Pandangan klasik terhadap gerakan petani

tani, Buruh perkebunan, Masyarakat adat yang hidup dari pertanian dan hasil hutan 13 Untuk melihat penyebab yang melatar belakangi lahirnya gerakan petani, Bates dan Popkin dengan melihat dari perspektif ekonomi-politik menyatakan, bahwa penyebab atas terjadinya pemberontakan para petani tradisional datang dari penetrasi kapitalisme yang imperialistik ke kawasan pedesaan yang dalam banyak kasus melahirkan eksploitasi terhadap para petani oleh para tuan tanah, oleh negara, dan kaum kapitalis . 14 Tidak banyak perubahan yang terjadi terhadap kondisi kehidupan petani di pedesaan hingga hari ini. Mayoritas petani di Indonesia merupakan petani .

1.5.4. Pandangan klasik terhadap gerakan petani

Penindasan terhadap petani dipedesaan telah menghiasi wajah pedesaan sejak dulu hingga sekarang. Setelah feodalisme ditaklukkan dan kehilangan kuasa utama dipedesaan, para penguasa kapitalis dan negara kolonial telah menjadi sumber penindasan baru. Kemerdekaan bangsa Indonesia tidak semerta-merta memberikan kemerdekaan terhadap kaum tani di pedesaan. Pagelaran kekuasaan yang menindas masih terus berjalan dalam bentuk penguasaan oleh negara dan modal. Hingga hari ini masyarakat pedesaan, terutama petani masih dijadikan sebagai objek eksploitasi dan korban dari bias pembangunan industrialisasi perkotaan sebagai penyedia bahan pangan murah bagi masyarakat kota demi stabilitas politik penguasa. 13 Anggaran Rumah Tangga SPI, pasal 3-8. 14 Op. cit. Mustain, Hal. 8 Universitas Sumatera Utara berlahan sempit bahkan tidak bertanah buruh tani. Tumbuh dan berkembangnya cara produksi kapitalisme senantiasa bermula dengan proses ganda, yakni melepaskan petani dari ikatan dengan tanahnya untuk menjadi sumber buruh upahan dan mengintegrasikan tanah tersebut menjadi modal. Proses akumulasi ganda ini disebut Marx sebagai akumulasi primitif. Ben Fine mendefinisikan akumulasi primitif bahwa, karena hubungan produksi pra-kapitalis utamanya bersifat pertanian, para petani yang memiliki alat produksi yang pokok tanah, maka kapitalisme hanya dapat diciptakan dengan cara melepaskan kepemilikan petani atas tanahnya. Asal usul kapitalisme dimulai dari transformasi hubungan- hubungan produksi yang terdapat pada tanah itu. Membebaskan ikatan petani dari tanahnya adalah sumber bagi munculnya buruh upahan, baik untuk tenaga kerja pertanian maupun industri. 15 Dalam bukunya Peasant War in Twentieth Century, Wolf menyimpulkan penyebaran kapitalisme dari Atlantik Utara sebagai pemaksa ekonomi pasar pada masyarakat pra-kapitalis. Kapitalisme telah mengacau balaukan keseimbangan– keseimbangan yang dahulu ada pada masyarakat petani. Petani telah ditransformasi menjadi aktor ekonomi, terlepas dari komitmen sosial yang terdahulu ada pada keluarga dan tetangga 16 15 Noer Fauzi, Memahami Gerakan-gerakan Rakyat Dunia Ketiga,Yogyakarta: Insist Press, 2005. Halaman 138 16 Ibid. Halaman 16 . Meluasnya kekuatan pasar hingga kepedesaan telah meretakkan hubungan eksploitatif antara petani dan tuan tanahnya. Menyebarnya pasar yang sangat eksploitatif tersebut disertai dengan berbagai jalur ekonomi, politik dan pendidikan untuk memunculkan elit baru, baik Universitas Sumatera Utara pedagang, intelektual maupun aktifis politik. Dalam situasi peralihan yang bergejolak tersebut, perlawanan petani mendapatkan momentumnya. Menurut Scott, meluasnya peran negara dalam proses transformasi di pedesaan mengakibatkan dampak yang mendorong munculnya perlawanan petani. Pertama, kesenjangan hubungan antara petani kaya dan miskin. Kesenjangan tersebut memicu perlawanan kaum miskin terhadap hegemoni kaum kaya maupun negara. Kedua, munculnya pembelotan kultural dalam berbagai bentuk, akibat lahirnya kesadaran petani terhadap realitas