dianggap bahwa beban yang diberikan dalam keadaan statik. Langkah ini dilakukan dengan memastikan bahwa analisis statik diberikan dengan langkah Solution >Analysis Type >New Analysis.

Gambar 4.1 Kotak Dialog Tipe Analisis

2. Temperatur

Pada penerapan constraints langkah perintahnya adalah pada Solution >Define Loads >Apply >Thermal > Temperature >On Areas


(62)

3. Heat Fluks

Selanjutnya, dilakukan penerapan load thermal dan langkah perintahnya adalah Solution >Define Loads > Apply >Thermal > Heat Fluks>On Areas

Gambar 4.3 Kotak Dialog Heat Flux

Solving The System

Untuk selanjutnya kita akan melihat hasil tampilan proses selanjutnya melalui proses Solving The System.

Gambar 4.4 Kotak Dialog Solving

Analisis Temperatur

Untuk analisis temperatur dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut: General Postproc > Plot results > Nodal Solution >DOF Solution >Ttemperature


(63)

4.3 Hasil Simulasi

1. Pada Putaran 745 Rpm dengan Spesimen A dan dibuat dengan material AISI Type 304 Stainless Steel

Gambar 4.5 Distribusi Temperatur Knalpot yang hanya berupa ruang kosong

Pada putaran 745 rpm terjadi perubahan temperatur. Penurunan ini dapat dilihat pada gambar 4.5, awalnya 91 oC menjadi 79,814 oC.

Gambar 4.6 Distribusi Temperatur Knalpot dengan Pipa

Dengan penambahan 2 pipa maka akan terjadi penurunanan temperatur. Penurunan ini dapat terlihat pada gambar 4.6, awalnya 91 oC menjadi 79,694 oC.


(64)

Gambar 4.7 Distribusi Temperatur Knalpot dengan penambahan 1 sekat

Dengan penambahan 1 sekat maka akan terjadi penurunanan temperatur. Penurunan ini dapat terlihat pada gambar 4.7, awalnya 91 oC menjadi 76,802 oC.

Gambar 4.8 Distribusi Temperatur Knalpot dengan penambahan 2 sekat

Dengan penambahan 2 sekat maka akan terjadi penurunanan temperatur. Penurunan ini dapat terlihat pada gambar 4.8, awalnya 91 oC menjadi 72,725 oC.


(65)

Gambar 4.9 Distribusi Temperatur Knalpot dengan penambahan 3 sekat

Dengan penambahan 3 sekat maka akan terjadi penurunanan temperatur. Penurunan ini dapat terlihat pada gambar 4.9, awalnya 91 oC menjadi 68,864 oC.

Gambar 4.10 Distribusi Temperatur Knalpot dengan 3 sekat yang berlubang

Dengan penambahan sekat yang berlubang maka akan terjadi penurunan temperatur lebih kecil dari pada penambahan 3 sekat yang tidak berlubang. Ini dapat terlihat pada gambar 4.10, awalnya 91 oC menjadi 70,862 oC.


(66)

2. Pada Putaran 745 Rpm dengan Spesimen B dibuat dengan Material AISI Type 304 Stainless Steel

Gambar 4.11 Distribusi Temperatur Knalpot yang hanya berupa ruang kosong

Dengan perubahan dimensi knalpot menjadi lebih besar maka akan terjadi penurunan temperatur lebih besar dari pada knalpot ukuran standar. Penurunan ini dapat terlihat pada gambar 4.11, awalnya 91 oC menjadi 75,419 oC.

3. Pada Putaran 745 Rpm dengan spesimen C dan dibuat dengan Material AISI Type 304 Stainless Steel


(67)

Dengan perubahan dimensi knalpot menjadi lebih kecil dari standar maka akan terjadi penurunanan temperatur yang lebih kecil dari pada knalpot ukuran standar. Penurunan ini dapat terlihat pada gambar 4.12, awalnya 91 oC menjadi 81,66 oC.

