Pengaruh Kepercayaan Masyarakat terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung

(1)

PENGARUH KEPERCAYAAN MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN RUMAH SAKIT UMUM

SWADANA TARUTUNG

T E S I S

Oleh

ERNY SISKA SARIFAH MATONDANG 097032075/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH KEPERCAYAAN MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN RUMAH SAKIT UMUM

SWADANA TARUTUNG

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ERNY SISKA SARIFAH MATONDANG 097032075/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH KEPERCAYAAN MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN RUMAH SAKIT UMUM SWADANA TARUTUNG

Nama Mahasiswa : Erny Siska Sarifah Matondang Nomor Induk Mahasiswa : 097032075

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M) (dr. Fauzi, S.K.M Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji Pada Tanggal :

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M Anggota : 1. dr. Fauzi, S.K.M

2. Agus Suriadi, S.Sos, M.Si


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KEPERCAYAAN MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN RUMAH SAKIT UMUM

SWADANA TARUTUNG

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2011

ERNY SISKA SARIFAH MATONDANG 097032075/IKM


(6)

ABSTRAK

Kepercayaan masyarakat terhadap sarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit erat hubungannya dengan perilaku dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Berdasarkan survei pendahuluan di RSU Swadana Tarutung, ditemukan BOR (Bed

Occupancy Rate) rumah sakit Tahun 2010 sebesar 41,88%. Pencapaian BOR yang

belum maksimal diduga terkait dengan minat masyarakat yang rendah terhadap pemanfaatan rumah sakit.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kepercayaan masyarakat terhadap pemanfaatan RSU Swadana Tarutung. Jenis penelitian survei

explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang

berdomisili di wilayah kerja RSU Swadana Tarutung, sebanyak 64.909 kepala keluarga. Sampel sebanyak 111 kepala keluarga diambil dengan menggunakan teknik

simple random sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan regresi logistik berganda pada α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel kepercayaan masyarakat berpengaruh terhadap pemanfaatan RSU Swadana. Variabel Sikap terhadap pelayanan kesehatan memberikan pengaruh paling besar terhadap terhadap pemanfaatan RSU Swadana Tarutung dengan nilai koefisien (B)=0,557.

Disarankan kepada manajemen RSU Swadana Tarutung dan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara untuk: meningkatkan kepercayaan masyarakat melalui promosi dan penyuluhan secara intensif menggunakan bahasa yang mudah dipahami masyarakat; mengupayakan pengadaan sarana dan fasilitas yang belum tersedia serta meningkatkan kualitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat


(7)

ABSTRACT


(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul " Pengaruh

Kepercayaan Masyarakat terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung ".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

4. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M selaku ketua komisi pembimbing dan dr. Fauzi, S.K.M selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. 5. Agus Suriadi, S.Sos, M.Si, dan Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes selaku

penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Direktur Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

7. Direktur beserta Staf RSU Swadana Tarutung yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

8. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Herli Leo Aritonang, selaku Penanggungjawab Klinik Melati Mabar Medan yang memberikan dukungan moril selama menyelesaikan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(10)

10. Ayahanda Saut Matondang, S.H dan Ibunda Dewi Hutapea (alm) atas segala jasanya sehingga penulis selalu mendapat pendidikan terbaik.

11. Adik-adik tersayang: Albert Matondang, Elly Betharia Matondang, Lusi Arta Matondang, S.Psi, Ani Bintang Tua Matondang, Martua Matondang yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa serta rasa cinta yang dalam setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, September 2011 Penulis

Erny Siska Sarifah Matondang 097032075/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Erny Siska Sarifah Matondang, lahir pada tanggal 2 Januari 1982 di Tarutung, anak pertama dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda Saut Matondang, S.H dan Ibunda Dewi Hutapea (alm).

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri 2 Tarutung, selesai Tahun 1994, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Tarutung, selesai Tahun 1997, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Tarutung, selesai tahun 2000. Fakultas Kedokteran di Universitas Methodist Indonesia Medan, selesai Tahun 2008.

Mulai bekerja sebagai dokter di Klinik Melati Mabar Medan, tahun 2008 sampai Mei tahun 2011, sejak Juni 2011 bekerja sebagai dokter PTT-BSB di RSCM Jakarta sampai sekarang.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2009 hingga saat ini.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Hipotesis ... 10

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Perilaku Masyarakat dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan .... 11

2.2 Tipe Umum dari Model Penggunaan Pelayanan Kesehatan ... 13

2.3 Kepercayaan ... 21

2.4 Persepsi ... 25

2.5 Pengetahuan ... 27

2.6 Sikap ... 28

2.7 Masyarakat ... 32

2.8 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) ... 34

2.9 Landasan Teori ... 36

2.10 Kerangka Konsep ... 38

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 47

3.1 Jenis Penelitian ... 39

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 39

3.2.2 Waktu Penelitian ... 39

3.3 Populasi dan Sampel ... 39

3.3.1 Populasi ... 39

3.3.2 Sampel ... 40

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 43

3.4.1 Data Primer ... 43


(13)

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas ... 49

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 44

3.6 Metode Pengukuran ... 46

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 46

3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 46

3.7 Metode Analisis Data ... 47

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 50

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 50

4.1.1 Sejarah Singkat Wilayah kerja RSU Swadana Tarutung ... 50

4.1.2 Letak Geografi dan Demografi Wilayah kerja RSU Swadana Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara ... 51

4.1.3 Visi dan Misi Wilayah kerja RSU Swadana Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara ... 52

4.1.4 Tenaga Kesehatan dan Pelayanan di Wilayah kerja RSU Swadana Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara ... 52

4.2 Identitas Responden ... 54

4.3 Pengetahuan tentang Pelayanan Kesehatan ... 56

4.4 Sikap terhadap Pelayanan Kesehatan ... 59

4.5 Persepsi terhadap Pelayanan Kesehatan... 63

4.6 Pemanfaatan RSU Swadana Tarutung ... 67

4.7 Tabel Silang Pengetahuan, Sikap dan Persepsi dengan Pemanfaatan RSU Swadana Tarutung ... 68

4.8 Analisis Multivariat ... 70

BAB 5. PEMBAHASAN ... 74

5.1 Pengaruh Sikap terhadap Pemanfaatan RSU Swadana Tarutung ... 74

5.2 Pengaruh Persepsi terhadap Pemanfaatan RSU Swadana Tarutung 78 5.3 Pengaruh Pengetahuan terhadap Pemanfaatan RSU Swadana Tarutung ... 80

5.4 Pengaruh Kepercayaan terhadap Pemanfaatan RSU Swadana Tarutung ... 84

5.5 Analisis Kepercayaan Masyarakat di Wilayah Kerja RSU Swadana Tarutung tentang Kesehatan ... 86

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

6.1 Kesimpulan ... 91

6.2 Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Distribusi Sampel menurut Kecamatan ... 41

3.2 Pengukuran Variabel Bebas ... 46

3.3 Pengukuran Variabel Terikat ... 47

4.1 Distribusi Identitas Responden Wilayah kerja RSU Swadana Tarutung .... 55

4.2 Distribusi Pengetahuan Responden tentang RSU Swadana Tarutung ... 58

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan tentang Pelayanan Kesehatan di Wilayah kerja RSU Swadana Tarutung ... 59

4.4 Distribusi Sikap Responden tentang RSU Swadana Tarutung ... 62

4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap tentang Pelayanan Kesehatan di Wilayah kerja RSU Swadana Tarutung ... 63

4.6 Distribusi Persepsi Responden tentang RSU Swadana Tarutung ... 66

4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi tentang Pelayanan Kesehatan di Wilayah kerja RSU Swadana Tarutung ... 67

4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Pemanfaatan RSU Swadana Tarutung 67 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pemanfaatan RSU Swadana Tarutung ... 68

4.10 Hubungan Pengetahuan dengan Pemanfaatan RSU Swadana Tarutung ... 69

4.11 Hubungan Sikap dengan Pemanfaatan RSU Swadana Tarutung ... 70

4.12 Hubungan Persepsi dengan Pemanfaatan RSU Swadana Tarutung ... 70


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Landasan Teori ... 37 2.2 Kerangka Konsep Penelitian. ... 38


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 97

2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 103

3 Uji Univariat ... 106

4 Uji Bivariat ... 114

5 Hasil Uji Regresi ... 117

6 Dokumentasi ... 170

7 Surat Ijin penelitian dari Program Studi S2 IKM FKM USU Medan ... 171

8. Surat Ijin selesai penelitian dari RSUD. Perdagangan Kabupaten Simalungun ... 172

5. Dokumentasi Penelitian ... 154

6. Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana USU ... 155


(17)

ABSTRAK

Kepercayaan masyarakat terhadap sarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit erat hubungannya dengan perilaku dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Berdasarkan survei pendahuluan di RSU Swadana Tarutung, ditemukan BOR (Bed

Occupancy Rate) rumah sakit Tahun 2010 sebesar 41,88%. Pencapaian BOR yang

belum maksimal diduga terkait dengan minat masyarakat yang rendah terhadap pemanfaatan rumah sakit.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kepercayaan masyarakat terhadap pemanfaatan RSU Swadana Tarutung. Jenis penelitian survei

explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang

berdomisili di wilayah kerja RSU Swadana Tarutung, sebanyak 64.909 kepala keluarga. Sampel sebanyak 111 kepala keluarga diambil dengan menggunakan teknik

simple random sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan regresi logistik berganda pada α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel kepercayaan masyarakat berpengaruh terhadap pemanfaatan RSU Swadana. Variabel Sikap terhadap pelayanan kesehatan memberikan pengaruh paling besar terhadap terhadap pemanfaatan RSU Swadana Tarutung dengan nilai koefisien (B)=0,557.

