Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Sistematika Penulisan

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui arti dan makna dari Crucial Period dalam alam pikir Sukarno. Kita dapat melihat bagaimana Sukarno membentuk logikanya dalam membangun wacana di dalam pidato dengan mengetahui makna dari crucial period tersebut. 2. Untuk mengetahui mengapa Sukarno menggunakan istilah crucial period dalam membentuk wacana „demokrasi terpimpin merupakan demokrasi pancasila dan demokrasi Indonesia asli‟. Kita dapat memahami bagaimana pola wacana yang dibentuk oleh Sukarno dalam pidato kenegaraan ini dengan mengetahui alasan tersebut. 3. Untuk mengetahui apakah wacana yang dibentuk Sukarno dalam pidatonya menjadi sebuah hegemonic discourse. Sehingga, kita dapat memahami mengapa wacana tersebut menjadi sebuah wacana yang menghegemoni dan menjadi sebuah perdebatan di masa itu.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan agar mampu memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Secara teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang dapat memberikan kontribusi mengenai studi analisis wacana, terkhusus pada pemikiran Sukarno melalui pidato kenegaraan yang disampaikannya. Universitas Sumatera Utara 2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tidak hanya bagi peneliti, tetapi juga bagi akademisi lainnya di berbagai tingakatan pendidikan. Pengetahuan ini dapat berupa teori- teori wacana baik dari perspektif van Dijk, Foulcault, ataupun Laclau dan Mouffe. Selain itu, pengetahuan tentang bagaimana pemikiran Sukarno terlihat dan diwacanakan melalui pidatonya tentunya menjadi sesuatu yang bermanfaat. 3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat tentang studi analisis wacana terkhusus dalam meneliti pemikiran Sukarno melalui pidato yang disampaikannya. 1.5. kerangka Teori 1.5.1. Wacana Menurut Perspektif Michael Foucault Tokoh analisis wacana kritis yang memberi banyak perhatian secara khas adalah Michael Foucault 1926-1984, seorang filosof kekuasaan berkebangsaan Prancis. 10 Salah satu yang menarik dari konsep Foucault adalah tesisnya menegenai hubungan antara pengetahuan dan kekuasaan. Foucault mendefinisikan kuasa agak berbeda dengan beberapa ahli lain. Kuasa menurut Foucault tidak dimiliki tetapi dipraktikkan dalam ruang lingkup dimana banyak posisi yang secara strategis berkaitan satu sama lain. Menurut Faulcault, strategi kuasa berlangsung dimana-mana. Dimana saja terdapat susunan, aturan-aturan, sistem- 10 D. Jupriono, Yudhi Hari Wibowo, Linusia Marsih. Teks Berita Konflik Pekerja PT Freeport Indonesia: Analisis Wacana Kritis Foucault. Parafrase. Vol.3 No. 1 Februari: 55 Universitas Sumatera Utara sitem regulasi, dimana saja ada manusia yang mempunyai hubungan tertentu satu sama lain dan dengan dunia, disitu kuasa sedang bekerja. Kuasa tidak datang dari luar tetapi menentukan susunan, aturan-aturan dan hubungan-hubungan itu dari dalam. 