Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Metode Penelitian

dampak pemanasan global, maka generasi penerus pemegang kendali pemerintahan Iran akan turut musnah. Dan hal itu jelas mengancam eksistensi negara Republik Islam Iran. Persoalan pengembangan teknologi nuklir Iran yang bertujuan damai serta demi mewujudkan kepentingan nasional Iran tersebut dan reaksi-reaksi keras AS yang sangat menentang adanya program nuklir Iran tersebut tetapi Iran memilih meneruskan untuk mengembangkan program nuklirnya menjadi suatu hal yang sangat menarik untuk diteliti. Dari uraian diatas dijadikan sebagai alasan dan menarik penyusun untuk meneliti permasalahan ini dengan judul “HUBUNGAN AMERIKA SERIKAT DENGAN IRAN DALAM KONTEKS NUKLIR”

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis menarik suatu rumusan masalah, yaitu Mengapa Iran bersikeras tetap melanjutkan program nuklirnya meskipun Amerika Serikat dan Uni Eropa melarangnya ?

I.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui apa tujuan Iran dengan tetap mempertahankan program nuklirnya walaupun ditentang oleh berbagai pihak.

I.4. Manfaat Penelitian

Ada pun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi penulis, untuk mengembangkan kemampuan berpikir serta kemampuan menulis melalui karya ilmiah serta agar dapat menyelesaikan pendidikan Strata Satu di Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara 2. Bagi akademis, penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah pengetahuan di departemen ilmu politik tentang nuklir serta pengaruhnya terhadap dunia internasional, serta dapat menjadi bahan masukan dan rujukan bagi penelitian lainnya. 3. Bagi Praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan akan dapat dijadikan referensi oleh departemen luar negeri sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi serta pilihan kebijakan dalam pengambilan keputusan terhadap kebijakan luar negeri Indonesia. I.5. Landasan Teori I.5.1. Teori Realisme Ada beberapa ide dan asumsi dasar yang dikemukakan oleh kaum realis mengenai teoritis hubungan internasional HI baik dimasa lampau maupun di masa mendatang yaitu: 1. Pandangan pesimis atas sifat manusia, 2. Keyakinan bahwa hubungan Internasional pada akhirnya diselesaikan melalui perang, 3. Menjunjung tinggi nilai-nilai keamanan nasional dan kelangsungan hidup Negara, 4. Skeptisisme dasar bahwa terdapat kemajuan dalam politik Internasional seperti yang terjadi dalam kehidupan politik domestik. 5 5 Jakson Sorensen, Teori-Teori Hubungan Internasional, Jakarta, Grafindo, 2005, hal: 91 Dalam pemikiran kaum realis, manusia docirikan sebagai makhluk yang selalu cemas akan keselamatan dirinya dalam hubungan persaingannya dengan yang lain. Mereka ingin berada dalam kursi pengendali. Mereka tidak ingin diambil keuntungannya. Mereka terus-menerus berjuang untuk medapatkan “yang terkuat” dalam hubungannya dengan yang lain termasuk hubungan internasional dengan Negara-negara lain. Universitas Sumatera Utara Dalam hal demikian paling tidak, manusia dipandang pada dasarnya sama di manapun. Sehingga keinginan untuk memperoleh keuntungan dari yang lain dan mencegah dominasi dari yang lain adalah universal. Thucydides, Machiavelli, Hobbes, dan tentunya semua kaum realis klasik sedikit memiliki pandangan tersebut. Mereka yakin bahwa tujuan kekuasaan, alat-alat kekuasaan, dan pengguna kekuasaan merupakan perhatian utamaa aktivitas politik. Dengan demikian, politik internasional digambarkan sebagai yang paling utama, “politik kekuasaan power politics” suatu arena persaingan, konflik dan perang anatara Negara-negara dimana masalah-maslah dasar yang sama dalam mempertahankan kepentingan nasional dan dalam menjamin kelangsungan hidup Negara berulang sendiri terus-menerus. Dengan