Pengaruh Komunikasi Internal Terhadap Kinerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan

(1)

TESIS

OLEH

MAGDALENA GINTING 087033001/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

OLEH

MAGDALENA GINTING 087033001/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Nomor Induk Mahasiswa : 087033001

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si) (Drs. Amir Purba, M.A, Ph.D)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si Anggota : 1. Drs. Amir Purba M.A, Ph.D

2. Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si 3. Drs. Amru Nasution, M.Kes


(5)

PENGARUH KOMUNIKASI INTERNAL TERHADAP K I N E R J A T E N A G A K E S E H A T A N

RUMAH SAKIT UMUM HERNA MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2010


(6)

kesehatan. Kinerja tenaga kesehatan dipengaruhi oleh kualitas komunikasi internal terhadap peningkatan kinerja tenaga kesehatan rumah sakit. Rendahnya kinerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Herna Medan berdampak pada jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit atau bed occupancy rate, masih di bawah 60%.

Penelitian ini untuk menganalisis pengaruh komunikasi internal terhadap kinerja tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan. Jenis penelitian yang digunakan adalah Survey Explanatory. Populasi dalam penelitian ini petugas medis dan non medis sebanyak 342 orang, dengan jumlah sampel 77 orang, yang diambil dengan teknik stratified sampling. Data dikumpulkan melalui kuesioner, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan regresi linear berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi vertikal (p =0,013) dan komunikasi horizontal (p =0,029) mempunyai pengaruh terhadap kinerja tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan. Komunikasi diagonal dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap kinerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Herna Medan.

Disarankan kepada pimpinan Rumah Sakit Umum Herna Medan supaya memperbaiki komunikasi internal untuk meningkatkan kinerja tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan dalam memberi pelayanan terhadap pasien.


(7)

of medical personnel. Their performance as employee is influenced by quality rate of internal communication upon improving quality in serving public. The performance of medical personnel on Rumah Sakit Umum Herna Medan Hospital has influenced of the total admittance rate of patient, it is surely that bed occupancy rate is still under 60%.

The objective of this study is to know the influence of internal communication upon the performance of medical personnel in the hospital. This study adopted the explanatory survey. The population of this research involved those medical personnel and some non medical personnel comprised 324 personnel. Total sample in this case included 77 persons, to take them with a stratified sampling technique. The data collected by questionnaire, interview and by documentation. In analyzing the data by using a multiple linear regression technique.

The result of study showed that in vertical communication is (p=0.013) and horizontal communication of (p=0.029), have significant influence toward the medical personnel who serve the hospital. Diagonal communication in this research is not influenced to those medical personal who served to Rumah Sakit Umum Herna

Medan.

Re-building the internal communication amongst those medical personnel is a demanded especially to improve their performance who serve the Rumah Sakit

Umum Herna Medan Hospital, the service in this case should be provided to patients.


(8)

dan kasihNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sampai dengan selesai. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Selesainya tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Dr. Drs. Surya Utama,M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan dan Ketua program studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan. 3. Dr. Drs .R. Kintoko Rochadi M.K.M., selaku sekretaris pada Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat minat studi promosi kesehatan dan ilmu perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe M.Si, selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan, arahan serta dukungan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.


(9)

serta dukungan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

6. Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si, selaku anggota penguji yang telah banyak memberikan masukan, kritik dan saran kepada penulis untuk kesempurnaan tesis ini.

7. Drs.Amru Nasution, M.Kes, selaku anggota penguji yang telah banyak memberikan masukan, kritik dan saran kepada penulis untuk kesempurnaan tesis ini.

8. Prof. Dr. Robert Sibarani,M.S, selaku Rektor Universitas Darma Agung Medan, yang telah memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan. 9. Rosita Saragih, S.K.M, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Darma Agung Medan yang memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

10.Seluruh staf dosen dan staf pegawai di program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.


(10)

penulis dalam penyelesaian tesis ini.

12.Seluruh teman - teman mahasiswa di program studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku yang memberi dukungan di S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

13.dr.Limenta, sebagai direktur Rumah Sakit Umum Herna Medan serta seluruh pegawai Rumah Sakit Umum Herna Medan yang telah memberikan dukungan dalam penulisan tesis ini.

14.Teristimewa kepada suamiku, Handy Tarigan, S.Sos, dan anak - anakku (Putri Patricia Di Angel dan Sthepan Paul Jost) yang telah memberikan dukungan serta doa yang tak henti - hentinya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu bila ada saran maupun krtitik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2010


(11)

Penulis bernama Magdalena Ginting yang dilahirkan di Karo pada tanggal 25 April 1967, beragama Kristen Protestan dan bertempat tinggal di Jl. Sei Batang Serangan No. 31/62 Medan.

Penulis menamatkan sekolah dasar tahun 1980 di SD Negeri 2 Suka, pada tahun 1983 menamatkan SMP dari SMP Negeri I Kabanjahe, pada tahun 1986 tamat dari SMA Negeri I Kabanjahe, pada tahun 1989 tamat dari Fakultas Non Gelar Kesehatan Universitas Darma Agung Medan, pada tahun 1997 tamat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan, tahun 2008 melanjutkan pendidikan di S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat minat Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.

Penulis bekerja di Rumah Sakit Umum Herna Medan tahun 1990 sampai dengan tahun 1995. Tahun 1995 sampai dengan sekarang sebagai staf pengajar di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Darma Agung Medan.


(12)

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

RIWAYAT HIDUP vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 8

1.3. Tujuan Penelitian 9

1.4. Hipotesis 9

1.5. Manfaat Penelitian 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 11

2.1. Pengertian Komunikasi 11 2.1.1.Proses Komunikasi 14

2.1.2.Fungsi Komunikasi 22

2.2. Komunikasi Organisasi 24 2.2.1. Komunikasi Vertikal 25 2.2.2. Komunikasi ke Bawah 26 2.2.3. Komunikasi ke Atas 27 2.2.4. Komunikasi Horizontal 30 2.3. Tujuan dan Fungsi Komunikasi dalam Organisasi 31 2.3.1.Tujuan Komunikasi Organisasi 31 2.3.2.Fungsi Komunikasi Organisasi 31 2.4. Komunikasi Internal dan Eksternal 32 2.4.1.Komunikasi Internal 32 2.4.2.Komunikasi Eksternal 34

2.5. Kinerja 35

2.5.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja 37

2.6. Landasan Teori 39


(13)

3.3. Populasi dan Sampel 43 3.4. Metode Pengumpulan Data 46 3.4.1.Validitas dan Reliabilitas 46 3.5. Variabel dan Definisi Operasional 48 3.5.1. Independen Variabel 48 3.5.1.1. Komunikasi Vertikal 48 3.5.1.2. Komunikasi Horizontal 48 3.5.1.3. Komunikasi Diagonal 49 3.5.2. Dependen Variabel 49 3.5.3. Operasional Variabel 51

3.6. Metode Pengukuran 53

3.6.1. Pengukuran Variabel Dependen 53 3.6.2. Variabel Pengukuran Independen 54 3.6.2.1. Variabel Komunikasi Vertikal 54 3.6.2.2. Variabel Komunikasi Horizontal 54 3.6.2.3. Variabel Komunikasi Diagonal 55 3.7.Metode Analisis Data 55

BAB 4 HASIL PENELITIAN 57

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 57 4.1.1. Falsafah Rumah Sakit Umum Herna Medan 57 4.1.2. Visi Rumah Sakit Umum Herna Medan 57 4.1.3. Misi Rumah Sakit Umum Herna Medan 57 4.1.4. Tujuan Rumah Sakit Umum Herna Medan 58 4.1.5. Moto Rumah Sakit Umum Herna Medan 58

4.2. Analisis Univariat 48

4.2.1. Distribusi Karakteristik Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Lama Kerja, Jabatan dan Penghasilan 58 4.2.1.1. Distribusi Karakteristik Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan Berdasarkan Umur 59 4.2.1.2. Distribusi Karakteristik Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan Berdasarkan Jenis Kelamin 59 4.2.1.3. Distribusi Karakteristik Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan Berdasarkan Lama Kerja 60 4.2.1.4. Distribusi Karakteristik Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan Berdasarkan Jabatan 60


(14)

4.2.2.1. Distribusi Komunikasi Vertikal Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 61 4.2.2.2. Distribusi Komunikasi Horizontal Tenaga Kesehatan

Rumah Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 62 4.2.2.3. Distribusi Komunikasi Diagonal Tenaga Kesehatan

Rumah Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 62 4.2.3. Distribusi Kinerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum

Herna Medan Tahun 2010 63

4.2.3.1. Distribusi Kualitas Kerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 63 4.2.3.2. Distribusi Kuantitas Kerja Tenaga Kesehatan Rumah

Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 64 4.2.3.3. Distribusi Ketepatan Waktu Kerja Tenaga Kesehatan

Rumah Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 64 4.2.3.4. Distribusi Efektifitas Kerja Tenaga Kesehatan Rumah

Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 65 4.2.3.5. Distribusi Kemandirian Kerja Tenaga Kesehatan Sakit

Rumah Umum Herna Medan Tahun 2010 65 4.2.3.6. Distribusi Komitmen Kerja Tenaga Kesehatan Rumah

Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 66 4.2.3.7. Distribusi Total Kinerja Tenaga Kesehatan Rumah

Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 66

4.3. Analisis Bivariat 67

4.4. Analisis Multivariat 68

BAB 5 PEMBAHASAN 70

5.1. Kinerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan 70 5.1.1. Kualitas Kerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna

Medan 70

5.1.2. Kuantitas Kerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum

Herna Medan 70

5.1.3. Ketepatan Waktu Kerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit

Umum Herna Medan 71

5.1.4. Efektifitas Kerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum

Herna Medan 71

5.1.5. Kemandirian Kerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum


(15)

5.2.1. Pengaruh Komunikasi Vertikal terhadap Kinerja Tenaga

Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna 76 5.2.2. Pengaruh Komunikasi Horizontal terhadap Kinerja Tenaga

Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna 77 5.2.3. Pengaruh Komunikasi Diagonal terhadap Kinerja Tenaga

Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna 77

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 79

6.1. Kesimpulan 79


(16)

