Hubungan self-efficacy metematika dengan kecemasan mengahadapi pelajaran metematika
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Psikologi
Disusun Oleh: Nursilawati 10607002282
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431H/2010 M
(2)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Psikologi
Oleh : NURSILAWATI NIM :106070002282
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Diana Mutiah, M.Si. M. Avicenna, M.HSc.Psy. NIP. 19670192 199603 2001 NIP. 19770906 200112 1004
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1431 H/2010 M
(3)
telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 25 November 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada fakultas Psikologi.
Jakarta, 25 November 2010
Sidang Munaqasyah
Dekan/ Pembantu Dekan/
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 130 885 522 NIP.19561223 198303 2001
Anggota
Drs. Rachmat Mulyono, M.Si., Psi Solicha, M.Si
NIP.196502201999031003 NIP.19720415199903 2001
Dra. Diana Mutiah, M.Si M. Avicenna, M.HSc.Psy NIP. 19670192 199603 2001 NIP. 19770906 200112 1004
(4)
Nama : NURSILAWATI
NIP : 106070002282
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul "HUBUNGAN SELF-
EFFICACY MATEMATIKA DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI
PELAJARAN MATEMATIKA” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan karya tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam skripsi. Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini diperbuat untuk dipergunakan seperlunya.
Jakarta, 25 November 2010 Yang Menyatakan,
Nursilawati
NIM 106070002282
(5)
Jadikanlah dirimu sebagai lautan,
sehingga kamu dapat menghadapi
segala macam permasalahan, karena
lautan dapat menampung air dari
segala penjuru...
Skripsi ini ku
persembahkan :
untuk kedua orang
tuaku tersayang ibu
& bapak...
(6)
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (B) November 2010
(C) Nursilawati
(D) Hubungan Self-Efficacy Matematika Dengan Kecemasan Menghadapi Pelajaran Matematika
(E) xvi-81 halaman (belum termasuk lampiran)
(F) Perasaan tidak mampu siswa terhadap matematika diduga dapat menimbulkan kecemasan siswa ketika menghadapi pelajaran matematika. Hal tersebut dapat terlihat bahwa pelajaran matematika masih dianggap sebagai pelajaran yang menakutkan, pelajaran yang sulit dan tidak menyenangkan sehingga dihindari, karena matematika penuh dengan rumus-rumus dan memerlukan konsentrasi yang penuh dalam mempelajarinya, sehingga akan berdampak pada rendahnya mutu peserta didik dalam penguasaan matematika. Siswa yang kurang yakin atas kemampuan dirinya dalam menghadapi pelajaran matematika akan merasa cemas ketika berhadapan dengan hal-hal yang berkaitan dengan matematika, sebaliknya siswa yang merasa yakin akan dapat menunjukkan atau melakukan langkah-langkah belajar yang tepat dalam mempelajari angka-angka atau menyelesaikan soal-soal matematika, sehingga siswa menjadi tidak cemas dan tampak menyukai pelajaran matematika. Keyakinan akan kemampuan diri ini terwakili oleh konsep self-efficacy. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan self-efficacy matematika dengan kecemasan menghadapi pelajaran matematika. Siswa yang mempunyai self-efficacy tinggi terhadap matematika, maka dapat mengurangi kecemasannya ketika menghadapi pelajaran matematika dan
(7)
Selatan. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 680 siswa, sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas 3 SMPN 4 Tangerang Selatan sebanyak 100 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik non-probability sampling, dengan jenis purposive sampling, yaitu pengambilan sampel yang digunakan, apabila peneliti memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu dengan tujuan tertentu pula. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah skala Likert, yaitu skala self-efficacy yang mengacu pada teori Bandura (1986) dan skala kecemasan yang mengacu pada teori Holmes (1991). Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik uji korelasi dari Pearson’s product moment dengan menggunakan program SPSS versi 16.0. Uji coba terhadap instrumen self-efficacy menghasilkan nilai ∞ (alpha) sebesar 0,933 dengan jumlah item sebanyak 49 item pernyataan, dan untuk instrumen kecemasan menghasilkan nilai ∞ (alpha ) sebesar 0,923 dengan jumlah item sebanyak 38 item pernyataan. Seluruh item yang valid akan digunakan sebagai alat ukur penelitian
Hasil penghitungan uji korelasi dengan menggunakan teknik Perason’s product moment, menghasilkan nilai r hitung sebesar -0,602 yang berarti bahwa tanda negatif (-) didepan angka tersebut menentukan arah hubungan yang bersifat negatif. Sementara nilai r tabel dengan n 100 pada taraf signifikansi sebesar 1% adalah sebesar 0,256. Dengan demikian, nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel yaitu -0,602 > 0,256, maka hipotesis nihil (Ho) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara self-efficacy matematika dengan kecemasan menghadapi pelajaran pelajaran matematika dengan demikian ditolak, sehingga hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan bahwa, ada hubungan yang signifikan antara self-efficacy matematika dengan kecemasan menghadapi pelajaran pelajaran matematika dengan demikian diterima. Arah hubungan yang didapat bersifat negatif yang bermakna bahwa semakin tinggi self-efficacy seseorang terhadap matematika, maka kecemasan yang dialami seseorang akan menurun dan sebaliknya, semakin rendah self-efficacy seseorang terhadap matematika, maka kecemasan yang dialami akan semakin meningkat (tinggi).
Disarankan untuk peneliti yang akan melakukan penelitian yang sama, sebaiknya melakukan penelitian pada beberapa responden dengan klasifikasi lebih beragam, tidak saja pada siswa SMP tetapi juga pada siswa SD, SMA dan sederajat, sehingga gambaran yang dihasilkan mengenai kecemasan menghadapi pelajaran matematika pada siswa dapat diperoleh lebih lengkap.
(8)
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmannirrohiim,
Assalammu’alaikum Wr. Wb.
Tiada kata yang paling indah selain mengucapkan alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala nikmat, berkah, dan rahmat serta hidayah-Nya yang senantiasa selalu diberikan kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”HUBUNGAN SELF-EFFICACY MATEMATIKA DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI PELAJARAN MATEMATIKA”. Dalam penyusunan skripsi ini, semua yang peneliti lakukan tidak lepas dari do’a dan dukungan banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik secara moril maupun materil.
Peneliti menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas dari bantuan beberapa pihak. Alhamdulillah dengan keikhlasan dan bantuan dari berbagai pihak, sudah seharusnya peneliti menghaturkan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Jahja Umar, Ph.D selaku Dekan Fakultas Psikologi, serta Ibu Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si selaku dosen pembimbing akademik.
2. Ibu Dra. Diana Mutiah, M.Si dan Bapak Mochammad Avicenna, M.HSc.Psy selaku dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan waktu dan ilmunya kepada peneliti selama penyusunan skripsi ini.
3. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi yang tak dapat peneliti sebutkan satu per satu yang telah memberikan arahan dan motivasinya kepada peneliti, staff administrasi dan Tata Usaha.
(9)
semangat yang sangat berarti kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Keponakanku yang lucu (Aurel), terima kasih karena selalu menemani tante
mengetik dimalam hari. Tante sayang Aurel.
7. Bijar Hariyadi, terima kasih atas do’a, cinta, kasih, sayang, dan semangatnya yang telah diberikan kepada peneliti agar dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
8. Sahabat-sahabat terbaikku (Aida, Ika, Lulu, Nur’aini, dan Dinda), terima kasih atas semangat dan saran-saran kalian yang begitu berarti kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman angkatan 2006 khususnya kelas C yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu, terima kasih atas kebersamaannya dan pembelajarannya selama ini. Khususnya untuk sahabat-sahabatku (Adel, Ega, Isni, Iretta, Malini, Mita, Mut, Nadiah & Nining) terima kasih karena kalian sudah mau menjadi sahabatku selama 4 tahun ini, semoga persahabatan kita sampai kakek nenek.
10.Siswa-siswi SMPN 3 Tangerang Selatan dan SMPN 4 Tangerang Selatan yang telah membantu peneliti dalam mengisi angket penelitian, sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan untuk menyempurnakan skripsi ini.
Akhir kata, besar harapan peneliti semoga skripsi ini dapat memberi manfaat, khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pihak-pihak yang terkait.
Wassalammu’alaikum Wr. Wb.
