Pemilihan Bahan Untuk Imobilisasi Limbah Radioaktif.

13 adalah dengan menggunakan penukar ion organik yang terbuat dari bahan alam yang tersulfonasi seperti batu bara, lignit, dan gambut. Namun resin penukar ion yang paling tinggi kapasitasnya adalah polistirena divinilbenzena SDVB [Auatin, 1996] Reaksi pertukaran ion terjadi karena difusi adanya beda konsentrasi ion di dalam limbah dan dalam resin. Konsentrasi sesuatu unsur dalam limbah lebih besar daripada dalam resin, sehingga terjadi perpindahan unsur dari limbah ke resin. Bertitik tolak dari sifat radionuklida yang sangat membahayakan ini, maka resin bekas dan limbah yang lain dilakukan pengungkungan imobilisasi dengan bahan matriks tertentu, sehingga terjadi matriks limbah yang berbentuk padat. Oleh karena itu dipandang perlu dilakukan pemisahan isotop-isotop Cs dan Ce dari limbah radioaktif secara penukar ion, dan selanjutnya imobilisasi resin bekas dengan polimer. Gaya dorong driving force terjadi reaksi pertukaran ion adalah karena difusi yaitu adanya perbedaan konsentrasi ion di dalam larutan dan di dalam resin. Jika konsentrasi ion A di dalam larutan lebih tinggi dari pada konsentrasi ion A dalam resin, maka akan terjadi difusi ion A dari larutan ke resin, dan dari resin akan dilepaskan ion yang dipertukarkan ke larutan. Reaksi berlangsung terus sampai resin penukar ion jenuh. Dalam praktek, zeolit dan resin dapat dipakai sebagai penukar ion. Akan tetapi penggunaan resin lebih terkenal dibandingkan zeolit.

2.5. Pemilihan Bahan Untuk Imobilisasi Limbah Radioaktif.

Bahan matriks untuk imobilisasi limbah radioaktif cair dipilih yang dapat membentuk campuran yang homogen dan tidak membentuk fase pemisah. Terjadinya pemisahan fase ini akan menyebabkan ketidak homogenan hasil akhir imobilisasi limbah. Ada beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan matriks untuk imobilissi limbah, yaitu : 1. Proses pembuatan yang mudah dan praktis. 14 2. Kandungan limbah waste loading 3. Ketahanan kimia laju pelindihan 4. Kestabilan terhadap panas 5. Kestabilan terhadap radiasi. 6. Keutuhan fisik Bahan matriks untuk imobilisasi merupakan penahan barier primer untuk membatasi terlepasnya radionuklida, sehingga harus homogen, permeabilitasinya rendah, dan kekuatan mekaniknya baik. Setelah pertimbangan proses sederhana, maka ketahanan kimia perlu lebih mendapat perhatian. Hal ini sesuai dengan tujuan imobilisasi yaitu mencegah agar radionuklida tidak terlepas ke lingkungan jika kontak dengan air selama penyimpanan [Martono H, 1996]. Kandungan limbah dalam bahan matriks berpengaruh terhadap ekonomi proses efisiensi imobilisasi. Pertimbangan lainnya, yaitu : bahan yang digunakan untuk imobilisasi murah, mudah didapat, dan proses sederhana. Ketahanan panas dalam hal gelas devitrifikasi kristalisasi merupakan kestabilan atau ketahanan bahan terhadap temperatur tinggi. Makin tinggi aktivitas limbah maka suhu yang ditimbulkan juga semakin tinggi, pada gelas dan polimer. kestabilan terhadap panas adalah terjadinya kristalisasi dalam gelas dan polimer. Terjadinya kristalisasi ini akan merubah struktur gelas dan polimer dari amorf menjadi kristalisasi. Terjadinya kristalin ini akan menaikkan laju pelindihan radionuklida dari gelas dan polimer ke lingkungan. Kestabilan terhadap radiasi merupakan ketahanan bahan terhadap pengaruh radiasi yang dipancarkan oleh limbah radioaktif dalam bahan matriks. Pengaruh radiasi alfa dalam bahan dapat mengakibatkan radiolisis dan terjadi perubahan komposisi. Adanya kerusakan bahan tersebut dapat dilihat dari perubahan densitas, kekuatan 15 mekanik, dan laju pelindihannya. Hal ini akan membatasi aktivitas limbah yang diimobilisasi dan pemilihan bahan matriks yang sesuai. Keutuhan fsik physical integrity yaitu keutuhan fisik secara menyeluruh seperti dimensi.