4. Pada Putaran 1500 Rpm dengan spesimen A dan dibuat dengan Material AISI Type 304 Stainless Steel.

Gambar 4.13 Distribusi Temperatur Knalpot yang hanya berupa ruang kosong

Pada putaran 1500 rpm akan terjadi penurunan temperatur. Penurunan ini dapat dilihat pada gambar 4.13, awalnya 157 oC menjadi 111,026 oC.


(68)

5. Pada Putaran 1500 Rpm dengan spesimen B dan dibuat dengan Material AISI Type 304 Stainless Steel.

Gambar 4.14 Distribusi Temperatur Knalpot yang hanya berupa ruang kosong

Dengan perubahan dimensi knalpot menjadi lebih besar dari standar maka akan terjadi penurunan temperatur yang lebih besar dari pada ukuran standar. Penurunan ini dapat terlihat pada gambar 4.14, awalnya 157 oC menjadi 100,284 oC.

6. Pada Putaran 1500 Rpm dengan spesimen C dan dibuat dengan Material AISI Type 304 Stainless Steel.


(69)

Dengan perubahan dimensi knalpot menjadi lebih kecil dari standar maka akan terjadi penurunan temperatur yang kecil dari pada knalpot standar. Penurunan ini dapat terlihat pada gambar 4.15, awalnya 157 oC menjadi 123 oC.

7. Pada Putaran 2000 Rpm dengan spesimen A dan dibuat dengan Material AISI Type 304 Stainless Steel

Gambar 4.16 Distribusi Temperatur Knalpot yang hanya berupa ruang kosong

Pada putaran 2000 rpm terjadi penurunan temperatur. Penurunan ini dapat dilihat pada gambar 4.16, awalnya 220 oC menjadi 188,765 oC.


(70)

8. Pada Putaran 2000 Rpm dengan Spesimen B dan dibuat dengan Material AISI Type 304 Stainless Steel.

Gambar 4.17 Distribusi Temperatur Knalpot yang hanya berupa ruang kosong

Dengan perubahan dimensi knalpot menjadi lebih besar dari standar maka akan terjadi penurunan temperatur yang lebih besar dari standar. Penurunan ini dapat terlihat pada gambar4.17, awalnya 220 oC menjadi 180,949 oC.

9. Pada Putaran 2000 Rpm dengan spesimen C dan dibuat dengan Material AISI Type 304 Stainless Steel


(71)

Dengan perubahan dimensi knalpot menjadi lebih kecil dari standar maka akan terjadi penurunan temperatur yang kecil dari standar. Penurunan ini dapat terlihat pada gambar 4.18, awalnya 220 oC menjadi 196,59 oC.

4.4 ANALISA PERHITUNGAN KEBISINGAN

Untuk menghitung kebisingan pada knalpot terlebih dahulu kita menghitung kebisingan pada mesin.[20]

Lw = 95 + 5 log10 kW – lin /1.8 dB (41)

Dimana : Lw = Sound power level , (dB) kW = Energi atau tenaga mesin , (kW) lin = Panjang pipa

Untuk mencari kW atau tenaga yang timbul kita menggunakan persamaan. [21]

Ni = P.VL .z.n.a.

450000 1

(PS) (42)

Dimana : Ni = Tenaga mesin (PS)

P = tekanan efektif rata-rata, (kg/cm3) VL = Volume langkah torak, (cm3) z = Jumlah piston

a =jumlah siklus perputaran , ½ untuk motor 4 langkah n = Putaran poros engkol (rpm)

untuk itu kita mencari tekanan efektif rata-rata pada proses pembakaran.[21]

Pefektif =

L

V Q J

η (43)

Dimana : P efektifrata-rata = Tekanan efektif rata-rata (kg/cm2) η = efisiensi

Q = kalor yang masuk (Kcal) VL = Volume langkah torak (cm3)


(72)

J = Faktor pengubah satuan, 427 m kg/kcal Untuk proses kerja dalam mesin kita gunakan siklus otto.