(10)
Peneliti DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
MOTTO ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Pembatasan Masalah ... 9
1.3. Perumusan Masalah ... 9
1.4. Tujuan Penelitian ... 9
1.5. Manfaat Penelitian ... 10
1.6. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II : KAJIAN TEORI 2.1. Kecemasan ... 12
(11)
2.1.5. Macam-macam kecemasan ... 18
2.2. Matematika ... 21
2.2.1. Pengertian matematika ... 21
2.3. Kecemasan Matematika ... 23
2.3.1. Pengertian kecemasan matematika ... 23
2.3.4. Faktor yang mempengaruhi kecemasan Matematika ... 24
2.4. Self-Efficacy ... 24
2.4.1. Pengertian self-efficacy ... 24
2.4.2 Fungsi self-efficacy ... 26
2.4.3. Faktor yang mempengaruhi self-efficacy ... 29
2.4.4. Dimensi self-efficacy ... 33
2.4.5. Self-efficacy terhadap matematika ... 35
2.5. Kerangka Berpikir ... 37
2.6. Hipotesis Penelitian ... 39
BAB 3 : METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 40
3.2. Variabel Penelitian ... 41
3.2.1. Identifikasi variabel ... 41
3.2.2. Definisi konseptual & operasional variabel ... 41
3.2.2.1. Definisi konseptual variabel ... 41
3.2.2.2. Definsi operasional variabel ... 41
3.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 44
3.3.1. Populasi dan sampel penelitian ... 44
3.3.2. Metode pengambilan sampel ... 44
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 45
(12)
3.5.1.2. Validitas kecemasan menghadapi pelajaran
Matematika ... 54
3.5.2 Uji reliabilitas ... 55
3.6. Prosedur penelitian ... 56
3.7. Teknik Analisis Data ... 58
BAB 4 : HASIL PENELITIAN ... 59
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 59
4.1.1. Subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin ... 59
4.1.2. Subjek penelitian berdasarkan usia ... 60
4.2 Presentasi Data ... 60
4.2.1. Statistik deskriptif ... 60
4.2.2. Kategorisasi skor subjek penelitian ... 61
4.3 Hasil Penelitian ... 63
4.3.1. Uji hipotesis ... 63
4.3.2. Uji regresi ... 64
4.3.3. Analisis tambahan ... 71
BAB 5 : PENUTUP ... 73
5.1 Kesimpulan ... 73
5.2. Diskusi ... 74
5.3. Saran ... 77
5.3.1 Saran teoritis ... 77
5.3.2. Saran praktis ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 79
(13)
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Format skoring skala self-efficacy matematika ... 46
Tabel 3.2 Format skoring skala kecemasan menghadapi pelajaran matematika ... 46
Tabel 3.3 Blue print try out skala self-efficacy matematika ... 48
Tabel 3.4 Blue print try out skala kecemasan menghadapi pelajaran matematika ... 49
Tabel 3.5 Blue print field study skala self-efficacy matematika ... 50
Tabel 3.6 Blue print field study skala kecemasan menghadapi pelajaran matematika ... 51
Tabel 3.7 Hasil try out skala self-efficacy matematika ... 53
Tabel 3.8 Hasil try out skala kecemasan menghadapi pelajaran matematika ... 54
Tabel 3.9 Hasil uji reliabilitas try out skala self-efficacy matematika ... 56
Tabel 3.10 Hasil uji reliabilitas try out skala kecemasan menghadapi pelajaran matematika ... 56
Tabel 4.1 Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin ... 59
Tabel 4.2 Gambaran subjek penelitian berdasarkan uisa ... 60
Tabel 4.3 Statistik deskriptif skor self-efficacy dan kecemasan ... 60
Tabel 4.4 Norma skor penelitian self-efficacy ... 61
Tabel 4.5 Komposisi subjek berdasarkan pengkategorian skor self-efficacy ... 61
Tabel 4.6 Norma skor skala kecemasan ... 62
(14)
Tabel 4.11 korelasi aspek-aspek self-efficacy (level, strength & generality) dengan kecemasan ... 66 Tabel 4.12 Proporsi varian oleh masing-masing aspek self-efficacy pada
kecemasan menghadapi pelajaran matematika ... 67 Tabel 4.13 Hasil analisis regresi aspek-aspek self efficacy (level, strength &
generality) dengan kecemasan ... 69 Tabel 4.14 Kontribusi aspek-aspek self-efficacy (level, strength & generality)
dengan kecemasan ... 71 Tabel 4.15 Skor mean self-efficacy matematika ... 72 Tabel 4.16 Skor mean kecemasan menghadapi pelajaran matematika ... 72
(15)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan kerangka berpikir ... 39
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat permohonan izin penelitian try out 2. Surat permohonan izin penelitian 3. Angket penelitian try out
4. Angket penelitian field study
5. Skor mentah skala self-efficacy subjek penelitian try out 6. Skor mentah skala kecemasan subjek penelitian try out 7. Skor mentah skala self-efficacy subjek penelitian field study 8. Skor mentah skala kecemasan subjek penelitian field study 9. Reliabilitas dan validitas skor skala self-efficacy try out 10.Reliabilitas dan validitas skor skala kecemasan try out
11.Hasil uji korelasi variabel self-efficacy dengan variabel kecemasan 12.Hasil uji regresi variabel self-efficacy dengan variabel kecemasan
13.Hasil uji korelasi aspek-aspek self-efficacy (level, strength & generality) dengan kecemasan
14.Hasil uji regresi aspek-aspek self-efficacy (level, strength & generality) dengan kecemasan
15.Hasil uji t skala self-efficacy subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin 16.Hasil uji t skala kecemasan subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin
(17)
(18)
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah penelitian,
pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
dan sistematika penulisan penelitian.
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam proses pembelajaran di sekolah, matematika merupakan salah satu bidang
studi yang diajarkan secara luas pada berbagai jenjang pendidikan di sekolah.
Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan-hubungan antara
bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian persoalan
mengenai bilangan. Penguasaan matematika bagi peserta didik sangat penting,
baik untuk menunjang keberhasilan pembangunan dibidang pendidikan maupun
untuk menunjang keberhasilan pengembangan dan pemanfaatan teknologi.
Pentingnya peranan penguasaan matematika dalam menunjang keberhasilan
pembangunan bidang pendidikan, karena penguasaan matematika bagi peserta
didik akan menjadi sarana yang penting untuk mempelajari mata pelajaran
lainnya. Selain matematika juga merupakan pelajaran yang selalu ada dan akan
sering dipergunakan di beberapa mata pelajaran lainnya, baik pada jenjang yang
sama maupun pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Tampaknya upaya penguasaan matematika belum diiringi dengan sikap siswa
terhadap pelajaran matematika. Terlihat bahwa pelajaran matematika masih
(19)
menyenangkan sehingga dihindari, karena matematika penuh dengan
rumus-rumus dan memerlukan konsentrasi yang penuh dalam mempelajarinya. Dengan
kata lain, self-efficacy siswa terhadap matematika mempengaruhi kecemasan
siswa ketika menghadapi pelajaran tersebut. Hasil wawancara yang peneliti
lakukan pada hari Senin tanggal 19 April 2010 dengan dua orang siswa SMPN 4
Tangerang Selatan yang bernama Maulana dan Rizki menyatakan bahwa mereka
tidak suka dengan pelajaran matematika karena menggunakan banyak rumus dan
sulit, sehingga membuat mereka malas untuk mengikuti pelajaran tersebut,
sehingga hal tersebut menimbulkan kecemasan pada siswa serta self-efficacy
siswa terhadap pelajaran tersebut menjadi rendah.
Menurut Atkinson (1999), kecemasan adalah emosi yang tidak
menyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran,
keprihatinan, dan rasa takut yang dialami seseorang dalam tingkat yang
berbeda-beda. Sedangkan kecemasan matematika menurut Dreger & Aiken (dalam
Kusumawati, 2005), yaitu gejala atau reaksi emosional terhadap aritmatika dan
matematika. Siswa yang mengalami kecemasan matematika menunjukkan sikap
tidak mau belajar, merasa rendah diri, merasa tidak ada artinya belajar
matematika, kebingungan, gugup, gelisah, khawatir, serta mengalami gangguan
fisiologis.
Kecemasan matematika muncul dari rasa takut siswa terhadap tugas-tugas
yang berkaitan dengan rumus matematika, ujian atau pada saat pelajaran
(20)
matematika, dan ketakutan akan mendapat nilai yang jelek (dalam Yoenanto,
2001).
Penelitian lain mengenai kecemasan matematika yang dilakukan oleh
Yoenanto (2001), menunjukkan bahwa : (1) faktor-faktor yang memberi
kontribusi besar terhadap kecemasan siswa pada matematika adalah: materi
pelajaran yang dianggap sulit (53%), fasilitas yang kurang memadai (26%), cara
mengajar guru yang sulit dipahami (23%), dan karakter guru yang galak (6%). (2)
semakin rendah tingkat kecemasan siswa pada matematika, akan semakin tinggi
prestasi belajarnya atau semakin tinggi kecemasan siswa pada matematika akan
semakin rendah prestasi belajarnya, (3) semakin tinggi tingkat kelas, akan
semakin tinggi tingkat kecemasan siswa pada pelajaran matematika.
Penelitian tentang kecemasan siswa dalam pelajaran matematika telah
dilakukan oleh KT. Hill dan Sarason yang dikutip oleh Wigfield (dalam
Yoenanto, 2001) dengan melakukan studi longitudinal yang intensif pada sampel
berjumlah 700 orang sebagian besar kulit putih di Sekolah Dasar (SD) pada siswa
kelas kategori sedang dan rendah. Penelitian itu menghasilkan kesimpulan bahwa,
ada korelasi yang negatif antara total skor kecemasan dengan prestasi belajarnya,
dimana kelas 1 dan kelas 2 sebesar rxy = -0,2, kelas 3 dan kelas 4 sebesar rxy =
-0,25, kelas 5 dan kelas 6 sebesar rxy = -0,44. Hal ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Yoenanto (2001), bahwa adanya hubungan
antara kecemasan siswa pada pelajaran matematika dengan prestasi belajar
matematika, yaitu semakin rendah tingkat kecemasan siswa pada pelajaran
(21)
Siswa yang mengalami kecemasan terhadap matematika seringkali
menampakkan berbagai macam tanggapan emosional dan sikap-sikap negatif,
misalnya naiknya detak jantung dan kepala pusing (dalam Purnomo, 1999).
Lebih lanjut Sujono (dalam Purnomo, 1999) menyatakan bahwa kecemasan
terhadap matematika disebabkan oleh dua faktor, yaitu:
1. Faktor guru, dan
2. Faktor orang tua.
Kecemasan yang terjadi pada individu khususnya pada siswa dapat terjadi
melalui suatu proses yang dimulai dengan adanya suatu rangsangan eksternal
maupun internal sampai menjadi suatu keadaan yang dianggap sebagai ancaman
atau hal yang membahayakan. Individu yang mengalami kecemasan, sering kali
tidak mau mengakui bahwa dirinya cemas.
Menurut Holmes (1991) dalam kecemasan terdapat empat komponen, yaitu:
1. Mood (psikologis),
2. Kognitif (dalam pikiran),
3. Somatik (dalam reaksi fisik atau biologis),
4. Motorik (gerak tubuh).
Penelitian lain mengenai kecemasan terhadap matematika yang dilakukan
oleh Kusumawati (2005) menunjukkan bahwa, sikap siswa terhadap unsur yang
berhubungan dengan kegiatan belajar akan mempengaruhi perilaku dalam
mengikuti kegiatan belajar, seperti halnya juga sikap siswa terhadap pembelajaran
(22)
Dengan adanya unsur penilaian dalam sikap, maka yang terbentuk pun berkisar
antara sikap positif atau yang negatif terhadap pelajaran matematika.
Siswa yang mengalami kecemasan biasanya merasa terpaksa untuk
mempelajari matematika. Hal ini dapat dilihat dari jawaban atas pertanyaan
apakah siswa tersebut mampu menjawab atau melakukan langkah-langkah belajar
yang tepat dalam mempelajari angka-angka atau menyelesaikan soal matematika.
Dengan kata lain, siswa yang merasa bisa dan mempunyai keyakinan tentang apa
yang harus dilakukan dalam pelajaran matematika akan menjadi tidak cemas.
