DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan Lembar Pernyataan
Abstrak Kata Pengantar
BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar belakang masalah
I. B. Perumusan masalah I. C. Tujuan penelitian
I. D. Manfaat penelitian
BAB II LANDASAN TEORI II. A. Treatment delay
I. A.1. Pengertian treatment delay II. A. 2. Tahapan treatment delay
II.B. Health belief model II.C. Kelompok yang menggunakan layanan kesehatan
II. D. Tahapan treatment delay ditinjau dari health belief model II. E. Hipotesa penelitian
BAB III METODE PENELITIAN III. A. Identifikasi variabel penelitian
III. B. Definisi operasional III.C.1. Tahapan treatment delay
III.C.2. Health belief model III. C. Populasi dan teknik pengambilan sampel
III. C. 1. Populasi dan sampel
Universitas Sumatera Utara
III. C. 2. Jumlah sampel penelitian III. C. 3. Teknik pengambilan sampel
III. D. Metode dan alat pengumpulan data
III.F. Validitas dan reliabilitas alat ukur III.F.1. Uji validitas
III.F.2. Uji daya beda aitem III.F.3. Reliabilitas
III.G. Metode analisis data
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
Tahapan Treatment Delay Ditinjau Dari Health Belief Model Pada Masyarakat Pedesaan
Yustian dan Josetta
ABSTRAK
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Khususnya pada negara yang sedang berkembang, masalah kesehatan masih
sangat perlu mengalami pembenahan dalam berbagai hal. Masalah kesehatan ini tidak hanya mencakup mengenai penyakit dan fasilitas pelayana rumah sakit atau
puskesmas, namun faktor psikologis individu yang bersangkutan juga sangat perlu untuk diperhitungkan. Faktor psikologis yang dimaksud adalah persepsi individu
yang bersangkutan terhadap penyakit yang ia alami.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana health belief mampu memprediksi tahapan treatment delay. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah
61 orang masyarakat yang berada di kecamatan pangururan. Teknik statistik yang digunakan adalah uji non paramentrik coefficient contingency
Berdasarkan hasil penelitian terbukti bahwa health belief memiliki efek yang sangat kuat dengan tahapan treatment delay C= 0,511 dengan signifikansi
P= 0,000. Kata kunci: Tahapan Treatment Delay, Health Belief, Masyarakat Desa
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
I. A. LATAR BELAKANG MASALAH
Desa secara umum lebih sering dikaitkan dengan pertanian. Menurut Egon.E. Begel, desa merupakan tempat pemukiman para petani, sebenarnya, faktor
pertanian bukanlah ciri yang selalu harus terlekat pada setiap desa. Ciri utama yang terlekat pada desa adalah fungsinya sebagai tempat tinggal dan suatu
kelompok masyarakat yang relatif kecil. Dengan perkataan lain suatu desa ditandai oleh keterkaitan warganya terhadap suatu wilayah tertentu. Mengenai
lingkungan sebagai faktor penentu karakteristik desa-kota, Smith dan Zopf membedakan 3 jenis lingkungan yaitu lingkungan fisikunorganik, lingkungan
biologikorganik, lingkungan sosio kultural. Lingkungan sosial-kultural dibagi lagi menjadi tiga kategori, yakni fisik, biososial dan psikososial dalam Rahadjo,
1999. Secara garis besarnya dalam hal lingkungan fisik, masyarakat desa lebih
langsung berhadapan dan dipengaruhi oleh lingkungan fisik dibandingkan dengan masyarakat kota. Tanah dan kekotoran yang untuk orang kota sinonim dengan
bakteri, untuk orang desa bergumul dengan ”kekotoran” lumpur itu justru menjadi kehidupan bagi mereka Rahadjo, 1999. Dalam hal lingkungan sosio-
kultural, perbedaan antara kehidupan masyarakat desa dan kota juga terlihat jelas pada ketiga katagori lingkungan sosiokultur dalam lingkungan psikososial, kota
lebih memperlihatkan bangunan-bangunan fisik yang lebih banyak dan bervariasi.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan lingkungan biososial, kota lebih memperhatikan komposisi ras atau kebangsaan yang beragam dibanding dengan masyarakat desa. Dalam lingkungan
psikososial, lingkungan perkotaan jauh lebih kompleks dibanding dengan perdesaan.
Desa tidak jarang memberikan asosiasi yang romantik. Bagi penduduk kota yang tidak mengurangi hiruk pikuk, udara bercampur asap knalpot, siang yang
membakar serta hidup yang sangat individualistis, desa merupakan firdaus yang menawarkan ketenangan, udara bersih, pohon yang rindang dan kehidupan yang
sangat kekeluargaan.Tetapi asosiasi yang romantik itu akan perlahan lenyap apabila seseorang mendapat kesempatan untuk tinggal beberapa waktu didesa.
