matematika dapat membentuk suatu simbol matematika. Model matematika dapat berupa persamaan, pertidaksamaan, bangun geometrik, dan sebagainya.
d. Konsisten dalam sistemnya Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang mempunyai
kaitan satu sama lain, tetapi ada juga sistem yang dapat dipandang terlepas satu sama lain. Misalnya sistem-sistem aljabar dan sistem-sistem geometri.
2.3. Kecemasan Matematika 2.3.1 Pengertian kecemasan matematika
Ada beberapa ahli yang memiliki definisi mengenai kecemasan matematika, diantaranya menurut Richardson Suinn 1990, kecemasan matematika adalah
perasaan tegang, ketidakberdayaan, dan kekacauan sosial ketika seseorang diminta untuk memanipulasi angka atau menyelesaikan permasalahan matematika
dalam Hunsley, 1987. Selain itu, kecemasan matematika menurut Dreger Aiken dalam Kusumawati, 2005, yaitu gejala atau reaksi emosional terhadap
aritmatika dan matematika. Sedangkan menurut Fennema Sherman, kecemasan matematika adalah merasakan kecemasan yang diasosiasikan dengan kelas
matematika, kursus, masalah, dan tes atau ujian matematika dalam Kusumawati, 2005.
Berdasarkan pengertian-pengertian mengenai kecemasan matematika diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan matematika adalah reaksi emosional berupa
perasaan takut, tegang, dan cemas bila berkaitan dengan manipulasi angka atau bilangan.
2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan matematika
Menurut Sujono dalam Purnomo, 1999 menyatakan bahwa kecemasan terhadap
matematika disebabkan oleh dua faktor, yaitu:
1. Faktor guru, biasanya muncul dengan adanya keterpaksaan guru dalam mengajar. Hal itu dapat kita lihat bagaimana guru dengan keterpaksaannya
tersebut mengajar dan sebagai akibatnya guru lebih menekankan pola berpikir yang sifatnya hafalan dan bukan berpikir dalam memecahkan masalah.
Dengan cara ini anak dipaksa untuk menghafalkan konsep dibawah tekanan guru.
2 Faktor orang tua, orang tua mempunyai pengalaman pahit terhadap
matematika secara tidak langsung akan memupuk kecemasan anak terhadap matematika.
2.4. Self-Efficacy
2.4.1. Pengertian self-efficacy
Menurut Albert Bandura 1986 self-efficacy adalah penilaian seseorang terhadap kemampuannya untuk menyusun tindakan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan
tugas-tugas khusus yang dihadapi. Self-efficacy tidak berkaitan langsung dengan kecakapan yang dimiliki individu, melainkan pada penilaian diri tentang apa yang
dapat dilakukan, tanpa terkait dengan kecakapan yang dimiliki. Konsep dasar teori self-efficacy adalah pada masalah adanya keyakinan bahwa pada setiap individu
mempunyai kemampuan mengontrol pikiran, perasaan dan perilakunya. Dengan demikian, self-efficacy merupakan masalah persepsi subyektif.
Artinya self-efficacy tidak selalu menggambarkan kemampuan yang sebenarnya, tetapi terkait dengan keyakinan yang dimiliki individu Bandura, 1986.
Sedangkan menurut Woolfolk 2004 mendefinisikan self-efficacy sebagai kepercayaan individu terhadap kemampuannya dalam menghadapi situasi tertentu.
Pengertian lainnya mengenai self-efficacy yaitu belief atau keyakinan seseorang bahwa ia dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil outcomes yang positif
Santrock, 2001. Menurut Dale Schunk, self-efficacy mempengaruhi siswa dalam memilih
kegiatannya. Siswa dengan self-efficacy yang rendah mungkin menghindari pelajaran yang banyak tugasnya, khususnya untuk tugas-tugas yang menantang,
sedangkan siswa dengan self-efficacy yang tinggi mempunyai keinginan yang besar untuk menyelesaikan tugas-tugasnya dalam Santrock, 2001. Selain itu,
pertimbangan mengenai peran self-efficacy keyakinan diri dalam kecemasan. Menurut teori sosial kognitif, orang-orang yang memiliki persepsi rendah
mengenai keyakinan dirinya dalam hubungannya mengatasi ancaman mengakibatkan timbulnya kecemasan yang tinggi Pervin dan John, 2005.