1.1. BOR, BTO, LOS, TOI, GDR, dan NDR 7

3.1. Populasi 43

3.2. Sampel 45

3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 47

3.4. Indikator Variabel X 51

3.5. Indikator Variabel Y 52

4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 59 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 59 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kerja 60 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jabatan 60 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penghasilan 61 4.6. Distribusi Komunikasi Vertikal Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum

Herna Medan Tahun 2010 61

4.7. Distribusi Komunikasi Horizontal Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum

Herna Medan Tahun 2010 62

4.8. Distribusi Komunikasi Diagonal Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum

Herna Medan Tahun 2010 62

4.9. Distribusi Kualitas Kerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum

Herna Medan Tahun 2010 63

4.10. Distribusi Kuantitas Kerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum


(17)

Herna Medan Tahun 2010 65 4.13. Distribusi Kemandirian Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum

Herna Medan Tahun 2010 65

4.14. Distribusi Komitmen Kerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum

Herna Medan Tahun 2010 66

4.15. Distribusi Jumlah Total Kinerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum

Herna Medan Tahun 2010 66

4.16. Hubungan Komunikasi Internal dengan Kinerja Tenaga Kesehatan Rumah

Sakit Umum Herna Medan 67

4.17. Hasil Regresi Komunikasi Vertikal dan Horizontal terhadap Kinerja


(18)

2.1. Proses Komunikasi 21

2.2. Alur Proses Teori SOR 40


(19)

1. Daftar Pustaka ... 81

2. Kuesioner Penelitian ... 83

3. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat ... 89

Universitas Sumatera Utara 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian... 90

5. Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Herna Medan ... 91

6. Master Data ... 92


(20)

kesehatan. Kinerja tenaga kesehatan dipengaruhi oleh kualitas komunikasi internal terhadap peningkatan kinerja tenaga kesehatan rumah sakit. Rendahnya kinerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Herna Medan berdampak pada jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit atau bed occupancy rate, masih di bawah 60%.

Penelitian ini untuk menganalisis pengaruh komunikasi internal terhadap kinerja tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan. Jenis penelitian yang digunakan adalah Survey Explanatory. Populasi dalam penelitian ini petugas medis dan non medis sebanyak 342 orang, dengan jumlah sampel 77 orang, yang diambil dengan teknik stratified sampling. Data dikumpulkan melalui kuesioner, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan regresi linear berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi vertikal (p =0,013) dan komunikasi horizontal (p =0,029) mempunyai pengaruh terhadap kinerja tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan. Komunikasi diagonal dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap kinerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Herna Medan.

Disarankan kepada pimpinan Rumah Sakit Umum Herna Medan supaya memperbaiki komunikasi internal untuk meningkatkan kinerja tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan dalam memberi pelayanan terhadap pasien.


(21)

of medical personnel. Their performance as employee is influenced by quality rate of internal communication upon improving quality in serving public. The performance of medical personnel on Rumah Sakit Umum Herna Medan Hospital has influenced of the total admittance rate of patient, it is surely that bed occupancy rate is still under 60%.

The objective of this study is to know the influence of internal communication upon the performance of medical personnel in the hospital. This study adopted the explanatory survey. The population of this research involved those medical personnel and some non medical personnel comprised 324 personnel. Total sample in this case included 77 persons, to take them with a stratified sampling technique. The data collected by questionnaire, interview and by documentation. In analyzing the data by using a multiple linear regression technique.

The result of study showed that in vertical communication is (p=0.013) and horizontal communication of (p=0.029), have significant influence toward the medical personnel who serve the hospital. Diagonal communication in this research is not influenced to those medical personal who served to Rumah Sakit Umum Herna

Medan.

Re-building the internal communication amongst those medical personnel is a demanded especially to improve their performance who serve the Rumah Sakit

Umum Herna Medan Hospital, the service in this case should be provided to patients.


(22)

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut kinerja sumber daya manusia kesehatan merupakan salah satu kunci keberhasilan yang harus dikembangkan sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kinerja tenaga kesehatan seharusnya merupakan penentu utama dari perilaku anggota organisasi atau organizational citizenship

behavior. Budaya organisasi mengarah pada kualitas lingkungan internal organisasi

yang dialami orang yang berada di dalamnya.

Kinerja tenaga kesehatan secara perorangan akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan dan memberikan feed back yang tepat terhadap perubahan perilaku, yang direfleksikan dalam kenaikan produktifitas. Jadi dapat dikatakan bahwa keberhasilan suatu organisasi sangat didukung dari tingkat kinerja tenaga kesehatan yang sangat dipengaruhi oleh proses komunikasi yang terjadi antar tenaga kesehatan dan pimpinan di rumah sakit. Seorang pimpinan dalam sebuah instansi rumah sakit tidak akan mungkin dapat bekerja sendiri. Seorang pemimpin akan selalu memerlukan bantuan tenaga kesehatan di rumah sakit tersebut agar dapat melaksanakan arah dan tujuan dari rumah sakit tersebut.


(23)

Suatu organisasi akan berjalan dengan sukses apabila organisasi dapat menyediakan dan memberikan segala kebutuhan informasi yang dibutuhkan para karyawannya, informasi merupakan sumber kehidupan organisasi. Dalam konteks komunikasi organisasi, terdapat komunikasi eksternal dan komunikasi internal. Komunikasi eksternal lebih terfokus pada komunikasi yang dilakukan organisasi dengan publik eksternal seperti customer, distributor, investor dan lain-lain, sedangkan komunikasi yang terjadi dalam lingkup organisasi dan mencakup para anggota organisasi disebut komunikasi internal.

Komunikasi internal atau komunikasi dengan tenaga kesehatan sangat penting artinya dalam meningkatkan kinerja tenaga kesehatan. Melalui komunikasi internal dapat tercipta iklim dan suasana kerja yang nyaman, menyenangkan dan demokratis. Kesadaran setiap pihak akan pentingnya komunikasi internal dapat menumbuhkan rasa saling memperhatikan, saling memahami dan saling pengertian antara pihak pimpinan dan para tenaga kesehatan.

Pada sebuah organisasi khususnya rumah sakit, proses komunikasi adalah proses yang pasti dan selalu terjadi. Komunikasi adalah sarana untuk mengadakan koordinasi antara berbagai sub bagian dalam organisasi. Organisasi yang berfungsi baik, ditandai oleh adanya kerjasama secara sinergis dan harmonis dari berbagai komponen. Suatu organisasi dikonstruksi dan dipelihara dengan komunikasi. Artinya ketika proses komunikasi antar komponen dapat diselenggarakan secara harmonis, maka organisasi tersebut semakin kokoh dan kinerja organisasi akan meningkat.


(24)

Kinerja seorang tenaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh bagaimana komunikasi internal yang terjadi dalam organisasi, komunikasi dalam organisasi merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk tercapainya tujuan administrasi atau manajemen.

Komunikasi yang lancar dapat menciptakan hubungan kerja yang serasi dan selaras antar pimpinan dan bawahannya serta sesama bawahan. Jika hubungan kerja yang demikian dapat tercipta maka dapat mendorong kinerja dari setiap orang yang bekerja dalam organisasi tersebut sehingga apa yang menjadi tujuan dari organisasi tersebut dapat tercapai.

Menurut Kohler dalam Muhammad (2004) ada dua model komunikasi dalam rangka meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan organisasi. Komunikasi koordinatif, yaitu proses komunikasi yang berfungsi untuk menyatukan bagian- bagian perkantoran. Komunikasi interaktif yaitu proses pertukaran informasi yang berjalan secara berkesinambungan, pertukaran pendapat dan sikap yang dipakai sebagai dasar penyesuaian di antara sub-sub bagian dalam perkantoran, maupun antara perkantoran dengan mitra kerja. Frekuensi dan intensitas komunikasi yang dilakukan juga turut mempengaruhi hasil dari suatu proses komunikasi tersebut.

Manusia di dalam kehidupannya harus berkomunikasi, artinya memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan sesamanya. Dalam kehidupannya manusia sering dipertemukan satu sama lainnya dalam suatu wadah baik formal maupun informal.


(25)

Organisasi adalah sebuah sistem sosial yang kompleksitasnya jelas terlihat melalui jenis, peringkat, bentuk dan jumlah interaksi yang berlaku.

Proses komunikasi dalam organisasi adalah salah satu faktor penentu dalam mencapai organisasi yang efektif. Salah satu proses yang akan selalu terjadi dalam organisasi apapun adalah proses komunikasi. Melalui organisasi terjadi pertukaran informasi, gagasan, dan pengalaman. Mengingat perannya yang penting dalam menunjang kelancaran berorganisasi, maka perhatian yang cukup perlu dicurahkan untuk mengelola komunikasi dalam organisasi. Proses komunikasi yang begitu dinamik dapat menimbulkan berbagai masalah yang mempengaruhi pencapaian sebuah organisasi terutama dengan timbulnya salah paham dan konflik.

Komunikasi memelihara motivasi dengan memberikan penjelasan kepada para tenaga kesehatan tentang apa yang harus dilakukan, seberapa baik mereka mengerjakannya dan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja jika sedang berada di bawah standar. Aktivitas komunikasi dalam organisasi senantiasa disertai dengan tujuan yang ingin dicapai sesama dalam kelompok dan masyarakat.

Budaya komunikasi dalam konteks komunikasi organisasi harus dilihat dari berbagai sisi. Sisi pertama adalah komunikasi antara atasan kepada bawahan. Sisi kedua antara tenaga kesehatan yang satu dengan tenaga kesehatan yang lain. Sisi ketiga adalah antara tenaga kesehatan kepada atasan. Masing-masing komunikasi tersebut mempunyai polanya masing-masing. Di antara kedua belah pihak harus ada

two – way – communications atau komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik,


(26)

baik cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi (Muhammad, 2004 :102).

kinerja tenaga kesehatan secara perorangan akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan dan memberikan feedback yang tepat terhadap perubahan perilaku, yang direflesikan dalam kenaikan produktifitas.