Disarankan kepada manajemen RSU Swadana Tarutung dan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara untuk: meningkatkan kepercayaan masyarakat melalui promosi dan penyuluhan secara intensif menggunakan bahasa yang mudah dipahami masyarakat; mengupayakan pengadaan sarana dan fasilitas yang belum tersedia serta meningkatkan kualitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka kesakitan (morbiditas) pada masyarakat merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Tingginya angka kesakitan berkaitan dengan tingkat pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit

Menurut riset WHO (2007) menemukan bahwa pemanfaatan pelayanan rumah sakit pemerintah lebih tinggi dibandingkan rumah sakit swasta. Perbedaan tingkat pemanfaatan tersebut berpengaruh terhadap tingkat efisiensi rumah sakit seperti : jumlah tempat tidur, jumlah pelayanan rawat jalan, jumlah kunjungan (rawat jalan), jumlah hari rawat (rawat inap), jumlah tindakan operasi, jumlah pemeriksaan laboratorium serta jumlah pemeriksaan radiologi.

Pemanfaatan pelayanan rumah sakit di Indonesia ditunjukkan dari hasil Riskesdas (2010), bahwa persentase rumah tangga yang memanfaatkan sarana rumah sakit sebesar 40,0% untuk daerah perkotaan dan 22,0% untuk wilayah pedesaan. Persentase pemanfaatan rumah sakit yang rendah pada wilayah perkotaan terkait dengan perkembangan jumlah rumah sakit swasta, khususnya di kota-kota besar.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2009), pemanfaatan RSUD masih rendah, hal ini ditunjukkan dengan angka tingkat pemanfaatan tempat tidur (BOR) pada 29 unit RSUD di Provinsi Sumatera Utara antara 9,0-86,3%. Tingkat pemanfaatan tempat tidur RSUD paling rendah pada


(19)

RSUD Sultan Sulaiman (Kabupaten Serdang Bedagai) yaitu 9,0%, sedangkan paling tinggi pada RSU Lubuk Pakam (Kabupaten Deli Serdang), yaitu 86,3%.

Menurut Ramsey dan Sohi dalam Sunanti (2007), kepercayaan merupakan elemen penting yang berpengaruh pada kualitas suatu hubungan. Kepercayaan konsumen terhadap penyedia jasa akan meningkatkan nilai hubungan yang terjalin dengan penyedia jasa. Demikian juga Morgan dan Hunt dalam Sunanti (2007) menyatakan bahwa tingginya kepercayaan akan dapat berpengaruh terhadap menurunnya kemungkinan untuk melakukan perpindahan terhadap penyedia jasa lain.

WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berprilaku tertentu adalah karena adanya alasan pokok, yaitu : pemikiran dan perasaan (thought

and feeling) yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap,

kepercayaan-kepercayaan dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek sarana pelayanan kesehatan (Sudarmo, 2008).

Rendahnya utilisasi (penggunaan) fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, seringkali kesalahan atau penyebabnya dilemparkan kepada faktor jarak antara fasilitas tersebut dengan masyarakat yang terlalu jauh (baik jarak secara fisik maupun secara sosial), tarif yang tinggi, pelayanan yang tidak memuaskan dan sebagainya. Pada kenyataannya di dalam masyarakat terdapat beraneka ragam kepercayaan terhadap pelayanan yang diberikan oleh pihak penyelenggaraan pelayanan kesehatan (Sudarmo, 2008).

Menurut Mohamad (2009), membangun kepercayaan ini jauh lebih penting dari sekadar menyediakan ruang yang mewah dan teknologi yang canggih.


(20)

Judarwanto (2007) menganalisis, bahwa kepercayaan pasien terhadap dokter adalah kunci utama keberhasilan penanganan suatu penyakit. Sebagian besar indikasi berobat ke luar negeri adalah bukan karena keterbatasan alat dan kemampuan dokter, tetapi karena permintaan keluarga pasien. Secanggih apapun sarana medis atau sepintar apapun dokternya tidak akan berarti bila tidak ada rasa percaya. Saat ini masyarakat kita kurang percaya terhadap mutu pelayanan rumah sakit di Indonesia. Mereka yang berpenghasilan menengah keatas lebih memilih menjalankan pengobatan di luar negeri.

Menurut Notoatmodjo (2003), bentuk respons terhadap stimulus salah satunya adalah dalam perilaku sakit, yaitu: (1) perilaku itu sendiri; (2) sekuensinya; (3) tempat atau ruang lingkup; dan (4) variasi perilaku selama tahap-tahap perawatan medis. Arti keempat unsur tersebut dapat dikembangkan 5 konsep dasar yang berguna dalam menganalisis perilaku sakit, yaitu: (1) mencari pertolongan medis dari berbagai sumber atau pemberi layanan, (2) fragmentasi perawatan medis di saat orang

menerima pelayanan dari berbagai unit, tetapi pada lokasi yang sama, (3) menangguhkan (procastination) atau menangguhkan upaya mencari pertolongan

meskipun gejala sudah dirasakan, (4) melakukan pengobatan sendiri (self

medication), (5) membatalkan atau menghentikan pengobatan (discontuniti).

Menurut Suchman dalam Notoatmodjo (2003), sekuensi peristiwa medis dibagi atas 5 tingkat, yaitu: (1) pengalaman dengan gejala penyakit, (2) penilaian

terhadap peran sakit, (3) kontak dengan perawatan medis, (4) jadi pasien, dan (5) sembuh atau masa rehabilitasi. Pada setiap tingkat, setiap orang harus mengambil


(21)

keputusan-keputusan dan melakukan perilaku-perilaku tertentu yang berkaitan dengan kesehatan. Pada tingkat permulaan terdapat 3 dimensi gejala yang menjadi pertanda adanya ketidakberesan dalam diri seseorang. Pertama, adanya rasa sakit, kurang enak badan atau sesuatu yang tidak biasa dialami. Kedua, pengetahuan seseorang tentang gejala tersebut mendorongnya membuat penafsiran-penafsiran yang berkaitan dengan akibat penyakit serta gangguan terhadap fungsi sosialnya. Ketiga, perasaan terhadap gejala tersebut berupa takut atau rasa cemas. Suchman mengemukakan hipotesis bahwa perilaku medis yang terjadi pada setiap tahap penyakit mencerminkan orientasi kesehatan serta afiliasi masing-masing kelompok sosial.

Menurut Koalisi untuk Indonesia Sehat (2005), pelayanan kesehatan mempunyai keunikan tersendiri, yaitu ciri sosial dan humanitarian. Pendekatan sosial perlu dilakukan agar masyarakat mampu menolong dirinya agar sehat. Persoalan perilaku terhadap kesehatan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh kepercayaan terhadap sarana kesehatan dalam memberikan pelayanan.

Persepsi masyarakat terhadap sarana kesehatan seperti rumah sakit erat hubungannya dengan perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan. Kedua pokok pikiran tersebut akan memengaruhi atas dipakai atau tidak dipakainya fasilitas kesehatan yang disediakan. Apabila persepsi masyarakat belum baik tentang sarana kesehatan, maka jelas masyarakat belum tentu mau menggunakan fasilitas yang diberikan (Koalisi untuk Indonesia Sehat, 2005).


(22)

Upaya meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan di rumah sakit perlu ditunjang dengan adanya penelitian-penelitian sosial budaya masyarakat, persepsi dan perilaku masyarakat tersebut terhadap sarana kesehatan. Bila diperoleh data bahwa masyarakat masih mempunyai persepsi yang salah tentang sarana kesehatan, maka kita dapat melakukan upaya perbaikan melalui pendidikan kesehatan masyarakat. Dengan demikian, pelayanan yang diberikan akan diterima oleh masyarakat (Koalisi untuk Indonesia Sehat, 2005).

Menurut Fuchs dalam Laksono (2005), menyebutkan bahwa ada beberapa

faktor yang memengaruhi permintaan terhadap pelayanan kesehatan yaitu : (1) kebutuhan berbasis fisiologis, faktor ini menekankan pada pentingnya keputusan

petugas medis yang menentukan perlu tidaknya seseorang mendapatkan pelayanan medis, (2) penilaian pribadi akan status kesehatan, faktor ini dipengaruhi oleh kepercayaan, budaya dan norma-norma sosial di masyarakat, faktor ini berakibat pada penggunaan pelayanan kesehatan lain.

Penelitian Ariawan (2001) menyimpulkan bahwa rumah sakit yang mampu menghargai pasiennya akan dapat meningkatkan kepercayaan pasien yang dilayaninya. Tinggi rendahnya kepercayaan pasien dipengaruhi oleh tinggi rendahnya intensitas komunikasi. Keterpaksaan yang dirasakan pasien akan berpengaruh negatif terhadap kepercayaan pasien. Dengan demikian pihak rumah sakit yang senantiasa membangun komunikasi yang berkualitas dengan pasien akan meningkatkan kepercayaan pasien, sebaliknya apabila pihak rumah sakit tidak melakukan


(23)

komunikasi dengan baik maka dimungkinkan kepercayaan pasien tidak terbentuk dengan baik.

Menurut Morgan dan Hunt dalam Ariawan (2001) aspek kepercayaan dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan tingkat keyakinan pasien terhadap kemampuan pihak rumah sakit untuk memenuhi harapan-harapan pasien atau sejauh mana pasien percaya terhadap keahlian yang dimiliki pihak rumah sakit. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan keyakinan pasien terhadap kredibilitas rumah sakit, jaminan pelayanan serta niat baik dari pihak rumah sakit.

Kepercayaan terhadap petugas kesehatan di rumah sakit merupakan salah satu faktor dari kepercayaan terhadap rumah sakit secara umum. Menurut Susilowati (2011) kepercayaan merupakan poin penting bagi seorang perawat. Pelayanan keperawatan yang baik saat ini bisa diukur melalui kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat. Masyarakat sudah bisa menilai standar praktik yang diberikan perawat, kemudian etika serta profesionalismenya. Bila standar itu tidak terpenuhi, maka masyarakat tidak percaya lagi.

