Gerakan Sosial Petani Kerangka Dasar Pemikiran 1. Kekuatan Politik

Pemerintah, parlemen, partai politik serta militer bahkan orientasi pertahanan masih memfokuskan diri pada musuh dari dalam di penuhi para pengusaha yang lahir dari tradisi yang di kembangkan oleh orde baru yaitu, monopoli, oligopoli, nepotisme, kolusi dan korupsi. Banyak pengusaha yang menjadi fungsionaris Golkar di masa Orba dan fenomena kalangan politis, militer, pengusaha baru, menunjukkan mereka mengincar kursi legislatif dan eksekutif yang berarti pembentukan kapital, akumulasi modal dan pencarian laba tertinggi. Mereka dapat proyek negara dan hutang luar negeri atau modal asing yang berarti melanggengkan ketergantungan lumpan borjuis terhadap borjuis internasional. Meski dengan keadaan tersebut, ada sisi optimisme bahwa perubahan politik saat ini banyak menumbuhkan organisasi rakyat. Kesadaran rakyat semakin meningkat. Aksi massa merupakan cara rakyat mengemukakan dan menuntut kepentingannya. Meskipun kelembagaan politik formal masih sepenuhnya di dominasi kekuatan politik yang pro-neoliberal, untuk merebutnya di perlukan suatu jalan rakyat untuk dapat bangkit melawan dan merebut ruang- ruang politik yang ada. Jalan itu melalui persatuan nasional gerakan rakyat dengan melakukan penguatan dan kapasitas organisasi pokok secara mandiri, serta meningkatkan kualitas dan kuantitas aksi.

