Reformasi Birokrasi Kebijakan lelang jabatan pengangkatan camat dan lurah di DKI Jakarta Tahun 2013 dalam rangka good governance

27 sejumlah manusia yang memiliki kebebasan berfikir, perasaan, harapan, sikap, dan tindakan yang benar serta baik berdasakan nilai-nilai norma yang merasa memiliki. 36 Reformasi birokrasi menjadi sesuatu yang mutlak harus dilakukan untuk mewujudkan negara dan pemerintahan Indonesia yang memenuhi karakterisktik good governance . Reformasi birokrasi menurut teori Max Weber adalah “ upaya-upaya strategis dalam menata kembali birokrasi yang sedang berjalan sesuai prinsip-prinsip “span of control, division of labor, line and staff, rule and regulation, and professional staff”. Michael Dugget, Director General IIAS mendefinisikan reformasi birokrasi adalah suatu proses yang dilakukan secara berkelanjutan untuk mendesign ulang birokrasi yang berada di lingkungan pemerintah dan partai politik, sehingga dapat berguna dan berhasil baik ditinjau dari segi hukum maupun politik. Reformasi birokrasi yang dimaksud adalah adanya proses atau rangkaian kegiatan, tindakan yang sungguh-sungguh dan rasional. Sehingga terdapat konsep dan sistem yang jelas berlangsung terus menerus secara berkelanjutan dalam enam pekerjaan meliputi evaluasi, penataan, penertiban, perbaikan, penyempurnaan, dan pembaruan. 37 Konsep dan sistem tersebut akan dijelaskan pada delapan area penting agenda reformasi birokrasi 38 : 36 DR Lijan Poltak Sinambela, M.M.,Pd.,Dkk. Reformasi Pelayanan Publik – Teori Kebijakan dan ImplikasinyaPT. Bumi Aksara, Jakarta 2006 h. 66 37 Ismadi Ananda, Pokok – Pokok Pikiran Penataan Kelembagaan Jakarta: PT Satria Muda Adi Ragam Terpadu, 2013, h.5 38 Ibid., h. 5-6 28 1. Aspek kelembagaan, yaitu melahirkan organisasi yang proporsional, efektif dan efisien. 2. Aspek tata laksana, yaitu melahirkan sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance. 3. Aspek peraturan perundang-undangan, agar melakukan regulasi yang lebih tertib, tidak terjadi tumpang tindih dan kondusif. 4. Aspek sumber daya manusia aparatur, agar dapat melahirkan sumber daya manusia yang berintegritas, netral, kompeten, kapabel, professional, berkinerja tinggi dan sejahtera. 5. Aspek pengawasan, yang bertujuan agar dapat meningkatkan penyelenggaraan pemerintah yang bersih dan bebas KKN. 6. Aspek aspek akuntabilitas, untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi. 7. Aspek pelayanan publik, untuk mewujudkan pelayanan yang prima sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. 8. Aspek mindset dan cultural set aparatur, untuk melahirkan birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi. Reformasi birokrasi menurut Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara Menpan adalah langkah strategis untuk membangun aparatur negara agar lebih berdayaguna dan berhasilguna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Reformasi birokrasi menurut Drs. Taufik Effendi, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara menjelaskan tentang pokok-pokok reformasi birokrasi sebagai berikut 39 : 1. Kelembagaan adalah suatu organisasi yang ramping strukturnya dan banyak fungsi, efisien, dan efektif. Suatu organisasi yang disusun berdasaran visi, misi dan strategi yang jelas. Organisasi efisien dan efektif, rasional, dan proporsional, ramping dalam pembidangan sesuai beban dan 39 Sekretaris Negara Republik Indonesia, Agenda Strategis Reformasi Birokrasi Menuju Good Goverance www.setneg.go.idindex2.php diunduh pada 19 Agustus 2014 29 sifat tugas yaitu mengedepankan kompetensi dan profesionalitas dalam pelaksanaan tugas dan menerapkan strategi pembelajaran yang cepat beradaptasi terhadap perubahan. 2. Sumber Daya Manusia Aparatur adalah suatu SDM yang ingin dibangun yaitu professional, netral dan sejahtera. Manajemen kepegawaian modern, PNS yang professional, netral, sejahtera, berdayaguna, berhasilguna, produktif, trasparan, bersih dan bebas KKN untuk dan memberdayakan masyarakat. Jumlah dan komposisi yang ideal yaitu sesuai dengan tugas, fungsi dan beban kerja yang ada di masing-masing instansi pemerintah. Penerapan sistem merit dalam manajemen PNS, klasifikasi jabatan, standar kompetensi, sistem diklat yang mantap, standar kinerja, penyusunan pola karir PNS, pola karir terbuka, PNS sebagai perekat dan pemersatu bangsa, membangun sistem manajemen kepegawaian unified berbasis kinerja, dan dukungan pengembangan database kepegawaian, sistem informasi manajemen kepegawaian, sistem remunerasi yang layak dan adil, menuju manajemen modern. 