Menurut penelitian yang dilakukan Agustina (2005) Pengaruh efektifitas komunikasi internal di Graha Mulia departemen store Lumajang terhadap kinerja para tenaga penjualannya menunjukkan pengaruh significan antara komunikasi internal di Graha Mulia departement store yang meliputi komunikasi vertikal ke bawah, vertikal ke atas, dan horizontal terhadap kinerja tenaga penjualannya. Menurut penelitian yang dilakukan Anggriani (2009), memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara komunikasi internal dengan kinerja karyawan Unit Pelayanan Teknis (UPT) Balai Informasi Teknologi – LIPI Bandung berdasarkan kriteria Guilford. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini, yaitu komunikasi internal telah dapat meningkatkan kinerja karyawan.

Rumah sakit sebagai suatu kesatuan organisasi fungsional yang berada di garis terdepan di bidang kesehatan, juga tidak luput dari komunikasi. Pimpinan rumah sakit bertanggung jawab langsung terhadap jalannya komunikasi secara kondusif antara dirinya selaku komunikator dengan para staf administrasi sebagai komunikan.

Pimpinan rumah sakit dan para staf tenaga kesehatan harus memahami betul konsep komunikasi agar dapat menjalankan aktifitas organisasinya sesuai dengan


(27)

yang diharapkan. Dalam melaksanakan tugas, pimpinan rumah sakit dihadapkan kepada dua bidang tugas dan tanggung jawab yang harus dikoordinirnya secara terpadu yaitu bidang teknis medis yang dilakukan petugas medis dan bidang administrasi yang menjadi tanggung jawab para staf administrasi. Tidak bisa dipungkiri kedua bidang yang ada di rumah sakit dalam kenyataannya saling mendukung dan melengkapi.

Pimpinan rumah sakit dalam mengkoordinir kegiatan administrasi rumah sakit, pimpinan rumah sakit harus benar-benar dapat memanfaatkan proses komunikasi yang dilakukannya dengan para staf tenaga kesehatan administrasi sesuai dengan fungsi komunikasi yaitu menghubungkan semua unsur yang melakukan inter relasi pada semua lapisan sehingga menimbulkan rasa kesetiakawanan dan loyalitas antar sesama staf. Pimpinan dapat mengetahui langsung keadaaan bidang di bawahnya, sehingga berlangsung operasional yang efisien, meningkatkan rasa tanggung jawab semua anggota dan melibatkan mereka pada kepentingan organisasi, memunculkan saling pengertian dan saling menghargai tugas masing-masing.

Rumah Sakit Umum Herna Medan merupakan salah satu rumah sakit yang sudah cukup besar dan dikenal banyak kalangan di kota Medan bahkan Sumatera Utara yang sudah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pembangunan khususnya dalam bidang kesehatan di kota Medan. Program-program kerja yang dirancang bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang merupakan tujuan yang sangat penting sehingga sangat diharapkan kinerja yang optimal yang dapat diwujudkan melalui peranan komunikasi yang efektif supaya dapat memenuhi peran


(28)

dan fungsinya sebagai organisasi yang dapat memberikan pelayanan terbaik bagi pasien dan masyarakat.

Salah satu indikator kinerja rumah sakit dapat dilihat dari jumlah pasien. Grafik Barber Johnson merupakan salah satu alat untuk mengukur tingkat efisiensi pengelolaan rumah sakit. Grafik Barber Johnson sendiri diperoleh dari hasil perhitungan beberapa data statistik rumah sakit. Dalam hal ini, tentu saja medical

record memegang peran penting. Berdasarkan data yang didapat dari bagian rekam

medik Rumah Sakit Umum Herna, kinerja tenaga kesehatan belum maksimal. Hal ini terlihat dari nilai Bed Occupancy Rate (BOR), Bed Turn Over (BTO), Length of Stay (LOS) dan Turn Over Interval (TOI), Growth Death Rate (GDR), Netto Death Rate (NDR) yang masih jauh dari ideal seperti yang terlihat di bawah ini dan sebagaimana digambarkan dalam Grafik Barber – Johnson yang terdapat dalam tabel 1.1.

Tabel 1.1. Tabel BOR, BTO, LOS dan TOI RSU. Herna Tahun 2009 Bulan BOR (%) LOS (Hari) TOI (Hari) BTO (Kali) GDR (%) NDR (%)

Januari 56,87 4,9 3,76 3,55 5,45 1,23

Februari 57,91 4,89 3,27 3,42 4,56 1,45

Maret 58,08 5,58 4,02 3,22 4,84 0,96

April 53,35 4,69 4,0 3,41 2,74 0,36

Mei 53,66 4,88 4,21 3,40 3,48 0,55

Juni 56,63 4,90 3,75 3,46 2,70 0,18

Juli 64,29 4,63 2,57 4,3 2,90 1,00

Agustus 77,25 4,45 1,31 5,38 3,36 0,34

September 59,27 5,13 3,52 3,46 4,69 1,26

Oktober 61,35 5,07 3,19 3,75 2,50 0,30

Nopember 64,0 5,44 3,0 3,52 4,07 0,70

Desember 56,2 5,23 4,0 3 ,33 3,75 0,37 Nilai Standard 70 - 85 7 - 10 1 - 3 4 - 5 < 3 < 2,5


(29)

Rendahnya utilisasi (penggunaan) fasilitas kesehatan seperti rumah sakit sering dianggap penyebabnya adalah faktor jarak, fasilitas, tarif yang tinggi, tempat yang kurang strategis, peralatan yang kurang memadai dan sebagainya. Rumah Sakit sering melupakan kinerja dan pelayanan kesehatan yang dilakukan tenaga medis dan non medis sehingga pelayanan yang diberikan kurang maksimal dan menjadi penyebab rendahnya kunjungan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari nilai BOR,

BTO, LOS dan TOI Rumah Sakit Umum Herna belum maksimal.

Melihat pengaruh yang sangat penting antara proses komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi khususnya komunikasi internal antar tenaga kesehatan dengan tingkat kinerja tenaga kesehatan maka penulis tertarik mengambil judul “Pengaruh Komunikasi Internal Terhadap Kinerja tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan”.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan-permasalahan berikut :

1. Menurunnya kinerja tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan dilihat dari jumlah pasien Bed Occupancy Rate (BOR) di bawah standard yaitu 60%- 80%.

2. Masih ditemukan kendala atau hambatan-hambatan dalam melakukan komunikasi internal di Rumah Sakit Umum Herna Medan.


(30)

3. Kurang optimalnya kinerja tenaga kesehatan disebabkan belum efektifnya proses komunikasi internal yang terjadi di Rumah Sakit Umum Herna Medan. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh komunikasi internal terhadap kinerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Herna Medan”.

1.3. Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh komunikasi internal terhadap kinerja tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan.

1.4. Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh komunikasi internal terhadap kinerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Herna Medan.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian pada umumnya ada dua yaitu manfaat penelitian bagi peneliti dan manfaat penelitian bagi lembaga (Rumah Sakit) tempat melakukan penelitian.

Manfaat penelitian bagi peneliti adalah:

1. Dapat menciptakan daya analisis terhadap permasalahan. 2. Sebagai dasar pijakan bagi penelitian selanjutnya.


(31)

Manfaat penelitian bagi organisasi, dalam hal ini bagi Rumah Sakit Umum (RSU) Herna Medan, adalah:

1. Hasil penelitian merupakan masukan (input) bagi rumah sakit untuk lebih memfungsikan komunikasi internal dalam organisasi, untuk lebih meningkatkan kinerja tenaga kesehatan.

2. Membuat kebijakan yang dapat meningkatkan kinerja tenaga kesehatan, yang pada akhirnya mendorong layanan kepada pasien dan masyarakat pada umumnya.


(32)

2.1. Pengertian Komunikasi

Manusia selalu terlibat dalam aktivitas kegiatan “komunikasi”. Terjadinya komunikasi merupakan konsekuensi dari akibat adanya interaksi di antara sesama manusia (human interactions), atau hubungan yang bersifat sosial (social relations), karena kenyataannya yang paling banyak terlibat dalam proses komunikasi adalah manusia.

Umumnya jika seseorang mengerti tentang sesuatu yang dinyatakan orang lain kepadanya, maka komunikasi sedang berlangsung. Dengan kata lain, hubungan antara komunikator dan komunikan sudah komunikatif. Sebaliknya, jika tidak ada kesamaan pemahaman atau komunikan tidak mengerti apa yang disampaikan komunikator, maka kornunikasi tidak terjadi. Komunikasi dalam pengertian umum mencakup dua segi, yaitu :

1. Pengertian Komunikasi Secara Etimologis

Secara etimologis (menurut asal-usul kata), istilah komunikasi dalam bahasa Inggris “communication”, berasal dari bahasa Latin “communicatio”, dan perkataan ini bersumber pada kata “communis”. Kata communis mengandung arti sama, maksudnya sama makna. Sedangkan bentuk dari kata kerja “comunicatio” adalah


(33)

Komunikasi menyarankan adanya suatu pikiran, suatu makna atau suatu pesan dianut secara sama. (Mulyana, 2005 : 41).

Komunikasi dapat berlangsung apabila antara orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Komunikasi dalam pengertian ini sering terlihat pada perjumpaan dua orang. Mereka saling memberikan salam, bertanya tentang sesuatu atau tentang kesehatan, mengenai keluarga, dan lain sebagainya.

2. Pengertian Komunikasi Secara Terminologis

Secara terminologis, komunikasi berarti suatu proses penyampaian pernyataan oleh seseorang kepada orang lain (Effendy, 1993:4). Dalam pengertian tersebut, jelas bahwa komunikasi melibatkan sejumlah orang, dimana seseorang menyatakan sesuatu kepada orang lain. Masyarakat paling sedikit terdiri dari dua orang atau lebih yang saling berhubungan satu sama lain, sehingga dapat menimbulkan interaksi sosial

(social interaction), di mana komunikasi sebagai penjalinnya. Jadi komunikasi

mengandung makna adalah sebagai proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.