demikian, kaun realis berjalan dengan asumsi dasar bahwa politik dunia berkembang dalam anarki Internasional yaitu system tanpa adanya kekuasaan yang berlebihan, tidak ada pemerintahan dunia. Negara adalah aktor utama dalam politik dunia. Hubungan Internasional khususnya merupakan hubungan negara-negara tidaklah sama, sebaliknya terdapat hurarki Internasional atas kekuasaan di antara negara-negara. Negara-negara yang paling penting dalam politik dunia adalah negara-negara berkekuatan besar great powers. Hubungan Internasional dipahami oleh kaum realis terutama sebagai perjuangan di antara negara-negara berkekuatan besar untuk dominasi dan keamanan. 6 6 Jakson Sorensen, Ibid, hal:91 Universitas Sumatera Utara Realisme Politik oleh Hans J. Morgenthau Menurut Morgenthau, pria dan wanita secara alami adalah binatang politik, mereka dilahirkan untuk mengejar kekuasaan dan untuk memperoleh hasil dari kekuasaan. Pengharapan kekuasaan bukan hanya menghasilkan pencarian keuntungan relatif tetapi juga pencarian wilayah politik yang terjamin keamanannya yang dapat digunakan untuk memperoleh kebebasan diri dari pihak lain. Gagasan utama Hans J. Morgenthau yang telah menempatkan dirinya sebagai seorang penganut aliran pemikiran realis berkenaan dengan konsepnya tentang “power” sebagai yang dominan dalam politik internasional. Konsep dasar yang dimaksudkan oleh Hans J. Morgenthau adalah Konsep kepentingan interest yang dikonseptualisasikan ke dalam istilah “power” antara nalar reason yang berusaha memahami politik internasional dengan fakta-fakta yang merupakan arah memilah- milah antara fakta-fakta politik dan bukan fakta politik, arah mana akan memberikan suatu tertib sistematis terhadap lingkup politik, yang sekaligus pula akan menempatkan politik sebagai lingkup kegiatan dan pemahaman yang otonom. Artinya, lingkup ini akan membedakan lingkup kegiatan lainnya. Konseptualisasi kepentingan interest dalam formulasi “power” dimanifestasikan ke dalam tataran politik internasional, mendasari pemikiran teori realisme politik akan memberikan kerangka bangunan teoretis terhadap politik luar negeri. 7 7 Antonius sitepu, Teori Realisme Politik Hans. J. Morgenthau Dalam studi Politik dan HI, hal. 52 Teori realisme politik internasional dicirikan oleh tiga hal yakni 1 negara dan politik luar negeri sebagai unit dan tingkat analisis, 2 konsep power, dan 3 konsep balance of power: Universitas Sumatera Utara 1. Unit analisis dan tingkat analisis dikenakan pada negara-negara sebagai aktor utama dalam panggung politik internasional. Pengamatan terhadap tingkah laku negara, akan terlihat dalam politik luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah negara yang bersangkutan. Negara dan politik luar negerinya merupakan unit dalam tingkat analisanya. 2. Dalam konteks konsep tentang “power” bahwa tingkah laku negara-negara dipanggung politik internasional selalu dilihat sebagai perwujudan atas perjuangannya untuk memelihara, meningkatkan, serta menunjukkan powernya. 3. Pola interaksi hubungan antarnegara yang sama-sama berjuang untuk memelihara, meningkatkan, dan menunjukkan powernya digunakan konsep perimbangan kekuatan balance of power. Realisme telah menjadi model yang dominan dalam hubungan internasional selama setidaknya enam dekade yang lalu karena sepertinya memberikan kerangka yang berguna untuk memahami runtuhnya Dunia internasional paska perang dingin agar dalam menghadapi agresi di Timur dan Eropa, Perang Dunia II, dan Perang Dingin. Namun demikian, versi klasik diartikulasikan oleh Morgenthau dan lain-lain telah menerima cukup banyak sorotan kritis. I.5.2 Teori Kepentingan nasional National Interest Theory I.5.2.1 Defenisi Teori Kepentingan Nasional Konsep Teori Kepentingan disini diartikan dalam istilah