3. Tata laksana atau manajemen yaitu ketatalaksanaan aparatur pemerintah disederhanakan, ditandai oleh mekanisme sistem prosedur, dan tata kerja yang tertib, efisien dan efektif. Melalui ketatalaksanaan yang sederhana meliputi standar oprasi, sistem prosedur, mekanisme, tata kerja, hubungan kerja dan prosedur pada proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pengendalian, proses korporitasi dan privatisasi, pengelolaan 30 sarana dan prasarana kerja, penerapan perkantoran elektronik dan pemanfaatan teknologi informasi dan apresiasi kearsipan. Unit organisasi pemerintah yang mempunyai potensi penerimaan keuangan negara, statusnya didorong menjadi unit korporatisasi dalam bentuk Badan Layanan Umum BLU, BHMN, BUMD, Perum, Persero, UPT, UPTD, atau bentuk lainnya. 4. Akuntabilitas Kinerja Aparatur, pemahaman tentang akuntabilitas harus ditingkatkan dan diupayakan agar tercipta suatu kinerja instansi pemerintah yang berkualitas tinggi, akuntabel dan bebas KKN yang ditandai dengan adanya sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah SAKIP yang efekti, sistem dan lingkungan kerja yang kondusif berdasarkan peraturan dan tertib administrasi. Terlaksananya sistem akuntabilitas instansi yang berguna sebagai sarana penilaian kinerja instansi dan individu oleh stake holder atasan, masyarakat dan pihak lain yang berkepentingan yang didukung oleh sistem informasi dan pengolahan data elektonik yang terpadu secara nasional dan diterapkan di semua lembagadepartemen di bidang perncanaan dan penganggaran. 5. Pengawasan, diharapkan terbangun sistem pengawasan nasional dengan elemen-elemen pengawasan fungsional, pengawasan internal, pengawasan eksternal, dan pengawasan masyarakat yang ditandai dengan sistem pengendalian dan pengawasan yang tertib. Terbentuknya sistem pengawasan yang mendukung pelaksanaan tindak lanjut, serta jumlah dan 31 kualitas auditor profesional yang memadai, intensitas tindak lanjut pengawasan dan penegakan hukum secara adil dan konsisten. 6. Pelayanan publik, sebagai barometer transparansi dan akuntabilitas dan diharapkan dapat mendorong terwujudnya pelayan publik yang prima dalam arti pelayanan publik yang cepat, tepat, efisien, transparan dan akuntabel yaitu ditandai dengan pelayanan yang tidak berbelit-belit, informatif, akomodatif, konsisten, cepat, tepat, efisien, transparan dan akuntabel, menjamin rasa aman, nyaman, tertib, kepastian dan tidak dijumpai pungutan tidak resmi. 7. Budaya kerja produktif, efisien dan efektif : penumbuh kembangan budaya kerja produktif, efisien dan efektif harus didorong agar terbangunnya kultur birokrasi pemerintah yang produktif, efisien dan efektif. Terciptanya iklim kerja yang berorientasi pada etos kerja dan produktifitas yang tinggi. Melalui pengembangan budaya kerja yang mengubah mindset, pola piker, sifat dan prilaku serta motivasi kerja, menemukan kembali karakter dan jati diri, membangun birokrat berjiwa entrepreneur, dengan pengembangan budaya kerja yang tinggi terbentuk pola piker, sikap, tindak dan perilaku, serta budaya kerja pegawai etis, bermoral, profesional, disiplin, hemat, hidup sederhana, jujur, produktif, menghargai waktu, menjadi panutan dan teladan, serta mendapat kepercayaan masyarakat. 32 8. Koordinasi, integrasi dan sinkronisasi: perlu ditingkatkan koordinasi program dan pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, pengawasan dan pengendalian program pendayagunaan aparatur negara. Koordinasi dilakukan sejak penyusunan program kerja dan anggaran, institusi atau unit kerja yang secara fungsional berwenang dan bertanggungjawab atas sesuatu masalah dan pelaksanaan tugas. Program kerja instansi atau organisasi yang jelas memperlihatkan keserasian kegiatan unit-unit kerja di bidang pendayagunaan aparatur negara. 