Lebih lanjut, siswa yang mempunyai tujuan secara jelas dari apa yang
dilakukannya itu, akan tampak menyukai pelajaran matematika. Oleh karena itu,
sangat penting dan menarik untuk memahami kompetensi diri siswa dimana
dalam istilah psikologi dikenal dengan nama “self-efficacy” khususnya pada mata
pelajaran matematika.
Bandura sebagai penggagas konsep ini mendefinisikan self-efficacy sebagai
penilaian seseorang tentang kemampuannya untuk menyusun tindakan yang
dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas-tugas khusus yang dihadapi (Bandura,
1986). Peningkatan self-efficacy senantiasa dikaitkan dengan peningkatan sikap
positif yang lain. Misalnya, siswa mengekspresikan lebih tertarik dengan
pelajaran matematika dan bertahan pada soal-soal yang sukar.
Peran self-efficacy dalam kecemasan menurut teori sosial kognitif, yaitu
orang-orang yang memiliki persepsi self-efficacy yang rendah dengan
hubungannya dalam mengatasi ancaman yang mengakibatkan timbulnya
(23)
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa, keyakinan akan kemampuan dalam
menghadapi pelajaran matematika yang dimiliki oleh siswa mempengaruhi
kecemasannya. Dari penelitian yang telah dilakukan Betz and Hacket, dan Hackett
yang dikutip oleh Meece (1990) yang meneliti akibat self-efficacy matematika
pada kecemasan menunjukkan bahwa, self-efficacy mempunyai pengaruh yang
kuat terhadap kecemasan yang dialami oleh siswa daripada hasil prestasi
matematika. Sedangkan menurut Dale Schunk (dalam Santrock, 2001),
menyatakan bahwa self-efficacy mempengaruhi siswa dalam memilih
kegiatannya. Siswa dengan self-efficacy yang rendah mungkin menghindari
pelajaran yang banyak tugasnya, khususnya untuk tugas-tugas yang menantang,
sedangkan siswa dengan self-efficacy yang tinggi mempunyai keinginan yang
besar untuk mengerjakan tugas-tugasnya.
Dengan kata lain, siswa yang memiliki self-efficacy yang rendah pada
keterampilan yang mereka miliki tidak suka melibatkan diri dalam tugas yang
mana keterampilan itu dipersyaratkan. Selain itu, mereka akan kurang terdesak
usahanya dan keingintahuannya dalam menghadapi kesukaran. Seseorang yang
mempunyai self-efficacy yang rendah cenderung merasa helpless (perasaan tidak
berdaya). Pada saat mereka mengalami hambatan, mereka akan dengan cepat
menyerah. Seseorang yang memiliki self-efficacy yang rendah tidak akan
melakukan upaya apapun untuk mengatasi hambatan yang ada, karena mereka
percaya bahwa tindakan yang mereka lakukan tidak akan membawa pengaruh
(24)
Di sisi lain, seseorang yang memiliki self-efficacy tinggi, percaya bahwa
mereka dapat menanggulangi kejadian dan situasi yang dialaminya secara efektif.
Seseorang yang memiliki self-efficacy tinggi dapat menurunkan rasa takut akan
kegagalan dan meningkatkan kemampuan kognitif seseorang, sehingga semakin
tinggi self-efficacy yang dipersepsikan seseorang, maka akan semakin besar usaha
yang akan dikeluarkan dalam menghadapi tantangan yang ada. Sebaliknya,
semakin individu meragukan kemampuannya, maka akan mengurangi usaha atau
menyerah sama sekali. Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Betz dan
Hackett menjelaskan bahwa, self-efficacy merupakan hasil dari proses kognitif
yang berbentuk keyakinan atau pengharapan tentang sejauhmana individu
memperkirakan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau melakukan
tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu (dalam Litfiah, 1997).
Selain itu, hal ini juga di dukung dengan salah satu penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Warsito (2004), menjelaskan adanya fenomena pada
mahasiswa FIP UNESA dalam memenuhi ketentuan-ketentuan akademiknya
maupun pencapaian prestasi akademiknya, merasa kurang yakin dengan
kemampuannya yang ditunjukkan dengan kurangnya usaha keras dari mahasiswa
dan cepat menyerah dari masalah-masalah yang ada dan sebagainya, dengan kata
lain ciri-ciri ini menunjukkan mahasiswa memiliki self-efficacynya rendah. Hal
tersebut didapat dari hasil penelitian yang dilakukannya pada mahasiswa tersebut
yaitu bahwa ada 19 mahasiswa (31,67%) kurang berusaha menyelesaikan
tugasnya tepat waktu dengan berbagi alasan, dan 11 mahasiswa (18,33%) mudah
(25)
banyak, merasa kurang yakin dapat menyelesaikan sesuatu serta 30 mahasiswa
(50%) mahasiswa merasa kurang yakin akan kemampuannya untuk dapat
memenuhi ketentuan-ketentuan akademik.
Menurut Bandura (1993) individu yang memiliki self-efficacy rendah akan
menghindari semua tugas dan menyerah dengan mudah ketika masalah muncul.
Mereka menganggap kegagalan sebagai kurangnya kemampuan yang ada.
Mahasiswa yang memiliki kemauan untuk memenuhi tuntutan akademiknya,
tentunya akan selalu berusaha seoptimal mungkin serta harus memiliki keyakinan
akan kemampuannya guna mencapai tujuannya hingga berhasil (dalam Warsito,
2004).
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dilihat bahwa, kecemasan yang dialami
siswa ketika menghadapi pelajaran matematika dapat timbul bukan hanya
disebabkan oleh beban yang dirasa bisa mengancam, tetapi juga dikarenakan
bagaimana persepsi siswa terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan tugas
atau soal matematika tersebut yang merupakan self-efficacy. Peneliti merasa
tertarik untuk melihat lebih mendalam apakah ada hubungan antara self-efficacy
(26)
1.2. Pembatasan Masalah
1. Kecemasan matematika yaitu gejala atau reaksi emosional terhadap
aritmatika dan matematika (dalam Kusumawati, 2005).
2. Self-efficacy adalah penilaian seseorang tentang kemampuannya untuk
menyusun tindakan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas-tugas
khusus yang dihadapi (Bandura, 1986).
3. Siswa adalah orang yang belajar atau menuntut ilmu di sekolah, sedangkan
penelitian khususnya dilakukan pada siswa kelas 3 SMP.
1.3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti merumuskan permasalahan
penelitian sebagai berikut: ”Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara
self-efficacy matematikadengan kecemasan menghadapi pelajaran matematika?”.
1.4. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan self-efficacy matematika dengan
(27)
1.5. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini dapat memberikan kontribusi berupa
khasanah pengetahuan kepada bidang psikologi khususnya dibidang
psikologi pendidikan, dan hasil penelitian ini juga diharapkan dapat
menjadi bahan rujukan dan pembanding untuk penelitian-penelitian
selanjutnya yang relevan.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan oleh para
pengelola lembaga pendidikan (kepala sekolah dan guru), dan orang tua
untuk memberikan cara bagaimana agar siswa dapat memiliki
self-efficacy yang tinggi terhadap matematika,serta membantu
menanggulangi permasalahan kecemasan siswa di kelas terhadap
matematika, sehingga siswa merasa termotivasi untuk mengikuti
(28)
1.6. Sistematika Penulisan
Pada penulisan ini peneliti menggunakan kaidah American Psychological
Association (APA) style, dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah penelitian, pembatasan masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab 2 KAJIAN TEORI
Pada bagian ini berisi tentang teori-teori diantaranya teori mengenai
matematika, kecemasan, kecemasan terhadap matematika, self-efficacy,
dan self-efficacy terhadap matematika.
Bab 3 METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang metodologi penelitian, definisi konseptual dan
opeasional variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel,
teknik pengumpulan data, uji instrumen, prosedur penelitian, dan teknik
analisis data
Bab 4 HASIL PENELITIAN
Bab ini berisi tentang gambaran umum subjek penelitian, deskripsi hasil
penelitian, kategorisasi skor subjek penelitian, hasil uji hipotesis, hasil uji
regresi, dan analisis tambahan.
Bab 5 PENUTUP
(29)
BAB 2
KAJIAN TEORI
Pada bab ini akan dibahas mengenai kajian teori yaitu teori mengenai matematika,
teori kecemasan, teori mengenai kecemasan matematika, teori self- efficacy, dan
teori mengenai self-efficacy terhadap matematika.
2.1. Kecemasan
2.1.1. Pengertian kecemasan
Sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai kecemasan, ada baiknya kita
mengetahui lebih dahulu pengertian dari kecemasan. Nietzal berpendapat bahwa
kecemasan berasal dari bahasa Latin yaitu (anxius) dan dari bahasa Jerman yaitu
(anst), yaitu suatu kata yang digunakan untuk menggambarkan efek negatif dan
rangsangan fisiologis (dalam Ghufron, 2010). Menurut Atkinson, (1999)
kecemasan adalah keadaan mental yang tidak enak berkenaan dengan rasa takut
yang mengancam yang ditandai dengan perasaan khawatir, ketidakenakan, dan
perasaan tidak menyenangkan yang tidak mampu untuk dihindari seseorang.
Selain itu, Nevid (2003) menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu keadaan
emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang
tidak menyenangkan, dan perasaan aprehensif bahwa sesuatu yang buruk akan
terjadi. Menurut Holmes (1991), kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang
ditandai dengan timbulnya kekhawatiran, ketegangan, dan gejala fisiologis
lainnya. Sedangkan, menurut Davidoff (1991) kecemasan adalah emosi yang
(30)
ketegangan dan stress yang menghadang, dan oleh bangkitnya sistem saraf
simpatetik. Ditambahkan pula oleh Chaplin (2006), bahwa kecemasan adalah
perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa
mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut. Sedangkan, menurut
Kaplan, Sadock, dan Grebb, kecemasan adalah respons terhadap situasi tertentu
yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai
perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan,
serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup ( dalam Fausiah, 2005).
Setiap individu tentunya pernah mengalami kecemasan dalam hidupnya,
namun kecemasan yang dirasakan itu dapat berbeda-beda tingkatannya, antara
individu yang satu dengan yang lain dapat memberikan reaksi yang berbeda
terhadap sesuatu yang dianggap sebagai sumber ancaman yang sama. Perbedaan
reaksi memunculkan kecemasan yang dikategorikan oleh May (dalam Feist &
Feist, 2002) kedalam 2 bentuk yaitu: normal anxiety dan neurotic anxiety.