Beberapa fakta di lapangan menunjukkan, masyarakat mulai kurang merasa dilayani oleh pelayanan kesehatan. Rendahnya kepercayaan masyarakat ini, biasanya terjadi berdasarkan pengalaman nyata mereka sendiri akan pelayanan keperawatan yang pernah mereka terima Menumbuhkan kepercayaan, perawat harus menyadari terlebih dulu hal apa yang menjadi kekuatan serta kelemahannya, dengan begitu akan dimulai pergerakan ke arah kapabilitas yang lebih tinggi. Para perawat masa kini mestilah bisa menjawab rasa ketidakpercayaan tersebut melalui upaya-upaya yang


(24)

sungguh-sungguh untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat dengan bekerja berdasarkan nilai-nilai yang dihayati, nilai dasar sebagai manusia, melayani dengan alturisme yang tinggi, dan selalu sadar diri dengan apa yang akan dilakukan (Susilowati, 2011).

Pentingnya membangun kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit menjadi perhatian penting bagi Persatuan Rumah Sakit Swasta Indonesia (PERSI), dimana pada Seminar Nasional VIII tahun 2007 mengambil tema “ meningkatkan

kepercayaan masyarakat kepada rumah sakit melalui program keselamatan pasien”. Alasan pemilihan tema tersebut, berdasarkan kajian panitia pelaksana bahwa

sistem keselamatan pasien sebagai upaya menumbuhkan kepercayaan pasien merupakan issue yang tidak dapat ditawar lagi. Semua lembaga pelayanan kesehatan wajib menerapkannya dalam segala aspek pelayanan (Persi, 2007).

Sarana kesehatan milik Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara adalah RSU Swadana Tarutung yang terletak di Ibukota Kabupaten Tapanuli Utara. Secara fungsional RSU tersebut berada dibawah pengawasan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara melalui instansi terkait, yakni Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Utara. Dalam hal ini rumah sakit umum pemerintah dijadikan sebagai tolak ukur dan obyek penelitian, karena rumah Sakit Umum Pemerintah dianggap sebagai sarana kesehatan yang sentral di suatu daerah karena mempunyai keunikan, yakni teknik medis yang berada di bawah koordinasi Departemen Kesehatan (Laksono, 2005).

Berdasarkan survei pendahuluan pada 10 orang masyarakat yang berdomisili di sekitar di RSU Swadana Tarutung, diketahui bahwa 5 orang (50%) masyarakat


(25)

menyatakan tidak memanfaatkan RSU Swadana Tarutung apabila menderita suatu penyakit atau pun sekedar melakukan pemeriksaan kesehatan (check up). Setelah ditanyakan lebih lanjut tentang alasan mereka tidak menggunakan RSU Swadana Tarutung, umumnya karena adanya keraguan masyarakat terhadap kemampuan rumah sakit untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya, atau petugas yang melakukan pemeriksaan kesehatan tidak yakin terhadap hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas kesehatan di rumah sakit.

Hasil survei pendahuluan tersebut menggambarkan keberadaan RSU Swadana Tarutung sebagai sarana pelayanan kesehatan masih diragukan kemampuannya oleh masyarakat. Keraguan masyarakat tentang kemampuan RSU Swadana Tarutung menyebabkan persentase masyarakat yang memanfaatkan rumah sakit tersebut belum maksimal, hal ini berdampak pada rendahnya indikator kinerja RSU Swadana Tarutung. Beberapa indikator kinerja tersebut ditunjukkan pada Tabel 1.1 berikut :

Tabel 1.1 Indikator Kinerja RSU Swadana Tarutung Tahun 2010

No Keterangan Tahun Standar

Depkes 2010 (%)

1 BOR (Bed Occupancy Rate) 41,88 70 - 85%

2 LOS ( Length of Stay) 5,30 7-0 hari

3 BTO (Bed Turn Over) 28,84 40 -50 x

4 TOI (Turn Over Interval) 7,35 1 -3 hari

Sumber : Profil RSU Swadana Tarutung tahun 2010

Berdasarkan Tabel 1.1 diketahui bahwa penggunaan tempat tidur (BOR) sebagai indikator utama kinerja rumah sakit, yang menunjukkan jumlah pasien yang memanfaatkan rumah sakit masih jauh dari standar yang ditetapkan Depkes RI


(26)

(2005), yaitu 70-85%. Dari seluruh indikator kinerja rumah sakit, hanya LOS (Length of Stay) yang memenuhi standar yang ditetapkan Depkes.

Penyediaan berbagai pelayanan kesehatan pemerintah dihadapkan pada masyarakat dengan berbagai karakteristiknya akan menjadi sebuah gambaran menarik dalam menjelaskan upaya pembangunan yang menunjang peningkatan derajat kesehatan manusia. RSU Swadana Tarutung dengan fasilitas yang dimiliki serta tenaga kesehatan yang ada, sudah semestinya mengalami perkembangan yang pesat dalam hal pemanfaatan oleh masyarakat.

Berdasarkan telaah di atas dan untuk mendapatkan bukti empirik, maka diperlukan penelitian berkenaan dengan pengaruh kepercayaan masyarakat terhadap pemanfaatan RSU Swadana Tarutung.

1.2Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: “bagaimana pengaruh kepercayaan masyarakat terhadap pemanfaatan RSU Swadana Tarutung?”.

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh kepercayaan masyarakat terhadap pemanfaatan RSU Swadana Tarutung.


(27)

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh kepercayaan masyarakat terhadap pemanfaatan RSU Swadana Tarutung.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit untuk menyesuaikan jenis dan kualitas pelayanan dengan kebutuhan masyarakat di wilayah kerjanya

2. Penelitian ini memberi masukan bagi pengembangan teori-teori ilmu kesehatan masyarakat, khususnya tentang pemanfaatan rumah sakit.

3. Menjadi dasar bagi peneliti selanjutnya guna memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di bidang jasa pelayanan kesehatan.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Masyarakat dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Sebelum mulai membahas model utama dan kecendurungan dalam menggunakan pelayanan kesehatan, kita akan memperhatikan konsep kerangka kerja utama dari pelayanan kesehatan tersebut. Pada prinsipnya ada dua kategori pelayanan kesehatan: (1) kategori yang berorientasi kepada publik (masyarakat) dan (2) kategori yang berorientasi pada perorangan (pribadi).

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kategori publik terdiri dari sanitasi, imunisasi, kebersihan air, dan perlindungan kualitas udara. Pelayanan kesehatan masyarakat lebih diarahkan langsung kearah publik dari pada kearah individu-individu yang khusus. Di lain pihak pelayanan kesehatan pribadi adalah langsung kearah individu.

Seperti kebanyakan pengobatan, pelayanan kesehatan ditujukan langsung kepada pemakai pribadi (individual costumer). Studi tentang penggunaan pelayanan kesehatan dikaitkan dengan penggunaan pelayanan kesehatan pribadi. Karena itu, kita akan mengatasi bahasan kita mengenai penggukuran pelayanan kesehatan ke kategori pelayanan kesehatan pribadi.

Anderson dan Newman (1973) membuat suatu kerangka kerja teoritis untuk pengukuran penggunaan pelayanan kesehatan pribadi. Sehubungan dengan hal yang


(29)

sangat penting dari artikel mereka adalah diterimanya secara luas defenisi dari dimensi-dimensi penggunaan atau pemanfaatan pelayanan kesehatan.

Anderson dan Newman (1973) menyamakan 3 dimensi dari kepentingan utama dalam pengukuran dan penentuan pelayanan kesehatan, yaitu tipe, tujuan atau maksud, dan unit analisis.

a. Tipe

Tipe digunakan untuk memisahkan berbagai pelayanan kesehatan antara satu dengan yang lainnya. Anderson dan Newman menunjukkan bahwa ada perbedaan kecendurungan-kecendurungan jangka panjang dan jangka pendek untuk berbagi tipe dari pelayanan (seperti rumah sakit, dokter gigi, perawatan di rumah, dan lain-lain).

Mereka juga menunjukkan penemuan-penemuan riset bahwa faktor-faktor penentu (determinan) individual bervariasi agak besar untuk penggunaan tipe-tipe yang berbeda pelayanan kesehatan. Karena kedua faktor ini (cenderung dan faktor penentunya berbeda) maka masuk akal bahwa satu komponen utama dalam pengaturan pelayanan kesehatan menjadi tipe dari pelayanan kesehatan yang digunakan.

b.Tujuan

Disini mereka menyerahkan 4 perbedaan dari perawatan: I primary, II

secondary, III tertiary, dan IV custodial. Perawatan I dikaitkan dengan perawatan

pencegahan (preventive care). Perawatan II dikaitkan dengan perawatan perbaikan (pengembalian individu ke tingkat semula dari fungsionalnya). Perawatan III dikaitkan dengan stabilitas dari kondisi yang memperhatikan penyakit jangka


(30)

panjang. Perawatan IV dikaitkan semata-mata dengan kebutuhan pribadi dari pasien dan tidak dihubungkan dengan perawatan penyakit.

c. Unit Analisis

Unit analisis merupakan dimensi ke-3 dalam rangka kerja Anderson dan Newman yang mendukung 3 perbedaan diantara unit-unit analisis, yaitu: kontak, volume, episode.

Alasan utama bagi perbedaan ini adalah bahwa ciri-ciri khas individu mungkin menjadi tanggung jawab bagi sejumlah episode, sedangkan ciri-ciri khas dari sistem pembebasan (khususnya pada dokter) mungkin menjadi tanggung jawab utama bagi sejumlah akibat dari kontak kunjungan sebagai akibat dari setiap episode penyakit. Jadi karena jumlah kontak, episode, dan volume pelayanan yang digunakan ditentukan oleh faktor-faktor yang berbeda, maka pengukuran penggunaan pelayanan kesehatan akan membuat suatu perbedaan di antara unit-unit pelayanan kesehatan yang berbeda.

Sebagai contoh kita ingin mengukur pelayanan rumah sakit per 100 orang dalam 1 tahun, jumlah kunjungan dokter dalam tahun tertentu atau presentasi orang yang mengunjungi seorang ahli gigi dalam 1 tahun. Ketiga indikator ini telah dipakai oleh Amerika dalam menguji kecenderungan penggunaan pelayanan kesehatan. Untuk itu kita perlu menaruh perhatian pada pengertian sifat umum pengaturan pelayanan kesehatan sebagaimana yang di cerminkan dalam konsep Anderson dan Newman (1973).