mereka. Ketiga, terbangunnya senjata gerakan perlawanan menghadapi kaum kaya maupun negara. Senjata yang digunakan khas dengan caranya sendiri, budaya perlawanan khas kaum lemah seperti menghambat, pura-pura menurut, pura-pura tidak tahu, perusakan, berlaku tidak jujur, mencopet, masa bodoh, membuat skandal, membakar, memfitnah, sabotase yang mengakhiri pertentangan secara kolektif. Bentuk-bentuk perlawanan tersebut sangat sesuai dengan karakteristik petani yang lemah karena tidak banyak membutuhkan koordinasi atau perencanaan 17 17 Op. Cit. Mustain, Hal. 23 . Menurut Scott, tujuan sebagian besar perlawanan petani bukanlah secara langsung mengubah sistem dominasi yang mapan, melainkan lebih dimaksudkan sebagai upaya untuk tetap hidup dalam sistem itu. Ada tiga hal yang menurutnya perlu dijelaskan yakni, pertama, tidak ada keharusan bagi perlawanan untuk mengambil bentuk aksi bersama. Kedua, perlawanan merupakan masalah yang sangat pelik. Ketiga, perlawanan simbolis tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perlawanan berdasarkan kelas. Universitas Sumatera Utara Bagi Scott masyarakat tradisional mempunyai tertib moral yang sudah lama ada dan tidak dapat dipisahkan dari masalah subsistensi. Tatanan sosial dari kehidupan petani telah menghasilkan sistem jaminan keamanan hidup internal yang secara normatif dapat ditegakkan untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat desa. Kolonialisme telah mengacau balaukan tatanan tersebut dengan melakukan eksploitasi tanpa batas sehingga muncul diferensiasi sosial yang baru, dislokasi agraria, kemerosotan moral kearah individualistis, dan kapitalisme agraria yang rakus, yang mengancam kehidupan petani. Scott menekankan moralitas dan kemarahan petani sebagai respon yang muncul atas hilangnya jaminan keamanan subsistensi minimum. Baginya, pemberontakan petani pada dasarnya bersifat konservatif dan restoratif mempertahankan dan mengembalikan tatanan yang terdahulu 18 Menurut Scott, kehidupan petani ditandai oleh hubungan moral subsistensi tersebut melahirkan moral ekonomi yang lebih mengutamakan “dahulukan selamat’ dan menjauhkan diri dari garis bahaya. Moralitas inilah yang dijadikan faktor kunci dalam menjelaskan gerakan perlawanan petani. Berdasarkan hasil penelitiannya di Malaysia, Scott menunjukkan bahwa perlawanan sehari-hari merupakan bentuk perlawanan terselubung perlawanan secara simbolis bagi petani sebagai reaksi terhadap penindasan sehari-hari yang dilakukan para tuan tanah, sebagai musuh bersama mereka, secara global berdiri sebagai perlawanan terhadap dampak revolusi hijau yang dirasa mengancam kelangsungan hidupnya . 19 18 Op. Cit. Noer Fauzi, Hal. 22 19 Log. Cit. Mustain, Hal. 26 . Universitas Sumatera Utara Berbeda dengan Popkin yang meyakini bahwa masyarakat tradisional tidak kurang eksploitatifnya ketimbang kolonialisme, dan menganggap solidaritas sosial dari pedesaan tradisional tidak pernah ada. Baginya tertib moral tersebut merupakan ilusi para sarjana yang meromantisir kehidupan pedesaan. Kolonialisme menyediakan kesempatan yang berbeda untuk berkompetisi. Menghadapi hal itu, para petani mengambil sikap yang berbeda menurut rasionalitasnya. Popkin menyebutkan bahwa para individu mengevaluasi apa yang mungkin diperoleh akibat dari pilihan yang akan diambilnya berdasarkan kecenderungan dan nilai yang dianutnya. Petani menanggapinya dengan perhitungan untung rugi dan penuh cemas-harap, ketika menghadapi tekanan kelembagaan baru yang datang menerpa, yakni kekuatan pasar. Menurutnya gerakan petani bukanlah bersifat restoratif tetapi mencari jalan untuk menjinakkan kapitalisme, lalu bekerja didalam kapitalisme yang telah dijinakkan tersebut 20 20 Log. Cit. Noer Fauzi, Hal. 23 . 1.6 Metodologi Penelitian 1.6.1 Jenis Penelitian