1. Normal Anxiety
Adalah suatu rekasi yang sebanding dengan ancaman yang dirasakan,
tidak melibatkan represi, dan dapat dihilangkan jika situasi objektif
tersebut diubah.
2. Neurotic Anxiety
Adalah reaksi yang timbul tidak sebanding dengan ancaman yang
dirasakan, selalu melibatkan represi, dan sebagai bentuk lain dari
konflik-konflik intra-psikis, serta dapat dikendalikan melalui berbagai macam
(31)
Dari berbagai pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa, kecemasan
merupakan suatu kondisi yang tidak menyenangkan meliputi rasa takut, rasa
tegang, rasa tidak suka, dan timbul karena adanya perasaan tidak aman terhadap
bahaya yang diduga akan terjadi. Selain itu, kecemasan merupakan keadaan
tegang yang umum dan timbul ketika terjadinya pertentangan antara
dorongan-dorongan, serta usaha individu untuk menyesuaikan diri.
2.1.2. Penyebab kecemasan
Menurut Beck, Emery, dan Greenberg (dalam Wolman, 1994) terdapat beberapa
faktor yang dapat menyebabkan seseorang rentan dan cenderung mengalami
kecemasan serta gangguan kecemasan. Faktor-faktor itu antara lain :
1. Genetik
Faktor hereditas dapat menimbulkan pengaruh terhadap kecemasan dalam hal
mudah atau tidaknya sistem saraf otonom seseorang untuk menerima rangsangan
(Barlow dalam Wolman, 1994).
2. Trauma Mental
Trauma mental dapat mengakibatkan individu menjadi lebih mudah cemas
jika dihadapkan pada situasi yang sama dengan pengalaman yang menimbulkan
trauma.
3. Pikiran irrasional, asumsi, dan kesalahan proses kognitif
Individu yang mengalami kelainan kecemasan, sering menganggap bahwa
(32)
oleh situasi maupun kondisi tertentu yang serupa dengan situasi tersebut dimana
skema itu dipelajari.
2.1.3. Komponen Kecemasan
Menurut Holmes (1991), dalam bukunya “Abnormal Psychology” membagi
kecemasan dalam 4 komponen yang mengidentifikasikan adanya kecemasan,
yaitu: mood (psikologis), kognitif, somatik, dan motorik. Adapun penjelasan dari
keempat komponen kecemasantersebut, adalah:
1. Komponen Mood (psikologis)
Holmes mengatakan bahwa, gejala mood (psikologis) yang terjadi berupa
khawatir, ketegangan, panik, dan ketakutan. Mood (psikologis) seseorang
yang merasa cemas dapat berupa was-was, khawatir, gelisah, takut,
tegang, gugup, dan rasa tidak aman. Individu tidak dapat merasa tenang
dan mudah tersinggung, sehingga memungkinkannya untuk terkena
depresi.
2. Komponen Kognitif
Secara kognitif, seseorang yang merasa cemas akan terus
mengkhawatirkan segala macam masalah yang mungkin terjadi, sehingga
ia akan sulit untuk berkonsentrasi atau mengambil keputusan, bingung dan
menjadi sulit untuk mengingat kembali.
3. Komponen Somatik
Secara somatik (dalam reaksi fisik atau biologis), gangguan kecemasan
(33)
terdiri dengan mudah berkeringat, sesak nafas, jantung berdetak cepat,
tekanan darah meningkat, pusing, otot yang tegang. Kedua, kalau
kecemasan dirasakan secara berlarut-larut, maka hal tersebut secara
berkesinambungan akan meningkatkan tekanan darah, sakit kepala,
ketegangan otot, dan sering merasa mual.
4. Komponen Motorik
Secara motorik (gerak tubuh) kecemasan dapat terlihat dari gangguan
tubuh pada seseorang, seperti tangan yang selalu gemetar, suara yang
terbata-bata, dan sikap yang terburu-buru.
2.1.4. Gejala-gejala kecemasan
Beberapa ciri-ciri gejala kecemasan menurut Nevid (2003), membaginya menjadi
tiga ciri, yaitu:
1. Ciri-ciri fisik dari kecemasan, diantaranya adalah:
- Kegelisahan dan kegugupan
- Tangan atau tubuh yang bergetar atau gemetar - Banyak berkeringat
- Mulut atau kerongkongan terasa kering - Sulit berbicara
- Sulit bernafas
- Jantung berdetak kencang - Sering buang air kecil
(34)
2. Ciri-ciri behavioral dari kecemasan, diantaranya adalah:
- Perilaku menghindar
- Perilaku melekat dan dependen
- Perilaku terguncang.
3. Ciri-ciri kognitif dari kecemasan, diantaranya adalah:
- Khawatir tentang sesuatu
- Keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi, tanpa ada
penjelasan yang jelas
- Sulit berkonsentrasi atau memfokuskan pikiran
- Ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah
- Kebingungan atau pikiran terasa bercampur aduk.
Sedangkan gejala-gejala kecemasan menurut Fahmi (1977), membaginya
menjadi dua, yaitu:
1. Gejala jasmaniah (fisiologis) yaitu, ujung-ujung anggota dingin (kaki dan
tangan), keringat berpercikan, gangguan pencernaan, jantung berdetak
cepat, tidur terganggu, kepala pusing, hilang nafsu makan, dan pernapasan
terganggu.
2. Gejala kejiwaan, antara lain: merasa sangat takut, merasa akan terjadi
bahaya atau penyakit, tidak mampu memusatkan perhatian, selalu merasa
(35)
2.1.5. Macam-macam kecemasan
Menurut Binder dan Kielholtz (dalam Warsiki, 1983), membagi kecemasan
menurut sumber sebabnya menjadi 5, yaitu:
1. Kecemasan obyektif : ketakutan akan bahaya sesungguhnya dari
lingkungan atau dunia luar.
2. Kecemasan hati nurani : kecemasan yang timbul apabila individu
mengerjakan perbuatan yang berlawanan dengan moralitas. Kecemasan ini
terjadi bila super ego sudah berkembang.
3. Kecemasan neurotik : kecemasan yang berasal dari tubuh karena takut
hukuman akibat telah dilakukan pemuasan instinktual. Kecemasan ini
tersembunyi dalam gangguan lain seperti pada fobia, reaksi konversi, dan
pada gangguan psikofisiologi.
4. Kecemasan psikotik : kecemasan ini bukanlah merupakan gejala
kecemasan pada umumnya melainkan sebagai gejala dari psikosisnya.
5. Kecemasan sosial : kecemasan yang timbul apabila individu takut
pendapat umum atau pendapat lingkungannya mencela perbuatannya.
Contoh :
a. kecemasan timbul apabila memperlihatkan diri didepan umum
karena pemalu, penakut atau merasa tak tentram bila bicara
dengan orang asing atau orang banyak.
b. anak merasa cemas bila ketidakmampuannya sampai terlihat orang
(36)
Sedangkan, dalam teori Psikoanalisa (dalam Dirgagunarsa, 1989), kecemasan
(anxiety) timbul karena pertentangan antara prinsip kesenangan dan prinsip
kenyataan. Freud membagi kecemasan menjadi 3 macam, yaitu:
1. Objective anxiety. Ini timbul sebagai akibat lemahnya ego terhadap id,
karena sejak lahir seorang individu sudah dihadapkan kepada
keadaan-keadaan obyektif yang bersifat menekan.
2. Neurotic anxiety. Ini sebenarnya timbul dari objective anxiety. Khususnya
anxiety ini timbul karena perasaan takut akan akibat-akibat yang mungkin
timbul bilamana tuntutan-tuntutan libido dipenuhi, terlebih lagi kalau
akibat-akibat itu punya arti sosial.
Neurotic anxiety dapat mempunyai dua bentuk, yaitu:
a. Free floating anxiety yaitu, suatu keadaan anxiety dimana individu
selalu menantikan sesuatu yang paling buruk yang mungkin terjadi.
Akibatnya ia akan selalu berada dalam keadaan cemas karena takut
menghadapi akibat yang buruk dalam situasi yang tidak menentu
akibat yang buruk dalam situasi yang tidak menentu.
b. Phobia. Di sini objek yang ditakuti jelas, sekalipun
alasan-alasannya tidak jelas.
3. Moral anxiety. Anxiety ini timbul akibat dari lemahnya ego terhadap
super-ego. Super-ego berkembang karena larangan-larangan dan
pembatasan-pembatasan moral yang berasal dari orang tua dan
(37)
Selain itu, ada sebagian orang yang mengalami kecemasan pada situasi
tertentu dan mempunyai jangka waktu yang cukup lama, tetapi ada juga yang
mengalami kecemasan pada saat tertentu saja. Oleh karena itu, Lazarus (dalam
Ghufron, 2010) membedakan perasaan cemas menurut penyebabnya menjadi dua,
yaitu:
1. State anxiety
State anxiety adalah reaksi emosi sementara yang timbul pada situasi
tertentu yang dirasakan sebagai ancaman, misalnya mengikuti tes, menjalani
operasi atau lainnya. Keadaan ini ditentukan oleh perasaan tegang yang subjektif.
2. Trait anxiety
Trait anxiety adalah disposisi untuk menjadi cemas dalam menghadapi
berbagai macam situasi (gambaran kepribadian). Ini merupakan ciri atau sifat
yang cukup stabil yang mengarahkan seseorang atau menginterpretasikan suatu
keadaan menetap pada individu (bersifat bawaan) dan berhubungan dengan
kepribadian yang demikian.
Kecemasan adalah suatu keadaan tertentu (state anxiety) yaitu menghadapi
situasi yang tidak pasti dan tidak menentu terhadap kemampuannya dalam
menghadapi tes, berupa emosi yang kurang menyenangkan yang dialami oleh
(38)
2.2. Matematika
2.2.1. Pengertian matematika
Matematika berasal dari kata mathema dalam bahasa Yunani yang diartikan
sebagai “sains, ilmu pengetahuan, atau belajar” dan mathematikos yang diartikan
sebagai “suka belajar” (dalam Sriyanto, 2007). Beberapa definisi matematika
berdasarkan sudut pandang pembuatnya, antara lain:
1. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
2. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan
dengan bilangan.
3. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara
sistematik (dalam Soedjadi, 2000).
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika
adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan-hubungan antara bilangan, dan
prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian persoalan mengenai
bilangan secara sistematik dan terstruktur.
2.2.2. Ciri-ciri matematika
Untuk mengetahui matematika lebih mendalam, terlebih dahulu kita harus
mengetahui ciri-ciri atau karakteristik dari matematika tersebut. Menurut Sriyanto
(2007), matematika memiliki beberapa ciri penting, yaitu:
1. Memiliki obyek yang abstrak.
Berbeda dengan ilmu pengetahuan lain, matematika merupakan cabang
(39)
secara langsung dapat ditangkap oleh indera manusia. Substansi
matematika adalah benda-benda pikir yang abstrak. Obyek matematika
adalah fakta, konsep, operasi, dan prinsip yang kesemuanya itu berperan
dalam membentuk proses berpikir matematis, dengan salah satu cirinya
adalah adanya alur penalaran yang logis.
2. Memiliki pola pikir deduktif dan konsisten.
Matematika dikembangkan melalui deduksi dari seperangkat
anggapan-anggapan yang tidak dipersoalkan lagi nilai kebenarannya dan dianggap
benar.
Sedangkan menurut Soedjadi (2000), matematika memiliki 4 ciri-ciri atau
karakteristik penting, beberapa karakteristik itu adalah:
a. Memiliki obyek kajian abstrak
Dalam matematika dasar yang dipelajari adalah abstrak. Objek-objek itu
merupakan objek pikiran. Objek dasar itu meliputi : fakta, konsep, operasi
ataupun relasi, dan prinsip.
b. Berpola pikir deduktif
Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran yang
berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal
yang bersifat khusus.
c. Memiliki simbol yang kosong dari arti
Dalam matematika jelas terlihat banyak sekali simbol yang digunakan, baik
(40)
matematika dapat membentuk suatu simbol matematika. Model matematika
dapat berupa persamaan, pertidaksamaan, bangun geometrik, dan sebagainya.
d. Konsisten dalam sistemnya
Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang mempunyai
kaitan satu sama lain, tetapi ada juga sistem yang dapat dipandang terlepas
satu sama lain. Misalnya sistem-sistem aljabar dan sistem-sistem geometri.
2.3. Kecemasan Matematika
2.3.1 Pengertian kecemasan matematika
Ada beberapa ahli yang memiliki definisi mengenai kecemasan matematika,
diantaranya menurut Richardson & Suinn (1990), kecemasan matematika adalah
perasaan tegang, ketidakberdayaan, dan kekacauan sosial ketika seseorang
diminta untuk memanipulasi angka atau menyelesaikan permasalahan matematika
(dalam Hunsley, 1987). Selain itu, kecemasan matematika menurut Dreger &
Aiken (dalam Kusumawati, 2005), yaitu gejala atau reaksi emosional terhadap
aritmatika dan matematika. Sedangkan menurut Fennema & Sherman, kecemasan
matematika adalah merasakan kecemasan yang diasosiasikan dengan kelas
matematika, kursus, masalah, dan tes atau ujian matematika (dalam Kusumawati,
2005).
Berdasarkan pengertian-pengertian mengenai kecemasan matematika diatas
dapat disimpulkan bahwa kecemasan matematika adalah reaksi emosional berupa
perasaan takut, tegang, dan cemas bila berkaitan dengan manipulasi angka atau
(41)
2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan matematika
Menurut Sujono (dalam Purnomo, 1999) menyatakan bahwa kecemasan terhadap
matematika disebabkan oleh dua faktor, yaitu:
1.) Faktor guru, biasanya muncul dengan adanya keterpaksaan guru dalam
mengajar. Hal itu dapat kita lihat bagaimana guru dengan keterpaksaannya
tersebut mengajar dan sebagai akibatnya guru lebih menekankan pola berpikir
yang sifatnya hafalan dan bukan berpikir dalam memecahkan masalah.
Dengan cara ini anak dipaksa untuk menghafalkan konsep dibawah tekanan
guru.
2) Faktor orang tua, orang tua mempunyai pengalaman pahit terhadap
matematika secara tidak langsung akan memupuk kecemasan anak terhadap
matematika.
2.4. Self-Efficacy
2.4.1. Pengertian self-efficacy
Menurut Albert Bandura (1986) self-efficacy adalah penilaian seseorang terhadap
kemampuannya untuk menyusun tindakan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan
tugas-tugas khusus yang dihadapi. Self-efficacy tidak berkaitan langsung dengan
kecakapan yang dimiliki individu, melainkan pada penilaian diri tentang apa yang
dapat dilakukan, tanpa terkait dengan kecakapan yang dimiliki. Konsep dasar teori
self-efficacy adalah pada masalah adanya keyakinan bahwa pada setiap individu
mempunyai kemampuan mengontrol pikiran, perasaan dan perilakunya.
(42)
Artinya self-efficacy tidak selalu menggambarkan kemampuan yang sebenarnya,
tetapi terkait dengan keyakinan yang dimiliki individu (Bandura, 1986).
Sedangkan menurut Woolfolk (2004) mendefinisikan self-efficacy sebagai
kepercayaan individu terhadap kemampuannya dalam menghadapi situasi tertentu.
Pengertian lainnya mengenai self-efficacy yaitu belief atau keyakinan seseorang
bahwa ia dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil (outcomes) yang positif
(Santrock, 2001).
Menurut Dale Schunk, self-efficacy mempengaruhi siswa dalam memilih
kegiatannya. Siswa dengan self-efficacy yang rendah mungkin menghindari
pelajaran yang banyak tugasnya, khususnya untuk tugas-tugas yang menantang,
sedangkan siswa dengan self-efficacy yang tinggi mempunyai keinginan yang
besar untuk menyelesaikan tugas-tugasnya (dalam Santrock, 2001). Selain itu,
pertimbangan mengenai peran self-efficacy (keyakinan diri) dalam kecemasan.
Menurut teori sosial kognitif, orang-orang yang memiliki persepsi rendah
mengenai keyakinan dirinya dalam hubungannya mengatasi ancaman
mengakibatkan timbulnya kecemasan yang tinggi (Pervin dan John, 2005).
Pengertian-pengertian tersebut memberikan pemahaman bahwa self-efficacy
adalah penilaian yang berupa keyakinan subyektif individu mengenai kemampuan
dirinya dalam melakukan tugas, mengatasi masalah, dan melakukan tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan hasil tertentu. Penilaian atau perasaan itu
(43)
2.4.2. Fungsi self-efficacy
Self-efficacy yang dipersepsikan tidak hanya sekedar perkiraan tentang tindakan
apa yang akan dilakukan pada masa mendatang (Bandura, 1986). Keyakinan
seseorang mengenai kemampuan diri juga berfungsi sebagai suatu determinan
bagaimana individu tersebut berperilaku, berpola pikir, dan bereaksi emosional
terhadap situasi-situasi yang sedang dialami. Keyakinan diri juga memberikan
kontribusi terhadap kualitas dari fungsi psikososial seseorang.
Bandura (1986) menjelaskan fungsi dan berbagai dampak penilaian self-
efficacy antara lain sebagai berikut:
a. Perilaku memilih
Dalam kehidupan sehari-hari, individu seringkali dihadapkan dengan
pengambilan keputusan, meliputi pemilihan tindakan dan lingkungan sosial yang
ditentukan dari penilain efficacy individu. Seseorang cenderung untuk menghindar
dari tugas dan situasi yang diyakini melampaui kemampuan diri mereka, dan
sebaliknya mereka akan mengerjakan tugas-tugas yang dinilai mampu untuk
mereka lakukan (Bandura, 1977b, dalam Bandura, 1986). Self-efficacy yang tinggi
akan dapat memacu keterlibatan aktif dalam suatu kegiatan atau tugas yang
kemudian akan meningkatkan kompetensi seseorang. Sebaliknya, self-efficacy
yang rendah dapat mendorong seseorang untuk menarik diri dari lingkungan dan
kegiatan sehingga dapat menghambat perkembangan potensi yang dimilikinya.
Seseorang yang memiliki penilaian self-efficacynya secara berlebihan
cenderung akan menjalankan kegiatan yang jelas di atas jangkauan
(44)
dengan kegagalan yang sebenarnya tidak perlu terjadi, dan hal ini bisa
mengurangi kredibilitasnya. Sebaliknya, seseorang yang menganggap rendah
kemampuannya juga akan mengalami kerugian, walaupun kondisi ini lebih seperti
memberi batasan pada diri sendiri daripada suatu bentuk keengganan. Melalui
kegagalan dalam mengembangkan kegiatan-kegiatannya, seseorang dapat
memutuskan dirinya dari banyak pengalaman berharga. Seharusnya ia berusaha
unuk mencoba tugas-tugas yang memiliki penilaian yang penting, tetapi ia justru
menciptakan suatu halangan internal dalam menampilkan kinerjanya yang efektif
melalui pendekatan dirinya pada keraguan (Bandura, 1986).
b. Usaha yang dilakukan dan daya tahan
Penilaian terhadap self-efficacy juga menentukan seberapa besar usaha
yang akan dilakukan seseorang dan seberapa lama ia akan bertahan dalam
mengahadapi hambatan atau pengalaman yang tidak menyenangkan. Semakin
tinggi self-efficacy seseorang, maka akan semakin besar dan gigih pula usaha yang
dilakukan. Ketika dihadapkan dengan kesulitan, individu yang memiliki
self-efficacy tinggi akan mengeluarkan usaha yang besar untuk mengatasi tantangan
tersebut. Sedangkan orang yang meragukan kemampuannya akan mengurangi
usahanya atau bahkan menyerah sama sekali (Bandura dan Cervone; Brown dan
Inouye; Schunck; Winberg, Gould, dan Jackson dalam Bandura, 1986).
c. Pola berfikir dan reaksi emosi
Penilaian mengenai kemampuan seseorang juga mempengaruhi pola
berfikir dan reaksi emosionalnya selama interaksi aktual dan terantisipasi dengan
(45)
tidak mampu dalam mengatasi masalah atau tuntutan lingkungan, hanya akan
terpaku pada kekurangannya sendiri, dan berfikir kesulitan yang mungkin timbul
lebih berat dari kenyataannya (Beck; Lazarus dan Launier; Meichenbaum;
Sarason, dalam Bandura, 1986).