1.5.3. Gerakan Sosial Petani

Studi tentang gerakan sosial mengalami perkembangan begitu pesat, perkembangan ini di tandai dengan meningkatnya secara kuantitas publikasi dan penelitian tentang gerakan sosial, baik secara kasus ataupun pendalaman teori. Universitas Sumatera Utara Studi gerakan sosial telah mengalami perkembangan dengan tidak hanya memfokuskan pada negara-negara maju, akan tetapi juga pada negara-negara dunia ketiga. Gerakan sosial politik sering ditafsirkan sebagai gerakan yang menentang kekuasaan dominan. Pemaknaan ini berangkat dari kenyataan, dalam banyak hal gerakan sosial dan politik berwujud perlawanan, bersifat kontra hegemonik dalam berbagai manifestasinya. Tak dapat disangkal, gerakan sosial politik umumnya digerakkan oleh ideologi perlawanan yang dibutuhkan sebagai pembenaran dan dirumuskan dalam tujuan gerakan dengan maksud agar gerakan tersebut mempunyai landasan dan motivasi yang kuat, serta aspirasi yang tangguh, supaya mampu melawan kekuatan lebih besar yang dihadapi. Dengan kata lain, gerakan sosial politik umumnya menganut ideologi anti-ekstorsi atau ideologi anti- pemerasan, dan menekankan penolakan tarhadap sistem yang dianggap tidak adil dan menindas. Gerakan sosial politik sering pula diidentikkan dengan radikalisme yang bermakna sebagai gerakan sosial yang menolak secara menyeluruh tertib sosial yang sedang berlaku, dan ditandai kejengkelan moral yang kuat untuk menentang dan bermusuhan dengan kaum yang punya hak-hak istimewa dan berkuasa. Karena itu, salah satu aspek paling menarik dari gerakan-gerakan sosial adalah dimensi politiknya, di mana pada dasarnya semua gerakan tersebut merupakan ekspresi protes terhadap keadaan sosial yang tidak adil atau berbagai kekacauan, termasuk penghisapan dan penindasan oleh mereka yang menggunakan kekuasaan. Universitas Sumatera Utara Menurut Mansour Fakih, ada dua pendekatan dalam memandang teori- teori gerakan sosial. Pertama, pendekatan fungsionalisme yang melihat masyarakat dan pranata sosial sebagai sistem dimana seluruh bagiannya saling bergantung satu sama lain dan bekerjasama guna menciptakan keseimbangan. Pendekatan konflik melihat Kedua,pendekatan konflik yang berakar dalam Marxisme tradisional, yang didasarkan pada pendapat mereka bahwa revolusi adalah suatu kebutuhan yang disebabkan oleh memburuknya hubungan produksi yang memunculkan masa krisis ekonomi, depresi dan kehancuran. 10 Teori konflik pada dasarnya menggunakan tiga asumsi dasar. Pertama, rakyat dianggap memiliki sejumlah kepentingan dasar dimana mereka akan berusaha secara keras untuk memenuhinya. Kedua, kekuasaan adalah inti dari struktur sosial dan ini melahirkan perjuangan untuk mendapatkannya. Ketiga, nilai dan gagasan adalah senjata konflik yang digunakan oleh berbagai kelompok untuk mencapai tujuan masing-masing, ketimbang sebagai alat mempertahankan identitas dan menyatukan tujuan masyarakat. 11 Dalam mendefenisikan gerakan sosial petani, pada umumnya pendefenisian gerakan sosial oleh para ahli sosiologi telah memiliki pondasi yang kuat, sementara perdebatan dan kontroversi masih terjadi terhadap pendefenisian perkataan ‘petani’ sebagai pelaku utama gerakan sosial itu sendiri diantara ahli sejarah dan antropologi. Pendefenisian mengenai petani dan gerakannya yang dianggap memiliki kompetensi adalah yang dilakukan oleh Barrington Moore Jr dan Eric R. Wolf. Keduanya secara kebetulan memiliki banyak persamaan 10 Mansour Fakih, Masyarakat Sipil untuk transformasi sosial; Pergolakan Ideologi LSM Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996. Hal 42-43. 11 Ibid. Hal 43. Universitas Sumatera Utara sepanjang pandangan umum dan orientasi mereka terhadap masyarakat, serta beberapa kekokohan mereka masing-masing. Moore menjelaskan bahwa pendefenisian petani tidak mutlak karena batasnya memang kabur pada ujung kenyataan sosial itu sendiri. Menurutnya, kekhususan de facto dalam pemilikan tanah merupakan ciri-ciri pokok yang membedakan seorang petani. Sementara Wolf mendefenisikan petani sebagai penduduk yang secara ekstensial terlibat dalam proses cocok-tanam dan membuat keputusan yang otonom tentang proses cocok-tanam. Kategori itu dengan demikian mencakup penggarapan atau penerima bagi hasil maupun pemilik- penggarap selama mereka ini berada pada posisi pembuat keputusan yang relevan tentang bagaimana pertumbuhan tanaman mereka 12 Terlepas dari pendefenisian petani yang telah dilakukan oleh beberapa ahli, Serikat Petani Indonesia telah menggariskan defenisi petani yang menjadi basis massanya secara jelas dalam Anggaran Rumah Tangganya. Organisasi ini menegaskan bahwa yang disebut dengan petani adalah setiap perempuan maupun laki-laki, yang mengolah tanah secara sendiri-sendiri dan atau secara bersama- sama untuk kegiatan pertanian guna menghidupi diri dan keluarganya. Disamping itu, SPI juga mengidentifikasikan petani yang menjadi basis massanya adalah petani perempuan dan petani laki-laki yang berada di wilayah pedesaan, yang berada pada posisi dan kondisi tertindas baik secara politik, ekonomi, sosial dan budaya. Basis massa tersebut meliputi Petani kecilberlahan sempit, Petani penyewa lahan, Petani bagi hasil, Petani PIR, Petani penumpang lahan, Buruh . 12 Landsberger, Henry A. dan YU. G. Alexandrov. 1981. Pergolakan Petani dan Perubahan Sosial, Jakarta : C.V. Rajawali. Halaman 10 Universitas Sumatera Utara tani, Buruh perkebunan, Masyarakat adat yang hidup dari pertanian dan hasil hutan 13 Untuk melihat penyebab yang melatar belakangi lahirnya gerakan petani, Bates dan Popkin dengan melihat dari perspektif ekonomi-politik menyatakan, bahwa penyebab atas terjadinya pemberontakan para petani tradisional datang dari penetrasi kapitalisme yang imperialistik ke kawasan pedesaan yang dalam banyak kasus melahirkan eksploitasi terhadap para petani oleh para tuan tanah, oleh negara, dan kaum kapitalis . 14 Tidak banyak perubahan yang terjadi terhadap kondisi kehidupan petani di pedesaan hingga hari ini. Mayoritas petani di Indonesia merupakan petani .

1.5.4. Pandangan klasik terhadap gerakan petani