Akan segera nampak bahwa sebagian besar penduduk desa di Indonesia dililit masalah yang sangat parah yakni kemiskinan Hagul, 1992.
Selain kemiskinan masih terdapat beberapa masalah pada masyarakat perdesaan. Masalah ini dapat disederhanakan menjadi 3 bagian yaitu pendapatan
yang rendah, adanya kesenjangan yang dalam antara yang kaya dan yang miskin, dimana yang miskin adalah mayoritas, pastisipasi rakyat yang minim dalam
usaha-usaha pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Keadaan yang demikian itu mempunyai sebab yang kompleks, namun kalau disederhanakan,
maka sebab-sebab pokok adalah kurangnya pengembangan sumber daya alam, kurangnya pengembangan sumber daya manusia, kurangnya lapangan kerja dan
adanya struktur masyarakat yang menghambat Hagul, 1992. Masalah pokok dalam pedesaan tidak hanya mencakup pada 3 bagian
sebagaimana yang telah disebut diatas masalah kesehatan juga terjadi pada
Universitas Sumatera Utara
masyarakat pedesaan. Masalah kesehatan dipedesaan dapat ditinjau dari dua segi, yakni hal kesehatan sendiri substantial dan hal penyelenggaraannya
management. Masalah kesehatan substantial dapat berupa berbagai jenis penyakit sedangkan masalah penyelenggaraan kesehatan meliputi masalah
peningkatan, perlindungan, penemuan masalah, pengobatan dan pemulihan kesehatan pada perseorangan maupun pada kesehatan masyarakat. Dari hasil
penelitian masalah kesehatan yang paling sering muncul adalah penyakit-penyakit infeksi pernafasan, perut, kulit, dan lain-lain. Penyakit-penyakit infeksi, yang
satu sama lain berbeda sifat mempunyai hubungan erat dengan lingkungan hidup yang kurang sehat dan daya tahan tubuh rendah. Daya tahan tubuh yang rendah
dapat terjadi karena ketidakseimbangan pemenuhan gizi dan kebutuhannya, kemajuan ekonomi dapat mendorong perbaikan gizi sehingga dapat memperkuat
daya tahan. Kemajuan ekonomi juga akan mendorong perbaikan lingkungan hidup yang mengurangi kejangkitan penyakit. Rendahnya kejangkitan penyakit dan
tingginya daya tahan ini dapat meningkatkan taraf kesehatan pada masyarakat O.M.S dalam Hagul, 1999.
Masalah kesehatan yang menonjol di daerah pedesaan adalah tingginya angka kejadian penyakit menular, kurangnya pengertian masyarakat tentang syarat hidup
sehat, gizi yang buruk dan keadaan hygiene dan sanitasi yang kurang memuaskan Hagul, 1992. Fasilitas pelayanan kesehatan yang kurang didaerah pedesaan
menyebabkan sebagian besar masyarakat masih sulit mendapatkan atau memperoleh pengobatan, selain itu hal penting yang mempersulit usaha
pertolongan terhadap masalah kesehatan pada masyarakat desa adalah kenyataan
Universitas Sumatera Utara
yang sering terjadi dimana penderita atau keluarga penderita tidak dengan segera mencari pertolongan pengobatan. Perilaku yang menunda untuk memperoleh
pengobatan dari praktisi kesehatan ini disebut dengan treatment Delay Sarafino, 2006.
Treatment delay adalah rentang waktu yang telah berlalu ketika individu mengalami simptom awal sampai individu memasuki pelayanan kesehatan dari
praktisi kesehatan Sarafino, 2006. Keadaan seperti ini merupakan keadaan yang umum di jumpai di negara-negara yang sedang berkembang khususnya di daerah
pedesaan dimana tingkat pendidikan rendah dan kemiskinan merupakan keadaan yang umum dijumpai. Lebih dari separuh kematian anak terjadi karena penyakit-
penyakit diare, saluran nafas dan kurang gizi merupakan keadaan-keadaan yang saling memperkuat satu dengan yang lain, kondisi seperti ini tidak hanya
ditimbulkan oleh fasilitas kesehatan yang kurang, tetapi juga karena penderita atau keluarga penderita tidak segera mencari pertolongan pengobatan atau disebut
sebagai treatment delay Hagul, 1992. Hal ini didukung penelitian Michael A Koenig 2007, yang menyatakan bahwa dinegara yang sedang berkembang
seperti India Bangladesh hanya 13 wanita yang dengan segera mencari pertolongan praksiti kesehatan dalam menangani masalah kehamilannya dan level
memperoleh perawatan kesehatan ibu hamil lebih tinggi didaerah perkotaan daripada daerah pedesaan.