Pengertian-pengertian tersebut memberikan pemahaman bahwa self-efficacy adalah penilaian yang berupa keyakinan subyektif individu mengenai kemampuan
dirinya dalam melakukan tugas, mengatasi masalah, dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan hasil tertentu. Penilaian atau perasaan itu
berkaitan dengan kompetensi dan efektifitas.
2.4.2. Fungsi self-efficacy
Self-efficacy yang dipersepsikan tidak hanya sekedar perkiraan tentang tindakan apa yang akan dilakukan pada masa mendatang Bandura, 1986. Keyakinan
seseorang mengenai kemampuan diri juga berfungsi sebagai suatu determinan bagaimana individu tersebut berperilaku, berpola pikir, dan bereaksi emosional
terhadap situasi-situasi yang sedang dialami. Keyakinan diri juga memberikan kontribusi terhadap kualitas dari fungsi psikososial seseorang.
Bandura 1986 menjelaskan fungsi dan berbagai dampak penilaian self-
efficacy antara lain sebagai berikut:
a. Perilaku memilih Dalam kehidupan sehari-hari, individu seringkali dihadapkan dengan
pengambilan keputusan, meliputi pemilihan tindakan dan lingkungan sosial yang ditentukan dari penilain efficacy individu. Seseorang cenderung untuk menghindar
dari tugas dan situasi yang diyakini melampaui kemampuan diri mereka, dan sebaliknya mereka akan mengerjakan tugas-tugas yang dinilai mampu untuk
mereka lakukan Bandura, 1977b, dalam Bandura, 1986. Self-efficacy yang tinggi akan dapat memacu keterlibatan aktif dalam suatu kegiatan atau tugas yang
kemudian akan meningkatkan kompetensi seseorang. Sebaliknya, self-efficacy yang rendah dapat mendorong seseorang untuk menarik diri dari lingkungan dan
kegiatan sehingga dapat menghambat perkembangan potensi yang dimilikinya. Seseorang yang memiliki penilaian self-efficacynya secara berlebihan
cenderung akan menjalankan kegiatan yang jelas di atas jangkauan kemampuannya. Akibatnya dia akan mengalami kesulitan-kesulitan yang berakhir
dengan kegagalan yang sebenarnya tidak perlu terjadi, dan hal ini bisa mengurangi kredibilitasnya. Sebaliknya, seseorang yang menganggap rendah
kemampuannya juga akan mengalami kerugian, walaupun kondisi ini lebih seperti memberi batasan pada diri sendiri daripada suatu bentuk keengganan. Melalui
kegagalan dalam mengembangkan kegiatan-kegiatannya, seseorang dapat memutuskan dirinya dari banyak pengalaman berharga. Seharusnya ia berusaha
unuk mencoba tugas-tugas yang memiliki penilaian yang penting, tetapi ia justru menciptakan suatu halangan internal dalam menampilkan kinerjanya yang efektif
melalui pendekatan dirinya pada keraguan Bandura, 1986. b. Usaha yang dilakukan dan daya tahan
Penilaian terhadap self-efficacy juga menentukan seberapa besar usaha yang akan dilakukan seseorang dan seberapa lama ia akan bertahan dalam
mengahadapi hambatan atau pengalaman yang tidak menyenangkan. Semakin tinggi self-efficacy seseorang, maka akan semakin besar dan gigih pula usaha yang
dilakukan. Ketika dihadapkan dengan kesulitan, individu yang memiliki self- efficacy tinggi akan mengeluarkan usaha yang besar untuk mengatasi tantangan
tersebut. Sedangkan orang yang meragukan kemampuannya akan mengurangi usahanya atau bahkan menyerah sama sekali Bandura dan Cervone; Brown dan
Inouye; Schunck; Winberg, Gould, dan Jackson dalam Bandura, 1986. c. Pola berfikir dan reaksi emosi
Penilaian mengenai kemampuan seseorang juga mempengaruhi pola berfikir dan reaksi emosionalnya selama interaksi aktual dan terantisipasi dengan
lingkungan. Individu yang menilai dirinya memiliki self-efficacy rendah, merasa
tidak mampu dalam mengatasi masalah atau tuntutan lingkungan, hanya akan terpaku pada kekurangannya sendiri, dan berfikir kesulitan yang mungkin timbul
lebih berat dari kenyataannya Beck; Lazarus dan Launier; Meichenbaum; Sarason, dalam Bandura, 1986.
