Penentuan Aktivitas Antibakteri TINJAUAN PUSTAKA

13 Sistem kekebalan tubuh kita dapat dengan mudah menghancurkan mikroba-mikroba dengan bantuan monolaurin. Produksi monolaurin ini hanya dimungkinkan apabila kita mengkonsumsi asam laurat, misalnya dari minyak kelapa Darmoyuwono, 2005. Aktifitas antimikroba dari asam lemak dipengaruhi oleh pH yang merupakan faktor penentu bakteri dapat mati atau hanya terinaktivasi. pH dari asam lemak rantai pendek asam kaproat, asam kaprilat, dan asam kaprat yang berfungsi baik sebagai antimikroba adalah 6,5-7,5. Namun untuk asam lemak rantai sedang asam laurat dan asam miristat, pH minimum 6,5 sudah mampu membunuh bakteri Syah, 2005.

2.6 Penentuan Aktivitas Antibakteri

Secara umum, ada dua metode yang dapat digunakan untuk penentuan aktivitas antibakteri dari suatu zat. Yang pertama yaitu penentuan aktivitas antibakteri dengan menggunakan lempeng silinder. Metode ini berdasarkan difusi antibiotik dari silinder yang dipasang tegak lurus pada lapisan agar padat dalam cawan petri sehingga bakteri yang ditambahkan akan dihambat pertumbuhannya pada daerah berupa lingkaran atau zona bening disekeliling silinder yang berisi larutan antibiotik. Metode kedua yaitu penentuan dengan cara menggunakan tabung atau turbidimetri. Metode ini berdasarkan atas hambatan pertumbuhan biakan mikroba dalam larutan serba sama antibiotik dalam media cair yang dapat menumbuhkan mikroba dengan cepat bila tidak terdapat antibiotik Ditjen POM, 1995. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari minyak kelapa murni. Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Sumatera Utara 14 Sulistiyaningsih, dkk., 2007, melakukan pengujian aktivitas antibakteri minyak kelapa murni dengan menggunakan metode difusi agar. Pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa minyak kelapa murni dengan konsentrasi 55 550000 ppm aktivitas terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa masing- masing sebanding dengan 16,788 ppm dan 152,405 ppm baku tetrasiklin. Untuk pengujian aktivitas antibakteri monolaurin terhadap Staphylococcus aureus, telah dilakukan oleh Widiyarti dkk 2009 dengan menggunakan metode perforasi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri senyawa α- monolaurin hasil sintesis sama dengan α-monolaurin standar sedangkan pengujian terhadap VCO dan krem yang mengandung VCO telah dilakukan oleh Ginting 2008 dengan menggunakan pencadang gelas. Pada penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa VCO mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Pada penelitian ini, pengujian sifat antibakteri hasil hidrolisis minyak kelapa murni terhadap pertumbuhan bakteri Staphyllococcus aureus dan Escherichia coli dilakukan dengan menggunakan metode Angka Lempeng Total ALT. Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang menjadi suatu koloni. Jumlah koloni yang muncul pada cawan merupakan jumlah mikroba yang hidup yang terkandung dalam sampel. Prinsip dari metode Angka Lempeng Total adalah bila sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada medium, maka mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan kemudian dihitung tanpa menggunakan mikroskop. Pada metode ini dilakukan pengenceran sebelumnya yang kemudian ditumbuhkan pada medium agar di Universitas Sumatera Utara 15 dalam cawan petri. Setelah inkubasi, akan terbentuk koloni pada cawan tersebut dalam jumlah yang dapat dihitung, dimana jumlah yang terbaik adalah antara 30- 300 koloni. Jumlah mikroba dalam sampel ditentukan dengan mengalikan jumlah koloni dengan faktor pengenceran pada cawan yang bersangkutan. Metode ini dibedakan atas dua cara, yaitu metode tuang dan metode sebar Waluyo, 2008.

2.7 Bilangan Asam