3. Pengertian Komunikasi Secara Paradigmatis

Pengertian komunikasi secara paradigmatis, banyak dikemukakan oleh para ahli secara lengkap dengan menampilkan maknanya yang hakiki, yaitu “komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu yang mengandung arti yang dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan kepada penerima pesan” . (Depari, Edward dalam Purba, Amir 2006:33)


(34)

Onong Uchjana Effendy (1989:60) mengatakan dalam bukunya “Kamus Komunikasi” bahwa komunikasi (communication) adalah proses penyampaian pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai paduan pikiran dan perasaan berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, himbauan dan sebagainya, yang dilakukan seseorang kepada orang lain, baik langsung secara tatap muka maupun tak langsung melalui media, dengan tujuan mengubah sikap, pandangan atau perilaku. Sedangkan menurut Richard West dan Lynn H. Turner (2008:5) bahwa komunikasi

(communication) adalah proses sosial di mana individu-individu menggunakan

simbol-simbol untuk menciptakan dan mengintepretasikan makna dalam lingkungan mereka.

Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan, dengan efek yang diharapkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada diri komunikan. Di mana di dalamnya tersimpul adanya tujuan yang mengandung makna tertentu, yakni memberi tahu atau mengubah sikap (attitude), pendapat (opinion), atau perilaku (behavior). Komunikasi yang efektif lebih banyak bergantung pada sikap pengirim (sander’s attitude) untuk mendekati penerima pesan (receiver).

Ada beberapa definisi secara paradigmatis yang diberikan oleh para sarjana pemerhati masalah komunikasi, sebagaimana diuraikan Amir Purba, dkk. (2006 : 29-30) dalam bukunya “Pengantar Ilmu Komunikasi” dijelaskan sebagai berikut :


(35)

1. Carl I Hovland

Komunikasi adalah proses dimana seseorang (communicator) menyampaikan perangsang-perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk merubah tingkah laku orang lain (communicatee).

2. Wilbur Schramm

Menurut Wilbur Schrarmm jika kita mengadakan komunikasi dengan suatu pihak maka kita menyatakan gagasan kita untuk memperoleh kesamaan (commenes) dengan pihak lain mengenai suatu objek tertentu.

3. Sir Gerald Barry

Mengatakan komunikasi adalah “to talk together, confer, discouse and to consult

with another” (bicara bersama-sama, merundingkan, berbicara dan berunding

dengan pihak lain). 4. Harold Laswell

Mengatakan bahwa cara yang terbaik untuk menjelaskan kegiatan komunikasi adalah dengan menjawab beberapa pertanyaan “Who – Say what – In which

channel – To whom – And with what effect ?” (Siapa – berkata apa – melalui

saluran apa – kepada siapa – dan dengan efek apa ?).

Berdasarkan sejumlah definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi berlangsung antara seseorang dengan orang lain, di mana seorang individu dapat mengungkapkan perasaan yang dialami dan menerima informasi yang diberikan oleh orang lain sehingga menimbulkan pengertian yang sama terhadap pesan atau informasi, sehingga pesan atau informasi tersebut menjadi milik bersama.


(36)

2.1.1. Proses Komunikasi

Pengertian proses menurut David K. Berlo (1960 : 23) “Process, as any

phenomenon which shows a continuous change in time” (Proses adalah suatu

penomena yang ditunjukkan adanya suatu perubahan berkelanjutan dalam kurun waktu tertentu). Proses berarti suatu rangkaian kegiatan atau peristiwa yang sedang berlangsung dalam mencapai hasil tertentu. Proses komunikasi adalah keseluruhan rangkaian atau peristiwa dari mulai pesan disampaikan sampai terjadi tindakan sebagai akibat dari pesan pada diri objek, sasaran, atau komunikan.

Proses komunikasi bagaimana terjadi dapat dilihat dari dua perspektif yaitu perspektif proses komunikasi secara psikologis dan secara mekanistis. Proses komunikasi dalam perspektif psikhologis terjadi pada komunikator dan komunikan. Ketika seseorang komunikator berniat akan menyampaikan suatu pesan kepada komunikan, maka dalam dirinya terjadi suatu proses (Effendy, 2003 : 31). Proses komunikasi secara psikhologis mencakup isi dan lambang pesan. Isi pesan berupa pikiran, atau apa yang terlintas dalam otaknya (picture in our head), sedangkan lambang pesan berupa: bahasa, baik bahasa verbal (dapat berupa oral/ terucap ataupun berupa tulisan (write) maupun dalam bahasa yang non verbal.

Pada proses perspektif komunikasi psikologis, komunikator dalam pikirannya berusaha melakukan persepsi atau memahami dan memberikan makna dari isi pesan komunikasi tersebut. Proses bagaimana mengemas atau membungkus pikiran dengan bahasa yang dilakukan komunikator itu disebut “encoding”. Kemudian pesan tadi ditransmisikan, dioperkan, atau dikirimkan kepada komunikan. Maka dalam pikiran


(37)

komunikan juga terjadi proses, berupa upaya untuk melakukan persepsi untuk memahami dan memaknai isi pesan komunikasi tadi, seolah-olah seperti membuka kemasan yang telah diterima dari komunikator disebut “decoding”.

Sebelum komunikator mengirimkan pesan-pesan kepada komunikan ia memberi makna pada pesan-pesan itu (encode). Pesan ditangkap oleh komunikan dan diberi makna sesuai dengan konsep-konsep yang ia miliki pesan “didecode”. Melalui proses interpretasi, yaitu menafsirkan makna-makna tersebut dari berbagai sudut pandang (perspektif), akan dihasilkan makna tertentu sesuai dengan kerangka pengalaman (field of reference) dan kerangka acuan (frame of reference) yang dimiliki oleh komunikan.

Komunikasi dengan orang lain, merupakan “kesamaan”. Komunikasi pada hakekatnya adalah membuat komunikator dan komunikan sama-sama sesuai untuk suatu pesan. Apa yang terjadi kalau komunikator berusaha membentuk kesamaan dengan komunikan? Pertama - tama komunikator melakukan apa yang disebut

“encode”, ia meng-encode pesannya, berarti ia memformulasikan sedemikian rupa,

sehingga dengan menggunakan suatu simbol tertentu ia dapat operkan pesannya kepada komunikan. Gambaran dalam otak kita tidak mungkin dapat dioperkan kepada orang lain, kalau tidak “dicode” terebih dahulu dengan lambang yang dapat dimengerti oleh komunikan. Komunikan kini menginterpretasikan lambang yang membawakan pesan tadi ke dalam konteks pengertiannya sendiri. Komunikan ”mengdecode“ pesan yang diterimanya itu. Oleh karena itu, komunikator dinamai “encoder“, sedangkan komunikan disebut “decoder”.


(38)

Untuk kesamaan dan ketidaksamaan dalam derajat pasangan komunikator dengan komunikan dalam proses komunikasi, Everett M. Roger dalam Effendy (1983:51) menyebutkannya dengan istilah :

1. Homophily adalah sebuah istilah yang menggambarkan derajat pasangan

perorangan yang berinteraksi, yang memiliki kesamaan dalam sifat, seperti kepercayaan, nilai, pendidikan, status sosial dan sebagainya.

2. Heterophily adalah derajat pasangan orang-orang yang berinteraksi yang

berbeda dengan sifat-sifat tertentu.

Keberhasilan komunikasi (komunikasi efektif) sangat ditentukan oleh seberapa besar kesamaan pengertian yang berhasil dibangun bersama (sharing). Semakin luas daerah overlap (saling pengertian) tercipta, semakin berhasil suatu proses komunikasi mencapai sasarannya. Tetapi komunikator utama adalah si pembawa pesan atau yang pertama-tama menyampaikan pesan (message) sebab dialah yang memulai komunikasi dan mempunyai tujuan. Sedangkan efek komunikasi dapat terlihat langsung, baik secara verbal (dengan ucapan mengiyakan atau menjawab) maupun secara non-verbal (dengan bahasa tubuh, kinesik, kial, isyarat dan lain sebagainya).

Berdasarkan penjelasan di atas, pada proses komunikasi secara psikhologis dapat dikatakan bahwa seorang komunikator akan mampu melakukan perubahan sikap, apabila ia berusaha mengadakan persamaan dengan komunikan, atau melakukan perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku komunikan melalui mekanisme daya tarik. Jika pihak komunikan merasa bahwa komunikator ikut serta


(39)

dengannya, maka dengan demikian pihak komunikan merasa ada kesamaan di antaranya (kesamaan antara komunikator dan komunikan). Sikap komunikator yang harus menyamakan dirinya dengan komunikan akan menimbulkan sikap komunikan kepada komunikator.

Proses komunikasi dalam perspektif mekanistis dapat berlangsung, ketika komunikator mengoperkan atau melemparkan dengan bibir (bentuk lisan), atau tangan (bentuk tulisan) sampai pesannya dapat ditangkap oleh komunikan melalui telinga, mata atau indera-indera lainnya.

Proses komunikasi dalam perspektif mekanistis menurut Onong Uchjana Effendy (2003:33-40), dalam bukunya “Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi” diklasifikasikan ke dalam empat proses, yaitu proses komunikasi secara primer, sekunder, linear dan sirkular.

1. Proses komunikasi secara primer.

Proses komunikasi secara primer (primary process) adalah proses penyampaian pikiran oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan suatu lambang (simbol) sebagai media atau saluran. Jadi komunikasinya terjadi secara langsung di antara kedua belah pihak (face to face communicatioan).

2. Proses komunikasi secara sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain yang dilakukan secara tidak langsung, dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua, setelah memakai lambang sebagai media pertama.


(40)

3. Proses komunikasi secara linear

Proses komunikasi secara linear yaitu proses perjalanan komunikasi berupa penyampaian pesan secara lurus. Kata linear berasal dari kata line (Bahasa Inggris) berarti garis. Dalam hal ini penyampaian pesan hanya bersifat sepihak saja dari komunikator ke komunikan, tanpa ada feedback (umpan balik). Komunikasi seperti ini tidak belangsung secara dilogis (tidak secara timbal balik). 4. Proses komunikasi secara sirkular

Proses komunikasi secara sirkular, adalah proses komunikasi yang terjadi dengan disertai adanya feedback atau umpan balik, yaitu terjadinya arus dari komunikan ke komunikator. Feedback dapat berupa respon atau tanggapan bersifat mengalir oleh komunikan terhadap pesan yang diterima dari komunikator. Respon bisa positif (diterima dengan baik), ataupun negatif (ditolak), bisa juga seketika (langsung atau immediate feedback) maupun tertunda (tidak mendapat tanggapan langsung).