Self-efficacy juga dapat membentuk pola berfikir kausal Collin, dalam Bandura, 1986. Dalam mengatasi persoalan yang sulit, individu yang memiliki
self-efficacy tinggi akan menganggap kegagalan terjadi karena kurangnya usaha yang dilakukan, sedang yang memiliki self-efficacy rendah lebih menganggap
kegagalan disebabkan kurangnya kemampuan yang ia miliki. d. Perwujudan dari keterampilan yang dimiliki
Banyak penelitian membuktikan bahwa self-efficacy dapat meningkatkan kualitas dari fungsi psikososial seseorang Bandura, 1986. Seseorang yang
memandang dirinya sebagai orang yang self-efficacynya tinggi akan membentuk tantangan-tantangan terhadap dirinya sendiri yang menunjukkan minat dan
keterlibatan dalam suatu kegiatan. Mereka akan meningkatkan usaha jika kinerja yang dilakukan mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan, menjadikan
kegagalan sebagai pendorong untuk mencapai keberhasilan, dan memiliki tingkat stres yang rendah bila menghadapi situasi yang menekan. Individu yang memiliki
self-efficacy rendah biasanya akan menghindari tugas yang sulit, sedikit usaha yang dilakukan dan muah menyerah menghadapi kesulitan, mengurangi perhatian
terhadap tugas, tingkat aspirasi rendah, dan mudah mengalami stress dalam situasi yang menekan.
2.4.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi self-efficacy
Menurut Bandura 1986 faktor-faktor yang mempengaruhi self-efficacy dapat diperoleh dari empat sumber informasi yaitu: 1 pencapaian kinerja performance
attainment, 2 pengalaman orang lain vicarious experience, 3 persuasi verbal verbal persuasion, dan 4 keadaan dan reaksi fisiologis physiological state.
a. Pencapaian kinerja performance attainment Hasil yang diharapkan secara nyata merupakan sumber penting tentang
informasi self-efficacy karena didasari oleh pengalaman otentik yang telah dikuasai Bandura, Adam, dan Beyer; Biran dan Wilson; Felzt, Landers, dan
Reader, dalam Bandura, 1986. Keberhasilan yang diperoleh akan membawa seorang pada tingkat self-efficacy yang lebih tinggi, sedang kegagalan akan
merendahkan self-efficacy, terutama jika kegagalan tersebut terjadi pada awal pengerjaan tugas dan bukan disebabkan oleh kurangnya usaha atau juga karena
hambatan dari faktor eksternal. Keberhasilan yang terjadi karena bantuan dari faktor eksternal atau keberhasilan yang dicapai dianggap bukan sebagai hasil dari
kemampuan sendiri tidak terlalu memberikan pengaruh terhadap peningkatan self- efficacy. Besarnya nilai yang diberikan dari pengalaman baru tergantung pada
sifat dan kekuatan dari persepsi diri yang ada sebelumnya. Setelah self-efficacy terbentuk karena keberhasilan yang berulang, kegagalan yang muncul terhadap
kemampuannya. b. Pengalaman Orang Lain Vicarious Experience
Self-efficacy dapat juga dipengaruhi karena pengalamn orang lain. Individu yang melihat atau mengamati orang lain yang mencapai keberhasilan dapat
menimbulkan persepsi self-efficacynya. Dengan melihat keberhasilan orang lain, individu dapat meyakinkan dirinya bahwa ia juga bisa untuk mencapai hal yang
sama dengan orang yang dia amati. Ia juga meyakinkan dirinya bahwa jika orang lain bisa melakukannya, ia juga harus dapat melakukannya. Jika seseorang
melihat bahwa orang lain yang memiliki kemampuan yang sama ternyata gagal meskipun ia telah berusaha dengan keras, maka dapat menurunkan penilaiannya
terhadap kemampuan dia sendiri dan juga akan mengurangi usaha yang akan dilakukan Brown dan Inonye dalam Bandura, 1986.
Ada kondisi-kondisi dimana penilaian terhadap self-efficacy khususnya sensitif pada informasi dari orang lain. Pertama adalah ketidakpastian mengenai
kemampuan yang dimiliki individu. Self-efficacy dapat diubah melalui pengaruh modeling yang relevan ketika seseorang memiliki sedikit pengalaman sebagai
dasar penialain kemampuannya. Karena pengetahuan yang dimiliki tentang kemampuan diri sendiri sangat terbatas, maka individu tersebut lebih bergantung
pada indikator yang dicontohkan Tataka dan Tataka dalam Bandura, 1986. Kedua adalah penilaian self-efficacy selalu berdasarkan kriteria dimana
kemampuan dievalusai Festinger; Suls dan Miller dalam Bandura, 1986. Kegiatan yang bisa memberikan informasi eksternal mengenai tingkat kinerja
dijadikan dasar untuk menilai kemampuan seseorang. Tetapi sebagian besar kinerja tidak memberikan informasi yang cukup memenuhi, sehingga penilaian
self-efficacy diukur melalui membandingkannya dengan kinerja dari orang lain Bandura, 1986.
