Persoalan Agraria Dalam Kehidupan Masyarakat

BAB II GERAKAN PETANI DAN KONFLIK AGRARIA

2.1. Persoalan Agraria Dalam Kehidupan Masyarakat

Persoalan agraria memiliki dua arah kecenderungan,pertama adalah penguatan politik rakyat dalam lapangan kehidupan agraria dan pengakuan kedaulatan rakyat dalam pengolahan sumber-sumber agraria. Yang kedua justru melemahkan rakyat dan mengalihkan penguasaan pengolahan sumber-sumber agraria kepada entitas lain, negara ataupun modal bahkan keduanya. Yang menjadi latar belakang konflik pertanahan umumnya bersumber dari perebutan tanah antara perkebunan baik yang difasilitasi negara maupu swasta dan rakyat petani. Akar persoalan konflik perkebunan di satu sisi di dapat dari sejarah lahirnya hak erfpacht yang kemudian di konversi menjadi Hak Guna Usaha HGU pada tanah perkebunan. Bermula dari adanya kebijakan erfpacht, lahan produktif di kuasai oleh pengusaha swasta kolonial semakin meluas. Selain munculnya kebijakan nasionalisasi aset kolonial yang sebenarnya terdapat pula tanah rakyat di dalamnya, juga terjadi konversi hak erfpacht yang diperebutkan dengan rakyat menjadi HGU untuk diberikan kepada perusahaan swasta PTP maupun pemerintah PTPN dalam bentuk perusahaan daerah perkebunan. Tidak banyak perubahan yang terjadi terhadap kondisi kehidupan petani di pedesaan hingga hari ini. Mayoritas petani di Indonesia merupakan petani berlahan sempit bahkan tidak bertanah buruh tani. Tumbuh dan berkembangnya cara produksi kapitalisme senantiasa bermula dengan proses ganda, yakni Universitas Sumatera Utara melepaskan petani dari ikatan dengan tanahnya untuk menjadi sumber buruh upahan dan mengintegrasikan tanah tersebut menjadi modal. Proses akumulasi ganda ini disebut Marx sebagai akumulasi primitif. Ben Fine mendefinisikan akumulasi primitif bahwa, karena hubungan produksi pra-kapitalis utamanya bersifat pertanian, para petani yang memiliki alat produksi yang pokok tanah, maka kapitalisme hanya dapat diciptakan dengan cara melepaskan kepemilikan petani atas tanahnya. Asal-usul kapitalisme dimulai dari transformasi hubungan- hubungan produksi yang terdapat pada tanah itu. Membebaskan ikatan petani dari tanahnya adalah sumber bagi munculnya buruh upahan, baik untuk tenaga kerja pertanian maupun industri. Adanya konsep pembangunan orde baru, peran negara seolah mempunyai legitimasi kewenangan untuk melakukan segala upaya penaklukan dan penindasan terhadap rakyat. Seluruh tindak dan tanduk negara menaklukan atau menindas rakyat selalu di klaim sebagai bagian upaya negara untuk menegakkan stabilitas politik dan keamanan agar proses pembangunan bangsa dan negara berlangsung terus. Hal ini terlihat dalam corak penaklukan yang di lakukan oleh negara orde baru dalam kasus-kasus sengketa agraria yang terjadi selama ini, yaitu 22 a. Delegitimasi bukt i-bukti yang di miliki oleh rakyat atas tanah dan sumber- sumber agraria lainnya sehingga rakyat kehilangan kepastian hukum yang seharusnya sudah ada di tangan mereka. : b. Penetapan garis demarkasi property atau hak guna secara hukum di atas tanah atau kawasan yang sesungguhnya merupakan kawasan bebas 22 Perlawanan Kaum Tani; Analisis terhadap Gerakan Petani Indonesia Sepanjang Orde Baru. Medan: Yayasan SINTESA SPSU, 1998. halaman 43-45. Universitas Sumatera Utara sehingga pelanggar batas-batas ini akan mendapatkan tekanan yang di landasi pada hukum tertentu. c. Penetapan ganti rugi secara sepihak yang seringkali tidak memberikan ruang sedikitpun bagi proses tawar menawar yang seimbang. d. Memanipulasi persetujuan rakyat, sehingga seolah-olah rakyat bersedia melepas hak mereka atas tanah-tanahnya yang digunakan bagi kepentingan lain, yang acap kemudian menjadi ajang perpecahan di kalangan rakyat sendiri. e. Tuduhan sebagai pembangkang atau pengacau, atau anti pembangunan bagi tokoh-tokoh atau orang-orang yang mencoba bertahan dan menolak desakan-desakan yang datang dari pihak negara atau pengusaha. f. Manipulasi makna pengorbanan yang seringkali membuat rakyat jadi merelakan pelepasan hak atas tanah-tanah mereka karena beranggapan mereka sedang melakukan perjuangan sosial dengan mengorbankan milik mereka yang sangat berharga, yaitu tanah-tanah atau akses mereka terhadap sumber-sumber agraria tertentu. g. Diskriminasi administratif selalu di terapkan untuk kelompok orang yang berusaha bertahan atau memberikan perlawanan ketika proses sengketa terjadi. Diskriminasi ini akan membuat orang-orang yang mengalaminya kehilangan akses terhadap fungsi-fungsi birokrasi atau fungsi lembaga sosial ekonomi yang dapat menunjang kelangsungan hidup mereka. Kehingaran kasus-kasus sengketa tanah ini pada dasarnya menunjukkan posisi rakyat yang lemah dan sebaliknya posisi negara dan modal sangat kuat dalam menentukan arah dan corak perubahan sosial di indonesia yang selalu Universitas Sumatera Utara dinyatakan atas nama pembangunan. Dalam hal ini rakyat dipaksa untuk menerima segala hal yang hendak dilakukan negara, baik dalam bentuk kepentingannya secara langsung maupun untuk kepentingan pemodal.

2.2. Gerakan Petani di Sumatera Utara