T1 = 30 oC (untuk temperatur luar) = 303 K Untuk mencari T2

T2 = T1 (r) k-1

= 303 (9)1.4 -1

= 729.69 K

Dimana k = 1.4 untuk udara

r = compresi ratio untuk bensin (6-12) diambil rata-rata yaitu 9 untuk mendapatkan T3

T4 = 205 0C + 273 = 478 K (temperatur gas buang)

T4 = T3 ( ) 1

1 ( k

r

478 K = T3 ( )1.4 1

9 1

T3 = 1151.80 K

Dengan menggunakan persamaan gas ideal.[21]

PV = m RT (44)

P1 = 1 atm (tekanan udara luar ) = 101325 (N/m2) = 10332.27 kg/m2 V1 = ¼ π D2 L = ¼ x 3.14 x (0.0805)2 x (0.073) = 0.000371 m3 R = 29.3 m kg/kg.K untuk udara


(73)

m = RT PV = 303 3 . 29 000371 . 0 27 . 10332 x x

= 0.000432 kg

Q = m x Cv x (T3 – T2)

= 0.000432 kg x 0.1715 kcal/kg x ( 1151.80 – 729.69)K = 0.031 kcal

η = 1 – (1)k−1 r

η = 1 – ( 1.4 1 ) 9 1

= 0.585

P efektif rata-rata = 3

000371 . 0 / 427 031 . 0 585 . 0 m kcal kg m x kcal x

= 2.09 kg/cm2

Ni = 2.08 kg/cm2 x 371.35 cm3 x 4 x 745 x ½ x 1/450000 = 2.557 PS = 2.52 hp = 1.89 kW

Lw = 95 + 5 log10 kW – lin /1.8 (dB) = 95 + 5 log10 1.89 – 0.45/1.8 = 95 + 1.33 – 0.25

= 96.08 dB

Selanjutnya kita menghitung Transmission Loss pada knalpot atau kehilangan transmisi pada knalpot.[9]

TL = 10 log10 [ 1 + 0.25( 

     λ πLc Se Sc 2 sin ) Sc Se

- 2 2 ] dB (45)

Dimana TL = Transmission Loss, dB

Se = Luas daerah masuk atau keluar, m2 (1/4 x 3.14 x 0.0422) = 0.001384 m2 Sc = Luas daerah kanlpot, m2 = (1/4 x 3.14 x 0.1222) + (0.042 x 0.122) =

0.016807 m2

Lc = panjang knalpot, m = 0.13 m λ = panjang gelombang, m


(74)

λ πLc 2

= angle, dalam radians

Menghitung panjang gelombang, dengan menggunakan persamaan λ = c / f = 381.68 m/s / 700 Hz = 0.54 m

Dimana c = kecepatan suara = 49.03 460+T , ft/sec = 49.03 460+192.57= 1252.351 ft/sec = 381.68 m/s

f = frekuensi suara, Hz = 700 Hz

T = Temeperatur, 0F = 1.8(89.21 0C) + 32 = 192.57 0F

TL = 10 log10 [1+0.25( )]

54 . 0 13 . 0 14 . 3 2 ( sin ) 016807 . 0 001384 . 0 001384 . 0 016807 .

0 − 2 2 x x

= 10 log10 [1+0.25(12.057)2(0.9946)] = 10 log10 [1+36.14]

= 10 (1.569) = 15.69 dB

Selanjutnya menghitung Lw yang terjadi pada knalpot, pada persamaan.[22]

TL = Lw mesin – Lw knalpot (46)

Lw knalpot = Lw mesin – TL

= 96.08 – 15.69 = 80.38 dB untuk elemen I

4.5 HASIL ANALISA MATERIAL AISI TYPE 304 STAINLESS STEEL.

1. Pada Putaran 745 Rpm dengan spesimen A dan dibuat dengan material AISI Type 304 Stainless Steel.

Tabel 4.1 Hasil tabulasi konversi temperatur untuk knalpot dengan ruang kosong

No Jarak

(m) Temperatur (K) Kec Partikel (m/s) Transmission Loss (dB) Lw (knalpot) (dB)

1 0.13 362.21 381.68 15.698 80.379

2 0.13 359.62 380.32 15.701 64.677

3 0.13 357.54 379.21 15.704 48.973


(75)