kekuasaan. Konsep ini merupakan penghubung antara pemikiran yang berusaha memahami politik internasional dan realita yang harus dipahami. Konsep ini menentukan politik sebagai lingkungan tindakan dan pengertian yang berdiri sendiri otonom terpisah dari Universitas Sumatera Utara lingkungan lainnya, seperti ilmu ekonomi, etika, estetika atau agama. Konsep kepentingan yang didefenisikan sebagai kekuasaan, memaksakan disiplin intelektual kepada pengamat, memasukkan keteraturan rasional kedalam pokok masalah politik, sehingga memungkinkan pemahaman politik secara teoritis. Interest atau kepentingan sendiri adalah setiap politik luar negeri suatu negara yang didasarkan pada suatu kepentingan yang sifatnya relatif permanen yang meliputi tiga faktor yaitu sifat dasar dari kepentingan nasional yang dilindungi, lingkungan politik dalam kaitannya dengan pelaksanaan kepentingan tersebut, dan kepentingan yang rasional. Kepentingan nasional adalah merupakan pilar utama tentang politik luar negeri dan politik internasional yang realistis karena kepentingan nasional menentukan tindakan politik suatu negara. Kalau menggunakan pendekatan realis atau neorealis maka kepentingan nasional diartikan sebagai kepentingan negara sebagai unitary actor yang penekanannya pada peningkatan national power kekuasaan nasional untuk mempertahankan keamanan nasional dan survival dari negara tersebut. Apa yang dianggap sebagai kepentingan nasional oleh kaum realis mungkin merepresentasikan kepentingan yang kebetulan pada momen tertentu mempengaruhi para pembuat kebijakan luar negeri. Konsep kepentingan nasional merupakan dasar untuk menjelaskan perilaku politik luar negeri suatu negara. Para penganut realis menyamakan kepentingan nasional sebagai upaya negara untuk mengejar power dimana power adalah segala sesuatu yang dapat mengembangkan dan memelihara kontrol atas suatu negara terhadap negara lain. Universitas Sumatera Utara Konsep Kepentingan Nasional oleh Hans J Morgenthau Menurut Hans J.Morgenthau didalam The Concept of Interest defined in Terms of power, Konsep Kepentingan Nasional Interest yang didefiniskan dalam istilah power menurut Morgenthau berada diantara nalar, akal atau reason yang berusaha untuk memahami politik internasional dengan fakta-fakta yang harus dimengerti dan dipahami. Dengan kata lain, power merupakan instrumen penting untuk mencapai kepentingan nasional. 8 Konsep kepentingan nasional juga mempunyai indikasi dimana negara atau state berperan sebagai aktor utama di dalam formulasi politik yang merdeka berdaulat. Selanjutnya didalam mekanisme interaksinya masing-masing negara atau aktor berupaya untuk mengejar kepentingan nasionalnya. Kepentingan inilah yang Morgenthau berpendapat bahwa strategi diplomasi berdasarkan kepada kepentingan nasional. Kepentingan nasional tersebut digunakan untuk mengejar power yang bisa digunakan untuk membentuk dan mempertahankan pengendalian suatu negara atas negara lain. Menurut Morgenthau, dengan memiliki power maka suatu negara dapat mengadili negara lain seperti mengadili negara sendiri dan kemudian dapat meningkatkan kepentingan negara yang memiliki power. Hubungan kekuasaan atau pengendalian ini dapat melalui teknik paksaan, atau kerjasama cooperation. karena itu, kekuasaan nasional dan kepentingan nasional dianggap sebagai sarana dan sekaligus tujuan dari tindakan suatu negara untuk bertahan hidup dalam politik internasional. 8 Aleksius Jemadu, Politik Global Dalam Teori dan Politik, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2008, hal. 67 Universitas Sumatera Utara akhirnya diformulasikan ke dalam konsep ‘power’ kepentingan ‘interest’ didefinisikan ke alam terminologi power. 