c. Persuasi Verbal Verbal Peruasion Persuasi verbal digunakan untuk memberikan keyakinan kepada seseorang
bahwa ia memiliki suatu kemampuan yang memadai untuk mencapai apa yang diinginkan. Seseorang yang berhasil diyakinkan secara verbal akan menunjukkan
suatu usaha yang lebih keras jika dibandingkan dengan individu yang memiliki keraguan dan hanya memikirkan kekurangan diri ketika menghadapi suatu
kesulitan. Namun, peningkatan keyakinan individu yang tidak realistis mengenai kemampuan diri hanya akan menemui kegagalan. Hal ini dapat menghilangkan
kepercayaan self-efficacy orang yang dipersuasi. d. Keadaan dan Reaksi Psikologis Physicological state.
Seseorang menjadikan keadaan fisiologisnya sebagai sumber informasi untuk memberikan penilaian terhadap kemampuan dirinya. Individu merasa
gejala-gejala somatik atau ketegangan yang timbul dalam situasi yang menekan sebagai pertanda bahwa ia tidak dapat untuk menguasai keadaan atau mengalami
kegagalan dan hal ini dapat menurunkan kinerjanya. Dalam kegiatan yang membutuhkan kekuatan dan stamina tubuh,
seseorang merasa bahwa keletihan dan rasa sakit yang dia alami merupakan tanda- tanda kelemahan fisik dan hal ini menurunkan keyakinan akan kemampuan
fisiknya. Dari teori diatas dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
self-efficacy seseorang diantaranya adalah: a Pencapaian kinerja performance attainment yaitu keberhasilan yang
sering didapatkan akan meningkatkan self-efficacy yang dimiliki seseorang
sedangkan kegagalan akan menurunkan self-efficacynya. Apabila keberhasilan yang didapat seseorang seseorang lebih banyak karena faktor-faktor di luar
dirinya, biasanya tidak akan membawa pengaruh terhadap peningkatan self efficacy. Akan tetapi, jika keberhasilan tersebut didapatkan dengan melalui
hambatan yang besar dan merupakan hasil perjuangannya sendiri, maka hal itu akan membawa pengaruh pada peningkatan self-efficacynya.
b Pengalaman keberhasilan orang lain vicarious experience yang memiliki kemiripan dengan individu dalam mengerjakan suatu tugas biasanya
akan meningkatkan self-efficacy seseorang dalam mengerjakan tugas yang sama. Self-efficacy tersebut didapat melalui sosial model yang biasanya terjadi pada diri
seseorang yang kurang pengetahuan tentang kemampuan dirinya sehingga mendorong seseorang untuk melakukan modeling.
c Persuasi verbal yaitu informasi tentang kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh biasanya digunakan untuk
meyakinkan seseorang bahwa ia cukup mampu melakukan suatu tugas. d Keadaan dan reaksi psikologis Physicological state yaitu kecemasan
dan stres yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan tugas sering diartikan sebagai suatu kegagalan. Pada umumnya seseorang cenderung akan
mengharapkan keberhasilan dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh ketegangan dan tidak merasakan adanya keluhan atau gangguan somatik lainnya. Self-efficacy
biasanya ditandai oleh rendahnya tingkat stres dan kecemasan sebaliknya self- efficacy yang rendah ditandai oleh tingkat stres dan kecemasan yang tinggi pula.
2.4.4. Dimensi self efficacy
Bandura menyatakan bahwa self-efficacy pada diri tiap individu akan berbeda antara satu individu dengan yang lainnya berdasarkan 3 dimensi dalam Ghufron,
2010. Dimensi tersebut adalah: a. Dimensi tingkat level.
Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu merasa mampu untuk melakukannya. Apabila individu dihadapkan pada tugas-tugas
yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka self-efficacy individu mungkin akan terbatas pada tugas-tugas yang mudah, sedang atau tugas-tugas
yang paling sulit, sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan dapat memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat.