11 Foucault mendefinisikan strategi kekuasaan sebagai yang melekat pada kehendak untuk mengetahui. Melalui wacana, kehendak untuk mengetahui terumus dalam pengetahuan. Bahasa menjadi alat untuk mengartikulasikan kekuasaan pada saat kekuasaan harus mengambil bentuk pengetahuan karena ilmu-ilmu terumus dalam bentuk pernyataan-pernyataan. Kekuasaan-pengetahuan terkonsentrasi di dalam kebenaran pernyataan-pernyataan ilmiah. Oleh karena itu semua masyarakat berusaha menyalurkan, mengontrol dan mengatur wacana mereka agar sesuai dengan tuntutan ilmiah. Wacana seperti ini dianggap mempunyai otoritas. Pengetahuan tidak bersumber pada subyek, tetapi dalam hubungan- hubungan kekuasaan. “Kekuasaan menghasilkan pengetahuan. Kekuasaan dan pengetahuan saling terkait. tidak ada hubungan kekuasaan tanpa pembentukan yang terkait dengan bidang pengetahuan, dan tidak ada pengetahuan yang tidak mengandaikan serta tidak membentuk sekaligus hubungan kekuasaan”. 12 Menurut Foucault, kekuasaan selalu terakulasikan lewat pengetahuan, dan pengetahuan selalu mempunyai efek kuasa. Pengetahuan tidak merupakan 11 Eriyanto, Opcit. Hal: 65 12 Haryatmoko. Kekuasaan-Pengetahuan Sebagai Rezim Wacana, Sejarah Sekasualitas: Sejarah Pewacanaan Seks Kekusaan Menurut Foucault. Makalah Seri Kuliah Umum. Juni 2010. Dapat dilihat di http:salihara.orgmediadocuments20100630haharyatmoko-seks-foucault.pdf Universitas Sumatera Utara pengungkapan samar-samar dari relasi kuasa tetapi pengetahuan berada di dalam relasi-relasi kekuasaan itu sendiri. Konsep ini membawa konsekuensi, untuk mengetahui kekuasaan dibutuhkan penelitian mengenai produksi pengethuan yang melandasi kekuasaan. karena setiap kekuaasaan disusun, dimapankan, dan diwujudkan lewat pengetahuan dan wacana tertentu. Wacana tertentu menghasilkan kebenaran dan pengetahuan tertentu yang menimbulkan efek kuasa. Disini, setiap kekuasaan selalu berpretensi menghasilkan rezim kebenaraan tertentu yang disebarkan lewat wacana yang dibentuk oleh kekuasaan. 13 Kuasa tidak bekerja melalui penindasan dan represi, tetapi terutama normalisasi dan regulasi. Menurut Foucault, kuasa tidak bersifat subjektif. Kuasa tidak bekerja dengan cara negatif dan represif, melainkan dengan cara positif dan produktif. Strategi kuasa tidak bekerja melalui penindasan, melainkan melalui normalisasi dan regulasi, menghukum dan membentuk public yang disiplin. Publik tidak dikontrol lewat kekuasaan yang sifatnya fisik, tetapi dikontrol, diatur dan disiplinkan lewat wacana. Kekuasaan dalam pandangan Foucault disalurkan melalui hubungan sosial, dimana memproduksi bentuk-bentuk kategorisasi perilaku sebagi baik atau buruk, sebagai bentuk pengendalian perilaku. Jadi khalayak ditundukkan bukan dengan cara kontrol yang bersifat langsung dan fisik, tetapi dengan wacana dan mekanisme berupa aturan, prosedur, tata cara, dan sebagainya. 14 13 Eriyanto, Opcit. Hal:67-68. 14 Ibid, hal: 68. Universitas Sumatera Utara Kemudian, menurut Foucault ciri utama wacana ialah kemampuannya untuk menjadi suatu himpunan wacana yang berfungsi untuk membentuk dan melestarikan hubungan-hubungan kekuasaan dalam masyarakat. Dalam suatu masyarakat biasanya terdapat berbagai macam wacana yang berbeda satu sama lain, namun kekuasaan memilih dan mendukung wacana tertentu sehingga wacana tersebut menjadi dominan, sedangkan wacana-wacana lainnya akan “terpinggirkan” marginalized atau “terpendam” submerged. Pandangan Foulcault ini dapat menjelaskan bagaimana relasi kekuasaan yang terbentuk ketika Presiden Sukarno membacakan pidato tersebut. Relasi tersebut dapat dilihat bagaimana Sukarno dengan kekuasaannya membentuk sebuah wacana melalui pidatonya. Selain itu, Sukarno juga menggunakan bahasa dalam pidatonya untuk mengartikuasikan kekuasaan. Relasi inilah yang akan dikaji menggunakan wacana dalam perspektif Foucault.