9 Implementasi atau pencerminan dari konsep diatas telah dapat dibuktikan, walaupun secara tersirat dan nonverbal, oleh Republik Islam Iran. Melalui sikapnya mempertahankan program nuklir, Iran secara tidak sengaja ‘mempraktekkan’ konsep Hans J. Morgenthau, yaitu Konsep Kepentingan Nasional. Konsep Kepentingan Nasional yang dikuatkan pada sikap suatu negara untuk melihat atau memperhatikan Ada kepentingan nasional yang bersifat vital bagi suatu negara karena terkait dengan eksistensinya. Untuk tetap berdiri sebagai negara berdaulat suatu negara harus mempertahankan kedaulatan atau yuridiksinya dari campur tangan asing. Selain itu negara itu berkepentingan untuk mempertahankan keutuhan wilayah territorial integrity sebagai wadah bagi entitas politik tersebut. Kepentingan nasional yang bersifat vital biasanya berkaitan dengan kelangsungan hidup negara tersebut serta nilai-nilai inti core values yang menjadi identitas kebijakan luar negerinya. Kalau kepentingan vital atau strategis suatu negara menjadi taruhan dalam interaksinya dengan aktor lain, maka negara tersebut akan menggunakan segala instrumen yang dimilikinya termasuk kekuatan militer untuk mempertahankannya. Amerika Serikat yang merupakan negara yang memiliki power yang kuat dalam dunia internasional. Dengan memiliki power yang kuat tersebut, maka Amerika Serikat dapat menggunakan kekuatannya untuk mencapai kepentingan nasional negaranya di dalam politik internasional. Dengan power itu jugalah Amerika Serikat dapat menancapkan kebijakan luar negerinya ke negara lain dengan mudah sehingga kepentinganya dapat tercapai. 9 Antonius sitepu, Teori Realisme Politik Hans. J. Morgenthau Dalam studi Politik dan HI, hal. 56 Universitas Sumatera Utara kepentingan negaranya, tergantung objek yang sangat penting bagi warga negara suatu negara. Sebagai contoh, sebuah negara X sedang ikut merasakan dampak perang yang terjadi pada negara tetangga, atau kita sebut saja sebagai negara Y. Banyak hal negatif yang perlahan-lahan merusak tatanan negara X, seperti para Tenaga Kerja yang dideportasi, perdagangan antarnegara yang terhenti, bea impor yang melonjak, bahkan kegiatan ekspor ikut terhambat. Yang lebih buruk lagi, besar kemungkinan negara yang menjajah negara Y akan memperluas agresinya menuju negara X. Oleh karena itu, pemerintah negara X menyiapkan angkatan militer yang terlatih dan sistem persenjataan yang canggih dan lengkap. Untuk mendapat angkatan militer serta sistem persenjataan yang canggih dan lengkap, maka negara X melakukan jual-beli terhadap suatu negara maju demi mengejar kepentingan nasional yang sedang darurat dan mendesak, yaitu bersiap-siap menghadapi agresi suatu negara penjajah. Sebagai contoh, sebuah negara X sedang ikut merasakan dampak perang yang terjadi pada negara tetangga, atau negaranya, dengan cara apapun, agar salah satu fondasi berdirinya negara wilayah tetap terlindungi demi keselamatan warga negaranya. Kekuatan nasional suatu negara menjadi hal yang disorot ketika kita berbicara mengenai konsep kepentingan nasional. Hal ini disebabkan karena ketika kita akan mewujudkan kepentingan nasional, maka hal pertama yang perlu dibangun adalah kekuatan nasional. Dalam teori kepentingan nasional, kekuatan nasional disebut sebagai unitary actor. Didalam perpolitikan internasional, hal yang paling sering menjadi objek kekuatan nasional adalah sistem persenjataan konvensional yang lengkap dan canggih. Menurut Hans J. Morgenthau, peningkatan sistem persenjataan selaras Universitas Sumatera Utara dengan peningkatan kekuatan nasional, karena sistem persenjataan konvensional yang lengkap dan canggih dapat digunakan dalam perang yang rasional, sehingga tidak menimbulkan paradoks dalam melaksanakannya. Substansi yang dimaksud adalah bahwa ketika suatu negara yang kekuatan nasionalnya adalah sistem persenjataan konvensional yang