BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI
A. Pengertian Asuransi
Istilah asuransi dalam bahasa Belanda adalah Verzekering dan dalam bahasa Inggris adalah Insurance yang berarti jaminan atau pertanggungan.
Penulis-penulis Indonesia yang mempergunakan istilah pertanggungan yaitu Soekardono dan Subekti, selanjutnya Wirjono Prodjodikoro untuk pertanggungan
dipakai istilah asuransi. Dalam hukum asuransi orang mempertanggungkan disebut Tertanggung
sedangkan orang yang menanggung disebut Penanggung, sedangkan Wirjono Prodjodikoro menggunakan istilah Terjamin untuk tertanggung dan Penjamin
untuk penanggung. Hidup ini penuh dengan resiko dan manusia selalu berusaha memperkecil
resiko tersebut, maka dari itu setiap orang akan berusaha menjamin kesejahteraan keluarganya. Salah satu jalan untuk menjamin kesejahteraan tersebut adalah
dengan jalan menutup perjanjian asuransi. Dalam membicarakan asuransi, maka terdapat beraneka ragam pendapat
para sarjana dan masing-masing pendapat tersebut satu dengan yang lainnya cenderung menunjukkan perbedaan. Adanya pendapat yang berbeda tersebut
sebenarnya tidaklah memperlihatkan suatu pertentangan yang sungguh-sungguh, melainkan keinginan para perumus untuk memasukkan unsur-unsur yang
sebanyak-banyaknya di satu pihak dan pembatasan unsur-unsur di pihak lainnya. Hal yang demikian disebabkan karena adanya peninjauan yang satu dengan yang
lainnya saling meninjau dari sisi yang berlainan. Pengertian asuransi sebagaimana diuraikan dalam Ensiklopedia Umum
adalah: Asuransi adalah pertanggungan, persetujuan dalam mana penanggung
menjanjikan kepada yang mempertanggungkan akan mengganti kerugian, yang disebabkan oleh suatu peristiwa yang disebut dalam perjanjiannya masa depan
yang lebih dahulu tidak dapat dipastikan. Untuk jaminan ini orang yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mempertanggungkan harus membayar sejumlah uang yang disebut premi kepada penanggung.
10
Mengenai hal ini, Emmy Pangaribuan Simanjuntak tidak sependapat apabila perjanjian asuransi digolongkan ke dalam perjanjian untung-untungan.
Dikatakannya bahwa dalam banyak hal ketentuan dalam Pasal 1774 KUHPerdata itu tidak tepat, sebab didalam perjanjian untung-untungan itu para pihak secara
sengaja dan sadar menjalani suatu kesempatan untung-untungan dengan prestasi secara timbal balik tidak seimbang. Perjanjian yang demikian ini dilarang oleh
undang-undang apabila itu merupakan suatu permainan atau perjudian dan undang-undang tidak akan memberikan perlindungan kepadanya Pasal 1778
KUHPerdata. Yang dibolehkan hanya mengenai perjanjian asuransi Pasal 1775- Pasal 1787 KUHPerdata. Alasan lainnya adalah bahwa dalam perjanjian asuransi,
penanggung didalam mempertimbangkan resiko yang akan ditanggungnya, ia juga menerima suatu kontra prestasi yang disebut premi dari tertanggung. Dengan
mengutip pendapat Mr. T. J. Dorhout Mees yang mengatakan bahwa Pasal 1774 Pasal 246 KUHD merumuskan asuransi atau pertanggungan adalah suatu
perjanjian dimana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskan dari kerugian karena
kehilangan, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan dapat diderita oleh karena suatu kejadian yang tidak pasti.
Menurut Pasal 1 Sub 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992, Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana
pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul
dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Sedangkan dalam KUHPerdata Buku III Bab XV Pasal 1774 ditegaskan bahwa asuransi termasuk dalam golongan persetujuan untung-untungan, yaitu
suatu persetujuan yang hasilnya mengenai untung rugi bagi semua pihak maupun bagi sementara, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. Bentuk lainnya
adalah bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan.
