Chapter I
Mikroalga: Sumber Pangan dan Energi Masa Depan
3
mengeringkannya dengan terik matahari. Alga yang kering kemudian dijual di pasar tradisional sebagai makanan sehari hari, atau biasa disebut dihe. Dalam budaya orang
Kanembu, wanita hamil yang mengkonsumsi dihe percaya bahwa makanan tersebut baik untuk keselamat bayi mereka.
Borowitzka 2011, dalam website BEAM Biotehcnological and Environmental Application of Microalgae, menjelaskan sejarah budidaya mikroalga secara modern yakni
diawali pada tahun 1890, budidaya mikroalgae diperkenalkan pertama kali oleh Beijerinck dengan menggunakan jenis Chlorella vulgaris, dan dikembangkan oleh Warburg pada tahun
1900. Budidaya mikroalga mulai menjadi fokus penelitian pada tahun 1948 di Stanford USA, Essen Jerman dan Tokyo. Sedangkan budidaya untuk komersialisasi dimulai pada
tahun 1960 di Jepang dengan menggunakan mikroalga Chlorella dan pada tahun 1970 menggunakan jenis Spirulina di danau Texcoco Meksiko. Pada tahun 1977, Nippon Ink and
Chemicals Inc, mendirikan pabrik Spirulina di Thailand, dan pada tahun 1980, sudah terdapat 46 pabrik budidaya mikroalga skala besar di Asia, dengan produksi rata-rata satu ton
perbulan dengan hasil Chlorella yang paling mendominasi. Produk komersial ketiga adalah Dunaliella salina, sebagai sumber beta karotin, didirikan di Australia oleh Western
Biotechnology Ltd dan Betatene Ltd pada tahun 1986. Harun et al, 2010b memaparkan beberapa produk yang dapat dihasilkan dari
mikroalga, diantaranya:
1. Produk Energi
Mikroalga berpotensi sebagai sumber energi terbarukan karena memiliki kandungan yang dapat diolah menjadi beberapa jenis senyawa seperti biodiesel,
bioethanol, dan methana. a. Biodiesel
Biodiesel Mikroalga, dalam hal ini adalah tumbuhan yang memiliki kandungan lemak nabati, berpotensi untuk dijadikan sumber biodiesel. Dewasa ini para peneliti
menghindari minyak nabati yang berasal dari sumber pangan. Salah satu sumber yang dapat diperbaharui, memiliki pertumbuhan lebih cepat dari tanaman lain,
membutuhkan lahan dan air yang sedikit, adalah mikroalga. Kandungan lemak pada mikroalga juga memiliki kandungan lemak tak jenuh yang lebih rendah sehingga
berpotensi sebagai pengganti minyak sayur. Namun demikian masih perlu dilakukan
Pengenalan Mikroalga
Mikroalga: Sumber Pangan dan Energi Masa Depan
4
kajian dan penelitian lebih lanjut agar diperoleh bibit mikroalga yang memiliki kandungan lipid yang lebih tinggi, selain itu juga pupuk nutrisi yang dikonsumsi
tidak terlalu memakan biaya produksi. Salah satu alternatifnya yakni dengan membudidayakan mikroalga pada limbah cair industri yang masih memiliki kandungan
nutrisi sehingga dapat dimanfaatkan oleh mikroalga sebagai media pertumbuhannya. Tabel 1.1. Jenis mikroalga untuk Biodiesel
Mikroalga Kandungan lemak lipid
berat kering Chlorella sp.
28-32 Schizochytrium sp.
50-77 Nannochloropsis sp.
31-68 Botrycoccus braunii
25-75 Chisti, 2007
b. Bioethanol Bioethanol dapat diproduksi dengan cara fermentasi maupun gasifikasi. Secara
tradisional, bioethanol diproduksi dari tumbuhan jagung dan tebu. Akan tetapi seiring perkembangan jaman, hal ini menjadi kendala karena seiring krisis pangan dunia.
Oleh sebab itu diperlukan sumber lain yang dapat menghasilkan bioethanol. Beberapa contoh mikroalga yang mengandung karbohidrat protein tinggi terdapat
pada Tabel 1.2. Tabel 1.2. Kandungan Karbohidrat dan Protein dari Mikroalga
Mikroalga Karbohidrat
Protein
Porphyridium cruentum 40-57
28-39 Prymnesium parvum
25-33 28-45
Spirogyra sp. 33-64
49
Dunaliella salina 32
57 Becker, 1994
Chapter I
Mikroalga: Sumber Pangan dan Energi Masa Depan
5
Mikroalga yang mengandung karbohidrat dan protein yang tinggi dapat dimanfaatkan sebagai produk bioethanol dengan metode fermentasi. Namun
berdasarkan laporan para peneliti, produk bioethanol dari mikroalga masih dalam tahap pengembangan karena secara komersial masih belum memungkinkan serta
teknologi yang digunakan masih komplek.
2. Produk Pangan dan Organik