lengkap dan canggih, maka tidak ada ancaman besar bahwa negara tersebut akan musnah, karena sistem persenjataan konvensional yang lengkap dan canggih masih dapat diatasi dengan baik. Berbeda dengan sistem persenjataan konvensional yang lengkap dan canggih, senjata nuklir memiliki sifat yang berbeda. Maksudnya adalah, ketika sebuah negara meningkatkan senjata nuklirnya, maka kekuatan nasionalnya berangsur-angsur hilang. Dengan kata lain, peningkatan senjata nuklir dengan kekuatan nasional berbanding terbalik. Hal diatas disebabkan karena senjata nuklir ketika dilepaskan kepada suatu sasaran dan dapat memusnahkan sasaran tersebut, bukan tidak mungkin sang musuh akan akan bangkit dan membalas dendam manis. Apa mau dikata, nuklir tak akan dapat dielakkan, dan seluruh penduduk yang menjadi sasaran balas dendan akan musnah. Itulah paradoks dari sebuah nuklir yang digunakan sebagai senjata perang. Teori kepentingan nasional juga akan mempengaruhi sikap politik luar negeri suatu negara. Banyak contoh yang bisa kita lihat di dalam kehidupan nyata, mulai dari yang terdekat seperti era pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri yang ketika itu sedang membutuhkan pinjaman luar negeri untuk menyelamatkan ekonomi mikro, maka Presiden Megawati menentukan sikapnya terhadap agresi Amerika ke Afghanistan, yaitu dengan jelas-jelas mendukungnya, dan mata dunia dengan jelas dapat melihatnya karena setelah deklarasi agresi Amerika, Presiden megawati Universitas Sumatera Utara memenuhi undangan Presiden Bush untuk membicarakan hal itu sekaligus akan diberi pinjaman dalam jumlah besar jika indonesia berkenan mendukung Amerika. Dari contoh diatas dapat kita simpulkan beberapa hal, seperti kepentingan nasional Indonesia saat itu, yaitu menyelamatkan ekonomi mikro negara dengan cara memohon pinjaman dalam jumlah besar, dengan kekuatan yang mungkin bahkan tidak kita sadari ketika itu ; populasi masyarakat Islam yang terbesar di dunia yang mampu mengubah komposisi pendukung musuh Amerika. Memang mudah saja bagi Amerika, karena bagi mereka ini tidak beresiko, tetapi tidak halnya dengan Indonesia kala itu yang sedang dalam keadaan menuju darurat sehingga akan mengejar kepentingan nasionalnya dengan cara apapun. Dan tidak lupa, kepentingan nasional Amerika Serikat kala itu adalah mengumpulkan sebanyak mungkin negara sekutu untuk melawan Afghanistan dengan kekuatan yang dimilikinya. Kembali lagi kepada salah satu substansi konsep kepentingan nasional, dimana dalam mencapai kepentingan nasional suatu negara harus mempunyai apa yang disebut sebagai ‘power’. Jika ada power, pasti ada kepentingan nasional. Begitu juga sebaliknya. Iran yang mempunyai kepentingan nasional untuk mempertahankan negaranya dari dampak pemanasan global, maka Iran pasti punya ‘power’, dan dengan mudah kita bisa menebak apa yang dimilki Iran sebagai power, yaitu nuklir sebagai instrumen utama menuju kepentingan nasional Iran. Nuklir yang dalam kasus ini berperan sebagai ‘power’, mempunyai dua definisi, tergantung seperti apa pandangan dan sudut pandang itu sendiri. Power dapat diartikan sebagai berikut bagi pihak intern, power diartikan sebagai jalan untuk mencapai kepentingan nasionalnya, yaitu mempertahankan negara Iran dari dampak pemanasan global. Bagi pihak eksternal, power bisa diartikan sebagai senjata pemusnah massal yang mampu mengancam posisi negara lain. Universitas Sumatera Utara Dalam kasus nuklir ini sendiri terlihat bagaimana Amerika Serikat sebagai negara adidaya menancapkan kepentingannya di Negara Iran dengan dalih bahwa nuklir diproduksi oleh Iran bukanlah untuk keperluan industri melainkan sebagai senjata pemusnah masal. Padahal tuduhan Amerika ini tidak mendasar seperti yang sudah dijelaskan diawal latar belakang ini.