Self-efficacy juga dapat membentuk pola berfikir kausal (Collin, dalam
Bandura, 1986). Dalam mengatasi persoalan yang sulit, individu yang memiliki
self-efficacy tinggi akan menganggap kegagalan terjadi karena kurangnya usaha
yang dilakukan, sedang yang memiliki self-efficacy rendah lebih menganggap
kegagalan disebabkan kurangnya kemampuan yang ia miliki.
d. Perwujudan dari keterampilan yang dimiliki
Banyak penelitian membuktikan bahwa self-efficacy dapat meningkatkan
kualitas dari fungsi psikososial seseorang (Bandura, 1986). Seseorang yang
memandang dirinya sebagai orang yang self-efficacynya tinggi akan membentuk
tantangan-tantangan terhadap dirinya sendiri yang menunjukkan minat dan
keterlibatan dalam suatu kegiatan. Mereka akan meningkatkan usaha jika kinerja
yang dilakukan mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan, menjadikan
kegagalan sebagai pendorong untuk mencapai keberhasilan, dan memiliki tingkat
stres yang rendah bila menghadapi situasi yang menekan. Individu yang memiliki
self-efficacy rendah biasanya akan menghindari tugas yang sulit, sedikit usaha
yang dilakukan dan muah menyerah menghadapi kesulitan, mengurangi perhatian
terhadap tugas, tingkat aspirasi rendah, dan mudah mengalami stress dalam situasi
(46)
2.4.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi self-efficacy
Menurut Bandura (1986) faktor-faktor yang mempengaruhi self-efficacy dapat
diperoleh dari empat sumber informasi yaitu: 1) pencapaian kinerja (performance
attainment), 2) pengalaman orang lain (vicarious experience), 3) persuasi verbal
(verbal persuasion), dan 4) keadaan dan reaksi fisiologis (physiological state).
a. Pencapaian kinerja (performance attainment)
Hasil yang diharapkan secara nyata merupakan sumber penting tentang
informasi self-efficacy karena didasari oleh pengalaman otentik yang telah
dikuasai (Bandura, Adam, dan Beyer; Biran dan Wilson; Felzt, Landers, dan
Reader, dalam Bandura, 1986). Keberhasilan yang diperoleh akan membawa
seorang pada tingkat self-efficacy yang lebih tinggi, sedang kegagalan akan
merendahkan self-efficacy, terutama jika kegagalan tersebut terjadi pada awal
pengerjaan tugas dan bukan disebabkan oleh kurangnya usaha atau juga karena
hambatan dari faktor eksternal. Keberhasilan yang terjadi karena bantuan dari
faktor eksternal atau keberhasilan yang dicapai dianggap bukan sebagai hasil dari
kemampuan sendiri tidak terlalu memberikan pengaruh terhadap peningkatan
self-efficacy. Besarnya nilai yang diberikan dari pengalaman baru tergantung pada
sifat dan kekuatan dari persepsi diri yang ada sebelumnya. Setelah self-efficacy
terbentuk karena keberhasilan yang berulang, kegagalan yang muncul terhadap
kemampuannya.
b. Pengalaman Orang Lain (Vicarious Experience)
Self-efficacy dapat juga dipengaruhi karena pengalamn orang lain. Individu
(47)
menimbulkan persepsi self-efficacynya. Dengan melihat keberhasilan orang lain,
individu dapat meyakinkan dirinya bahwa ia juga bisa untuk mencapai hal yang
sama dengan orang yang dia amati. Ia juga meyakinkan dirinya bahwa jika orang
lain bisa melakukannya, ia juga harus dapat melakukannya. Jika seseorang
melihat bahwa orang lain yang memiliki kemampuan yang sama ternyata gagal
meskipun ia telah berusaha dengan keras, maka dapat menurunkan penilaiannya
terhadap kemampuan dia sendiri dan juga akan mengurangi usaha yang akan
dilakukan (Brown dan Inonye dalam Bandura, 1986).
Ada kondisi-kondisi dimana penilaian terhadap self-efficacy khususnya
sensitif pada informasi dari orang lain. Pertama adalah ketidakpastian mengenai
kemampuan yang dimiliki individu. Self-efficacy dapat diubah melalui pengaruh
modeling yang relevan ketika seseorang memiliki sedikit pengalaman sebagai
dasar penialain kemampuannya. Karena pengetahuan yang dimiliki tentang
kemampuan diri sendiri sangat terbatas, maka individu tersebut lebih bergantung
pada indikator yang dicontohkan (Tataka dan Tataka dalam Bandura, 1986).
Kedua adalah penilaian self-efficacy selalu berdasarkan kriteria dimana
kemampuan dievalusai (Festinger; Suls dan Miller dalam Bandura, 1986).
Kegiatan yang bisa memberikan informasi eksternal mengenai tingkat kinerja
dijadikan dasar untuk menilai kemampuan seseorang. Tetapi sebagian besar
kinerja tidak memberikan informasi yang cukup memenuhi, sehingga penilaian
self-efficacy diukur melalui membandingkannya dengan kinerja dari orang lain
(48)
c. Persuasi Verbal (Verbal Peruasion)
Persuasi verbal digunakan untuk memberikan keyakinan kepada seseorang
bahwa ia memiliki suatu kemampuan yang memadai untuk mencapai apa yang
diinginkan. Seseorang yang berhasil diyakinkan secara verbal akan menunjukkan
suatu usaha yang lebih keras jika dibandingkan dengan individu yang memiliki
keraguan dan hanya memikirkan kekurangan diri ketika menghadapi suatu
kesulitan. Namun, peningkatan keyakinan individu yang tidak realistis mengenai
kemampuan diri hanya akan menemui kegagalan. Hal ini dapat menghilangkan
kepercayaan self-efficacy orang yang dipersuasi.
d. Keadaan dan Reaksi Psikologis (Physicological state).
Seseorang menjadikan keadaan fisiologisnya sebagai sumber informasi
untuk memberikan penilaian terhadap kemampuan dirinya. Individu merasa
gejala-gejala somatik atau ketegangan yang timbul dalam situasi yang menekan
sebagai pertanda bahwa ia tidak dapat untuk menguasai keadaan atau mengalami
kegagalan dan hal ini dapat menurunkan kinerjanya.
Dalam kegiatan yang membutuhkan kekuatan dan stamina tubuh,
seseorang merasa bahwa keletihan dan rasa sakit yang dia alami merupakan
tanda-tanda kelemahan fisik dan hal ini menurunkan keyakinan akan kemampuan
fisiknya.
Dari teori diatas dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
self-efficacy seseorang diantaranya adalah:
a) Pencapaian kinerja ( performance attainment) yaitu keberhasilan yang
(49)
sedangkan kegagalan akan menurunkan self-efficacynya. Apabila keberhasilan
yang didapat seseorang seseorang lebih banyak karena faktor-faktor di luar
dirinya, biasanya tidak akan membawa pengaruh terhadap peningkatan self
efficacy. Akan tetapi, jika keberhasilan tersebut didapatkan dengan melalui
hambatan yang besar dan merupakan hasil perjuangannya sendiri, maka hal itu
akan membawa pengaruh pada peningkatan self-efficacynya.
b) Pengalaman keberhasilan orang lain (vicarious experience) yang
memiliki kemiripan dengan individu dalam mengerjakan suatu tugas biasanya
akan meningkatkan self-efficacy seseorang dalam mengerjakan tugas yang sama.
Self-efficacy tersebut didapat melalui sosial model yang biasanya terjadi pada diri
seseorang yang kurang pengetahuan tentang kemampuan dirinya sehingga
mendorong seseorang untuk melakukan modeling.
c) Persuasi verbal yaitu informasi tentang kemampuan yang disampaikan
secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh biasanya digunakan untuk
meyakinkan seseorang bahwa ia cukup mampu melakukan suatu tugas.
d) Keadaan dan reaksi psikologis (Physicological state) yaitu kecemasan
dan stres yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan tugas sering
diartikan sebagai suatu kegagalan. Pada umumnya seseorang cenderung akan
mengharapkan keberhasilan dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh ketegangan
dan tidak merasakan adanya keluhan atau gangguan somatik lainnya. Self-efficacy
biasanya ditandai oleh rendahnya tingkat stres dan kecemasan sebaliknya self-
(50)
2.4.4. Dimensi self efficacy
Bandura menyatakan bahwa self-efficacy pada diri tiap individu akan berbeda
antara satu individu dengan yang lainnya berdasarkan 3 dimensi (dalam Ghufron,
2010). Dimensi tersebut adalah:
a. Dimensi tingkat (level).
Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu merasa
mampu untuk melakukannya. Apabila individu dihadapkan pada tugas-tugas
yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka self-efficacy individu
mungkin akan terbatas pada tugas-tugas yang mudah, sedang atau tugas-tugas
yang paling sulit, sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan dapat
memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat.
Dimensi ini memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang akan
dicoba atau dihindari. Individu akan mencoba tingkah laku yang dirasa mampu
dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas
kemampuan yang dirasakan.
b. Dimensi kekuatan (strength).
Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau
pengharapan individu mengenai kemampuannya. Pengharapan yang lemah
mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak mendukung.
Sebaliknya, pengharapan yang mantap mendorong individu tetap bertahan
dalam usahanya. Meskipun mungkin ditemukan pengalaman yang kurang
menunjang. Dimensi ini biasanya berkaitan langsung dengan dimensi level,
(51)
dirasakan untuk menyelesaikannya.
c. Dimensi generalisasi (generality).