Rendahnya penggunaan fasilitas kesehatan ini, seringkali kesalahan dan penyebabnya dikarenakan faktor jarak antara fasilitas tersebut dengan masyarakat
yang terlalu jauh, tarif yang tinggi, pelayanan yang tidak memuaskan dan
Universitas Sumatera Utara
sebagainya. Faktor persepsi atau konsep masyarakat itu tentang sakit sering kali terabaikan, pada kenyataannya dalam masyarakat sendiri terdapat beraneka ragam
konsep sehat-sakit yang tidak sejalan dan bahkan bertentangan dengan konsep sehat sakit yang diberikan oleh pihak provider atau penyelenggara pelayanan
kesehatan. Timbulnya perbedaan konsep sehat sakit yang dialami masyarakat dengan konsep sehat-sakit yang diberikan oleh pihak penyelenggara pelayanan
kesehatan karena adanya persepsi sakit yang berbeda antara masyarakat dan praktisi kesehatan. Perbedaan persepsi ini berkisar antara penyakit disease
dengan illness rasa sakit Notoatmodjo, 1993. Penyakit disease adalah suatu bentuk reaksi biologis terhadap suatu
organisme, benda asing atau luka. Hal ini adalah suatu fenomena objektif yang ditandai oleh perubahan fungsi-fungsi tubuh sebagai organisme biologis,
sedangkan sakit illnes adalah penilaian seseorang terhadap penyakit sehubungan dengan pengalaman yang langsung dialaminya. Hal ini merupakan fenomena
subjektif yang ditandai dengan perasaan tidak enak. Berdasarkan batasan kedua pengertian tersebut tampak perbedaan konsep sehat sakit di dalam masyarakat.
Secara objektif seseorang terkena penyakit, salah satu organ tubuhnya terganggu fungsinya, namun dia tidak merasa sakit. Kondisi ini menggambarkan seseorang
mendapat serangan penyakit secara klinis tetapi orang itu sendiri tidak merasa sakit atau mungkin tidak dirasakan sebagai sakit, sehingga mereka tetap
melakukan aktivitasnya sebagai mana orang sehat. Berdasarkan hal ini muncullah suatu konsep sehat masyarakat yaitu sehat adalah orang yang dapat bekerja atau
menjalankan pekerjaannya sehari-hari dan konsep sakit yaitu suatu kondisi
Universitas Sumatera Utara
seseorang yang sudah tidak dapat bangkit dari tempat tidur dan tidak dapat menjalankan pekerjaannya sehari-hari. Masyarakat yang mendapat penyakit
namun tidak merasa sakit not perceived akan membuat masyarakat tersebut tidak berbuat apa-apa terhadap penyakitnya termasuk menunda untuk mencari
pertolongan dari praktisi kesehatan atau disebut dengan treatmen delay. Menurut Notoadmojo1993 individu yang mengalami simtom penyakit namun tidak
berbuat apa-apa terhadap penyakitnya, disebabkan karena dia merasa tidak sakit not perceived.
. Persepsi terhadap suatu penyakit dibahas dalam health belief model. Health belief model memberikan kerangka yang menjelaskan mengapa seorang individu
melakukan dan tidak melakukan perilaku sehat. Health belief model melibatkan penilaian terhadap perceived threat pada symptom yang dialami, yaitu semakin
individu merasa terancam dengan simptom penyakit yang ia alami maka semakin cepat individu mencari pertolongan medis Becker Rosenstock dalam
Sarafino,2006. Hal ini didukung oleh kasus yang menyatakan bahwa anak remaja di Atlanta tidak merasa terancam dengan resiko HIV, maka mereka selama
setahun lebih tidak mencari pertolonghan dari praktisi kesehatan NEWSRx dalam Infotrac college edition, 2004.