I.5.2.2 Konsep Kepentingan Nasional Sebagai Tujuan

Suatu negara harus bertindak secara nyata ketika memutuskan atau mendeklarasikan kepentingan nasionalnya. Pada dasarnya kepentingan nasional adalah hal yang bersifat abstrak, tetapi sarana yang dilaluinya adalah sesuatu yang nyata. Konsep kunci yang dipergunakan pembuat kebijakan dalam memakai pertimbangan nilai pada realitas tindakan politik adalah kepentingan nasional. Pernyataan tersebut masih kabur dan sukar dijabarkan. Ia dapat dianggap bersifat umum, jangka panjang, yang menjadi tujuan abadi dari negara, bangsa, dan pemerintah, serta mencakup segala gagasan mengenai ‘kebaikan’. Dalam prakteknya ia disintesiskan dan diberi bentuk oleh para pembuat kebijakan sendiri. 10 Kepentingan nasional memberikan ukuran konsistensi yang diperlukan dalam kebijakan nasional. Suatu negara yang sadar memperhatikan kepentingan nasionalnya dalam situasi yang berubah cepat, akan lebih cenderung untuk memperhatikan keseimbangannya dan melanjutkan usaha ke arah tujuannya daripada mengubah kepentingannya dalam menyesuaikan diri dengan situasi baru. Dengan demikian kepentingan nasional itu bersumber dari pemakaian sintesis yang digeneralisasikan pada keseluruhan situasi, dimana negara mengambil tempat dalam politik dunia. 10 Dahlan Nasution, Politik Intenasional, Konsep dan Teori, hal. 6-7 Universitas Sumatera Utara Pembentukan kepentingan nasional adalah langkah pertama, meskipun masih abstrak sifat konsepnya dalam merumuskan politik luar negeri. Sebelum konsep dipakai sebagai tuntutan tindakan, sang negarawan harus menghadapi suatu masalah klasik, yaitu menyesuaikan tujuan dengan sarana yang ada. Tujuan tindakan negara dalam politik internasional, yaitu kepentingan nasional dan tujuan nasional yang bersumber daripadanya, biasanya sudah dispostulasikan atau didalilkan secara apriori. Sebelum kebijakan dapat disusun, negarawan haruslah memahami dan menyesuaikan fakta-fakta permasalahannya dengan sistem konseptual yang dibentuk oleh kumpulan tujuan tadi dengan sarana yang ada padanya. Dalam situasi kebijakan khusus, salah satu masalah yang paling sulit bagi para pembuat kebijakan adalah menentukan hubungan yang tepat antara tujuan abstrak dengan sarana konkretnya. Dalam teori, tujuan itu menentukan sarana atau cara. Dalam situasi yang memungkinkan dilakukannya berbagai macam tindakan, haruslah memilih salah satu yang langsung mendekati tercapainya kepentingan nasional. Tetapi dalam praktek, selalu terdapat gairah untuk membiarkan saranaa menentukan tujuan, dan untuk mencapai lebih dahulu tujuan yang paling mudah. Sarana untuk tujuan-antara adalah tujuan yang bilamana tercapai akan dijadikan sarana untuk melanjutkan usaha mencapai tujuan-tujuan berikutnya. Tujuan-antara ini yang dimaksudkan hanya untuk digunakan sebagai sarana bagi tujuan-tujuan lebih lanjut, biasanya cenderung pula memperoleh relevansi mutlak dalam dirinya sendiri sebagai tujuan. Berdasarkan kasus yang saya pelajari, telah dapat saya tangkap arah daripada kepentingan nasional Iran. Iran menggunakan kepentingan nasionalnya sebagai tujuan yang menentukan sarana. Tujuan yang dimaksud adalah tujuan Iran untuk Universitas Sumatera Utara membangun reaktor nuklirnya sebagai antisipasi terhadap dampak pemanasan global yang menggantikan posisi energi listrik. Sedangkan yang saya maksud dengan sarana adalah hubungan internasional yang dihuni oleh Iran. Iran mampu menentukan konsep kepentingan nasionalnya serta menentukan tujuan yang didukung dengan sarananya. Hal ini disebabkan karena negarawan daripada Iran telah menyusun konsep kepentingan nasional Iran, memahaminya, serta menyesuaikannya dengan fakta-fakta yang ada padanya. Iran memiliki sarana yang sangat mudah dijangkau, terutama ketika Iran mendeklarasikan diri sebagai negara yang mempunya reaktor nuklir. Secara otomatis, negara-negara besar lainnya akan merasa terkejut dan bahkan juga terancam akan eksistensinya. Disini kita bisa menganalisis bahwa selangkah setelah tujuan akan dicapai, maka sarana yang dibutuhkan muncul dengan sendirinya. Timbullah pro dan kontra terhadap kebijakan nuklir Iran. Sarana yang dimiliki Iran ada pada komunitas negara-negara pro terhadap kebijakan nuklir Iran. Mereka yang mendukung akan menimbulkan rasa kepercayaan diri bagi Iran untuk melanjutkan tujuan kepentingan nasionalnya, sehingga dengan mudah menjalankan reaktor nuklirnya. Namun, kebiasaan yang terjadi di banyak negara-negara di dunia adalah negarawan yang membiarkan tujuan dari kepentingan nasional mereka ditentukan oleh sarana. Jika hal itu terjadi, maka negara yang bersangkutan akan mecari langkah atau cara yang paling mendekati tujuan dari kepentingan nasional mereka. Hal ini menimbulkan penundaan atas tercapainya kepentingan nasional mereka.