2. 6. Bahan Matriks Untuk Imobilisasi Limbah Radioaktif Cair

Beberapa jenis bahan untuk imobilisasi limbah cair, yaitu [Martono H. 1996] : 1. Semen Semen digunakan untuk imobilisasi limbah radioaktif cair aktivitas rendah dan menengah yang tidak mengandung aktinida atau radionuklida berumur paro panjang. Hal ini disebabkan karena kandungan aktivitas dalam semen rendah yaitu sekitar 1Cim 3 dan semen mengalami degradasi dalam jangka panjang ± 300 tahun. Setelah itu semen mengalami degradasi, limbah radioaktif cair aktivitas rendah dan menengah tidak lagi mempunyai potensi bahaya radiologis. Jadi semen tidak dapat digunakan untuk limbah cair aktivitas tinggi dan limbah cair TRU yang perlu pengelolaan yang lebih lama. Keuntungan penggunaan semen murah, proses imobilisasinya sederhana dan semen dapat berfungsi sebagai perisai radiasi. 2. Gelas aluminosilikat Gelas aluminosilikat pernah dikembangkan di USA, tetapi tidak dikembangkan lebih lanjut karena temperatur pembuatannya tinggi sekitar 1350 o C dan kandungan limbahnya lebih kecil dari 10 . Temperatur pembuatan yang tinggi akan mengakibatkan bata tahan api lebih cepat korosif sehingga umur melter lebih pendek, yang akan lebih banyak menimbulkan limbah radioaktif padat. Demikian pula gas yang terjadi pada temperatur yang lebih tinggi akan lebih banyak dan 16 penanganan gasnya lebih kompleks. Kandungan limbah yang rendah tidak ekonomis dari segi prosesnya. 3. Gelas fosfat Keuntungan gelas fosfat adalah relatif rendah temperatur pembentukanya kira- kira 900 o C, sehingga kehilangan gas volatil Cs dan Ru lebih sedikit. Di dalam gelas fosfat semua oksida dapat larut termasuk MoO 3 . Pengembangan gelas fosfat tidak dilanjutkan karena gelas fosfat korosif dan mempunyai kecenderungan mengalami devitrivikasi pada temperatur yang lebih rendah, yaitu sekitar 400 o C 4. Gelas borosilikat Gelas borosilikat mempunyai stabilitas panas yang lebih tinggi dibandingkan gelas fosfat. Temperatur antara 500 – 900 o C. Demikian pula ketahanan kimianya lebih baik dari pada gelas fosfat. Unsur Mo dan Pu dengan jumlah tertentu dalam gelas borosilikat dapat menimbulkan adanya fase pemisah. 5.Gelas keramik Gelas keramik dapat dihasilkan dari lelehan gelas dengan pemanasan yang lama diatas temperatur transformasi Tg, yaitu sekitar 510 o C. Oleh karena adanya pemanasan yang lama maka prosesnya lebih mahal. Gelas keramik menunjukkan ketahanan fisik dan mekanik yang lebih baik dan ketahanan kimianya kurang baik dibandingkan gelas borosilikat. 6.Synroc synthetic rock Synroc adalah mineral titanate dan ini masih dalam tahap pengembangan di Australia, Inggris, dan Jepang dalam rangka kerja sama dengan Australia. Synroc juga dilakukan di Australia. Synroc termasuk jenis keramik dan pembuatannya lebih sukar dibanding gelas, karena pengepresan dilakukan pada temperatur sekitar 1350 o C atau pengepresan pada temperatur rendah dan diikuti sintering 17 pada temperatur tinggi. Sifat kimia dan fisika jenis keramik ini lebih baik dibanding gelas borosilikat, sehingga mempunyai prospek yang baik di masa mendatang. 7. Vitromet Vitromet adalah butir gelas dalam matriks Pb yang dikembangkan di Belgia untuk mengatasi kandungan panas yang tinggi, karena hantaran panas Pb tinggi. Kandungan limbah dalam vitromet kecil. 8. Bitumen Bitumen merupakan senyawa hidrokarbon baik alifatik maupun aromatik yang mempunyai berat molekul tinggi. Proses bituminasi dilakukan pada temperatur antara 150 – 230 o C. Bitumen mempunyai ketahanan kimia yang tinggi, ketahanan fisik terhadap panas dan ketahanan terhadap radiasi kurang baik. Hal yang perlu diperhatikan terhadap bitumen adalah temperatur bakar dan efek radiasi yang mengakibatkan radiolisis, terbentuknya gas, terjadinya radikal bebas. 9. Polimer Polimer tahan dalam jangka lama, namun tidak tahan terhadap radiasi dan temperatur tinggi karena terjadi degradasi. Proses polimerisasi dilakukan antara temperatur kamar sampai temperatur tinggi tergantung jenisnya. Ketahanan kimia polimer baik dan ketahanan fisiknya atau ketahanan panasnya kurang baik. Polimer leleh pada suhu tinggi tergantung jenisnya. Temperatur leleh maksimum ada yang sampai 400 o C. 18

2.7. Cesium