10
Ensiklopedia Umum, Yayasan Kanisius, Yogyakarta, 1977, hal. 101.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KUHPerdata yang memasukkan perjanjian asuransi ke dalam perjanjian untung- untungan hanyalah dalam arti bahwa besarnya kewajiban penanggung dalam
asuransi itu akan ditentukan oleh kejadian-kejadian yang kemudian akan terjadi, maka hal itu lebih memperkuat pendapatnya bahwa tidak tepat dikatakan bahwa
asuransi termasuk ke dalam perjanjian untung-untungan.
11
Wirjono Prodjodikoro, mengemukakan bahwa Asuransi verzekering yang berarti pertanggungan. Dalam asuransi terlibat dua pihak, yang satu sanggup
akan menanggung atau menjamin, bahwa pihak lain akan mendapat penggantian dari suatu kerugian, yang mungkin akan diderita selaku akibat dari suatu
peristiwa, yang semula belum tentu akan terjadinya atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya.
Di bawah ini selanjutnya dikemukakan beberapa pengertian asuransi dari berbagai pandangan para sarjana ataupun menurut apa yang terdapat di dalam
undang-undang :
12
Selaku kontra prestasi dari pertanggungan ini ialah bahwa pihak yang ditanggung itu, wajib membayar sejumlah uang premi kepada pihak yang
menanggung, yang mana uang tersbut akan menjadi milik pihak menanggung apabila dikemukakan hari ternyata peristiwa yang dimaksudkan itu tidak terjadi.
13
D. Sutanto, mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan asuransi adalah peniadaan resiko kerugian yang datangnya tak terduga sebelumnya yang menimpa
seseorang dengan cara menggabungkan sejumlah besar orang atau manusia yang menghadapi resiko yang sama dan mereka itu membayar premi yang besarnya
cukup untuk menutup kerugian yang mungkin menimpa orang diantara mereka.
14
Masih dalam pengertian asuransi, A. Abbas Salim memberikan definisi asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil yang
sudah pasti sebagai pengganti substitusi kerugian-kerugian yang besar dan yang belum pasti.
15
Selanjutnya Santoso Poejosubroto, memberikan definisi asuransi pada umumnya adalah perjanjian timbal balik dalam mana pihak penanggung dengan
mana menerima premi, mengikatkan dirinya untuk memberikan pembayaran
11
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan, Yogyakarta, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1980, hal. 7 dan 8.
12
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Indonesia, Jakata, Intermasa, 1982, hal. 5.
13
Ibid.
14
D. Sutanto, Ikhtisar Tentang Pengertian dan Perkembangan Asuransi Jiwa, Jakarta, Yayasan Darmasiswa Bumi Putera 1912, 1995, hal. 1.
15
A. Abbas Salim, Dasar-Dasar Asuransi, Bandung, Tarsito, 1985, hal. 1.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kepada pengambil asuransi atau orang yang di tunjuk, karena terjadinya suatu peristiwa yang belum pasti disebutkan dalam perjanjian baik karena pengambil
asuransi atau tertunjuk menderita kerugian yang disebabkan oleh peristiwa tadi mengenai hidup kesehatan atau validitet seorang penanggung.
16
Masih dalam kaitannya dengan masalah pengertian asuransi, Abdul Kadir Muhammad, memberikan suatu definisi pertanggungan asuransi adalah
merupakan suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan
penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang di harapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu
peristiwa yang tidak tertentu.
17
Selanjutnya W. J. S. Poerwodarminta merumuskan bahwa asuransi adalah pertanggungan perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu akan membayar
uang kepada pihak lain bila terjadi kecelakaan dan sebagainya. Sedang pihak yang lain akan membayar iuran.
18
1. Asuransi itu pada asasnya adalah suatu perjanjian kerugian schade
verzekering atau indemniteits contract.