1.5.2. Analisis Wacana Teun Van Dijk

Menurut Van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis atas teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus juga diamati. Di sini, harus juga dilihat bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga kita memperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa seperti itu. Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah struktur teks. Van Dijk menggunakan analisis linguistik, yaitu tentang kosakata, kalimat, proposisi dan Universitas Sumatera Utara paragraph untuk menjelaskan dan memaknai sebuah teks. Kognisi sosial merupakan dimensi untuk menjelaskan bagaimana suatu teks diproduksi oleh individukelompok pembuat teks. Cara memandang atau melihat suatu realiras sosial itu yang melahirkan suatu teks tertentu. Sedangkan analisis sosial melihat bagaimana teks itu dihubungkan lebih jauh dengan struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat atas suatu wacana. 1.5.2.1. Analisis Teks Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa strukturtingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Ia membaginya ke dalam tiga tingkatan. Pertama, struktur makro, yang merupakan makna umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan meihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu teks. Kedua, superstruktur, yang merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagian teks secara utuh. Ketiga, struktur mikro, merupakan makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kalimat, kata , proposisi, anak kalimat, parafase, dan gambar. Berikut adalah uraian satu persatu elemen wacana Van Dijk: Struktur Wacana Hal Yang Diamati Unit Analisis Struktur Makro TEMATIK Apa Yang Dikatakan? Elemen: TopikTema Teks Superstruktur SKEMATIK Bagaimana pendapat Disusun dan Dirangkai Elemen: Skema Teks Struktur Mikro SEMANTIK Apa Arti Pendapat yang Ingin Disampaikan Elemen: Latar, Detail, Ilustrasi, maksud, Pengandaian, Penalaran Paragraf Universitas Sumatera Utara Struktur Mikro SINTAKSIS bagaimana Pendapat Disampaikan Elemen: Koherensi, Nominalisasi, abstraksi, bentuk kalimat, kata ganti. Kalimat, proposisi Struktur Mikro LEKSIKON Pilihan Kata Apa yang Dipakai Elemen: Kata kunci, Pemilihan kata Kata Struktur Mikro RETORIS Dengan Cara Apa Pendapat Disampaikan Elemen: Gaya, Interkasi, Ekspresi, Metafora, Visual Image Kalimat, proposisi 1.5.2.2. Kognisi Sosial Dalam pandangan Van Dijk, analisis wacana tidak dibatasi hanya pada struktur teks, karena struktur wacana itu sendiri menunjukkan atau menandakan sejumlah makna, pendapat, dan ideologi. Untuk membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks, kita membutuhkan suatu analisis kognisi dan konteks sosial, pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa, atau lebih tepatnya, proses kesadaran mental dari pemakai bahasa. Oleh karena itu dibutuhkan suatu penelitian atas representasi kognis idalam memproduksi suatu teks. Karena setiap teks pada dasarnya dihasikan lewat kesadaran, pengetahuan, prasangka, atau pengetahuan tertentu. 