I.5.3 Teori Nuklir

Setelah Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada akhir Perang Dunia II, maka mulailah persaingan perlombaan persenjataan jenis Universitas Sumatera Utara ini. Bom atom kemudian berkembang kedalam bentuk yang lebih berbahaya, yaitu senjata nuklir yang merupakan penyempurnaan senjata sistem persenjataan bom atom yang dimiliki oleh negara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Kedua negara ini merupakan dua kekuatan nuklir dunia. Dengan hadirnya nuklir dalam sistem pertahanan dan keamanan suatu negara, timbullah gejala baru dalam sistem internasional. Kehadiran nuklir dalam sistem internasional telah jauh mengurangi kemungkinan perang antarnegara. Kesadaran akan bahaya nuklir ini apabila sungguh-sungguh digunakan dalam suatu peperangan, membuat negara agresor sangat sulit untuk menentukan suatu kemenangan yang pasti bagi dirinya. Menurut Dahlan Nasution dalam bukunya ”Politik Internasional Konsep dan Teori” nuklir tidaklah melulu dipertimbangkan dari segi militer saja, akan tetapi juga konteks politik bangsa-bangsa yang bersangkutan. Pertimbangan politik disini maksudnya bahwa persenjataan itu bukan hanya ditujukan untuk menghancurkan kekuatan lawan, akan tetapi juga dipergunakan sebagai alat untuk menunjang “bargaining position” dalam usaha mencapai kepentingan nasional. 11 Pandangan tentang nuklir dapat dilihat dari berbagai macam aspek seperti aspek militer, politik dan ekonomi. Dalam aspek militer sendiri dapat dikatakan bahwa pemilikan sistem persenjataan nuklir dipandang akan mampu mencegah negara lain untuk melancarkan serangan terlebih dahulu. Pemilikan sistem senjata nuklir secara teoritis tidak selalu membutuhkan biaya yang besar, karena tidak ada Nuklir sebagai sistem persenjataan, sebagai instrumen politik, dan sebagai penunjang kekuatan ekonomi, memiliki berbagai peristilahan sistem persenjataan yang biasa digunakan oleh negara-negara adikuasa. 11 Politik Internasional Konsep dan Teori, Dahlan Nasution, hal. 99. Universitas Sumatera Utara keharusan untuk mengembangkan lebih lanjut. Maksudnya, dengan memiliki senjata nuklir ini ada anggapan, bahwa kalau suatu negara nuklir menyerang, maka penyerang harus memperhitungkan kemungkinan terjadinya perang nuklir. Hans J Morgenthau mengatakan dalam bukunya Politics Among Nations, bahwa khususnya dalam politik internasional, kekuatan militer sebagai suatu pengancam atau sebagai suatu potensi, adalah faktor material terpenting dalam pembentukan “power politics” suatu bangsa. Maksudnya jelas bahwa nuklir sebagai kekuatan militer disini lebih sering digunakan sebagai pendukung tujuan-tujuan yang akan dicapai, tanpa harus benar-benar menggunakannya dalam menyelesaikan permasalahan. Bila ditinjau dari segi politik penggunaan nuklir dalam sistem persenjataan suatu negara, maka dapatlah dikatakan, bahwa persenjataan nuklir dianggap dapat memberikan sumbangan bagi terjaminnya kemerdekaan suatu bangsa dari intervensi pihak luar. Karena bila suatu negara lain berani mencoba menggangu kemerdekaan dan integritas wilayah suatu negara yang memiliki persenjataan nuklir, maka konsekuensinya berbahaya sekali. Dengan demikian, nuklir dianggap sebagai isyarat, bahwa negara tersebut tidak mau ditempatkan sebagai negara kelas dua oleh negara yang lebih kuat. Pandangan ini diungkapan oleh seorang sarjana India V.P.Dutt. Negara-negara nuklir menyatakan, bahwa pengaruh dan kedudukan suatu bangsa tidak tergantung pada kemampuan nuklirnya. Tetapi dalam kenyataannya mereka hanya bicara tentang kedudukan. Keberadaan nuklir dalam suatu negara akan meningkatkan prestisenya dalam dunia internasional, karena negara itu telah memiliki kemampuan yang tinggi, baik dalam lingkungan regional maupun di mata dunia internasional. 12 12 Masalah Penyebaran Nuklir dalam Politik Internasional Konsep dan Teori, Dahlan Nasution, hal.131. Singkatnya dari segi politik dapat dikatakan bahwa kapasitas nuklir disamping bermanfaat bagi negara nuklir itu sendiri, bermanfaat pula bagi negara- Universitas Sumatera Utara negara sekutu dan simpatisan dalam perjuangan dan penyebaran ideologi. Melihat hal ini maka terdapat dorongan untuk mampu membuat senjata-senjata nuklir yang dianggap akan memberi keuntungan politik, paling tidak di dalam lingkungan kawasannya. Kekuatan suatu negara akan diperhitungkan dan integritas wilayahnya tidak akan diganggu gugat. Nuklir mempunyai kemampuan yang tekhnologi yang tinggi baik dalam usaha pengembangan maupun pembangunannya. Dalam jangka panjang kemampuan tekhnologi ini akan mempercepat dasar-dasar bagi pertumbuhan. Sedangkan mengubah nuklir dari maksud-maksud damai menjadi tujuan-tujuan militer, tidaklah terlalu rumit. Ditinjau dari sudut ekonomi, membuat beberapa senjata nuklir akan mengirit anggaran belanja militer. Nuklir tidak saja digunakan sebagai penunjang ketahanan nasional, akan tetapi dapat pula dimanfaatkan sebagai penunjang strategi politik global serta penunjang perekonomian. Pemanfaatan nuklir sebagai penunjang perekonomian negara yaitu digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik yang lebih dikenal dengan “pembangkit listrik tenaga nuklir” PLTN. Perkembangan PLTN sebagai penunjang perekonomian di banyak negara terlihat nyata pada tahun 1960-an, dimana PLTN sudah dapat bersaing dengan PLTU-minyak. Hal ini menunjukkan betapa besarnya kemungkinan pemanfaatan itu untuk dijadikan sebagai penunjang utama sistem prekonomian negara. Berbagai tanggapan di kalangan luas mengatakan bahwa semakin banyak negara yang memiliki persenjataan nuklir, akan semakin mengancam perdamaian dunia, yaitu dengan mengaitkan penyebaran nuklir akan semakin meningkatkan bahaya dan kegentingan yang timbul. Namun sebaliknya ada pula yang berpendapat, bahwa dengan memiliki nuklir maka suatu negara akan bertindak hati-hati, atau lebih berhati-hati lagi daripada sebelumnya memilikinya dan merasa mempunyai tanggung Universitas Sumatera Utara jawab yang lebih besar daripada waktu sebelumnya. Dengan demikian mereka beranggapan, bahwa dunia akan lebih stabil lagi dengan semakin banyaknya negara yang memiliki nuklir. Tetapi dalam kenyataan nuklir memang dapat dipergunakan sebagai penjamin stabilitas regional serta memiliki efek-efek jangka panjang.