Dalam asuransi terkandung adanya suatu resiko yang terjadinya belum dapat dipastikan. Di samping itu adanya pelimpahan atau pengalihan tanggung
jawab memikul beban resiko dari pihak yang mempunyai beban tersebut kepada pihak lain yang sanggup mengambil alih tanggung jawab. Sebagai kontra prestasi
dari pihak lain yang melimpahkan tanggung jawab ini, ia diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak yang menerima pelimpahan atau ambil alih tanggung
jawab yang disebut premi. Dengan demikian pada hakekatnya asuransi merupakan suatu perjanjian
yang menimbulkan ikatan timbal balik, yang didalamnya mencakup unsur-unsur yaitu :
2. Adanya pihak-pihak yaitu pihak penanggung dan pihak tertanggung.
3. Asuransi itu merupakan perjanjian bersyarat.
4. Adanya premi yang dibayar oleh tertanggung.
16
Santoso Poejosubroto, Beberapa Aspek Tentang Hukum Pertanggungan Jiwa di Indonesia
, Jakarta, Barata, 1969, hal. 82.
17
Abdulkadir Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Pertanggungan, Bandung, Alumni, 1983, hal. 28.
18
W. J. S. Poewodarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1976, hal. 63.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dari unsur-unsur tersebut di atas, dapatlah disimpulkan bahwa asuransi itu merupakan suatu persetujuan timbal balik yang berarti masing-masing pihak
berjanji akan melakukan sesuatu bagi pihak lain, dimana dalam hal ini masing- masing pihak mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. Pihak penjamin
akan membayar sejumlah uang kepada terjamin, apabila suatu peristiwa akan terjadi dimana masing-masing pihak tidak mengetahuinya kapan peristiwa
tersebut terjadi. Di sini harus terdapat hubungan sabab akibat diantara peristiwa dan kerugian.
Asuransi dikatakan sebagai suatu perjanjian kerugian, dalam hal ini jelas bahwa penanggung mengikatkan diri untuk mengganti kerugian karena pihak
tertanggung menderita kerugian dan yang diganti itu adalah seimbang dengan kerugian yang sungguh-sungguh diderita prinsip indemniteit.
Ada kalanya suatu ganti rugi itu tidaklah seluruh kerugian yang diderita. Ini dapat terjadi apabila tidak seluruhnya harga objek asuransi itu diasuransikan,
sehingga masih ada resiko yang ditanggung oleh tertanggung sendiri. Oleh karena itulah maka kita masih melihat adanya ketentuan yang ditarik lebih lanjut dari
prinsip indemniteit itu ialah, bahwa asuransi itu tidak boleh menjurus pada pemberian ganti rugi yang lebih besar daripada kerugian yang diderita pasal 253
KUHD. Asuransi juga dikatakan sebagai suatu perjanjian bersyarat artinya bahwa
kewajiban mengganti rugi dari penanggung hanya dilaksanakan apabila peristiwa tertentu atas mana diadakan asuransi itu terjadi. Jadi pelaksanaan kewajiban
mengganti rugi digantungkan pada satu syarat. Dari definisi pasal 246 KUHD, Wirjono Projodikuro menarik beberapa
unsur yang ada dalam pasal 246 KUHD, yaitu : 1.
Pihak terjamin membayar uang premi kepada pihak penjamin, sekaligus atau berangsur-angsur.
2. Pihak penjamin berjanji akan membayar sejumlah uang kepada pihak
terjamin sekaligus atau berangsur-angsur, apabila terlaksana unsur ketiga. 3.
Suatu peristiwa yang semula belu terang akan terjadi.
19
19
Wirjono Projodikoro, Loc. Cit, Hal. 5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dari beberapa unsur suatu perjanjian asuransi tersebut, menyebabkan para pihak yang membuat suatu perjanjian asuransi akan dapat bersikap lebih tegas
terutama yang menyangkut syarat-syarat yang harus ada dalam perjanjian asuransi. Hal ini sangat penting sekali adalah untuk menentukan hak dan
kewajiban yang akan timbul dari para pihak, pada saat perjanjian asuransi itu sedang berlangsung maupun akan saat berakhirnya perjanjian asuransi tersebut.
B. Sejarah Asuransi