(31)

2.2 Tipe Umum dari Model Penggunaan Pelayanan Kesehatan

Sejumlah riset telah dilakukan ke dalam faktor-faktor penentu (determinan) penggunaan pelayanan kesehatan. Kebanyakan dari riset inilah model-model adanya penggunaan pelayanan kesehatan dikembangkan dan dilengkapi.

1. Tujuan Penggunaan Model Pelayanan Kesehatan

Anderson dan Newman (1973) menjelaskan bahwa model penggunaan pelayanan kesehatan ini dapat membantu atau memenuhi satu atau lebih dari 5 tujuan berikut.

a. Untuk melukiskan hubungan kedua belah pihak antara faktor penentu dari penggunaan pelayanan kesehatan.

b. Untuk meringankan peramalan kebutuhan masa depan pelayanan kesehatan.

c. Untuk menentukan ada atau tidak adanya pelayanan dari pemakaian pelayanan kesehatan yang berat sebelah.

d. Untuk menyarankan cara-cara memanipulasi kebijaksanaan yang berhubungan dengan variabel-variabel agar memberikan perubahan-perubahan yang diinginkan.

e. Untuk menilai pengaruh pembentukan program atau proyek-proyek pemeliharaan atau perawatan kesehatan yang baru.

2. Tujuan Tipe-tipe Kategori Penggunaan Pelayanan Kesehatan

Tujuan tipe-tipe kategori dari model-model penggunaan pelayanan kesehatan tersebut adalah kependudukan, struktur sosial, psikologi sosial, sumber keluarga, sumber daya masyarakat, organisasi, dan model-model sistem kesehatan.


(32)

a. Model demografi (Kependudukan)

Dalam model ini tipe variabel-variabel yang dipakai adalah umur, seks, status perkawinan, dan besarnya keluarga. Variabel-variabel yang digunakan sebagai ukuran mutlak atau indikator fisiologis yang berbeda (umur, seks) dan siklus hidup (status perkawinan, besarnya keluarga) dengan asumsi bahwa perbedaan derajat kesehatan, derajat kesakitan, dan penggunaan pelayanan kesehatan sedikit banyak akan berhubungan dengan variabel diatas.

Karakteristik demografi juga mencerminkan atau berhubungan dengan karateristik sosial (perbedaan sosial dari jenis kelamin memengaruhi berbagai tipe dan ciri-ciri sosial).

b. Model-model struktur sosial (social structur models)

Di dalam model ini tipe variabel yang dipakai adalah pendidikan, pekerjaan, dan kebangsaan. Variabel-variabel ini mencerminkan keadaan sosial dari individu atau keluarga di dalam masyarakat.

Penggunaan pelayanan kesehatan adalah salah satu aspek dari gaya hidup ini, yang ditentukan oleh lingkungan sosial, fisik, dan psikologis. Masalah utama dari model struktur sosial dari penggunaan pelayanan kesehatan adalah bahwa kita tidak mengetahui mengapa variabel ini menyebabkan penggunaan pelayanan kesehatan.

c. Model-model sosial psikologis (Psychological models)

Dalam model ini tipe variabel yang dipakai adalah ukuran dari sikap dan keyakinan individu. Variabel-variabel sosio-psikologis pada umumnya terdiri dari 4 kategori:


(33)

(1). Pengertian kerentanan terhadap penyakit (2). Pengertian keseluruhan dari penyakit

(3). Keuntungan yang diharapkan dari pengambilan tindakan, dalam menghadapi penyakit

(4). Kesiapan tindakan individu

Masalah utama dengan model ini adalah menganggap suatu mata rantai penyebab langsung antara sikap dan prilaku yang belum dapat dijelaskan.

d. Model sumber keluarga (family resource models)

Dalam model ini variabel yang dipakai adalah pendapat keluarga, cakupan asuransi keluarga atau sebagai anggota suatu asuransi kesehatan dan pihak yang membiayai pelayanan kesehatan keluarga dan sebagainya. Karakteristik ini untuk menggukur kesanggupan dari individu atau keluarga untuk memperoleh pelayanan kesehatan mereka.

e. Model sumber daya masyarakat (community resource models)

Pada model ini tipe model yang digunakan adalah penyediaan pelayanan kesehatan dan sumber-sumber di dalam masyarakat, dan ketercapaian dari pelayanan kesehatan yang tersedia dan sumber-sumber di dalam masyarakat. Model sumber daya masyarakat selanjutnya adalah suplai ekonomis yang berfokus pada ketersediaan sumber-sumber kesehatan pada masyarakat setempat.

f. Model-model organisasi (organization models)

Dalam model ini variabel yang dipakai adalah pencerminan perbedaan bentuk-bentuk sistem pelayanan kesehatan. Biasanya variabel yang digunakan adalah:


(34)

1). Gaya (style) praktik pengobatan (sendiri, rekanan, atau grup)

2). Sifat (nature) dari pelayanan tersebut (membayar langsung atau tidak) 3). Letak dari pelayanan (tempat pribadi, rumah sakit, atau klinik)

4). Petugas kesehatan yang pertama kali kontak dengan pasien (dokter, perawat asisten dokter).

g. Model sistem kesehatan

Keenam kategori model penggunaan fasilitas kesehatan tersebut tidak begitu terpisah, meskipun ada perbedaan dalam sifat (nature). Model sistem kesehatan mengintegrasikan keenam model terdahulu ke dalam model yang lebih sempurna. Untuk itu maka demografi, ciri-ciri struktur sosial, sikap, dan keyakinan individu atau keluarga, sumber-sumber di dalam masyarakat dan organisasi pelayanan kesehatan yang ada, digunakan bersama dengan faktor-faktor yang berhubungan seperti kebijaksanaan dan struktur ekonomi pada masyarakat yang lebih luas (negara). Dengan demikian apabila dilakukan analisis terhadap penyediaan dan penggunaan pelayanan kesehatan oleh masyarakat maka harus diperhitungkan juga faktor-faktor yang terlibat didalamnya.

h. Model kepercayaan kesehatan (The health belief models)

Model kepercayaan adalah suatu bentuk penjabaran dari model sosio-psikologis seperti disebutkan di atas. Munculnya model ini didasarkan pada kenyataan bahwa problem-problem kesehatan ditandai oleh kegagalan-kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider. Kegagalan ini akhirnya memunculkan teori


(35)

yang menjelaskan perilaku pencegahan penyakit (preventive health behavior), yang oleh Becker (1974) dikembangkan dari teori lapangan (Lewin, 1954) menjadi model kepercayaan kesehatan (health belief model).

Teori Lewin menganut konsep bahwa individu hidup pada lingkup kehidupan sosial (masyarakat). Di dalam kehidupan ini individu akan bernilai, baik positif maupun negative, di suatu daerah atau wilayah terentu. Apabila seseorang keadaannya atau berada pada daerah positif, maka berarti ia ditolak dari daerah negatif. Implikasinya di dalam kesehatan adalah, penyakit atau sakit adalah suatu daerah negatif sedangkan sehat adalah wilayah positif.

Apabila individu bertindak untuk melawan atau mengobati penyakitnya, ada empat variabel kunci yang terlibat di dalam tindakan tersebut, yakni kerentanan yang dirasakan, manfaat yang diterima dan rintangan yang di alami dalam tindakannya melawan penyakitnya, dan hal-hal yang memotivasi tindakan tersebut.

1). Kerentanan yang dirasakan (Perceived susceptibility)

Agar seorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan bahwa ia rentan (susceptibility) terhadap penyakit tersebut. Dengan kata lain, suatu tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit akan timbul bila seseorang telah merasakan bahwa ia atau keluarga rentan terhadap penyakit tersebut.

2). Keseriusan yang dirasakan (Perceived serioussness)

Tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan terhadap suatu penyakit akan didorong pula oleh keseriusan penyakit tersebut terhadap individu


(36)

atau masyarakat. Penyakit polio, misalnya, akan dirasakan lebih serius dibandingkan dengan flu. Oleh karena itu, tindakan pencegahan polio akan lebih banyak dilakukan bila dibandingkan dengan pencegahan (pengobatan) flu.

3). Manfaat dan rintangan-rintangan yang dirasakan (Perceived benefit and barriers) Apabila individu merasa dirinya rentan untuk pentakit-penyakit yang dianggap gawat (serius), ia akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan ini tergantung pada manfaat yang dirasakan dan rintangan-rintangan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut. Pada umumnya manfaat tindakan lebih menentukan dari pada rintangan-rintangan yang mungkin ditemukan di dalam melakukan tindakan tersebut.

4). Isyarat atau tanda-tanda (cues)

Untuk mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang kerantanan, kegawatan dan keuntungan tindakan, maka diperlukan isyarat-isyarat yang berupa faktor-faktor eksternal. Faktor-faktor tersebut, misalnya, pesan-pesan pada media massa, nasihat atau anjuran kawan-kawan atau anggota keluarga lain dari si sakit, dan sebagainya.

i. Model sistem kesehatan (health system model)

Anderson (1974) menggambarkan model sistem kesehatan (health system

model) yang berupa model kepercayaan kesehatan. Di dalam model Anderson ini

terdapat 3 kategori utama dalam pelayanan kesehatan yakni karakteristik, predisposisi, karakteristik pendukung, karekteristik kebutuhan. Faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan secara skematis sebagai berikut:


(37)

Gambar 2.1 Model Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Sumber: Anderson, 1974

a. Predisposisi individu (predisposing factor)

Masing-masing individu memiliki kecenderungan yang berbeda dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Hal ini dapat diramalkan dengan karakteristik pasien yang telah ada sebelum timbulnya episode sakit. Karakteristik ini meliputi : ciri demografi, struktur sosial dan kepercayaan tentang kesehatan (Anderson, 1974).

b. Enabling factor

Faktor predisposisi harus didukung pula oleh hal-hal lain agar individu memanfaatkan pelayanan kesehatan. Faktor pendukung ini antara lain, pendapatan, asuransi kesehatan dan ketercapaian sumber pelayanan kesehatan yang ada. Bila

Predisposing Enabling Need

Demografic (Age, Sex) Social Structure (Etnicity, Education, Occupation of Head Family) Health Belief Family Resourch (Income, Health Assurance) Community Resourch (Health facility and personal) Perceived (Symptoms diagnose) Evaluated (Symptons diagnose) Health Services


(38)

faktor ini terpenuhi maka individu cenderung menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada pada saat sakit. Penderita penyakit yang tergolong berat (misalnya harus operasi atau rawat inap di rumah sakit), maka kondisi ekonomi merupakan penentu akhir bagi individu dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan (Anderson, 1974).

c. Karakteristik kebutuhan (need factor)

Faktor ini lebih menitikberatkan pada masalah apakah individu beserta keluarganya merasakan adanya penyakit, atau kemungkinan untuk terjadinya sakit. Kebutuhan diukur dengan “perceived need” dan “evaluated need” melalui : jumlah hari individu tidak bisa bekerja, gejala yang dialaminya, penilaian individu tentang status kesehatannya (Anderson, 1974).