Husein Umar (2002:5-6) menjelaskan bahwa proses komunikasi mekanistis hanya mencakup dua cara saja, yaitu proses komunikasi secara primer dan proses secara skunder. Selanjutnya proses komunikasi secara primer ini dapat dibagi menjadi dua bagian lagi, yaitu :

a. Verbal communication yaitu penggunaan bahasa sebagai media. Hal ini

mencakup bahasa lisan maupun bahasa tulisan.

b. Non verbal communication yaitu pemakaian gejala yang menyangkut


(41)

pakaian yang bersifat simbolik (symbolic clothing) dan gejala-gejala lainnya yang memiliki arti tertentu.

Dalam tataran teoritis, dalam proses komunikasi paling tidak orang mengenal komunikasi dari dua perspektif, yaitu perspektif kognitif dan perspektif perilaku (Senjaya, 2007:46). Pada sumber yang sama, tentang perspektif kognitif menurut Colin Cherry mengatakan bahwa penggunaan lambang-lambang (simbol) untuk mencapai kesamaan makna atau berbagai informasi tentang suatu objek atau kejadian. Jika pesan yang disampaikan dan diterima secara akurat, penerima (receiver) akan menerima informasi yang sama seperti yang dimiliki pengirim (sender), oleh karena itu tindakan komunikasi telah terjadi. Sedangkan dalam perspektif perilaku, B.F. Skinner memandang bahwa komunikasi sebagai perilaku verbal atau simbolik dimana pengirim (sender)berusaha mendapatkan suatu efek yang dikehendaki pada penerima

(receiver).

Berdasarkan pandangan beberapa pakar di atas, mengenai proses komunikasi secara mekanistis dapat disimpulkan bahwa Proses komunikasi adalah proses pengoperan lambang-lambang yang mempunyai arti, dengan mempergunakan ruang dan waktu dalam usaha untuk membentuk opini publik dan sikap publik dalam kehidupan masyarakat.

Seseorang melakukan proses komunikasi, diperlukan minimal adanya sejumlah komponen atau unsur komunikasi yang merupakan persyaratan terjadinya proses komunikasi. Adapun unsur-unsur komunikasi (Senjaya, 2007:54) adalah :


(42)

1. Komunikator, yaitu orang yang menyampaikan, mengatakan atau menyiarkan pesan (message).

2. Pesan (message) yaitu ide, informasi, opini atau pernyataan yang didukung oleh lambang.

3. Saluran atau media, ialah alat yang digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan atau mendukung pesan.

4. Komunikan yakni orang yang menerima pesan.

5. Efek yakni dampak sebagai pengaruh dari kegiatan komunikasi yang dilakukan komunikator kepada komunikan.

Menurut K. Berlo (1960:32) dalam bukunya “The Process of

Communication” menjadi enam unsur proses komunikasi antara lain :

1. The communication source (sumber komunikasi)

2. The encoder (penyampai atau komunikator)

3. The message (pesan)

4. The channel (saluran atau media)

5. The decoder (penerima atau komunikan)

6. The communication receiver (penerima pesan komunikasi)

Untuk lebih jelasnya, proses komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut:

Who Says what In which

channel

With what effect. To whom

Source Message Channel Receiver Effect

Sumber: Formula Lasswell dalam Lubis (2005: 37)


(43)

Penyampaian pesan oleh komunikator melalui media kepada komunikan, di mana pihak komunikator mengharapkan adanya efek pada diri komunikan, baik efek kognitif (pengetahuan), efek psikomotor (perubahan tingkah laku), dan efek afektif (perubahan sikap) sebagai mana yang diharapkan komunikator. Pada prinsipnya yang terpenting dalam proses komunikasi adalah adanya kecocokan antara pengalaman dan pengertian. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, bila pengalaman komunikan berlainan akan terdapat kesukaran untuk mengerti satu sama lain.

2.1.2. Fungsi Komunikasi

Fungsi komunikasi menurut Husein Umar (2002:7) adalah untuk menyampaikan informasi (to inform), mendidik (to educate), menghibur (to

entertain), mempengaruhi (to influence).

Fungsi memberikan informasi dan menyampaikan informasi, sangat diperlukan karena perilaku menerima informasi merupakan perilaku alamiah. Dengan menerima informasi yang benar, maka akan tercipta rasa aman dan tenteram. Informasi akurat diperlukan untuk bahan dalam pembuatan keputusan bagi pihak sekolah. Fungsi mendidik dilaksanakan agar perkembangan sekolah menjadi lebih baik, lebih maju, lebih berkembang kebudayaannya. Kegiatan mendidik dalam arti luas adalah memberikan berbagai informasi yang dapat menambah kemajuan. Sedangkan kegiatan mendidik dalam arti sempit adalah pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas sehingga dapat menumbuhkan kedewasaan siswa. Komunikasi


(44)

dapat berfungsi menghibur, banyak dilakukan dengan penyajian informasi melalui sarana seni hiburan. Hiburan yang menarik sebagai selingan merupakan sarana yang paling praktis dan efektif dalam proses komunikasi. Karena dengan hiburan pesan akan sangat mudah dapat diterima. Sedangkan fungsi mempengaruhi, adalah adanya perubahan sikap dan perilaku yang diharapkan pada diri komunikan. Mempengaruhi dapat dilakukan melalui bentuk kampanye, propaganda, selebaran-selebaran, spanduk, buletin sekolah, majalah dinding dan lain sebagainya.

Menurut Sasa Djuarsa Senjaya, dkk. (2007:4.8) dalam bukunya “Teori Komunikasi” menyebutkan adanya empat fungsi komunikasi, yaitu fungsi informatif, regulatif, persuasif dan integratif.

Fungsi informatif yaitu bagaimana siswa memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Semua komponen diharapkan mendapat informasi sesuai kebutuhannya masing-masing. Fungsi regulatif adalah fungsi yang berkaitan dengan peraturan-peraturan yang ditetapkan di sekolah. Dimana pihak sekolah memiliki kewenangan untuk mengendalikan informasi atau memberi instruksi atau perintah. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada aktivitas siswa. Maksudnya, siswa membutuhkan kepastian peraturan tentang hal-hal yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan. Fungsi persuasif adalah fungsi mempengaruhi yaitu bagaimana guru bimbingan dan konseling dapat mempengaruhi siswa dengan memberikan perintah. Sedangkan fungsi integratif adalah fungsi mempersatukan rasa persaudaraan di antara siswa, sehingga dapat menumbuhkan


(45)

keinginan unuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri siswa terhadap keberadaan sekolah.

2.2. Komunikasi Organisasi

Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Yang termasuk dalam bidang ini adalah komunikasi internal, hubungan manusia, hubungan persatuan pengelola, komunikasi dari atasan kepada bawahan, komunikasi dari bawahan kepada atasan, komunikasi dari orang-orang yang sama atau komunikasi horizontal dalam organisasi, keterampilan berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis dan komunikasi evaluasi program. (Redding dan Sanborn dalam Muhammad 2005 : 65)

Komunikasi organisasi dapat didefenisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarki antara satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan. Komunikasi organisasi terjadi kapanpun setidak-tidaknya satu orang yang menduduki suatu jabatan dalam suatu organisasi menafsirkan suatu pertunjukan. Karena fokus penelitian ini adalah komunikasi di antara anggota-anggota suatu organisasi, analisis komunikasi organisasi menyangkut penelaah banyak transaksi yang terjadi secara simultan. (Wayne, 2005 : 32)

Sistem tersebut menyangkut pertunjukan dan penafsiran di antara lusinan atau bahkan ratusan individu. Pada saat yang sama memiliki jenis-jenis hubungan


(46)

berlainan yang menghubungkan mereka dengan pikiran, keputusan, dan perilakunya diatur oleh kebijakan-kebijakan, regulasi, aturan-aturan yang mempunyai gaya berlainan dalam berkomunikasi, mengelola dan memimpin yang dimotivasi oleh kemungkinan-kemungkinan yang berbeda yang berada pada tahap perkembangan berlainan dalam berbagai kelompok; yang mempersepsi iklim komunikasi berbeda; yang mempunyai tingkat kepuasan berbeda dan tingkat kecukupan informasi yang berbeda pula; yang lebih menyukai dan menggunakan jenis, bentuk dan metode komunikasi yang berbeda dalam jaringan yang berbeda; yang mempunyai tingkat ketelitian pesan yang berlainan; dan yang membutuhkan penggunaan tingkat materi dan energi yang berbeda untuk berkomunikasi efektif. Interaksi di antara semua faktor tersebut, dan mungkin lebih banyak lagi disebut sistem komunikasi organisasi.

Ada tiga bentuk utama dari arus pesan dalam jaringan komunikasi formal yang mengikuti garis komunikasi seperti yang digambarkan dalam struktur organisasi (Muhammad, 2004 :107) yaitu:

1. Downward communication atau komunikasi kepada bawahan.

2. Upward communication atau komunikasi kepada atasan.

3. Horizontal communication atau komunikasi horizontal.

2.2.1. Bentuk Komunikasi Vertikal

Komunikasi vertikal adalah arus komunikasi dua arah timbal balik yang dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen memegang peranan yang sangat vital, yaitu komunikasi dari atas ke bawah (downward communication) dan dari


(47)

bawahan kepada atasan (upward communication). Dalam arus komunikasi secara vertikal (downward communication), atasan memberikan instruksi, petunjuk, informasi, penjelasan dan penugasan dan lain sebagainya kepada ketua unit kelompok dan bawahan. Kemudian arus komunikasi diterima dalam bentuk horizontal (upward communication), bawahan memberikan laporan pelaksanaan tugas, sumbang saran, dan hingga pengaduan kepada pimpinannya masing-masing. (Effendi, dalam Ruslan, 2002:86)

2.2.2. Komunikasi ke Bawah

Komunikasi ke bawah menunjukkan arus pesan yang mengalir dari para atasan atau para pimpinan kepada bawahannya. (Muhammad, 2004 :108)

Komunikasi ke bawah dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada jabatan yang berotoritas lebih rendah. Ada lima jenis informasi yang biasa dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan (Katz & Kahn dalam Pace dan Faules, 2000 : 185) yaitu:

1. Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan.

2. Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan. 3. Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi. 4. Informasi mengenai kinerja pegawai.

5. Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas (sense of mission). Kebanyakan komunikasi ke bawah digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan yang berkenaan dengan tugas-tugas dan pemeliharaan. Pesan tersebut


(48)

biasanya berhubungan dengan pengarahan, tujuan atau disiplin, perintah, pertanyaan dan kebijaksanaan umum. Lewis menyebutkan bahwa komunikasi ke bawah adalah untuk menyampaikan tujuan, untuk merubah sikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan dan kecurigaan yang timbul karena salah informasi, mencegah kesalahpahaman karena kurang informasi dan mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. (Muhammad, 2004 :108)

Pimpinan menyampaikan informasi kepada bawahan dapat dilakukan dengan berbagai metode. Empat klasifikasi metode yaitu: metode lisan, tulisan, gambar dan campuran dari lisan-tulisan dan gambar. Berdasarkan beberapa penelitian para ahli ditemukan bahwa metode lisan saja paling efektif digunakan untuk situasi memberikan teguran atau menyelesaikan perselisihan di antara anggota organisasi. Metode tulisan saja paling efektif digunakan untuk memberikan informasi yang memerlukan tindakan di masa yang akan datang, memberikan informasi yang bersifat umum, dan tidak memerlukan kontak personal. Sementara itu hasil penelitian setiap level menyatakan metode yang paling efektif adalah metode lisan diikuti tulisan. Mereka juga mengatakan bahwa pemakaian papan pengumuman dan metode tulisan saja kurang efektif digunakan. (Muhammad, 2004 :115)

2.2.3. Komunikasi ke Atas

Komunikasi ke atas dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi (penyelia). Semua tenaga kesehatan dalam sebuah organisasi, kecuali mungkin yang


(49)

menduduki posisi puncak, mungkin berkomunikasi ke atas yaitu, setiap bawahan dapat mempunyai alasan yang baik atau meminta informasi dari atau memberi informasi kepada seseorang yang otoritasnya lebih tinggi. Suatu permohonan atau komentar yang diarahkan kepada individu yang otoritasnya lebih besar, lebih tinggi, atau lebih luas merupakan esensi komunikasi ke atas. (Pace dan Faules, 2000 :189)

Komunikasi ke atas adalah pesan yang mengalir dari bawahan kepada atasan atau dari tingkat yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi. Tujuan dari komunikasi ini adalah untuk memberikan balikan, memberikan saran dan mengajukan pertanyaan. Komunikasi ini mempunyai efek pada penyempurnaan moral dan sikap karyawan, tipe pesan adalah integrasi dan pembaruan. (Muhammad, 2004 :116)

Komunikasi ke atas penting karena beberapa alasan, yaitu:

1. Aliran informasi ke atas memberi informasi berharga untuk pembuatan keputusan oleh mereka yang mengarahkan organisasi dan mengawasi kegiatan orang-orang lainnya.

2. Komunikasi ke atas memberitahukan kepada penyelia kapan bawahan mereka siap menerima informasi dari mereka dan seberapa baik bawahan menerima apa yang dikatakan kepada mereka.

3. Komunikasi ke atas memungkinkan bahkan mendorong omelan dan keluh kesah muncul ke permukaan sehingga penyelia tahu apa yang mengganggu mereka yang paling dekat dengan operasi-operasi sebenarnya.


(50)

4. Komunikasi ke atas menumbuhkan apresiasi dan loyalitas ke pada organisasi dengan memberi kesempatan kepada tenaga kesehatan untuk mengajukan pertanyaan

dan menyumbang gagasan serta saran-saran mengenai operasi organisasi. 5. Komunikasi ke atas mengizinkan penyelia untuk menentukan apakah

bawahan memahami apa yang diharapkan dari aliran informasi ke bawah. 6. Komunikasi ke atas membantu tenaga kesehatan mengatasi masalah pekerjaan

mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dengan pekerjaan mereka dan dengan organisasi tersebut. (Pace dan Faules, 2000 :190)

Selanjutnya, Smith menjelaskan bahwa komunikasi ke atas berfungsi sebagai balikan bagi pimpinan memberikan petunjuk tentang keberhasilan suatu pesan yang disampaikan kepada bawahan dan dapat memberikan stimulus kepada karyawan untuk berpartisipasi dalam merumuskan pelaksanaan kebijaksanaan bagi departemennya atau organisasinya. (Muhammad, 2004:117)

Kebanyakan analisis dan penelitian dalam komunikasi ke atas menyatakan bahwa penyelia dan manajer harus menerima informasi dari bawahan mereka yang (Pace dan Faules, 2000 : 190) :

1. Memberitahukan yang dilakukan bawahan tentang pekerjaan, prestasi, kemajuan, dan rencana-rencana untuk waktu mendatang.

2. Menjelaskan persoalan-persoalan kerja yang belum dipecahkan bawahan yang mungkin memerlukan beberapa macam bantuan.


(51)

3. Memberikan saran atau gagasan untuk perbaikan dalam unit-unit mereka atau dalam organisasi sebagai suatu keseluruhan.

4. Mengungkapkan bagaimana pikiran dan perasaan bawahan tentang pekerjaan rekan kerja, dan organisasi.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dijelaskan bahwa jika terdapat keseimbangan komunikasi ke atas dan komunikasi ke bawah maka diharapkan informasi yang disampaikan oleh atasan kepada bawahan akan dapat diterima dengan baik oleh bawahan. Apabila bawahan menginginkan informasi tambahan maka bawahan akan dapat menanyakan informasi tambahan tersebut kepada atasan. Dengan demikian maka akan terjadi arus informasi sehingga antara pimpinan dan bawahan diharapkan dapat tercipta suasana yang menggairahkan yang pada akhirnya akan menimbulkan semangat kerja yang produktif di dalam usaha mencapai tujuan.

2.2.4. Komunikasi Horizontal

Merupakan arus pesan sesama antara ketua bidang ke ketua bidang dan anggota ke anggota. Pesan semacam ini bergerak di bagian bidang yang sama di dalam organisasi atau mengalir antar bagian.

Masalah yang timbul dalam komunikasi horizontal adalah:

1. Bahasa yang khusus dikembangkan oleh divisi tertentu di dalam organisasi 2. Merasa bidangnya adalah yang paling penting dalam organisasi


(52)

2.3. Tujuan dan Fungsi Komunikasi dalam Organisasi 2.3.1. Tujuan Komunikasi Organisasi

Ada tiga tujuan utama dari komunikasi organisasi yaitu (a) Sebagai tindakan koordinasi, (b) Membagi informasi (information sharing), (c) Menyatakan perasaan dan emosi. (Liliweri,2004:64)

2.3.2. Fungsi Komunikasi Organisasi 1. Fungsi Informatif

Organisasi dipandang sebagai suatu sistem proses informasi. Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan lebih tepat.

2. Fungsi Regulatif

Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif Pertama, atasan atau orang yang berada dalam tataran managemen, yaitu mereka memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Kedua, berkaitan dengan pesan atau message, pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja.

3. Fungsi Persuasif

Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan lebih suka memersuasi bawahanya dari pada memberi perintah.


(53)

d. Fungsi Integratif

Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan baik. (Alo Liliweri, 2004)

2.4. Komunikasi Internal dan Eksternal

Komunikasi dalam organisasi atau disebut juga komunikasi manajemen meliputi dua bagian berdasarkan tempat di mana khalayak sasaran berada, yaitu Komunikasi Internal (Internal Communication) untuk khalayak anggota organisasi dan Komunikasi Eksternal (External Communication) untuk khalayak di luar anggota organisasi.

2.4.1. Komunikasi Internal

Adalah komunikasi antara pimpinan organisasi dengan para tenaga kesehatan secara timbal balik. Komunikasi internal terbagi dalam tiga kegiatan :

1. Komunikasi Vertikal adalah komunikasi secara timbal balik (two way traffic

communication) dari atas (pimpinan atau manajer) ke bawah (karyawan atau

tenaga kesehatan) disebut Upper Communication atau Downward

Communication, dan komunikasi dari bawah (karyawan atau tenaga kesehatan) ke

atas (pimpinan atau manajer) disebut Down Up Communication atau Upward

Communication. Dalam proses komunikasi vertikal secara Upper Communication

atau Downward Communication tersebut pimpinan memberikan instruksi, petunjuk, pengarahan, informasi, penjelasan, teguran, dan lain-lain pada bawahan.


(54)

Dalam proses komunikasi vertikal secara Down Up Communication atau Upward

Communication tersebut bawahan memberikan laporan, gagasan, usul atau saran

kepada pimpinan. Komunikasi dua arah secara timbal balik dalam organisasi sangat penting sekali. Pimpinan harus mengetahui laporan, tenggapan, gagasan, saran dari bawahan sebagai petunjuk efektif tidaknya atau effisien tidaknya kebijakan yang telah dilakukan. Oleh karena itu jika komunikasi hanya satu arah saja dari pimpinan ke bawahan maka proses manajemen dalam organisasi besar kemungkinan tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Komunikasi vertikal dapat dilakukan secara langsung antara pimpinan tertinggi dengan seluruh tenaga kesehatan, atau juga dapat dilakukan secara berjenjang melalui kepala biro, bagian, sub bagian, seksi, dan sub seksi. Komunikasi vertikal yang timbal balik dua arah merupakan pencerminan dari kepemimpinan demokratis (democratic

leadership) suatu jenis kepemimpinan yang sementera ini dianggap yang paling

baik diantara kepemimpinan lainnya.

2. Komunikasi Horizontal adalah komunikasi secara mendatar diantara tenaga kesehatan dalam suatu unit atau antara anggota staf dengan anggota staf lainnya. Kalau dalam komunikasi vertikal lebih bersifat formal, maka dalam komunikasi horizontal seringkali berlangsung dalam suasana tidak formal. Sering tampak dilakukan dalam waktu istirahat, sedang dalam perjalanan pulang, atau waktu rekreasi. Yang dibicarakan lebih banyak hal-hal yang menyangkut pekerjaan atau tindakan pimpinan. Gravevenis mengenai kebijakan pimpinan sering muncul dalam komunikasi horizontal, kadang tidak mempunyai dasar sama sekali.