Dimensi yang berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang mana individu
merasa yakin akan kemampuannya. Individu dapat merasa yakin terhadap
kemampuan dirinya. Apakah terbatas pada suatu aktivitas dan situasi yang
bervariasi.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa self-eficacy seseorang dapat
diukur dengan menggunakan dimensi self-efficacy yang terdiri dari 3 yaitu
pertama, dimensi level yang berkaitan dengan keyakinan seseorang dalam
menghadapi suatu tugas dari yang tergolong mudah hingga sulit, sehingga dapat
diketahui seseorang yang mempunyai keyakinan yang tinggi mengenai
kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas yang dihadapinya. Kedua,
dimensi strength berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau
pengharapan individu mengenai kemampuannya. Apakah seseorang dapat
bertahan atau tidak dengan tugas yang tergolong sulit atau tidak sehingga dapat
menimbulkan kecemasan terhadap hasil yang akan diperoleh. Ketiga, dimensi
generality yaitu berkaitan tidak hanya pada keyakinan seseorang terhadap
kemampuannya pada tugas yang spesifik tetapi juga mempunyai keyakinan yang
tinggi terhadap kemampuannya dalam menghadapi tugas-tugas yang bervariasi
contohnya saja seorang siswa yang menyukai pelajaran bahasa inggris dan pandai
dalam mata pelajaran tersebut, maka ia juga mempunyai keyakinan yang tinggi
terhadap kemampuannya dalam mengerjakan tugas-tugas matematika, sehingga
(52)
2.4.5 Self-efficacy terhadap matematika
Sumber-sumber mengenai persepsi self-efficacy seseorang terhadap matematika
terdiri dari empat hipotesis, yaitu: pencapaian kinerja, pengalaman keberhasilan
orang lain, persuasi verbal dan keadaan emosional (reaksi psikologis) yang
mempunyai hubungan dengan self-efficacy, pengharapan, ketertarikan dalam
matematika pada mahasiswa dan pengetahuan dasar dalam pemilihan karir (Lent,
1991).
Para peneliti menyelidiki hubungan antara self-efficacy matematika dengan
berbagai variabel mengenai matematika sehingga menghasilkan hubungan
(korelasi) yang signifikan dan secara langsung berpengaruh (e.g., Hackett, 1985;
Hackett & Betz, 1989; Siegel, Galassi, & Ware, 1985). Antara lain, Pajares dan
Miller (1994) melaporkan bahwa self-efficacy dalam menyelesaikan permasalahan
matematika lebih bersifat prediksi daripada kinerja, dibandingkan dengan factor
utama seperti jenis kelamin atau latar belakang mengenai matematika atau
dibandingkan dengan variabel-variabel lain seperti, kecemasan matematika,
konsep diri matematika dan kegunaan dari matematika (Pajares, 1996).
Hasilnya mengungkapkan bahwa self-efficacy terhadap matematika pada
siswa memberikan kontribusi yang mengikat dalam memprediksi kinerja mereka
dalam menyelesaikan permasalahan matematika yang terkontrol sebagai akibat
dari kecemasan terhadap matematika, kemampuan kognitif, prestasi matematika
yang rendah, sel-efficacy pada pengaturan diri dalam belajar dan seks ( Pajares,
(53)
Hasil ini didukung dengan teori sosial kognitif dapat terlihat bahwa, ketika
self-efficacy seseorang dikontrol, maka pengaruh kecemasan berkurang (Pajares,
1996).
Dari pemaparan diatas, belum dapat diketahui dengan jelas pengertian
mengenai self-efficacy matematika, sehingga peneliti menarik kesimpulan
mengenai pengertian self-efficacy matematika adalah penilaian seseorang terhadap
kemampuannya untuk menyusun tindakan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan
(54)
2.5. Kerangka Berpikir
Dalam proses pembelajaran di sekolah, matematika merupakan salah satu bidang
studi yang diajarkan secara luas pada berbagai jenjang pendidikan di sekolah.
Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan-hubungan antara
bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian persoalan
mengenai bilangan.
Terkait dalam menghadapi pelajaran matematika, seringkali siswa memiliki
persepsi bahwa ia tidak mampu dalam pelajaran matematika, sehingga
menimbulkan perasaan cemas kalau nilai yang dicapai tidak tinggi. Dalam
menghadapi pelajaran matematika baik saat pelajaran berlangsung ataupun saat
ujian matematika, seorang siswa akan merasa cemas dan khawatir akan
kemampuannya. Hal tersebut akan menjadikan seseorang putus asa. Kecemasan
tersebut akan berdampak negatif jika seorang siswa tidak puas akan hasil yang
akan didapatkannya kelak.
Dari penelitian yang telah dilakukan Betz and Hacket, dan Hackett yang
dikutip oleh Meece (1990) yang meneliti akibat self-efficacy matematika pada
kecemasan menunjukkan bahwa self-efficacy mempunyai pengaruh yang kuat
terhadap kecemasan yang dialami oleh siswa daripada hasil prestasi matematika.
Siswa yang mengalami kecemasan biasanya merasa terpaksa untuk
mempelajari matematika. Hal ini dapat dilihat dari jawaban atas pertanyaan
apakah siswa tersebut mampu menjawab atau melakukan langkah-langkah belajar
(55)
Dengan kata lain, siswa yang merasa bisa dan mempunyai kepastian serta
keyakinan tentang apa yang harus dilakukan dalam pelajaran matematika akan
menjadi kurang cemas. Lebih lanjut siswa yang mempunyai tujuan secara jelas
dari apa yang dilakukannya itu, akan tampak menyukai pelajaran matematika.
Oleh karena itu, sangat penting dan menarik untuk memahami keyakinan diri
siswa dalam kemampuan menghadapi suatu tugas dimana dalam istilah psikologi
dikenal dengan nama “self-efficacy”.
Self-efficacy merupakan penilaian seseorang tentang kemampuannya untuk
menyusun tindakan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas-tugas khusus
yang dihadapi. Seseorang yang mempunyai self-efficacy yang tinggi akan dapat
menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang sesuai dengan tahapan perkembangan
dengan baik, merasa berharga, mempunyai keberanian, dan kemampuan untuk
meningkatkan prestasinya, mempertimbangkan berbagai pilihan dan tidak
menyerah pada kegagalan, sehingga siswa yang mempunyai self-efficacy yang
tinggi, maka hal itu dapat mengurangi kecemasan siswa dalam menghadapi
pelajaran matematika. Namun, sebaliknya jika siswa yang memiliki self-efficacy
(56)
Di bawah ini adalah gambar bagan mengenai hubungan self-efficacy
matematika dengan kecemasan menghadapi pelajaran matematika, yaitu:
Gambar 2.1
Bagan kerangka berpikir
Self efficacy 1. Dimensi level 2. Dimensi strength 3. Dimensi generality
Tinggi Kecemasan Rendah
Rendah Kecemasan Tinggi
Kecemasan Matematika 1. Komponen Mood 2. Komponen Kognitif 3. Komponen Somatik 4. Komponen Motorik
2.6. Hipotesis Penelitian
Ha : Ada hubungan yang signifikan antara self-efficacy matematika
dengan kecemasan menghadapi pelajaran matematika.
Ho : Tidak ada hubungan yang signifikan antara self-efficacy matematika dengan kecemasan menghadapi pelajaran matematika.
(57)
BAB 3
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai pendekatan dan jenis penelitian yang
digunakan, jenis variabel penelitian, definisi konseptual dan operasional variabel,
teknik pengambilan sampel, teknik pengumpulan data, uji instrumen, prosedur
penelitian, dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian.
3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Jika ditinjau dari tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara self-efficacy matematika dengan kecemasan menghadapi
pelajaran matematika pada siswa SMPN 4 Tangerang Selatan yang menggunakan
pendekatan kuantitatif guna mencari hubungan antar variabel. Pendekatan ini
dipilih karena peneliti mengolah data dalam bentuk angka-angka ke dalam analisis
statistik. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif dengan jenis penelitian korelasional, yaitu penelitian yang
dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda
dalam suatu populasi. Oleh karena itu, peneliti menggunakan metodelogi yang
sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu penelitian korelasi yang bertujuan untuk
menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu
(58)
3.2. Variabel Penelitian 3.2.1 Identifikasi variabel
Variabel merupakan suatu karakteristik yang memiliki dua atau lebih nilai atau
sifat yang berdiri sendiri-sendiri (Sevilla, 1993). Dalam penelitian ini terdapat dua
variabel, yaitu:
a. Independent Variabel (Variabel Bebas)
Independent variable dalam penelitian ini adalah self-efficacy matematika.
b. Dependent Variabel (Variabel Terikat)
Dependent variabel dalam penelitian ini adalah kecemasan menghadapi
pelajaran matematika.
3.2.2 Definisi konseptual & operasional variabel 3.2.2.1. Definisi konseptual
a. Definisi konseptual self-efficacy adalah penilaian seseorang terhadap
kemampuannya untuk menyusun tindakan yang dibutuhkan dalam
menyelesaikan tugas-tugas khusus yang dihadapi (Bandura, 1986).
b. Definisi konseptual kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang ditandai
dengan timbulnya kekhawatiran, ketegangan, dan gejala fisiologis lainnya
(Holmes, 1991).
3.2.2.2. Definisi operasional
a. Definisi operasional self-efficacy adalah skor yang diperoleh dari skala self- efficacy yang memiliki 3 dimensi. Dimensi tersebut selanjutnya akan
(59)
dijadikan sebagai indikator dan diturunkan menjadi item yang bertujuan untuk
memperoleh skor (nilai) pada skala self-efficacy. Dimensi tersebut adalah:
1. Dimensi tingkat (level).
Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu
merasa mampu untuk melakukannya. Apabila individu dihadapkan pada
tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka self-efficacy
individu mungkin akan terbatas pada tugas-tugas yang mudah, sedang atau
bahkan tugas-tugas yang paling sulit, sesuai dengan batas kemampuan
yang dirasakan dapat memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan pada
masing-masing tingkat.
2. Dimensi kekuatan (strength).
Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau
pengharapan individu mengenai kemampuannya. Pengharapan yang lemah
mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak mendukung.
Sebaliknya, pengharapan yang mantap mendorong individu tetap bertahan
dalam usahanya. Meskipun mungkin ditemukan pengalaman yang kurang
menunjang.
3. Dimensi generalisasi (generality).
Dimensi yang berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang mana
individu merasa yakin akan kemampuannya. Individu dapat merasa yakin
terhadap kemampuan dirinya.
(60)
b. Definisi operasional kecemasan adalah skor yang diperoleh dari skala
kecemasan yang meliputi 4 komponen yang selanjutnya dapat digunakan
sebagai indikator dan dapat dijadikan acuan dalam menuliskan item yang
bertujuan untuk memperoleh skor (nilai) pada skala kecemasan,
komponen-komponen tersebut antara lain:
1. Komponen Mood (psikologis)
Gejala mood (psikologis) yang terjadi berupa khawatir, ketegangan, panik
dan ketakutan. Mood seseorang yang merasa cemas dapat berupa was-was,
khawatir, gelisah, takut, tegang, gugup, dan rasa tidak aman. Individu
tidak dapat merasa tenang dan mudah tersinggung, sehingga
memungkinkannya untuk terkena depresi.