Salah satu faktor dalam predisposisi individu (predisposing factor) yang menentukan perilaku dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah kepercayaan tentang kesehatan (health belief). Kepercayaan tentang kesehatan terkait dengan aspek persepsi, sikap dan pengetahuan tentang penyakit dan pelayanan kesehatan.

2.3. Kepercayaan

Deutsch dalam Bruhen (2003) mendefinisikan kepercayaan sebagai keyakinan suatu pihak akan menemukan apa yang diinginkan dari pihak lain bukan apa yang ditakutkan dari pihak lain. Mayer, Davis dan Schoorman dalam Bruhen (2003) menyatakan bahwa kepercayaan adalah kemauan dari salah satu pihak untuk menjadi tidak berdaya (vulnerable) atas tindakan pihak lainnya. Sementara Barney dan


(39)

Hansen dalam Bruhen (2003) berpendapat bahwa kepercayaan merupakan keyakinan mutual dari kedua pihak bahwa diantara keduanya tidak akan memanfaatkan kelemahan pihak lain. Costabile dalam Bruhen (2003) kepercayaan atau trust didefinisikan sebagai persepsi akan keterhandalan dari sudut pandang konsumen didasarkan pada pengalaman, atau lebih pada urut-urutan transaksi atau interaksi yang dicirikan oleh terpenuhinya harapan akan kinerja produk dan kepuasan.

Definisi diatas memberikan beberapa elemen penting yaitu kesedian dari salah satu pihak untuk menjadi tidak berdaya, keyakinan bersama bahwa diantara mereka tidak akan saling memanfaatkan kelemahan mitranya, serta adanya harapan bahwa pihak lain dapat memberikan kepuasan atas kebutuhannya. Dapat dikatakan menurut berbagai definisi tersebut bahwa dalam situasi kepercayaan terdapat unsur resiko yang biasanya dikaitkan dengan hasil keputusan yang diambil. Sumber resiko tersebut adalah pada keinginan dan kesediaan pihak yang terlibat untuk bertindak tepat.

Secara umum bagi industri jasa, dasar dari hubungan jangka panjang dengan konsumen ada pada kepercayaan konsumen terhadap organisasi. Kepercayaan merupakan inti dari kompleksitas hubungan antar manusia. Konsep ini mewakili komponen hubungan kualitas yang berpusat pada masa depan. Kepercayaan dapat dikatakan eksis ketika ada kerelaan konsumen untuk bersandar sepenuhnya pada perilaku perusahaan dimasa depan (Bruhn, 2003).

Dalam upaya pembentukan kepercayaan ini dibutuhkan salah satu pihak yang lemah atau tidak berdaya (vulnerable) dimana terdapat ketidakpastian sebagai hasil


(40)

dari keputusan yang diambil. Unsur ketidakpastian ini banyak terjadi dalam bidang jasa karena keunikan jasa seperti telah disebutkan diatas.

Sebagaimana dikatakan oleh Shostack (1977), bahwa karyawan atau petugas sering dipandang sebagai jasa itu sendiri maka interaksi antara karyawan dengan konsumen yang didasarkan pada kepercayaan berpengaruh secara positif bagi perusahaan karena hubungan ini akan menciptakan nilai bagi konsumen yang pada gilirannya akan medorong kesetiaan. Kepercayaan merupakan konsep yang memfokuskan diri pada masa depan, yang memberikan suatu jaminan bahwa patner termotivasi untuk tidak beralih dalam konteks pertukaran dengan pihak lain (Gurviez dan Korchia, 2003)

Secara psikologi kepercayaan merupakan suatu keyakinan dan kemauan atau dapat juga disebut sebagai kecenderungan perilaku (Delgado-Ballester et al., 2003), sehingga faktor kepercayaan merupakan variabel kunci dalam hubungan antara suatu organisasi dengan mitra kerjanya (Morgant & Hunt, 1994).

Beberapa proses yang diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan adalah (Doney & Canon dalam Bruhn, 2003) adalah :

a. Proses yang terkalkulasi. Menurut proses ini pihak tertentu yakin pada perilaku positif pihak lain ketika manfaat dari perilaku negatif pihak yang sama memiliki konsekuensi biaya yang lebih rendah.

b. Proses prediktif. Kepercayaan menurut proses ini sangat bergantung pada kemampuan pihak tertentu untuk mengantisipasi perilaku pihak lainnya.


(41)

c. Proses kemampuan. Proses ini berkaitan erat dengan perkiraan kemampuan pihak lain dalam memenuhi kewajibannya.

d. Proses intensi. Menurut proses ini kepercayaan didasarkan pada tujuan dan intensi pihak lain serta ini mengacu pada penilaian pihak lain diluar pihak-pihak yang terlibat dalam proses.

Mengacu pada pada beberapa jenis proses diatas terdapat persamaan penting didalamnya yakni bahwa proses penumbuhan kepercayaan membutuhkan kemampuan mengantisipasi perilaku pihak lain dalam hubungan konsumen-produsen. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa kesuksesan karyawan lini depan dalam menghantarkan jasa yang ditawarkan sangat ditentukan oleh hubungan pertukaran internal antar bagian dalam organisasi.

Djati dan Ferrinadewi (2004), menyatakan bahwa terdapat dimensi pada manusia dalam jasa merupakan variabel kunci dalam penciptaan kepercayaan konsumen pada bidang jasa. Proposisi ini didasarkan pada pemikiran bahwa kemampuan usaha jasa untuk mengantisipasi keinginan konsumen merupakan fokus dari keseluruhan aktivitas jasa yang ditujukan untuk mendorong komitmen konsumen, terutama pada usaha jasa dengan tingkat interaksi yang tinggi antara konsumen dan penyedia jasa. Usaha jasa dengan tingkat interaksi yang tinggi dengan konsumen membuat satu-satunya sumber pengalaman konsumen dengan kinerja jasa adalah pada proses interaksi yang mereka jalani. Seperti dikatakan sebelumnya bahwa kepercayaan merupakan persepsi konsumen akan kehandalan kinerja produk maka


(42)

sumber stimulus bagi persepsi konsumen ada pada proses interaksi tersebut (Djati dan Ferrinadewi, 2004).

2.4 Persepsi

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006) persepsi diartikan sebagai: (a) tangapan (penerimaan) langsung dari sesuatu dan (b) proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Menurut Komarudin (2006, secara etimologis,

persepsi berasal dari bahasa Latin percipere yang mempuyai pengertian: (a) kesadaran intuitif (berdasarkan firasat) terhadap kebenaran atau kepercayaan

langsung terhadap sesuatu, (b) proses dalam mengetahui objek-objek dan peristiwa-peristiwa obyektif, (c) sesuatu proses psikologis yang memproduksi bayangan sehingga dapat mengenal obyek melalui berfikir asosiatif dengan cara inderawi sehingga kehadiran bayangan itu dapat disadari yang disebut juga dengan wawasan.

Persepsi seseorang dipengaruhi oleh : (a) frame of reference yaitu kerangka pengetahuan yang dimiliki yang diperoleh dari pendidikan, pengamatan, atau bacaan ; (b) field of experience, yaitu pengalaman yang telah dialami yang tidak terlepas dari lingkungan sekitarnya. Pembentukan persepsi sangat dipengaruhi oleh informasi atau rangsangan yang pertama kali diperolehnya. Pengalaman pertama yang tidak menyenangkan pada pelayanan rumah sakit atau informasi yang tidak benar mengenai rumah sakit akan berpengaruh terhadap pembentukan persepsi seorang terhadap kebutuhan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit.


(43)

Menurut Zastrow et al (2004) persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya aktifitas (pelayanan yang diterima) yang dapat dirasakan oleh suatu objek. Mengingat bahwa persepsi setiap orang terhadap suatu objek (pelayanan) akan berbeda-beda. Oleh karena itu persepsi memiliki sifat subjektif yang merupakan suatu rasa puas atau tidak oleh adanya pelayanan.

Persepsi adalah awal dari segala macam kegiatan belajar yang bisa terjadi dalam setiap kesempatan, disengaja atau tidak, Persepsi sebagai “suatu proses penerimaan informasi yang rumit, yang diterima atas diekstraksi manusia dari lingkungan, persepsi termasuk penggunaan indra manusia”. Kemp dan Dayton dalam Prawiradilaga dan Eveline (2004) menyatakan persepsi “ sebagai satu proses dimana seseorang menyadari keberadaan lingkungannya serta dunia yang mengelilinginya”. Persepsi terjadi karena setiap manusia memiliki indra untuk menyerap objek-objek serta kejadian di sekitarnya. Pada akhirnya, persepsi dapat memengaruhi cara berpikir, bekerja, serta bersikap pada diri seseorang. Hal ini terjadi karena orang tersebut dalam mencerna informasi dari lingkungan berhasil melakukan adaptasi sikap, pemikiran, atau perilaku terhadap informasi tersebut (Prawiradilaga dan Eveline, 2004).

Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan diatas terdapat perbedaan namun dapat disimpulkan bahwa pengertian atau pendapat satu sama lain saling menguatkan, yaitu bahwa yang dimaksud dengan persepsi adalah suatu proses yang muncul lewat panca indera, baik indera penglihat, pendengar, peraba, perasa, dan pencium, kemudian terus-menerus berproses sehingga mencapai sebuah kesimpulan


(44)

yang berhubungan erat dengan informasi yang diterima dan belum sampai kepada kenyataan yang sebenarnya, proses ini yang dimaksud dengan persepsi

2.5 Pengetahuan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI (2006) kata “tahu” berarti mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami atau diajar). Sedangkan arti dari pemahaman adalah hal mengetahui sesuatu, segala apa yang diketahui serta kepandaian. Dalam hal ini, dapat dikatakan efektif bila penerima pesan dapat memperoleh pengetahuan yang didapatnya dari pesan yang disampaikan oleh sumber pengetahuan dan berkenaan dengan sesuatu hal (disiplin ilmu).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2003).

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003), dari hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam dirinya orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu:

a. Awareness ( kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).


(45)

c. Evaluation, orang sudah mulai menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

d. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

2.6 Sikap

Thurstone dalam Azwar (2007), mendefinisikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis. Sikap atau Attitude senantiasa diarahkan pada suatu hal, suatu objek. LaPierre dalam Azwar (2007) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi, atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Definisi Petty & Cacioppo dalam Azwar (2007), menyatakan sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu.

Menurut Fishben & Ajzen dalam Dayakisni & Hudaniah (2003), sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam cara tertentu berkenaan dengan objek tertentu. Sherif & Sherif dalam Dayakisni & Hudaniah (2003) menyatakan bahwa sikap menentukan keajegan dan kekhasan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku.


(46)

Azwar (2007), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran: a. Kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis

Thurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood dalam Azwar (2007). Menurut mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak

(favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut.

b. Kerangka pemikiran ini diwakili oleh ahli seperti Chave, Bogardus, LaPierre, Mead dan Gordon Allport dalam Azwar (2007),. Menurut kelompok pemikiran ini sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan yang potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. c. Kelompok pemikiran ini adalah kelompok yang berorientasi pada skema

triadik (triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi di dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kecenderungan individu untuk memahami, merasakan, bereaksi dan berperilaku terhadap suatu objek yang merupakan hasil dari interaksi komponen kognitif, afektif dan konatif.


(47)

Definisi sikap adalah mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan dan akan ikut menentukan kecenderungan perilaku individu terhadap manusia lainnya atau sesuatu yang sedang dihadapi oleh individu, bahkan terhadap diri individu itu sendiri disebut fenomena sikap. Fenomena sikap yang timbul tidak saja ditentukan oleh keadaan objek yang sedang dihadapi tetapi juga dengan kaitannya dengan pengalaman-pengalaman masa lalu, oleh situasi di saat sekarang, dan oleh harapan-harapan untuk masa yang akan datang (Azwar, 2007).

Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. (1) sikap positif adalah apabila timbul persepsi yang positif terhadap stimulus yang diberikan dapat berkembang sebaik-baiknya karena orang tersebut memiliki pandangan yang positif terhadap stimulus yang telah diberikan. (2) sikap negatif apabila terbentuk persepsi negatif terhadap stimulus yang telah diberikan.

Struktur sikap dibagi menjadi 3 komponen yang saling menunjang (Azwar, 2007). Ketiga komponen tersebut pembentukan sikap yaitu sebagai komponen kognitif (kepercayaan), emosional (perasaan) dan komponen konatif (tindakan) (Kothandapani, 2004).

Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam berinteraksi sosial, individu beraksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Faktor-faktor yang memengaruhi sikap (Azwar. 2007) terdiri dari:


(48)

(a) Pengalaman pribadi

Pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba atau mengejutkan yang meninggalkan kesan paling mendalam pada jiwa seseorang. Kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus menerus, lama-kelamaan secara bertahap diserap kedalam individu dan memengaruhi terbentuknya sikap. (b) Pengaruh orang lain

Dalam pembentukan sikap pengaruh orang lain sangat berperan. Misal dalam kehidupan masyarakat yang hidup di pedesaan, mereka akan mengikuti apa yang diberikan oleh tokoh masyarakatnya.

(c) Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan sikap. Dalam kehidupan di masyarakat, sikap masyarakat diwarnai dengan kebudayaan yang ada di daerahnya.

(d) Media massa

Media masa elektronik maupun media cetak sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dengan pemberian informasi melalui media masa mengenai sesuatu hal akan memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap.

(e) Faktor emosional

Sikap yang didasari oleh emosi yang fungisnya hanya sebagai penyaluran frustasi, atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego, sikap yang demikian


(49)

merupakan sikap sementara, dan segera berlalu setelah frustasinya hilang, namun dapat juga menjadi sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.

Komponen kebutuhan yang ”dirasakan” (perceived need), di ukur dengan perasaan subjektif individu terhadap pelayanan kesehatan. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa faktor kebutuhan (need) merupakan penentu akhir bagi individu dalam menentukan seseorang memanfaatkan pelayanan kesehatan (Andersen, 1975).

2.7 Masyarakat

Pengertian masyarakat dalam konteks pemanfaatan pelayanan kesehatan rumah sakit dapat ditelaah dari pengertian menurut Soerjono (2006), bahwa masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mempunyai kebudayaan yang sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok/kumpulan manusia tersebut.

Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur (Soerjono, 2006).

Secara umum masyarakat digambarkan sebagai bentuk integrasi fungsional, dimana dalam masyarakat tersebut kestabilan sosial di topang oleh kesepakatan dasar


(50)

atas nilai-nilai. Adapun ketertiban sosial terjadi dalam masyarakat karena setiap individu yang ada dalam masyarakat tersebut memiliki pemikiran bahwa dengan kerjasamalah segala keinginan masing-masing individu dapat tercapai. Dalam pandangan ini ditekankan, bahwa tarik-menarik, solidaritas, integrasi, kerjasama, dan stabilitas dalam masyarakat dipersatukan karena kesamaan budaya, dan kesepakatan atas norma dan nilai yang sama (Soerjono, 2006).

Sebagai mana telah dijelaskan dalam pengertian masyarakat, maka ciri-ciri masyarakat itu sendiri adalah: kesatuan antar individu (gabungan dari beberapa individu), menempati suatu wilayah tertentu, terdapat sistem yang berlaku dan telah disepakati bersama, terdapat interaksi antar sesamanya.

Adanya kecenderungan perbedaan pemanfaatan pemanfaatan pelayanan kesehatan pada suatu kelompok masyarakat dapat ditelaah sebagai akibat perbedaan tingkatan (strata) pada masyarakat. Stratifikasi dalam masyarakat mengacu kepada definisi stratifikasi sosial menurut beberapa pendapat pakar sosiologi. Menurut Hewitt dan Mitchell dalam Bahrein (1997) menyatakan bahwa stratifikasi sosial adalah tingkat perbedaan individu dalam masyarakat yang mana dalam sistem sosial tertentu sebagai superior maupum inferior. Sedangkan menurut Marx dan Weber dalam Bahrein (1997) mengatakan bahwa stratifikasi sosial merupakan pencerminan dari organisasi sosial suatu masyarakat. Soerjono (2006) menyatakan stratifikasi sosial merupakan suatu jenis diferensiasi sosial yang terkait dengan pengertian akan adanya jenjang secara bertingkat. Jenjang secara bertingkat tersebut akan menghasilkan strata tertentu, dan kedalam strata itulah masyarakat dimasukkan.


(51)

Dari ketiga pengertian diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa strtatifikasi sosial adalah cara pembedaan masyarakat berdasarkan jenjang atau strata tertentu yang bertingkat-tingkat, dari mulai strata terendah sampai dengan tertinggi.

2.8 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) adalah rumah sakit milik pemerintah Kabupaten/Kota yang diperuntukkan memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di wilayahnya (PP No 41 thn 2007).

Rumah Sakit Daerah adalah Rumah Sakit milik pemerintah propinsi, kabupaten/kota yang berlokasi di daerah propinsi, kabupaten, dan kota. Pemerintah daerah adalah Kepala daerah beserta perangkat daerah otonom lain sebagai badan eksekutif daerah dan sebagai unsur pelaksana pemerintah daerah Propinsi, Kabupaten dan Kota dibidang kesehatan adalah Dinas Kesehatan. Dalam pengelolaannya rumah sakit publik berdasarkan pengelolaan badan layanan umum atau daerah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan (PP No 41 thn 2007).

Rumah sakit daerah berkedudukan sebagai lembaga teknis daerah yang dipimpin oleh kepala dengan sebutan direktur yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah, melalui sekretaris daerah.

Tugas dan fungsi rumah sakit daerah menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 2002 adalah:


(52)

1.Tugas rumah sakit daerah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan serta pencegahan dan melaksanakan upaya rujukan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan penyembuhan (kuratif), pemulihan (rehabilitatif), upaya peningkatan (promotif) dan pencegahan terjadinya penyakit (preventif) serta melaksanakan upaya rujukan. Melaksanakan pelayanan yang bermutu sesuai standar pelayanan rumah sakit

2.Fungsi rumah sakit sebagai penyelenggara: pelayanan medis, pelayanan penunjang medis dan non medis, pelayanan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, pelaksanaan penelitian dan pengembangan, pengelolaan administrasi dan keuangan.

Jumlah personel pada rumah sakit daerah ditetapkan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan Rumah Sakit Daerah berdasarkan beban kerja, azas manfaat, efisiensi dan efektivitas serta bersifat hemat struktur dan kaya fungsi. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, rumah sakit daerah mempunyai hubungan koordinatif dan fungsional dengan dinas kesehatan dan dalam pelayanan kesehatan mempunyai hubungan jaringan pelayanan terkait dengan institusi pelayanan kesehatan lainnya.