(55)

3. Komunikasi Diagonal atau disebut juga dengan komunikasi silang (cross

communication) adalah komunikasi dalam organisasi antara seseorang dengan

lainnya yang satu sama lain berbeda dalam kedudukan dan unitnya. Komunikasi diagonal tidak menunjukkan kekakuan sebagaimana dalam komunikasi vertikal, tetapi tidak juga menunjukkan keakraban sebagaimana dalam komunikasi horizontal. Dilain hal komunikasi diagonal dapat terjadi penyimpangan dari jalur prosedur birokrasi, misalnya, seorang tenaga kesehatan suatu unit mengeluhkan masalah pekerjaan kepada kepala unit lain. Hal ini termasuk dalam

miscommunication dan jika diketahui oleh pimpinan unitnya maka mungkin akan

terjadi benturan psikologis. 2.4.2. Komunikasi Eksternal

Komunikasi Eksternal adalah komunikasi antara pimpinan atau pejabat lain yang mewakilinya dengan khalayak atau publik di luar organisasi. Yang termasuk khalayak di luar organisasi meliputi : khalayak sekitar (community), instansi pemerintah (government), pers, dan pelanggan (customer). Komunikasi eksternal terdiri dari dua jalur yang berlangsung secara timbal balik, yaitu Komunikasi dari organisasi ke khalayak, pada umumnya bersifat informatif yang dilakukan sedemikian rupa sehingga khalayak atau publik merasa terlibat atau sedikitnya terjadi hubungan batin. Bagi suatu perusahaan komunikasi booking bersifat informatif semata tetapi juga bersifat persuasif dalam bentuk penyiaran iklan komersial


(56)

merupakan proses umpan balik (feedback) yang disebut sebagai public opinion (Effendi, dalam Ruslan, 2002:52).

2.5.Kinerja

Ada beberapa pendapat tentang kinerja yaitu:

1. Mangkunegara (2004:67) memberikan pengertian tentang kinerja yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

2. Teori Robbins menyebutkan mengenai beberapa faktor yang saling berkaitan diantaranya kepemimpinan (leadership), motivasi (motivation), kemampuan

(ability), dimana faktor-faktor tersebut akan berinteraksi menjadi satu fungsi

kinerja pada tenaga kesehatan (Robbins, 1996:95).

3. Kinerja menurut As’ad (2001:48) keberhasilan seseorang pekerja terkait dengan keberhasilan dalam menyelesaikan tugasnya. Hal tersebut dapat dilihat dari sisi kualitas, ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut. 4. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kinerja adalah sesuatu yang dicapai,

prestasi yang diperlihatkan, kemampuan kerja (Depdiknas 2002:570).

5. Sedangkan Keith Davis yang dikutip oleh Mangkunegara (2004:67) menyatakan kinerja merupakan gabungan antara kemampuan dan motivasi.


(57)

Kinerja (performance) sebagai konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan akan pelayanan prima atau pelayanan yang bermutu tinggi. Mutu tidak terpisahkan dari standar, karena kinerja diukur berdasarkan standar. Melalui kinerja klinis perawat dan bidan, diharapkan dapat menunjukkan kontribusi profesionalnya secara nyata dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan secara umum pada organisasi tempatnya bekerja, dan dampak akhir bermuara pada kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Mengukur kinerja perawat dan bidan pada tatanan klinis, peneliti menggunakan indikator kinerja klinis sebagai langkah untuk mewujudkan komitmennya guna dapat menilai tingkat kemampuan individu dalam tim kerja. Dengan demikian, diharapkan kesadaran akan tumbuh, mau, dan mampu mengidentifikasi kualitas kinerja masing-masing, untuk dimonitor, diperbaiki serta ditingkatkan secara terus menerus. Sistem pengembangan dan manajemen kinerja klinis (SPMKK) bagi perawat dan bidan, dimulai dari elemen terkecil dalam organisasi yaitu pada tingkat First Line Manager, karena produktifitas (jasa) berada langsung ditangan individu-individu dalam kerja tim.

Komitmen dan dukungan pimpinan puncak dan stakeholder lainnya tetap menjadi kunci utama. Bertemunya persepsi yang sama antara dua komponen tersebut dalam menentukan sasaran dan tujuan, merupakan modal utama untuk meningkatkan kinerja dalam suatu organisasi. Menentukan tingkat prestasi melalui indikator kinerja klinis akan menyentuh langsung faktor-faktor yang menunjukkan indikasi-indikasi


(58)

obyektif terhadap pelaksanaan fungsi/tugas seorang perawat atau bidan, sejauh mana fungsi dan tugas yang dilakukan memenuhi standar yang ditentukan.

2.5.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Mathis dan Jackson (2001:308) banyak faktor yang mempengaruhi kenerja diantaranya (1) Jumlah kerja, (2) Kualitas kerja, (3) Kecocokan dengan rekan kerja, (4) Kehadiran, (5) Masa bakti, (6) Fleksibilitas.

Sedangkan menurut Bernardin dalam Robbins (1996:260), ada enam kriteria dalam kinerja diantaranya :

1. Kualitas Kerja

Pengertian kualitas kerja adalah hasil aktivitas yang dilakukan mendekati sempurna dalam arti menyesuaikan beberapa cara yang ideal dari penampilan aktivitas ataupun memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan di suatu aktivitas kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan karyawan.

2. Kuantitas Kerja

Merupakan jumlah yang dihasilkan, dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit, jumlah siklus aktifitas yang diselesaikan karyawan, dan jumlah aktivitas yang dihasilkan.

3. Ketepatan Waktu

Tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang diinginkan dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia


(59)

untuk aktivitas lain. Ketepatan waktu diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas yang diselesaikan diawal waktu sampai menjadi output.

4. Efektivitas

Tingkat penggunaan Sumber Daya Organisasi (tenaga, uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan keuntungan dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya, efektifitas kerja, persepsi karyawan dalam menjalankan tugas, efektivitas penyelesaian tugas yang ditentukan perusahaan.

5. Kemandirian

Adalah tingkat seorang karyawan dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa meminta bantuan, bimbingan dari pengawas, atau keterlibatan pengawas mencampuri kerja karyawan untuk menghindari hasil yang merugikan. Kemandiriaan akan diukur dari persepsi karyawan terhadap tugas dalam melakukan fungsi kerjanya masing-masing karyawan sesuai dengan tanggung jawab karyawan itu sendiri.

6. Komitmen Kerja

Merupakan tingkat karyawan mempunyai komitmen kerja dengan perusahaan dan tanggung jawab karyawan terhadap perusahaan. Pengukuran dengan menggunakan persepsi karyawan dalam membina hubungan dengan perusahaan dan tanggung jawab, loyalitas terhadap perusahaan.

Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2001 : 82) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu:

1. Kemampuan 2. Motivasi


(60)

3. Dukungan

4. Keberadaan pekerjaan yang dilakukan 7. Hubungan Dengan Organisasi

Berdasarkan pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktifitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi.

Penilaian kinerja (performance appracial) sering disebut penilaian prestasi kerja, penilaian tampilan kerja, penilaian unjuk kerja, penilaian pelaksanaan pekerjaan merupakan proses mengevaluasi pelaksanaan jabatan karyawan yang dilakukan secara periodik, dilakukan dengan membandingkan kinerja yang dicapai karyawan dengan kinerja yang diharapkan berdasarkan standar (Silalahi 2002:292).

2.6. Landasan Teori

Teori S-O-R (S-O-R theory) adalah singkatan dari Stimulus (S), Organism (O), dan Response (R). Sebenarnya teori ini awalnya diadopsi dari Model Stimulus – Respons dalam pendekatan psikologi. Kemudian oleh DeFleur dimodifikasi dengan memasukkan unsur organism. Alasan penambahan unsur organism tersebut, karena dalam komunikasi maupun psikologi, menjadikan manusia sebagai objek yang diberi stimulus sehingga menimbulkan respon.

Menurut teori S-O-R, bahwa dalam mempelajari sikap yang baru, ada tiga variabel penting yang menunjang proses belajar, yaitu perhatian, pengertian dan


(61)

penerimaan. Proses belajar terjadi, apabila ada respon terhadap rangsangan pada

organism. Dengan demikian rangsangan sangat penting, sehingga dapat

menumbuhkan perhatian, pengertian dan penerimaan.

Adapun proses teori S-O-R dapat terlihat pada gambar berikut ini :

S

O

R

ORGANISM :

- PERHATIAN - PENGERTIAN - PENERIMAAN

STIMULUS

(RANGSANGAN)

RESPON

(PERUBAHAN SIKAP)

Sumber: Lubis dalam Teori-teori Komunikasi

Gambar 2.2. Alur Proses Teori S-O-R.

Stimulus adalah rangsangan atau dorongan, sehingga unsur stimulus dalam

teori ini merupakan perangsang berupa message (pesan atau isi pernyataan).

Organism adalah badan yang hidup, maksudnya manusia sebagai komunikan.

Sehingga unsur manusia dalam teori ini adalah receiver (penerima pesan). Sedangkan

respon yang dimaksud adalah sebagai reaksi, tanggapan, jawaban, pengaruh, efek

atau akibat. Jadi yang dimaksud sebagai respon dalam hal ini adalah efek (pengaruh) yang ditimbulkannya.

Stimulus pada penelitian ini adalah pesan komunikasi internal organisasi, perhatian, pengertian dan penerimaan tenaga kesehatan rumah sakit dan respon adalah efek kognitif berupa meningkatnya kinerja tenaga kesehatan. Gambar 2.2. menunjukkan bahwa perubahan sikap bergantung pada proses yang terjadi pada individu. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin


(62)

diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan, proses berikutnya komunikan mengerti maka kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap (Effendy, 2003 : 54).