0.000 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000

362.21 359.62 357.54 354.93 Temperatur (K)

Lw

(

dB

)

Lw vs T

Gambar 4.19. Sound power Level vs Temperatur

Pada gambar 4.19 dapat terlihat bahwa penurunan temperatur mempengaruhi tingkat kebisingan yang terjadi, ketika masuk knalpot adalah 80.379 dB dan menuju keluar knalpot 33.267 dB

Tabel 4.2 Hasil tabulasi konversi temperatur untuk knalpot dengan pipa

No Jarak

(m)

Temperatur (K)

Kec Partikel (m/s)

Transmission Loss (dB)

Lw (knalpot) (dB)

1 0.13 362.18 381.67 15.698 80.379

2 0.13 359.55 380.28 15.702 64.677

3 0.13 357.43 379.16 15.704 48.973

4 0.13 354.80 377.76 15.707 33.266

0.000 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000

362.18 359.55 357.43 354.80

Temperatur (K)

Lw

(

dB

)

Lw vs T


(76)

Pada gambar 4.20 dapat terlihat bahwa penurunan temperatur mempengaruhi tingkat kebisingan yang terjadi, ketika masuk knalpot adalah 80.379 dB dan menuju keluar knalpot 33.266

Tabel 4.3 Hasil tabulasi konversi temperatur untuk knalpot dengan 1 sekat

No Jarak

(m)

Temperatur (K)

Kec Partikel (m/s)

Transmission Loss (dB)

Lw (knalpot) (dB)

1 0.13 361.96 381.55 15.699 80.378

2 0.13 357.77 379.34 15.704 64.675

3 0.13 354.27 377.48 15.707 48.967

4 0.13 351.67 376.09 15.710 33.257

0.000 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000

361.96 357.77 354.27 351.67

Temperatur (K)

Lw

(

dB

)

Lw vs T

Gambar 4.21. Sound power Level vs Temperatur

Pada gambar 4.21 dapat terlihat bahwa penurunan temperatur mempengaruhi tingkat kebisingan yang terjadi, ketika masuk knalpot adalah 80.378 dB dan menuju keluar knalpot 33.257

Tabel 4.4 Hasil tabulasi konversi temperatur untuk knalpot dengan 2 sekat

No Jarak

(m)

Temperatur (K)

Kec Partikel (m/s)

Transmission Loss (dB)

Lw (knalpot) (dB)

1 0.13 360.81 380.94 15.700 80.377

2 0.13 355.49 378.13 15.706 64.671

3 0.13 351.31 375.90 15.710 48.960


(1)

Wakt u pengukuran dilakukan selam a akt ifit as 24 j am ( LSM) dencan cara pada sianghari t ingkat akt ifit as yang paling t inggi selam a 10 j am ( LS) pada selang wakt u06.00 - 22. 00 dan akt ifit as dalam hari selam a 8 j am ( LM) pada selang 22.00 - 06.00.

Set iap pengukuran harus dapat m ewakili selang wakt u t ert ent u dengan m enet apkan paling sedikit 4 wakt u pengukuran pada siang hari dan pada m alam hari paling sedikit 3 wakt u pengukuran, sebagai cont oh :

- L1 diam bil pada j am 7.00 m ewakli j am 06.00 - 09.00 - L2 diam bil pada j am 10.00 m ewakili j am 09.00 - 11.00 - L3 diam bil pada j am 15.00 m ewakili j am 14.00 - 17.00 - L4 diam bil pada j am 20.00 m ewakili j am 17.00.- 22.00 - L5 diam bil pada j am 23.00 m ewakili j am 22.00 - 24.00 - L6 diam bil pada j am 01.00 m ewakili j am 24.00 - 03.00 - L7 diam bil pada j am 04.00 m ewakili j am 03.00 - 06.00

Ket erangan :

- Leq : Equivalent Continuous Noise Level at au Tingkat Kebisingan Sinam bung Set ara ialah nilai t ert ent u k ebisingan dari kebisi ngan yang berubah- ubah ( flukt uat if selam a wakt u t ert ent u, yang set ara dengan t ingkat kebisingan dari kebisingan yang aj eg ( st eady) pada selang wakt u yang sam a.