Kebutuhan akan layanan rumah sakit yang bermutu semakin meningkat seiring dengan semakin membaiknya perekonomian dan derajat kesehatan


(53)

masyarakat. Dalam beberapa tahun belakangan ini, industri rumah sakit Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup berarti dengan diterbitkannya berbagai peraturan dan perundang-undangan yang bertujuan untuk mendorong investasi dan menciptakan kondisi bisnis dan jasa rumah sakit yang lebih baik.

Pada tahun 2008, jumlah rumah sakit di Indonesia mencapai 1.320 rumah sakit (Depkes, 2009), atau bertambah sebanyak 86 rumah sakit dari posisi tahun 2003. Dari total 1.320 rumah sakit ini, 657 diantaranya adalah milik swasta dengan rata-rata pertumbuhan jumlah rumah sakit per tahun sekitar 1,14%. Sisanya merupakan rumah sakit yang dibangun oleh pemerintah (Depkes, Pemprov/Pemkab/Pemkot, TNI/Polri, dan BUMN).

2.9 Landasan Teori

RSUD Swadana Tarutung sebagai sarana kesehatan milik pemerintah di wilayah Kabupaten Tapanuli Utara ditujukan untuk melayani masyarakat atau penduduk di wilayahnya. Dengan demikian. seyogianya penduduk yang membutuhkan pelayanan kesehatan memanfaatkan jasa pelayanan rumah sakit tersebut. Konsep pemanfaatan pelayanan kesehatan rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan mengacu teori Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2005), sebagaimana diuraikan pada skema berikut ini:


(54)

Gambar 2.2 Landasan Teori Sumber : Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2005)

Kepercayaan kesehatan (health belief) sebagaimana dikemukakan Anderson (1974), mempunyai ruang lingkup yang cukup luas, yaitu meliputi: penilaian terhadap status sehat sakit, sikap terhadap pelayanan kesehatan, pengetahuan tentang penyakit. Sehubungan dengan kajian dalam penelitian ini tentang pemanfaatan rumah sakit, maka aspek sikap, persepsi dan pengetahuan difokuskan tentang rumah sakit.

Pemanfaata n Pelayanan Karakteristik Predisposisi

a. Demografi

(umur, jenis kelamin, status perkawinan) b. Struktur sosial

(Pendidikan, ras, pekerjaan, jumlah keluarga, suku, agama, perpindahan tempat tinggal) c. Kepercayaan Kesehatan

(Penilaian (persepsi) terhadap status sehat sakit, sikap terhadap pelayanan kesehatan,

Karakteristik Pendukung

a. Kemampuan keluarga

(penghasilan, asuransi kesehatan, sumber lain, dukungan keluarga dan teman) b. Komunitas

(jumlah sarana pelayanan kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dengan tenaga kesehatan dan lokasi)

)

Karakteristik Kebutuhan

a. Perasaan subjektif tentang penyakit

(jumlah hari sakit, gejala dan keluhan yang dirasakan)

b. Evaluasi klinis

(gejala dan keluhan berdasarkan aspek klinik)


(55)

2.10 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut :

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Pemanfaatan RSU Swadana Tarutung Kepercayaan

a.Sikap terhadap pelayanan kesehatan

b.Persepsi tentang pelayanan kesehatan

c.Pengetahuan tentang pelayanan kesehatan


(56)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan pendekatan explanatory yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh kepercayaan terhadap pemanfaatan RSU Swadana Tarutung.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja RSU Swadana Tarutung pada Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Utara, meliputi 15 kecamatan dengan pertimbangan bahwa pemanfaatan RSU Swadana Tarutung masih rendah.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (dua) bulan, mulai dari penyusunan proposal sampai seminar hasil penelitian, yaitu mulai dari bulan Juli sampai September 2011.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi sebagai unit analisis dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang berdomisili di wilayah kerja RSU Swadana Tarutung, sebanyak 64.909 KK.


(57)

3.3.2 Sampel

Besar sampel dihitung menggunakan rumus Slovin (Notoatmodjo, 2003), sebagai berikut :

2 ) d ( N 1 N n + =

Keterangan : n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi d = Presisi 10 %

Dengan demikian besarnya sampel sebagai berikut :

2 ) 1 . 0 ( 909 . 64 1 909 . 64 + = n

n = 99,84 KK, digenapkan menjadi 100 KK

Menghindari sampel yang drop out, maka perlu dilakukan koreksi terhadap besar sampel yang dihitung, dengan menambahkan sejumlah sampel agar besar sampel tetap terpenuhi dihitung menggunakan rumus (Sudigdo dan Ismael, 2002) :

ni

Keterangan: n = besar sampel yang dihitung (100) = n / (1-f)

f = perkiraan proporsi drop out (10%) Perhitungan : ni

Berdasarkan rumus perhitungan besar sampel di atas, maka diperoleh jumlah sampel sebanyak 111 KK. Menentukan jumlah sampel setiap kecamatan di wilayah kerja RSU Swadana Tarutung dilakukan dengan metode proporsional pada kecamatan dengan lokasi atau jarak: (1) terdekat, (2) sedang dan (3) terjauh dari RSU Swadana


(58)

Tarutung (Lampiran 1: Peta Kabupaten Tapanuli Utara) dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.1 Distribusi Sampel menurut Kecamatan

No Kecamatan Jumlah KK

Per Kecamatan Proporsi

Jumlah Sampel

1 Siborong-borong (Terjauh) 9.878 (9.878/24.669) x 111 44 2 Sipahutar (Sedang) 5.552 (5.552/24.669) x 111 25 3 Tarutung (Terdekat) 9.239 (9.239/24.669) x 111 42

24.669 111

Sumber: Kabupaten Tapanuli Utara dalam Angka, 2011

Setelah diperoleh jumlah sampel dari masing-masing kecamatan, maka selanjutnya dilakukan pemilihan sampel per kecamatan dilakukan dengan cara simple

random sampling sebanyak jumlah yang telah ditentukan pada setiap kecamatan dan

memenuhi kriteria penelitian dengan cara sebagai berikut:

Data pasien pada setiap desa pada kecamatan yang terpilih sebagai sampel lokasi dituliskan pada kertas kecil dari nomor ‘1’ sampai nomor terakhir pada desa tersebut, misalnya pada Kecamatan Tarutung sampai nomor “42”, kemudian dilakukan pengundian secara acak sampai jumlah sampel pasien yang diperlukan terpenuhi, yaitu 42 sampel untuk Kecamatan Tarutung. Setiap nomor yang terpilih dikembalikan kedalam wadah pengundian sehingga setiap nomor sampel pasien mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Demikian seterusnya dilakukan sampling untuk kecamatan lainnya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap, persepsi dan pengetahuan tentang RSU Swadana Tarutung. Sesuai dengan pendapat Zastrow et al


(59)

(2004) bahwa persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya aktifitas (pelayanan yang diterima) yang dapat dirasakan oleh suatu objek. Selanjutnya Azwar (2007) menyatakan informasi melalui media masa mengenai sesuatu hal akan memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap.

Berdasarkan pendapat Zastrow et al (2004) dan Azwar (2007), maka masyarakat yang menjadi sampel penelitian ini harus dibuat syarat inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

Kriteria inklusi pemilihan sampel adalah sebagai berikut :

a. Masyarakat yang belum pernah memanfaatkannya, namun pernah mendapat informasi yang berhubungan dengan RSU Swadana Tarutung.

b. Sudah pernah memanfaatkan RSU Swadana Tarutung.

c. Telah berdomisili pada wilayah kecamatan yang terpilih sebagai sampel lokasi minimal 1 tahun dengan pertimbangan selama 1 tahun sudah mampu beradaptasi dengan penduduk di kecamatan tersebut dan telah mengetahui sarana pelayanan kesehatan yang ada di wilayah tersebut.

d. Bersedia diwawancarai dan mampu menjawab pertanyaan dengan baik.

Adapun kriteria eksklusi pemilihan sampel adalah pasien yang tinggal di luar wilayah kerja RSU Swadana Tarutung.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder dengan metode pengumpulan sebagai berikut:


(60)

3.4.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara langsung kepada responden dengan berpedoman pada kuesioner tertutup dan sebagian semi tertutup yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, dengan penjelasan kuesioner secara lengkap sebagai acuan pewawancara dalam melakukan wawancara. Untuk menjamin kerahasiaan dan keakuratan jawaban, maka sebelum pelaksanaan wawancara, terlebih dahulu dilakukan perjanjian tempat dan lokasi wawancara.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari laporan-laporan maupun dokumen-dokumen resmi lainnya terutama data di RSU Swadana Tarutung, Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Utara yang digunakan untuk membantu analisis terhadap data primer yang diperoleh.

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas

Sebelum dilakukan pengumpulan data primer, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas terhadap kuesioner yang akan dipergunakan, agar layak digunakan dalam penelitian, yaitu untuk mengetahui atau mengukur sejauh mana kuesioner dapat dijadikan sebagai alat ukur yang mewakili variabel terikat dan variabel bebas dalam suatu penelitian.

Uji coba kuesioner dilakukan kepada 30 orang masyarakat di Kecamatan Tarutung dengan alasan memiliki demografi yang sama dan relatif dekat.


(61)

a. Uji Validitas

Kelayakan menggunakan instrumen yang akan dipakai untuk penelitian diperlukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dengan mengukur korelasi antar

item variabel menggunakan rumus teknik korelasi Pearson Product Moment Corelation Coeficient (r), dengan ketentuan nilai koefisien korelasi >0,3 (valid)

(Gozhali, 2005). b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat ukur dapat di percaya dan dapat diandalkan. Uji reliabilitas ini menggunakan koefisien

Alpha Cronbach, apabila nilai Alpha Cronbach > 0,6, maka alat ukur tersebut

reliabel (Gozhali, 2005).

Hasil uji coba kuesioner untuk mengetahui validitas dan reliabilitas pertanyaan telah dilakukan kepada 30 orang masyarakat di Kecamatan Tarutung dengan hasil seluruh item pertanyaan tentang: sikap, persepsi dan pengetahuan ditemukan nilai

corelation coeficient (r) >0,3 dan nilai alpha cronbach > 0,6. Dengan demikian

seluruh item pertanyaan untuk mengukur variabel kepercayaan masyarakat dengan indikator sikap, persepsi dan pengetahuan dinyatakan valid dan reliabel sehingga layak digunakan untuk penelitian (Lampiran-2).