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Berikut ini dikemukakan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini untuk memahami fenomena komunikasi internal pada organisasi Rumah Sakit Umum Herna Medan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, komunikasi internal mempunyai pengaruh yang sangat penting terhadap kinerja tenaga kesehatan. Menurut defenisi Carl I. Hovland, Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan). Salah satu jenis komunikasi yang sangat penting adalah komunikasi internal yang memungkinkan respon verbal maupun nonverbal berlangsung secara langsung. Dalam operasionalnya, komunikasi internal berlangsung antar sesama tenaga kesehatan baik yang bersifat vertikal dan horizontal dan diagonal.

kinerja tenaga kesehatan secara perorangan akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan dan memberikan feedback yang tepat terhadap perubahan perilaku, yang direfleksikan dalam kenaikan produktifitas dan pelayanan. Jadi dapat dikatakan bahwa keberhasilan suatu organisasi sangat didukung dari


(63)

tingkat kinerja tenaga kesehatan yang sangat dipengaruhi oleh proses komunikasi yang terjadi antar tenaga kesehatan.

Komunikasi Internal Kinerja Tenaga Kesehatan

(X) (Y)

- Komitmen Kerja. - Kemandirian. - Efektivitas - Ketepatan waktu - Kuantitas kerja - Kualitas kerja

X3

Komunikasi Diagonal

X2

Komunikasi Horizontal

X1

Komunikasi Vertikal

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Keterangan :

X = Komunikasi Internal X1 = Komunikasi Vertikal

X2 = Komunikasi Horizontal

X3 = Komunikasi Diagonal


(64)

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian

explanatory riset yang menyoroti hubungan antar variabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya (Singarimbun, 1995:5).

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Herna Jalan Mojopahit No.118 A Kelurahan Petisah Hulu Kecamatan Medan Baru Kota Medan.

Waktu penelitian dimulai Bulan Februari sampai Bulan Mei 2010. Tahapan dilaksanakan mulai pra survei, pembuatan proposal penelitian, konsultasi dosen pembimbing, penelitian lapangan, dan membuat laporan akhir tesis.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga kesehatan yang ada di Rumah Sakit Herna Medan yaitu sebanyak 342 orang. Populasi terdistribusi dalam struktur jabatan dan dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Populasi

No. JABATAN JUMLAH

1. Direktur, Wadir dan Kepala Perawatan 3 2. Supervisor dan Kepala Ruangan 24

3. Staff dan Dokter Jaga 315

J u m l a h 342


(65)

populasi tersebut. Metode penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara acak sederhana, Penentuan besarnya sampel yang diambil dalam penelitian ini menggunakan Rumus Slovin sebagai berikut :

n = N N (e)² + 1 Keterangan :

n = Jumlah sampel (responden dalam penelitian N = Jumlah populasi

e = Kelonggaran sampel (10%) 1 = Konstanta

Berdasarkan rumus Slovin tersebut,jumlah sampel yang diambil dari populasi sebanyak 342 orang adalah :

n = N

N (e)² + 1

n = 342 342 (0,1)² + 1

n = 77,37 dibulatkan 77 orang

Penetapan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik

stratified random sampling.

Purposive sampling dikenal juga dengan sampling pertimbangan yaitu teknik


(66)

pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya atau penentuan sampel untuk tujuan tertentu (Riduwan, 2004 : 63).

Adapun kriteria yang dijadikan peneliti sebagai syarat untuk menentukan sampel adalah :

1. Merupakan tenaga kesehatan tetap di RSU Herna Medan. 2. Telah bekerja dua tahun.

Direktur, Wakil Direktur, Kepala Perawatan yang telah bekerja diatas dua tahun hanya terdiri dari tiga orang. Maka dengan teknik disproportionate stratified

sampling, sampelnya dibuat berstrata secara proposional. Oleh karena itu, cara

perhitungan sampelnya adalah 3/342 x 77 = 0,67 = 1 orang.

Keseluruhan Kelompok Supervisor dan Kelompok Kepala Ruangan jumlah populasinya 24 orang. Maka dengan teknik stratified sampling, sampelnya dibuat berstrata secara proposional Oleh karena itu, cara perhitungan sampelnya adalah 24/342 x 77 = 5,40 = 5 orang.

Cara perhitungan jumlah sampel untuk kelompok Staf dan Kelompok Dokter Jaga (308 + 7) = 315. Maka dengan teknik disproportionate stratified sampling, sampelnya dibuat berstrata secara proposional Oleh karena itu, cara perhitungan sampelnya adalah 315/342 x 77 = 70,92 = 71 orang.

Tabel 3.2. Sampel

No. JABATAN JUMLAH

1 Direktur , Wadir dan Kepala Perawatan 1 2 Supervisor dan Kepala Ruangan 5

3 Staff dan Dokter Jaga 71


(1)

totkk

1 1.3 1.3 1.3

1 1.3 1.3 2.6

1 1.3 1.3 3.9

1 1.3 1.3 5.2

1 1.3 1.3 6.5

2 2.6 2.6 9.1

1 1.3 1.3 10.4

1 1.3 1.3 11.7

2 2.6 2.6 14.3

1 1.3 1.3 15.6

7 9.1 9.1 24.7

3 3.9 3.9 28.6

2 2.6 2.6 31.2

2 2.6 2.6 33.8

7 9.1 9.1 42.9

7 9.1 9.1 51.9

3 3.9 3.9 55.8

6 7.8 7.8 63.6

7 9.1 9.1 72.7

1 1.3 1.3 74.0

2 2.6 2.6 76.6

1 1.3 1.3 77.9

2 2.6 2.6 80.5

2 2.6 2.6 83.1

2 2.6 2.6 85.7

2 2.6 2.6 88.3

4 5.2 5.2 93.5

1 1.3 1.3 94.8

4 5.2 5.2 100.0

77 100.0 100.0

34 35 36 37 38 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 62 64 67 68 Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(2)

Crosstabs

Case Processing Summary

77 100.0% 0 .0% 77 100.0%

77 100.0% 0 .0% 77 100.0%

77 100.0% 0 .0% 77 100.0%

kvtotk * totkkk khtotk * totkkk kdtotk * totkkk

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

kvtotk * totkkk

Crosstab

60 1 61

98.4% 1.6% 100.0%

82.2% 25.0% 79.2%

77.9% 1.3% 79.2%

13 3 16

81.3% 18.8% 100.0%

17.8% 75.0% 20.8%

16.9% 3.9% 20.8%

73 4 77

94.8% 5.2% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

94.8% 5.2% 100.0%

Count

% within kvtotk % within totkkk % of Total Count

% within kvtotk % within totkkk % of Total Count

% within kvtotk % within totkkk % of Total baik

kurang baik kvtotk

Total

baik kurang baik

totkkk


(3)

Chi-Square Tests

7.535b 1 .006

4.461 1 .035

5.801 1 .016

.027 .027

7.437 1 .006

77 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is . 83.

b.

khtotk * totkkk

Crosstab

25 4 29

86.2% 13.8% 100.0%

34.2% 100.0% 37.7%

32.5% 5.2% 37.7%

45 0 45

100.0% .0% 100.0%

61.6% .0% 58.4%

58.4% .0% 58.4%

3 0 3

100.0% .0% 100.0%

4.1% .0% 3.9%

3.9% .0% 3.9%

73 4 77

94.8% 5.2% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

Count

% within khtotk % within totkkk % of Total Count

% within khtotk % within totkkk % of Total Count

% within khtotk % within totkkk % of Total Count

% within khtotk % within totkkk baik

kurang baik

tidak baik khtotk

Total

baik kurang baik

totkkk


(4)

Chi-Square Tests

6.983a 2 .030

8.180 2 .017

6.058 1 .014

77 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .16.

a.

kdtotk * totkkk

Crosstab

13 0 13

100.0% .0% 100.0%

17.8% .0% 16.9%

16.9% .0% 16.9%

31 2 33

93.9% 6.1% 100.0%

42.5% 50.0% 42.9%

40.3% 2.6% 42.9%

29 2 31

93.5% 6.5% 100.0%

39.7% 50.0% 40.3%

37.7% 2.6% 40.3%

73 4 77

94.8% 5.2% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

94.8% 5.2% 100.0%

Count

% within kdtotk % within totkkk % of Total Count

% within kdtotk % within totkkk % of Total Count

% within kdtotk % within totkkk % of Total Count

% within kdtotk % within totkkk % of Total baik

kurang baik

tidak baik kdtotk

Total

baik kurang baik

totkkk


(5)

Chi-Square Tests

.862a 2 .650

1.527 2 .466

.571 1 .450

77 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .68.

a.

REGRESSION /MISSING LISTWISE

/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA COLLIN TOL CHANGE /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)

/NOORIGIN /DEPENDENT totkkk /METHOD=ENTER kvtotk khtotk /SCATTERPLOT=(*ZRESID ,*ZPRED )

/RESIDUALS DURBIN HIST(ZRESID) NORM(ZRESID) .

Regression

Variables Entered/Removedb

khtotk,

kvtotka . Enter

Model 1

Variables Entered

Variables

Removed Method


(6)

.393a .154 .132 .208 .154 6.754 2 74 .002 2.011 Model

1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

R Square

Change F Change df1 df2 Sig. F Change Change Statistics

Durbin-Watson

Predictors: (Constant), khtotk, kvtotk a.

Dependent Variable: totkkk b.

ANOVAb

.585 2 .293 6.754 .002a

3.207 74 .043

3.792 76

Regression Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), khtotk, kvtotk a.

Dependent Variable: totkkk b.

Coefficientsa

1.031 .112 9.214 .000

.151 .059 .276 2.556 .013 .977 1.023

-.097 .044 -.240 -2.224 .029 .977 1.023 (Constant)

kvtotk khtotk Model 1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig. Tolerance VIF Collinearity Statistics

Dependent Variable: totkkk a.

Collinearity Diagnosticsa

2.855 1.000 .01 .01 .01

.115 4.982 .00 .44 .41

.030 9.808 .99 .55 .58

Dimension 1

2 3 Model 1

Eigenvalue

Condition

Index (Constant) kvtotk khtotk

Variance Proportions

Dependent Variable: totkkk a.

Residuals Statisticsa

.89 1.24 1.05 .088 77

-.236 .915 .000 .205 77

-1.839 2.098 .000 1.000 77

-1.134 4.396 .000 .987 77

Predicted Value Residual

Std. Predicted Value Std. Residual