9. Best practice yaitu mengamati contoh keberhasilan beberapa pemerintah daerah dalam melaksanakan reformasi birokrasi dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Selain itu dengan sangat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi dan disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat. Oleh karena itu harus segera diambil langkah-langkah yang bersifat mendasar, komprehensif, dan sistematik, sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Reformasi di sini merupakan proses pembaharuan yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga tidak termasuk upaya danatau tindakan yang bersifat radikal dan revolusioner. 40 40 Reformasi Birokrasi http:www.menpan.go.idreformasi-birokrasimakna-dan-tujuan diunduh pada 19 Agustus 2014 33 Salah satu agenda reformasi pemerintahan dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik good governance : reformasi dalam bidang administrasi publik yang perlu diarahkan pada peningkatan profesionalisme birokrasi pemerintah dalam rangka meningkatkan pengabdian umum, pengayoman, dan pelayanan publik. Dalam hal ini perlu ditopang dengan sistem karier dan prestasi kerja yang jujur dan adil. Reformasi yang juga strategis dalam menciptakan pemerintahan yang bersih terdiri dari 41 : 1. Mewujudkan pemerintahan yang bersih dari praktek-praktek korupsi, kolusi, kronisme, dan nepotisme KKKN 2. Disiplin penerimaan dan penggunaan uang atau dana rakyat, agar tidak lagi mengutamakan pola deficit founding dan menghapuskan sama sekali adanya dana public non budgeter. 3. Penguatan sistem pengawasan dan akuntabilitas publik aparatur negara, baik yang dilakukan secara fungsional oleh perangkat pengawasan internal dan BPKP, ataupun oleh BPK dan DPRDPRD serta peran aktif masyarakat madani dalam mengawasi praktek pemerintahan. Reformasi birokrasi yang juga menjadi salah satu teori yang digunakan dalam sistem lelang jabatan di posisi camat dan lurah. Reformasi birokrasi yang merupakan perbaikan birokrasi. Sistem lelang jabatan yang berkaitan dengan aspek reformasi birokrasi yang diharapkan dapat berjalan dengan baik dan mewujudkan pemerintahan yang baik. 41 Adi Sujatno, Moral Dan Etika Kepemimpinan merupakan Landasan ke Arah Kepemerintahan yang Baik Good Governance, Jakarta : Team4AS, 2007 h. 53 34

C. Kebijakan Publik

Secara umum istilah “kebijakan” atau “policy” digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor yaitu seorang pejabat, suatu kelompok, suatu lembaga pemerintah ataupun sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Menurut Anderson kebijakan adalah arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. 42 Kebijakan pemerintahan adalah suatu pilihan terbaik dalam usaha memproses nilai pemerintahan yang bersumber pada kearifan pemerintahan dan mengikat secara formal, etik, dan moral yang diarahkan guna menempati pertanggung jawaban aktor pemerintah di dalam lingkungan pemerintahan. 43 Kebijakan Publik adalah tindakan yang dibuat dan diimplementasika oleh badan pemerintah yang memiliki kewenangan hukum, politis dan financial untuk melakukannya. 44 Kebijakan menurut Samuel P Huntington yaitu pola-pola kegiatan pemerintahan yang secara sadar terbentuk untuk mempengaruhi distribusi keuntungan dalam masyarakat. 45 Menurut Anderson konsep kebijakan publik memiliki beberapa implikasi, yaitu, Pertama, titik perhatian dalam membicarakan kebijakan publik berorientasi 42 Prof. Dr. Budi Winarno, MA, Kebijakan Publik Teori dan Proses , Yogyakarta: Media Pressindo, 2007 h. 16 43 Taliziduhu Ndraha, Kybernology Ilmu Pemerintahan Baru 2, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003 h. 498 44 Edi Suharto, PhD, Analisis Kebijakan Publik, Bandung : Alfabeta, 2005 h. 44 45 Toni Andrianus pito, dkk, Mengenal Teori – Teori Politik, Jakarta : Nuansa, 2006 hal 45. 