Sat uannya adalah dB ( A) .

- LTMS = Leq dengan wakt u sam pling t iap 5 det ik - LS = Leq selam a siang hari

- LM = Leq selam a m alam hari

- LSM = Leq selam a siang dan m alam hari.

2 . M e t od e pe r h it u n g a n : ( dari cont oh)

LS dihit ung sebagai berikut :

LS = 10 log 1/ 16 ( T1.10 0 1 L5 + .... + T4.100 1 L5) dB ( A) LM dihit ung sebagai berikut :

LM = 10 log 1/ 8 ( T5.10 01 L5 + .... + T7.100 1 L5) dB ( A)

Unt uk m enget ahui apakah tingkat kebisingan sudah m elam paui t ingkat kebisingan m aka perlu dicari nilai LSM dari pengukuran lapangan. LSM dihit ung dari rum us :


(2)

LSM = 10 log 1/ 24 ( 16.10 0 1 L5 + .... + 8.100 1 L5) dB ( A)

3 . M e t od e Eva lu a si

Nilai LSM yang dihitung dibandingkan dengan nilai baku t ingkat kebisingan yang


(3)

Lampiran 4

DATA PENGUKURAN GAS BUANG

Panjang Pipa ( L ) : 45 cm

Stand Engine : Toyota Kijang 5K

Kapasitas Slinder : 1486 cc

Stroke : 73 mm

Bore : 80.5 mm

Putaran (Rpm) T1 0C T2 0C T3 0C T4 0C T5 0C 745 205 136 91 87 73

1500 350 230 157 148 110

2000 440 310 220 215 160

Catatan :

- Sensornya : Thermocouple (gambar 3.3)

- Kabel sensor diletakkan pada lubang yang telah dibor pada knalpot

Approved By

Measurement By


(4)

Lampiran 5

HASIL SIMULASI

Berdasarkan hasil studi literatur yang ada pada gambar diatas dapat dilihat hasil

simulasi yang telah ada. Pada gambar terlihat jelas hasil simulasi bentuk knalpot yang

telah di-mesh dengan menggunakan software PATRAN pada frekuensi 700 Hz. Pada

gambar diatas terjadi distribusi suara pada gas borne dengan 3 zona.


(5)

Lampiran 5

NOISE MEASUREMENT TABLE

Date : 19 – Juni- 2007 Temperatur : 26.7

0

C

satu jam berikutnya 29.1

0

C

Starting Time : 10.30 – 11.45

WIB

Pressure :

Measurment Point : Outlet Silencer

Rotation Internal Combustion Engine

(rpm) : 750 -1000

rpm

Distence (Iso Std) : 1 m

Respon : Slow

Preamplifier : Norsonic Type

1201

Vertical Top Scale : 110

Calibration : 114 dB

Vertical Axis Graduation : 10

Equipment : Sound Analyzer

Vertical Axis Datum : 20

Brand/Series : Norsonic Type 110 Pressure Microphone : Type 1236,

½” Condensor Microphone


(6)

FREQUENCY

X (dB)

Y (dB)

Z (dB)

NO

FREQUENCY

(HZ)

TERTZ (1/3

Octave)

x+

x-

Y+

Y-

Z+

Z-

1 31.5 26 25.9 26.3

2 40 26.7 27.8 26.7

3 50 35.7 35.5 35.5

4 63 26.8 26.9 26.3

5 70 27.2 26.3 26.5

6 80 28.3 28 27.9

7 100 35.2 35.2 34.9

8 125 27.3 27.4 27

9 160 25.6 26 26

10 200 28.6 28.9 29.1

11 250 23.8 23.5 23.8

12 315 26.4 26.7 27

13 400 24.9 25.4 25.3

14 500 23.8 23.6 23.6

15 630 23.6 23.9 23.9

16 800 23.7 23.6 23.9

17 1000 25.2 24.4 24.5

: Uncondition

: Uncondition

Measurement By

Approved By