2. Komponen Kognitif
Secara kognitif, seseorang yang merasa cemas akan terus
mengkhawatirkan segala macam masalah yang mungkin terjadi, sehingga
ia akan sulit untuk berkonsentrasi atau mengambil keputusan, bingung,
dan menjadi sulit untuk mengingat kembali.
1. Komponen Somatik
Secara somatik (dalam reaksi fisik atau bilogis), gangguan kecemasan
dibagi kedalam dua bagian, yaitu pertama adalah gejala langsung yang
terdiri dengan mudah berkeringat, sesak nafas, jantung berdetak cepat,
tekanan darah meningkat, pusing, serta otot yang tegang. Kedua, kalau
(61)
berkesinambungan akan meningkatkan tekanan darah, sakit kepala,
ketegangan otot, dan sering merasa mual.
2. Komponen Motorik
Secara motorik (gerak tubuh) kecemasan dapat terlihat dari gangguan
tubuh pada seseorang, seperti tangan yang selalu gemetar, suara yang
terbata-bata, dan sikap yang terburu-buru.
3.3. Teknik Pengambilan Sampel 3.3.1. Populasi dan sampel penelitian
Menurut Kerlinger (1973) populasi adalah keseluruhan anggota, kejadian, atau
objek-objek yang telah ditetapkan dengan baik (dalam Sevilla, 1993). Populasi
dari penelitian ini adalah seluruh siswa SMPN 4 Tangerang Selatan yang berada
di kawasan Pamulang dengan jumlah populasi sebanyak 680 siswa. Sedangkan,
menurut Ferguson sampel adalah beberapa bagian kecil dari populasi (dalam
Sevilla, 1993). Sedangkan, jumlah sampel yang peneliti ambil pada siswa kelas 3
SMPN 4 Tangerang Selatan adalah sebanyak 100 siswa.
3.3.2. Metode pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
non-probability sampling, yaitu pengambilan sampel dimana setiap objek
penelitian yang diambil tidak memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel
penelitian. Bentuk yang digunakan dalam non-probability sampling adalah jenis
(62)
memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu dengan tujuan tertentu pula.
(Sevilla, 1993).
Adapun karateristik sampel yang digunakan sebagai berikut:
a. Siswa kelas 3 SMPN 4 Tangerang Selatan, karena pada siswa kelas 3 materi
pelajaran matematika yang diajarkan lebih sulit dan banyak disebabkan
adanya pengulangan atau pendalaman materi yang telah dipelajari saat kelas
1 dan 2. Selain itu, mereka juga dipersiapkan untuk menghadapi ujian akhir,
sehingga membuat siswa tersebut merasa lebih cemas dengan
kemampuannnya khususnya dalam matematika.
b. Siswa kelas 3 yang tidak pernah tinggal kelas.
3.4. Teknik Pengumpulan Data 3.4.1. Metode dan instrumen penelitian
Dalam penelitian ini pengambilan data dilakukan dengan menggunakan dua skala,
yaitu skala self-efficacy dan skala kecemasan. Skala self-efficacy dan kecemasan
disusun berdasarkan indikator-indikator variabel yang merupakan ciri-ciri perilaku
yang hendak diteliti dan berisi pernyataan-pernyataan yang harus dijawab dengan
pilihan yang paling sesuai dengan individu tersebut.
Teknik pengambilan data dilakukan dengan cara menyebar angket. Bentuk
skala yang digunakan dalam penelitian adalah skala model Likert, dengan empat
alternatif pilihan jawaban yang terdiri dari kelompok item favourable dan
unfavourable yang bergerak mulai dari: SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak
setuju), STS (sangat tidak setuju). Kelompok item favourable terdiri dari
(63)
Sedangkan, kelompok item unfavourable terdiri dari pernyataan-pernyataan yang
bersifat negatif atau tidak mendukung objek sikap. Adapun penjelasan mengenai
skoring untuk skala self-efficacy matematika dan kecemasan menghadapi
pelajaran matematika adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1
Format skoring skala self-efficacy matematika
Pilihan jawaban Favourable Unfavourable
SS 4 1
S 3 2
TS 2 3
STS 1 4
Tabel 3.2
Format skoring skala kecemasan menghadapi pelajaran matematika
Pilihan jawaban Favourable Unfavourable
SS 4 1
S 3 2
TS 2 3
STS 1 4
1. Skala self-efficacy matematika
Berdasarkan teori Bandura (1986) susunan skala dimensi self-efficacy terdiri 3
dimensi, yaitu:
1. Dimensi tingkat (level)
2. Dimensi kekuatan (strength)
(64)
Skala self-efficacy yang dipergunakan dalam penelitian ini, peneliti
kembangkan dari tiga aspek yang dikemukakan oleh Bandura untuk dapat
mengamati self-efficacy seseorang. Skala ini terdiri dari 49 butir pernyataan. Pada
Tabel 3.3 diperlihatkan penyebaran butir-butir pernyataan skala self-efficacy
terhadap matematika ketika diujicobakan berdasarkan ketiga aspek self-efficacy
tersebut. Semakin tinggi skor dalam skala self-efficacy, maka semakin tinggi
self-efficacy yang ada pada diri subjek, dan sebaliknya. Semakin rendah skor dalam
skala self-efficacy, maka semakin rendah self-efficacy yang ada pada diri subjek.
(65)
Tabel 3.3
Blue print try out skala self-efficacy matematika Item Dimensi /
Komponen Indikator Favourable Unfavourable
Derajat kesulitan tugas/ level
1.Mampu
menyelesaikan tugas yang mudah sampai yang sulit 2.Mampu
menghadapi tugas diluar kemampuan
1, 9, 10, 20, 21
3, 19
5, 15, 16, 28
33, 34
Tingkat kekuatan dari keyakinan individu/ strength
1.Bertahan dan ulet dalam mengerjakan soal matematika 2.Kegigihan dalam
menghadapi tugas matematika 3.Pengaruh pengalaman pribadi yang tidak mendukung
2, 13, 43
4, 8, 24
6, 7, 46
14, 35, 36, 42
25, 32
45, 47, 48
Luas bidang tingkah laku/ generality
2.Konsisten pada tugas dan aktivitas 3.Kesiapan
menghadapi situasi 4.Mengarahkan
perilaku
11, 12, 31
17, 18, 22
23, 26, 27, 44
38, 39, 40, 41
37, 49
29, 30
(1)
Regresi aspek-aspek self-efficacy (level, strength & generality)
dengan kecemasan
Regression
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
Kecemasan 50.0000 10.00000 100
Strength
50.0000 10.00000 100
Correlations
Kecemasan Strength
Kecemasan 1.000 -.534
Pearson Correlation
Strength -.534 1.000
Kecemasan . .000
Sig. (1-tailed)
Strength .000 .
Kecemasan 100 100
N
Strength 100 100
Variables Entered/Removedb
Model
Variables Entered Variables Removed Method1
Strengtha . Entera. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Kecemasan
(2)
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F Change
1 .534
a .285 .278 8.49899 .285 39.057 1 98 .000
a. Predictors: (Constant), Strength
ANOVAb
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Regression 2821.190 1 2821.190 39.057 .000a
Residual 7078.810 98 72.233
1
Total 9900.000 99
a. Predictors: (Constant), Strength b. Dependent Variable: Kecemasan
Coefficients
aUnstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
(Constant) 76.691 4.355 17.611 .000
1
Strength -.534 .085 -.534 -6.250 .000
(3)
Regression
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
Kecemasan 50.0000 10.00000 100
Strength 50.0000 10.00000 100
Generality 50.0000 10.00000 100
Correlations
Kecemasan Strength Generality
Kecemasan 1.000 -.534 -.490
Strength -.534 1.000 .784
Pearson Correlation
Generality -.490 .784 1.000
Kecemasan . .000 .000
Strength .000 . .000
Sig. (1-tailed)
Generality .000 .000 .
Kecemasan 100 100 100
Strength 100 100 100
N
Generality 100 100 100
Variables Entered/Removedb
Model
Variables Entered
Variables
Removed Method
1 Generality,
Strengtha . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Kecemasan
(4)
Change F Change 1 2 Change
1 .546
a .298 .284 8.46281 .298 20.616 2 97 .000
a. Predictors: (Constant), Generality, Strength
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regression 2952.941 2 1476.471 20.616 .000a
Residual 6947.059 97 71.619
1
Total 9900.000 99
a. Predictors: (Constant), Generality, Strength b. Dependent Variable: Kecemasan
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
(Constant) 78.700 4.582 17.176 .000
Strength -.388 .137 -.388 -2.835 .006
1
Generality -.186 .137 -.186 -1.356 .178
(5)
Regression
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
Kecemasan 50.0000 10.00000 100
Strength 50.0000 10.00000 100
Generality 50.0000 10.00000 100
Level 50.0000 10.00000 100
Correlations
Kecemasan Strength Generality Level
Kecemasan 1.000 -.534 -.490 -.480
Strength -.534 1.000 .784 .601
Generality -.490 .784 1.000 .573
Pearson Correlation
Level -.480 .601 .573 1.000
Kecemasan . .000 .000 .000
Strength .000 . .000 .000
Generality .000 .000 . .000
Sig. (1-tailed)
Level .000 .000 .000 .
Kecemasan 100 100 100 100
Strength 100 100 100 100
Generality 100 100 100 100
N
Level 100 100 100 100
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered Variables Removed Method
1 Level, Generality, Strengtha
. Enter a. All requested variables entered.
(6)
Model R Square R Square the Estimate Change F Change df1 df2 Change
1 .575a .331 .310 8.30842 .331 15.805 3 96 .000
a. Predictors: (Constant), Level, Generality, Strength
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regression 3273.135 3 1091.045 15.805 .000a
Residual 6626.865 96 69.030
1
Total 9900.000 99
a. Predictors: (Constant), Level, Generality, Strength b. Dependent Variable: Kecemasan
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
(Constant) 82.630 4.854 17.021 .000
Strength -.298 .141 -.298 -2.113 .037
Generality -.125 .137 -.125 -.910 .365
1
Level -.230 .107 -.230 -2.154 .034