35 pada maksud dan tujuan dan bukan perilaku secara serampangan, melainkan kebijakan publik secara luas dalam sistem politik modern. Hal ini bukan sesuatu yang terjadi begitu saja tetapi direncanakan oleh actor-aktor yang terlibat di dalam sistem politik. Kedua, kebijakan adalah arah atau pola tindakan yang dilakukan oleh pejabat -pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan tersendiri, tetapi suatu kebijakan yang mencakup tidak hanya keputusan untuk menetapkan undang-undang mengenai suatu hal melainkan keputusan-keputusan beserta pelaksanaannya. Ketiga, kebijakan merupakan apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengendalikan inflasi, atau mempromosikan perumahan rakyat dan bukan apa yang diinginkan oleh pemerintah. Keempat, kebijakan publik dalam bentuknya bersifat positif atau negatif. Secara positif kebijakan mencakup bentuk-bentuk tindakan pemerintah yang jelas untuk memengaruhi suatu masalah tertentu. Secara negatif, kebijakan mencakup suatu keputusan oleh pejabat-pejabat pemerintah, namun tidak untuk mengambil tindakan dan tidak untuk melakukan sesuatu mengenai suatu persoalan yang memerlukan keterlibatan pemerintah. 46 Dalam kebijakan publik terdapat suatu proses yang berkesinambungan antara tahap satu dengan tahap lainnya. Tahap-tahap kebijakan publik meliputi beberapa kegiatan, yaitu 47 : 46 Prof. Dr. Budi Winarno, MA, Kebijakan Publik Teori dan Proses , Yogyakarta: Media Pressindo, 2007 h. 20-21 47 Ibid., h. 32-34 36 1. Tahap penyusunan agenda. Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali atau ditunda dalam waktu yang lama, sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan. 2. Tahap formulasi kebijakan. Para pejabat merumuskan alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah. Alternatif kebijakan melihat perlunya membuat perintah eksekutif, keputusan peradilan, dan tindakan legislative. Pada tahap ini masing – masing aktor akan “bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik. 3. Tahap adopsi kebijakan. Alternatif kebijakan yang diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus diantara direktur lembaga atau keputusan peradilan. 4. Tahap implementasi kebijakan. Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit jika program tersebut tidak diimplementasikan. Kebijakan yang telah diambil dan dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya financial dan manusia. Pada tahap implementasi berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan dari para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana. 37 5. Tahap evaluasi kebijakan. Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk melihat sejauhmana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan. 38 Bagan 2.1 Skema Urutan Tahapan Kebijakan Publik Tahap penyusunan agenda, Tahap formulasi kebijakan, Adopsi kebijakan, Implementasi kebijakan, Evaluasi kebijakan, Sumber : William N. Dunn dalam Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, hlm 34 39 BAB III PROFILE DKI JAKARTA

A. Sejarah Provinsi DKI Jakarta

Pada Abad ke-14 Jakarta bernama Sunda Kelapa sebagai pelabuhan Kerajaan Pajajaran, 22 Juni 1527 oleh Fatahilah, diganti nama menjadi Jayakarta tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi kota Jakarta keputusan DPR kota sementara No. 6DK1956. Pada 4 Maret 1621 oleh Belanda untuk pertama kali bentuk pemerintah kota bernama Stad Batavia. Pada 1 April 1905 berubah nama menjadi Gemeente Batavia. Kemudian pada 8 Januari 1935 berubah nama menjadi Stad Gemeente Batavia. Pada 8 Agustus 1942 oleh Jepang diubah namanya menjadi Jakarta Toko Betsu Shi. Pada September 1945 pemerintah kota Jakarta diberi nama Pemerintah Nasional Kota Jakarta. Tanggal 20 Februari 1950 dalam masa Pemerintahan. Pre Federal berubah nama menjadi Stad Gemeente Batavia. Pada 24 Maret 1950 diganti menjadi Kota Praja Jakarta. Pada 18 Januari 1958 kedudukan Jakarta sebagai Daerah swatantra dinamakan Kota Praja Djakarta Raya. Tahun 1961 dengan PP No. 2 tahun 1961 jo UU No. 2 PNPS 1961 dibentuk Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya. Pada 31 Agustus 1964 dengan UU No. 10 tahun 1964 dinyatakan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya tetap sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta. Tahun1999, melalaui uu no 34 tahun 1999 tentang pemerintah provinsi daerah khusus ibukota negara republik Indonesia Jakarta, sebutan