(62)

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

Adapun definisi operasional penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kepercayaan akan pelayanan kesehatan adalah faktor yang terdapat dalam diri responden untuk menguatkan responden dan anggota keluarganya dalam memanfaatkan RSU Swadana Tarutung. faktor kepercayaan meliputi; sikap terhadap pelayanan kesehatan, persepsi tentang pelayanan kesehatan, serta pengetahuan tentang pelayanan kesehatan di RSU Swadana Tarutung

(1) Sikap terhadap pelayanan kesehatan adalah penilaian responden terhadap jenis pelayanan, fasilitas/peralatan serta tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memanfaatkan RSU Swadana Tarutung. (2) Persepsi tentang pelayanan kesehatan adalah pandangan responden tentang

sarana/fasilitas, tenaga kesehatan serta sistem pelayanan yang dilakukan pada RSU Swadana Tarutung.

(3) Pengetahuan tentang pelayanan kesehatan adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang RSU Swadana Tarutung, meliputi: jenis pelayanan, peralatan yang digunakan serta petugas yang memberikan pelayanan.

c. Pemanfatan RSU Swadana Tarutung adalah kunjungan masyarakat ke RSU Swadana Tarutung untuk mendapatkan pengobatan penyakit yang dideritanya dan anggota keluarganya atau pemeriksaan kesehatan (check up).


(63)

3.6 Metode Pengukuran

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas

Pengukuran variabel bebas dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.2 Pengukuran Variabel Bebas

Variabel Perta

nyaan Alternatif Jawaban Bobot Nilai Total

Nilai Kategori

Skala Ukur Kepercayaan

a. Sikap terhadap pelayanan

kesehatan

10

3. Setuju

2. Kurang setuju 1. Tidak setuju

3 2 1 26-30 22-25 10-21 a.Baik b.Sedang c.Kurang Baik Interval b. Persepsi tentang

pelayanan

kesehatan 10

3. Baik 2. Cukup baik 1. Kurang baik

3 2 1 26-30 22-25 10-21 a.Baik b.Sedang c.Kurang Baik Interval c. Pengetahuan tentang pelayanan kesehatan

10 2. Tahu

1. Tidak tahu

2 1 18-20 16-17 10-15 a.Baik b.Sedang c.Kurang Baik Interval

Pengukuran variabel bebas (sikap, persepsi dan pengetahuan) dilakukan dengan menggunakan skala interval, kemudian dikategorikan menjadi 3 (Arikunto, 2005), yaitu: dikategorikan baik, apabila skor mencapai 76-100%, sedang 60% – 75% dan kurang baik jika kurang dari 60%.

3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat

Pengukuran variabel terikat menggunakan skala pengukuran nominal, di mana

pengukurannya dilakukan dengan membagi masing-masing variabel ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu memanfaatkan dan tidak memanfaatkan.


(64)

Variabel Pertan yaan Alternatif Jawaban Bobot Nilai Total

Nilai Kategori

Skala Ukur

Pemanfaatan RSU

Swadana Tarutung 1 ...kali

0 1

0 1

a. Tidak memanfaatkan

b. Memanfaatkan Ordinal

Pengkategorian variabel terikat disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui pengaruh faktor kepercayaan terhadap pemanfaatan RSU Swadana Tarutung, maka jawaban responden tentang frekuensi kunjungan dikategorikan: tidak memanfaatkan (apabila responden belum pernah memanfaatkan) dan memanfaatkan (apabila responden sudah pernah memanfaatkan dengan frekuensi 1 kali atau lebih).

3.7 Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini mencakup :

a. Analisis univariat, yaitu analisis variabel independen dalam bentuk distribusi

frekuensi dan dihitung persentasenya.

b. Analisis bivariat, yaitu analisis hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen dalam bentuk tabel silang, sehingga diketahui jumlah dan persentase responden berdasarkan kategori variabel bebas yang dirinci berdasarkan kategori variabel terikat. Sesuai tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat maka digunakan jenis uji yang sesuai, yaitu multiple regresi logistic.

Kriteria kesesuaian dalam hal ini adalah alat uji yang digunakan mampu menjelaskan tentang : (a) besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara serentak (bersama-sama) maupun secara parsial, dan (b) variabel yang paling berpengaruh terhadap variabel dependen.


(1)

PRSEPS5

46 41.4 41.4 41.4

50 45.0 45.0 86.5

15 13.5 13.5 100.0

111 100.0 100.0 Kurang baik

Cukup baik Baik Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

PRSEPS6

45 40.5 40.5 40.5

60 54.1 54.1 94.6

6 5.4 5.4 100.0

111 100.0 100.0 Kurang baik

Cukup baik Baik Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

PRSEPS7

57 51.4 51.4 51.4

49 44.1 44.1 95.5

5 4.5 4.5 100.0

111 100.0 100.0 Kurang baik

Cukup baik Baik Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

PRSEPS8

60 54.1 54.1 54.1

48 43.2 43.2 97.3

3 2.7 2.7 100.0

111 100.0 100.0 Kurang baik

Cukup baik Baik Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

PRSEPS9

59 53.2 53.2 53.2

46 41.4 41.4 94.6

6 5.4 5.4 100.0

111 100.0 100.0 Kurang baik

Cukup baik Baik Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(2)

PRSEPS10

59 53.2 53.2 53.2

45 40.5 40.5 93.7

7 6.3 6.3 100.0

111 100.0 100.0 Kurang baik

Cukup baik Baik Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

FREK

88 79.3 79.3 79.3

14 12.6 12.6 91.9

5 4.5 4.5 96.4

3 2.7 2.7 99.1

1 .9 .9 100.0

111 100.0 100.0 Belum pernah

1 kali 2 kali 3 kali 4 kali Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(3)

Crosstabs

Sikap terhadap pelayanan kesehatan * Pemanfaatan RSU

Swadana Tarutung

Crosstab

85 4 89

70.6 18.4 89.0 95.5% 4.5% 100.0%

3 11 14

11.1 2.9 14.0 21.4% 78.6% 100.0%

0 8 8

6.3 1.7 8.0

.0% 100.0% 100.0%

88 23 111

88.0 23.0 111.0 79.3% 20.7% 100.0% Count

Expected Count % within Sikap terhadap pelayanan kesehatan Count

Expected Count % within Sikap terhadap pelayanan kesehatan Count

Expected Count % within Sikap terhadap pelayanan kesehatan Count

Expected Count % within Sikap terhadap pelayanan kesehatan Kurang

Sedang

Baik Sikap terhadap

pelayanan kesehatan

Total

Tidak Memanfa

atkan

Memanfa atkan Pemanfaatan RSU Swadana Tarutung

Total

Chi-Square Tests

73.396a 2 .000

66.087 2 .000

68.771 1 .000

111 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.66.

a.

Lampiran 4: Uji Bivariat


(4)

Persepsi terhadap pelayanan kesehatan * Pemanfaatan RSU

Swadana Tarutung

Crosstab

85 4 89

70.6 18.4 89.0

95.5% 4.5% 100.0%

3 13 16

12.7 3.3 16.0

18.8% 81.3% 100.0%

0 6 6

4.8 1.2 6.0

.0% 100.0% 100.0%

88 23 111

88.0 23.0 111.0

79.3% 20.7% 100.0% Count

Expected Count % within Persepsi terhadap pelayanan kesehatan

Count

Expected Count % within Persepsi terhadap pelayanan kesehatan

Count

Expected Count % within Persepsi terhadap pelayanan kesehatan

Count

Expected Count % within Persepsi terhadap pelayanan kesehatan

Kurang

Sedang

Baik Persepsi terhadap

pelayanan kesehatan

Total

Tidak Memanfa

atkan

Memanfa atkan Pemanfaatan RSU Swadana Tarutung

Total

Chi-Square Tests

72.906a 2 .000

65.193 2 .000

67.506 1 .000

111 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.24.


(5)

Pengetahuan terhadap pelayanan kesehatan * Pemanfaatan RSU

Swadana Tarutung

Crosstab

79 4 83

65.8 17.2 83.0

95.2% 4.8% 100.0%

6 5 11

8.7 2.3 11.0

54.5% 45.5% 100.0%

3 14 17

13.5 3.5 17.0

17.6% 82.4% 100.0%

88 23 111

88.0 23.0 111.0

79.3% 20.7% 100.0% Count

Expected Count % within Pengetahuan terhadap pelayanan kesehatan

Count

Expected Count % within Pengetahuan terhadap pelayanan kesehatan

Count

Expected Count % within Pengetahuan terhadap pelayanan kesehatan

Count

Expected Count % within Pengetahuan terhadap pelayanan kesehatan

Kurang

Sedang

Baik Pengetahuan terhadap

pelayanan kesehatan

Total

Tidak Memanfa

atkan

Memanfa atkan Pemanfaatan RSU Swadana Tarutung

Total

Chi-Square Tests

56.182a 2 .000

50.205 2 .000

55.656 1 .000

111 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.28.


(6)

Logistic Regression

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

89.076 3 .000 89.076 3 .000 89.076 3 .000 Step

Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summary

24.196 .552 .863 Step

1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Classification Tablea

86 2 97.7

2 21 91.3

96.4 Observed

Tidak Memanfaatkan Memanfaatkan Pemanfaatan RSU

Swadana Tarutung Overall Percentage Step 1

Tidak Memanfa

atkan

Memanfa atkan Pemanfaatan RSU Swadana Tarutung

Percentage Correct Predicted

The cut value is .500 a.

Variables in the Equation

.557 .156 12.743 1 .000 1.745

.305 .132 5.317 1 .021 1.356

.422 .207 4.139 1 .042 1.525

-24.397 5.728 18.139 1 .000 .000

SIKAP PERSEPSI TAHU Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variable(s) entered on step 1: SIKAP, PERSEPSI, TAHU. a.