Seberapa besar ancaman yang dirasakan individu akan simptom penyakit yang dialaminya tergantung pada tiga faktor. Pertama, cues to action yang
merupakan faktor pemicu agar individu segera mencari pelayanan kesehatan, hal ini dapat berupa nasihat dari teman atau keluarga , informasi dari media massa
dan lain-lain Sarafino, 2006. Kedua, perceived seriousness yaitu seberapa parah
Universitas Sumatera Utara
individu mempersepsikan konsekuensi organik dan sosial jika individu tidak segera melakukan pengobatan medis, jika individu mempersepsikan bahwa
penyakit yang dialaminya memiliki konsekuensi yang serius maka individu tersebut akan mencari pertolongan medis Sarafino, 2006. Penelitian Analee
dalam questia.com mendukung pernyataan ini, dimana dalam penelitiannya ditemukan bahwa individu akan melakukan tindakan pecegahan jika individu
mempersepsikan penyakit yang ia alami memiliki konsekuensi yang serius. Ketiga, perceived susceptibility yaitu individu mengevaluasi kemungkinan akan
berkembangnya symptom penyakit, semakin individu merasa penyakitnya beresiko maka akan mempersepsikannya sebagai ancaman dan melakukan
tindakan pengobatan sarafino, 2006. Health belief model juga menyatakan bahwa individu menilai perceived
benefit dan perceived barrier dalam memutuskan untuk mencari pertolongan dari praktisi kesehatan. Individu yang yakin bahwa pengobatan yang dilakukan oleh
praktisi kesehatan dapat menyembuhkan atau menghentikan perkembangan dari penyakit maka akan meningkatkan kemungkinan untuk mencari pertolongan
kesehatan. Penelitian membuktikan bahwa individu semakin antusias untuk mencari pengobatan jika pengobatan tersebut sangat menuntungkan bagi individu
Christine, Richard, Karen, Susan,dalam Infotac college edition, 2005. Dalam perceived barier individu akan menilai apakah pengobatan tertentu akan
menimbulkan efek samping yang tidak menyenangkan, biaya yang mahal dan apakah sulit untuk memperolehnya Sarafino,2006. Jumlah dari perceived benefit
dan perceived barrier dikombinasikan dengan perceived threat akan menentukan
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan individu untuk mencari atau tidak mencari pertolongan dari praktisi kesehatan.
Psikolog kesehatan dan bidang lain yang mempelajari mengenai kesehatan menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi individu untuk
tidak segara mencari pertolongan kesehatan, yaitu ide dan kepercayaan individu mengenai suatu pelayanan kesehatan sarafino, 2006. Individu terkadang
menyatakan bahwa masalah kesehatan yang dialaminya merupakan hasil dari treatment medis. Kondisi ini dapat terjadi baik akibat kesalahan praktisi kesehatan
atau efek samping dari treatment sebagaimana yang dapat muncul ketika individu dioperasi atau memperoleh pengobatan. Ketidakpercayaan terhadap praktisi
kesehatan ini dapat timbul karena individu khawatir atau tidak yakin dengan informasi yang diberikan praktisi kesehatan dan individu merasa bahwa praktisi
kesehatan melakukan diskriminasi terhadap suatu kelompok minoritas Sarafino, 2006.
Faktor emosi dan sosial juga mempengaruhi treatment delay. Faktor emosi dan sosial memiliki peran yang penting dalam pengambilan keputusan untuk
mencari pertolongan kesehatan, dimana individu yang memiliki reaksi emosional yang kuat terhadap symptom penyakit yang dialami maka akan dapat
menghambat untuk mencari pertolonganm kesehatan Sarafino, 2006. Beberapa dapat mempersepsikan penyakit seperti kanker sebagai penyakit yang sangat
serius dapat menghindari penanganan medis karena takut akan rasa sakit yang ditimbulkannya jika diberi treatment. Hasilnya, ancaman yang dialami individu
tidak meningkatkan kescenderungan untuk menggunakan layanan kesehatan tetapi
Universitas Sumatera Utara
justru menurunkannya. Banyak individu menyatakan bahwa mereka tidak segera mencari pertolongan kesehatan karena takut akan rasa sakit yang akan dialami
ketika menjalani pengobatan Levin, Cleland, dar dalam sarafino, 2006, selain itu rasa malu juga dapat menghambat individu untuk mencari pertolongan
kesehatan sarafino, 2006. Hasil penelitian oleh felicity young 2002 menyatakan bahwa perasaan malu pada diri pasien dapat meningkatkan treatment
delay pada diri pasien. Faktor usia dan jenis kelamin juga berperan dalam penggunaan layanan
kesehatan. Secara umum anak-anak dan orang tua lebih sering kontak dengan praktisi kesehatan daripada remaja atau orang dewasa NCHS dalam sarafino,
2006. Anak-anak mengunjungi praktisi kesehatan untuk pemeriksaan kesehatan dan juga untuk vaksinasi. Praktisi kesehatan memiliki frekuensi kontak yang
jarang pada individu yang berusia kanak-kanak akhir dan dewasa awal, tetapi meningkat mulai dari usia dewasa madya dan usia tua Sarafino, 2006. Jenis
kelamin juga mempengaruhi sering atau tidaknya individu menggunakan layanan kesehatan. Penelitian membuktikan bahwa wanita lebih sering kontak dengan
praktisi kesehatan daripada pria NCHS dalam Sarafino, 2006. Selain itu juga berperan dalam penggunaan layanan kesehatan, dari hasil survey NCHS dalam
Sarafino, 2006 persentase individu yang mencari layanan kesehatan meningkat seiring dengan tingginya pendapatan, lalu individu yang memiliki pendapatan
yang rendah lebih sering berada di ruang unit gawat darurat untuk memperoleh pelayanan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Demikianlah latar belakang masalah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti tahapan treatment delay ditinjau dari health belief model pada
masyarakat pedesaan.
I. B. PERUMUSAN MASALAH