1.5.2.3. Analisis Sosial Salah satu dimensi dari analisis wacana Van Dijk adalah analisis sosial. Menurut Van Dijk, wacana merupakan bagian dari masyarakat yang berkembang dalam masyarakat, sehingga dengan meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaianaman wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat. Titik penting dari analisis ini adalah untuk Universitas Sumatera Utara menunjukkan bagaimana makna yang dihayati bersama, kekusaaan sosial diproduksi lewat praktik diskursus dan legitimasi. Dalam analisis mengenai masyarakat ini, ada dua poin yang penting yaitu kekusaan power dan akses acces. Van Dijk mendefinisikan kekuasaan tersebut sebagai kepemilikan yang dimiliki suatu kelompok atau anggotanya, satu kelompok untuk mengontrol kelompok atau anggota dari kelompok lain. Selain berupa kontrol yang bersifat langsung dan fisik, kekusaan yang dipahami oleh Van Dijk juga berbentuk persuasif, yaitu tindakan seseorang untuk secara tidak langsung mengontrol dengan jalan memengaruhi kondisi mental, seperti kepercayaan, sikap dan pengetahuan. Van Dijk juga memberikan perhatian kepada akses, yaitu bagaimana akses diantara kelompok dalam masyarakat. Kelompok elit mempunyai akses yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang tidak berkuasa. Oleh karena itu mereka yang berkuasa mempunyai kesempatan lebih besar untuk mempengaruhi kesadaran khalayak. Akses yang lebih besar bukan hanya memberikan kesemaptan untuk mengontrol kesadaran khalayak lebih besar tetapi juga menentukan wacana apa yang dapat disebarkan kepada khalayak. Seperti yang diuraikan sebelumnya, Van Dijk berpendapat dalam melakukan analisis wacana ada tiga dimensi analisis, yaitu analisis teks, analisis kognisi sosial, dan analisis sosial kutural. Analisis teks dapat menjelaskan bagaimana pemikiran Sukarno serta wacana apa yang ingin dibangun dengan memperhatikan pemilihan kata, pengulangan kata, ataupun gaya bahasanya. Universitas Sumatera Utara Seperti yang diuaraikan sebelumnya, bahwasanya dalam pidato kenegaraan ini, Sukarno mengangkat wacana demokrasi terpimpin merupakan demokrasi yang berasal dari pancasila dan demokrasi asli Indonesia. Kata crucial period merupakan salah satu cara Sukarno membentuk wacana tersebut. Dengan menggunakan metode ini kita dapat mengetahui mengapa ia memilih istilah crucial period untuk disampaikan di pidatonya, dan mengapa kata tersebut sampai ia sebutkan beberapa kali. Selain itu, metode ini juga digunakan untuk mengetahui teks-teks apa yang sangat erat kaitannya dengan artikulasi kekuasaan yang dilakukan Sukarno. Sementara dengan menggunakan analisis kognisi sosial, kita dapat melihat ideologi ataupun pemikiran Sukarno yang ia tanamkan dalam setiap bahasa ataupun teks dalam pidatonya. Karena dengan menggunakan analisis ini, teks pidato yang ia sampaikan sebenarnya tidak bermakna apapun, tetapi ideologi, pemikiran dan kepercayaan Sukarno tentang sesuatu hal-lah yang membuat teks pidato tersebut memiliki makna. Dengan menggunakan analisis kognisi sosial ini, kita dapat melihat makna crucial period dalam alam pikir Sukarno. Dengan begitu, kita dapat melihat relasi antara makna crucial period dengan mengapa Sukarno menggunakan kata-kata tersebut. Dan dimensi terakhir adalah analisis sosial kultural. Analisis ini menitikberatkan pada bagaimana wacana tentang suatu hal dikonstruksi di masyarakat. Analisis ini hampir mirip dengan pandangan Foulcault, yang menyatakan bahwa kekuasaan dapat menetukan sebuah wacana menjadi sebuah Universitas Sumatera Utara wacana dominan, dan wacana lainnya menjadi terpinggirkan. Karena itu, analisis tidak akan peneliti gunakan dalam penelitian ini.

