Jadi jelaslah sudah bahwa kata sepakat dalam perjanjian asuransi baru terjadi apabila masing-masing pihak mempunyai persesuaian kehendak secara
timbal balik dan tanpa ada kekhilafan, penipuan maupun paksaan seperti apa yang telah disebutkan dalam Pasal 1321 KUHPerdata.
Mengenai Pasal 1321 KUHPerdata, juga diatur di dalam KUHD, yaitu dalam Pasal 291 KUHD yang menyebutkan:
Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar ataupun setiap tidak memberitahukan hal yang mana diketahui oleh tertanggung, betapapun itikad baik
ada padanya, yang demikian sifatnya, sehingga si penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup atau tidak ditutup
dengan syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan. Oleh karena itu akibat hukum tidak ada perjanjian dengan persetujuan
kehendak karena paksaan, kekhilafan, atau penipuan ialah bahwa perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya oleh hakim.
2. Kecakapan Berbuat Bagi Para Pihak
Para pihak atau orang-orang yang akan membuat perjanjian asuransi haruslah cakap menurut hukum. Orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya
adalah orang yang cakap menurut hukum. Menurut KUHPerdata, orang dikatakan cakap menurut hukum dalam
membuat suatu perjanjian adalah orang yang sudah dewasa. Sedangkan pengertian dewasa tidaklah diatur secara tegas dalam Undang-Undang. Untuk itulah kita
melihat dengan menyimpulkan sebagaimana diatur dalam Pasal 330 KUHPerdata. Dalam pasal tersebut pengertian
1. Mereka yang sudah berumur 21 tahun. 2. Mereka yang belum berumur 21 tahun tetapi telah kawin terlebih
dahulu. 3. Mereka yang telah pernah kawin dan bercerai, walaupun belum berumur
21 tahun.
Pengertian dewasa seperti yang telah disimpulkan dari Pasal 330 KUHPerdata diatas tidaklah sepenuhnya bahwa mereka dapat membuat suatu
perjanjian. Maka dalam hal ini selain syarat umur, juga kita harus memperhatikan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
faktor lainnya, seperti faktor kecakapan seseorang untuk mengadakan suatu perjanjian.
Jadi ketentuan dewasa menurut umur belumlah merupakan jaminan bahwa orang tersebut cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu. Harus ada
faktor lain seperti sehat pikiran, tidak dilarang atau dibatasi dalam melakukan perbuatan hukum, misalnya orang yang membuat suatu perjanjian tidak sakit
ingatan. Karena orang tersebut tidak mampu untuk menginsyafi tanggung jawab yang dipikul sebagai akibat dari perjanjian tersebut. Demikian pula orang yang
akan membuat suatu perjanjian harus tidak dilarang oleh Undang-Undang, seperti orang yang dibawah pengampunan.
Ketentuan di dalam KUHPerdata mengenai kecakapan untuk membuat suatu perjanjian dikaitkan pada usia tertentu, yaitu umur 21 tahun. Namun berbeda
pengertian seseorang yang sudah dewasa antara KUHPerdata yaitu pada Pasal 330 dengan Undang-Undang Perkawinan yang mengatakan bahwa usia dewasa
ditetapkan umur 18 tahun UU Nomor 1 Tahun 1974.
30
3. Adanya Objek Tertentu
Disamping kecakapan dikenal juga adanya kewenangan untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Dikatakan mempunyai kewenangan apabila ia mendapat
kuasa dari pihak ketiag untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu, seperti membuat perjanjian tertentu. Akibat hukum dari ketidakwenangan membuat
perjanjian, maka perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim. Jika tidka dimintakan pembatalannya oleh pihak yang berkepentingan, maka
perjanjian tersebut tetap berlaku bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian itu. Hal tersebut diatas juga berlaku dalam perjanjian asuransi.
Pengertian objek tertentu disini adalah apa yang diwajibkan kepada Debitur dan apa yang menjadi hak dari Kreditur.
31
Di dalam perjanjian asuransi pada dasarnya pasti ada benda atau sesuatu yang dipertanggungkan. Untuk itu tertanggung harus mempunyai hubungan
langsung atau tidak langsung dengan benda yang dipertanggungkan itu. Hubungan Barang yang dijadikan objek dari suatu perjanjian harus ditentukan
jenisnya atau setidak-tidaknya dapat ditentukan.
30
R. Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni, Bandung, 1978, hal. 25.
31
Achmad Ichsan, Hukum Perdata I, Pembimbing Masa, Jakarta, 1969, hal. 23.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
langsung maksudnya adalah tertanggung memiliki langsung benda tersebut. Sedangkan hubungan tak langsung maksudnya adalah bahwa tertanggung
mempunyai kepentingan atas sesuatu yang dipertanggungkan itu. Jadi dalam hal ini tertanggung harus dapat membuktikan bahwa ia benar-
benar mempunyai kepentingan atas sesuatu yang dipertanggungkan. Dan jika tidak, maka asuransi itu menjadi batal. Karena kepentingan adalah juga
merupakan syarat dalam perjanjian asuransi. Jadi dengan demikian pada saat diadakannya perjanjian asuransi, harus ada
kepentingan pada si tertanggung. Jadi jika kepentingan itu tidak ada, maka perjanjian asuransi itu tidak sah. Dan jika terjadi peristiwa yang merugikan maka
tidak ada ganti rugi bagi tertanggung. Jadi dalam hal perjanjian asuransi asas kepentingan adalah merupakan syarat mutlak. Berarti yang disebutkan dalam
Pasal 250 KUHD, yaitu : Apabila seseorang yang telah mengadakan suatu pertanggungan untuk diri
sendiri atau papabila seseorang yang untuknya telah diadakan suatu pertanggungan, pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai suatu
kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu maka si penanggung tidak diwajibkan membayar ganti rugi.
Kepentingan dalam perjanjian asuransi dapat dilihat dalam arti luas dan juga dalam arti sempit. Di lihat dalam arti luas, yaitu dimana ada pihak yang
berhak, tentu ada kepentingan di sana, yaitu kepentingan terlaksananya hak itu yang berarti juga kepentingan akan pemenuhan kewajiban yang dibebankan
kepada pihak lain. Selanjutnya kepentingan dalam arti sempit, yaitu berupa kemungkinan mendapat suatu kenikmatan genot. Lalu kapankah kepentingan itu
harus ada?. Kepentingan itu harus ada pada si tertanggung pada saat diadakannya
perjanjian asuransi itu, dan apabila tidak ada maka perjanjian itu tidak sah dan apabila kemudian terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka
penanggung tidak mempunyai kewajiban untuk membayar ganti rugi Pasal 250 KUHD.
4. Suatu Sebab Yang Halal