Dimensi ini memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang akan dicoba atau dihindari. Individu akan mencoba tingkah laku yang dirasa mampu
dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas kemampuan yang dirasakan.
b. Dimensi kekuatan strength. Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau
pengharapan individu mengenai kemampuannya. Pengharapan yang lemah mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak mendukung.
Sebaliknya, pengharapan yang mantap mendorong individu tetap bertahan dalam usahanya. Meskipun mungkin ditemukan pengalaman yang kurang
menunjang. Dimensi ini biasanya berkaitan langsung dengan dimensi level, yaitu makin tinggi taraf kesulitan tugas, makin lemah keyakinan yang
dirasakan untuk menyelesaikannya. c. Dimensi generalisasi generality.
Dimensi yang berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang mana individu merasa yakin akan kemampuannya. Individu dapat merasa yakin terhadap
kemampuan dirinya. Apakah terbatas pada suatu aktivitas dan situasi yang bervariasi.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa self-eficacy seseorang dapat diukur dengan menggunakan dimensi self-efficacy yang terdiri dari 3 yaitu
pertama, dimensi level yang berkaitan dengan keyakinan seseorang dalam menghadapi suatu tugas dari yang tergolong mudah hingga sulit, sehingga dapat
diketahui seseorang yang mempunyai keyakinan yang tinggi mengenai kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas yang dihadapinya. Kedua,
dimensi strength berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu mengenai kemampuannya. Apakah seseorang dapat
bertahan atau tidak dengan tugas yang tergolong sulit atau tidak sehingga dapat menimbulkan kecemasan terhadap hasil yang akan diperoleh. Ketiga, dimensi
generality yaitu berkaitan tidak hanya pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya pada tugas yang spesifik tetapi juga mempunyai keyakinan yang
tinggi terhadap kemampuannya dalam menghadapi tugas-tugas yang bervariasi contohnya saja seorang siswa yang menyukai pelajaran bahasa inggris dan pandai
dalam mata pelajaran tersebut, maka ia juga mempunyai keyakinan yang tinggi terhadap kemampuannya dalam mengerjakan tugas-tugas matematika, sehingga
siswa tersebut tidak merasa cemas terhadap pelajaran yang tidak ia sukai.
2.4.5 Self-efficacy terhadap matematika
Sumber-sumber mengenai persepsi self-efficacy seseorang terhadap matematika terdiri dari empat hipotesis, yaitu: pencapaian kinerja, pengalaman keberhasilan
orang lain, persuasi verbal dan keadaan emosional reaksi psikologis yang mempunyai hubungan dengan self-efficacy, pengharapan, ketertarikan dalam
matematika pada mahasiswa dan pengetahuan dasar dalam pemilihan karir Lent, 1991.
Para peneliti menyelidiki hubungan antara self-efficacy matematika dengan berbagai variabel mengenai matematika sehingga menghasilkan hubungan
korelasi yang signifikan dan secara langsung berpengaruh e.g., Hackett, 1985; Hackett Betz, 1989; Siegel, Galassi, Ware, 1985. Antara lain, Pajares dan
Miller 1994 melaporkan bahwa self-efficacy dalam menyelesaikan permasalahan matematika lebih bersifat prediksi daripada kinerja, dibandingkan dengan factor
utama seperti jenis kelamin atau latar belakang mengenai matematika atau dibandingkan dengan variabel-variabel lain seperti, kecemasan matematika,
konsep diri matematika dan kegunaan dari matematika Pajares, 1996. Hasilnya mengungkapkan bahwa self-efficacy terhadap matematika pada
siswa memberikan kontribusi yang mengikat dalam memprediksi kinerja mereka dalam menyelesaikan permasalahan matematika yang terkontrol sebagai akibat
dari kecemasan terhadap matematika, kemampuan kognitif, prestasi matematika yang rendah, sel-efficacy pada pengaturan diri dalam belajar dan seks Pajares,
1996.
Hasil ini didukung dengan teori sosial kognitif dapat terlihat bahwa, ketika self-efficacy seseorang dikontrol, maka pengaruh kecemasan berkurang Pajares,
1996. Dari pemaparan diatas, belum dapat diketahui dengan jelas pengertian
mengenai self-efficacy matematika, sehingga peneliti menarik kesimpulan mengenai pengertian self-efficacy matematika adalah penilaian seseorang terhadap
kemampuannya untuk menyusun tindakan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas-tugas khusus yang dihadapi terutama yang berkaitan dengan matematika.
2.5. Kerangka Berpikir