1.5.3. Antagonisme, Sistem Perbedaan Persamaan dan Hegemoni

Antagonisme memainkan peran penting dalam teori diskursus Laclau dan Mouffe. Menurut Laclau dan Mouffe, antagonisme merupakan “a failure of difference ” semenjak adanya keterbatasan-keterbatasan dalam obyektivitas sosial. Antagonisme memainkan peran penting dalam pembentukan identitas dan hegemoni, karena penciptaan suatu antagonisme sosial meliputi penciptaan musuh yang akan menjadi sesuatu yang penting bagi terbentuknya political frontier yang dikotomik. Antagonisme sosial membuat setiap makna sosial berkontestasi dan tidak akan pernah menjadi penuhtetap fixed, yang kemudian memunculkan political frontier. Setiap aktor akan memahami identitas mereka melalui hubungan antagonistik, karena antagonisme mengidentifikasikan musuh mereka. Formasi hegemonik selalu memerlukan yang dibentuk di luar dirinya yang memiliki relasi antagonistik. Antagonisme sosial terjadi jika agen-agen hegemonik tidak mampu menjaga identitas mereka dan mengkonstruksi musuh mereka. Dalam hal ini, antagonisme menguak perbatasan dari batas-batas politik suatu formasi sosial sebagaimana ditunjukkan pada point di mana identitas tidak dapat lagi distabilkan dalam pemaknaan utuh dari suatu system of differences, tetapi dikontestasikan oleh kekuatan yang berdiri pada batasan tatanan tersebut. Menurut Laclau dan Mouffe, dalam hal identitas kolektif, akan selalu menghadapi penciptaan “kita” yang hanya dapat eksis hanya jika ada demarkasi dari “mereka”. Mouffe Universitas Sumatera Utara menekankan bahwa relasi ini tidak perlu untuk selalu dilihat sebagai satu dari relasi kawanlawan, yakni suatu relasi yang antagonistik. Tetapi hal tersebut harus diakui, dalam kondisi-kondisi tertentu selalu dimungkinkan dimana relasi kitamereka ini dapat menjadi antagonistik, yakni itu dapat berubah menjadi suatu relasi kawanlawan. 15 Selain konsep antagonisme, sistem persamaan dan perbedaan, dalam teori diskursus Laclau juga dikenal dengan adanya konsep hegemoni. Menurut Laclau dan Mouffe, medan bagi munculnya hegemoni ialah medan bagi praktek-paktek artikulatoris, de ngan kata lain suatu medan dimana „elemen-elemen‟ tidak terkristalisasi menjadi „momen-momen‟. Dalam suatu identitas relasional yang tertutup, dimana di dalamnya makna dari setiap momen telah fixed secara absolut, tidak ada ruang apapun bagi suatu praktek hegemonik. Namun Laclau dan Mouffe juga menambahkan bahwa agar adanya hegemoni, momen artikulasitoris saja tidaklah cukup. Artikulasi itu harus dijalankan lewat suatu konfrontasi dengan praktek-praktek artikulatoris yang antagonistik, yang dengan kata lain, hegemoni akan terjadi dalam suatu medan yang dipenuhi dengan antagonism-antagonisme dan arena itu mengandaikan adanya fenomena ekuivalensi dan efek-efek garis perbatasan. 16 Sistem perbedaan dan persamaan yang diungkapkan oleh Laclau dapat menjelaskan bagaimana di dalam pidato tersebut terdapat terdapat antagonism- antagonisme. Sistem perbedaan ini menjelaskan bagaimana Sukarno yang 15 Ernesto Laclau Chantak Mouffe. 2008. Hegemoni dan Strategi Sosialis: Postmarxisme + Gerakan Sosial Baru. Jakarta: Resist Book. Hal: xli. 16 Ibid, Hal: 202- 204 Universitas Sumatera Utara dahulunya menjalankan pemerintahan dengan demokrasi liberal, namun karena berbagai masalah yang terjadi dan ditambah dengan imajinasi Sukarno tentang dirinya dan pemikirannya myth, kemudian Sukarno menciptakan sebuah musuh baru yaitu demokrasi liberal. Hal ini dilakukan guna menemukan dan mentransformasikan sebuah wacana baru yaitu wacana „demokrasi terpimpin merupakan demokras i pancasila dan demokrasi Indonesia asli‟. Sehingga pada akhirnya kita dapat melihat apakah wacana yang dikembangkan oleh Sukarno dalam pidatonya tersebut dapat menjadi sebuah hegemonic discourse.