I.6. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digubakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Dengan demikian, penelitian yang akan dilakukan ini menerapkan metode penelitian yang deskriptif yang bersifat memberikan gambaran mengenai kebijakan nuklir Iran terhadap kepentingan nasional Iran.

I.6.1. Teknik Analisa Data

Adapun teknik analisa data yang digunakan alam penelitian ini adalah analisi data kualitatif, dimana teknik ini melakukan analisa atas masalah yang ada sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang akan diteliti dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.

I.6.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada skripsi ini adalah dengan cara studi pustaka Library Research. Artinya adalah bahwa setiap data yang diperoleh bersumber dari data-data yang sifatnya sekunder yang berasal dari buku-buku, jurnal, surat kabar, majalah, dan internet yang memberikan informasi-informasi yang relevan dan sesuai dengan tema serta permasalahan yang dibahas. Universitas Sumatera Utara

I.6.3. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan berisikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, kerangka dasar teori atau pemikiran, metode penelitian, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II : Dalam bab ini akan membahas dinamika nuklir Iran BAB III : Dalam bab ini penulis akan membahas pandangan Amerika serikat dan Uni-Eropa terhadap nuklir Iran. Juga terdapat pembahasan tentang Badan Energi Atom Dunia IAEA dan pembahasan tentang perjanjian non-proliferasi NPT BAB IV : Dalam bab ini penulis membahas faktor-faktor yang menyebabkan Iran tetap melanjutkan program nuklirnya dan juga akan dibahas mengenai program nuklir Iran merupakan bentuk perlawanan preventif Iran terhadap Amerika dan UE. BAB V : Kesimpulan. Universitas Sumatera Utara

BAB II DINAMIKA NUKLIR IRAN

1. Profil Iran Iran adalah sebuah negara yang terletak di kawasan Asia Tengah.

13 Negara ini juga termasuk negara yang terletak di kawasan Barat daya Asia, dan Timur Tengah yang terletak di daerah Teluk Persia. Sekarang disebut dengan Republik Islam Iran, karena hingga tahun 1935 masih dikenal dengan Persia. 13 http:www.politicalreviewnet.compolrevreviewsMEPOR 1061 1924 013 20650.ASP, diakses tanggal 28 April 2010. Universitas Sumatera Utara