1.6. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang yang dianggap berasal dari masalah sosial kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema yang umum dan menfsirkan makna dan data. 17 17 John W. Creswell. 2012. Research Design. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm. 4-5. Universitas Sumatera Utara

1.6.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif. Jenis penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan ihwal masalah masalah atau objek tertentu secara rinci. Penelitian deskriptif dilakukan untuk menjawab sebuah atau beberapa pertanyaan mengenai keadaan objek atau subjek amatan secara rinci. 18

1.6.2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam menyusun sebuah penelitian akan menjadi penting memilih sebuah teknik pengumpulan data yang tepat, yang akan sangat berpengaruh terhadap hasil penelitian. Teknik pengumpulan data akan memungkinkan dicapainya pemecahan masalah secara valid dan reliabel, yang pada gilirannya akan memungkinkannya dirumuskannya generalisasi yang objektif. 19 Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam melakukan penelitian ini adalah dengan melakukan pengumpulan data kepustakaan library research. Bahan-bahan yang diambil sebagai data-data untuk penulisan tulisan ilmiah berasal dari tulisan-tulisan, maupun artikel yang terdapat dalam buku- buku, jurnal, makalah, media cetak, internet dan sejenisnya yang berkaitan dengan penelitian ini. 18 Bagong Suyanto dan Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hlm 17-18. 19 Hadari Nawawi.2003.Metode Penelitian Bidang Sosial.Yogyakarta: Gadjah Mada University Pers. Hal. 94. Universitas Sumatera Utara

1.6.3. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunaka analisa data kualitatif, yaitu dengan menekankan analisanya apada sebuah proses pengambilan kesimpulan secara induktif serta analisa pada fenomena yang sedang diamati dengan menggunaka metode ilmiah. 20 20 Burhan Bungin. 2008. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana. Hal: 103. Universitas Sumatera Utara

1.7. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini berisi tentang latar belakang permasalahan, perumusan maslah, pembatasan masalah, pertanyaan penelitian, manfaat penelitian, tujuan penelitian, kerangka teori serta metode penelitian. BAB II : SUKARNO, MASA PEMERINTAHAN, DAN ISI PIDATO KENEGARAAN 17 AGUSTUS 1966 Dalam bab ini penulis akan menjelaskan tentang biografi Sukarno, Masa pemerintahannya, serta isi Pidato Kenegaraan Sukarno pada tanggal 17 Agustus 1966. BAB III : WACANA DALAM PIDATO KENEGARAAN 17 AGUSTUS 1966 Dalam bab ini akan berisi tentang analisis data. Di bab ini penulis akan menguraikan apa yang dimaksud dengan crucial period dan mengapa Sukarno menggunakan istilah tersebut dalam membangun wacana. Setelah itu, peneliti akan menguraikan bagaimana wacana ini terbentuk dan menjadi sebuah hegemonic discourse. Universitas Sumatera Utara BAB IV : PENUTUP Dalam bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisi data dan memberikan saran atas hasil penelitian yang telah diperoleh. Universitas Sumatera Utara Gambar 1.1. Kerangka Analisis Teks Pidato Kenegaraan Analisis Van Dijk Analisis Foulcault Analisis Laclau Analisis Teks untuk mengkaji pemilihan kata dan gaya bahasa. Kognisi Sosial untuk mengkaji bagaimana bahasa diberikan makna oleh si pemakai bahasa Relasi Kekuasaan untuk mengkaji bagaimana bahasa dapat mengartkulasik an kekuasaan Sistem persamaan , sistem perbedaan dan Hegemoni Untuk memahami alampikir Sukarno mengenai crucial period, dan mengkaji bahasa yang dipakainya. Untuk melihat kata- kata yang dapat mengartkulasikan kekuasaan serta efek dari kata tersebut. untuk itu, kajian van Dijk berhubungan erat dengan kajian foulcault ini. Untuk memahami bagaimana Sukarno merekonstruksikan Demokrasi Liberal adalah musuh bangsa Indonesia, sehingga dapat tercipta sebuah wacana demokrasi terpimpin. Menjawab pertanyaan: Apakah yang dimaksud crucial period? Mengapa menggunakan istilah crucial period dalam membentuk wacana „demokrasi terpimpin‟? Bagaimana wacana tersebut dapat menjadi sebuah hegemonic discourse? Universitas Sumatera Utara BAB II SUKARNO, MASA PEMERINTAHAN DAN PIDATO KENEGARAAN TANGGAL 17 AGUSTUS 1966 Pada bab ini peneliti akan menguraikan Biografi Sukarno, yang dimulai dari masa mudanya sampai ke masa proklamasi 1945, masa pemerintahan