Analisis Industri Manufaktur di Provinsi Sumatera Utara

(1)

SKRIPSI

ANALISIS INDUSTRI MANUFAKTUR DI PROVINSI SUMATERA UTARA

OLEH

LAMHOT MANURUNG 100501125

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Analisis Industri Manufaktur Di Provinsi Sumatera Utara, bertujuan untuk mengetahui perkembangan, pertumbuhan potensi dan kontribusi sektor industri manufaktur, serta strategi yang tepat untuk pembangunan sektor industri manufaktur di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan referensi yang diperoleh dari instansi terkait, buku-buku literatur dan karya ilmiah. Data tersebut antara lain; Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Utara Tahun 2005-2012, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Sumatera Utara Tahun 2005-2025 dan Strategi Pembangunan Sektor Industri Manufaktur Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan analisis shift share

dan analisis location quotient, ditambah analisis deskriptif yang berkaitan dengan penelitian. Hasil analisis shift share dan location quotient menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur memiliki perkembangan dan kontribusi yang baik bagi perekonomian, tetapi pertumbuhan dan daya saing sektor industri manufaktur tergolong tidak progresif (lambat) dan rendah. Sektor tersebut juga belum berpotensi sebagai sektor unggulan. Sehingga diperlukan strategi pengembangan dan pembangunan sektor industri manufaktur untuk mencapai kokohnya basis industri manufaktur dan menjadi motor perekonomian Provinsi Sumatera Utara.

Kata kunci : industri manufaktur, analisis shift share, analisis location quotient, potensi dan kontribusi


(3)

ABSTRACT

This study entitled Analysis of Manufacturing Industry In The Province of North Sumatra, aims to determine the development, potential growth and contribution of the manufacturing industry, as well as appropriate strategies for the development of the manufacturing industry in the province of North Sumatra. This study uses the secondary data and the references obtained from institutions, literature books and scientific papers. These data include; Gross Domestic Regional Product (PDRB) North Sumatra 2005-2012, Regional Long Term Development Plan (RPJPD) North Sumatra 2005-2025 and The Development Strategy of Manufacturing Sector in North Sumatra. This study uses shift share analysis and location quotient analysis, accompanied by descriptive analysis related to research. The result of the shift share analysis and location quotient indicates that the manufacturing sector has good growth and contribution to the economy, but the growth and competitiveness of the manufacturing industry is not classified as progressive (slow) and low. The sector also has not yet potentially as the dominant sector. So that required the development strategy of the manufacturing industry to achieve a solid manufacturing industrial base and become the engine of the economy in The Province of North Sumatra.

Keywords : manufacturing industry, the shift share analysis, location quotient analysis, potential and contribution


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan berkat, kekuatan dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “Analisis Industri Manufaktur di Provinsi Sumatera Utara”.

Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini penulis telah dibantu berbagai pihak. Melalui kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulisan skripsi ini, terutama kepada:

1. Kedua orangtua tercinta, Ayahanda Jafarikson Manurung dan Ibunda Rince Sianturi, beserta seluruh keluarga besar yang telah memberikan banyak doa, dukungan dan bimbingan baik moril maupun materiil.

2. Bapak Prof. DR. Azhar Maksum, SE, M.Ec. Ak, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E, M.Ec dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si masing-masing selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc, Sc, Ph.D dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si masing-masing selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(5)

5. Bapak Kasyful Mahalli, S.E, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam proses penulisan skripsi ini.

6. Bapak DR. Hasan Basri Tarmizi, SU dan Ibu Dra. Raina Lindasari, M.Si selaku dosen pembanding yang telah memberikan banyak masukan kepada Penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Seluruh Dosen Pengajar dan Pegawai di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah mengajarkan berbagai disiplin ilmu dan membantu proses administrasi yang dibutuhkan kepada Penulis.

8. Seluruh sahabat dan rekan yang tidak dapat disebutkan satu persatu, Penulis mengucapkan terima kasih atas motivasi, saran dan doanya.

Penulis menyadari dengan keterbatasan yang dimiliki, dan masih terdapat kekurangan di dalam skripsi ini. Maka dari itu Penulis menerima saran kritik yang membangun demi terwujudnya kesempurnaan skripsi ini sehingga dapat berguna bagi para pembacanya.

Akhir kata tinggilah iman kita, tinggilah ilmu kita dan tinggilah pengabdian kita.

Medan, 16 Juli 2014 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.2. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Pengertian Industri dan Industrialisasi ... 6

2.2. Klasifikasi Industri Manufaktur ... 8

2.3. Strategi Industrialisasi ... 10

2.4. Potensi dan Kontribusi Struktur Industri Sebagai Sektor Unggulan Terhadap Perekonomian ... 13

2.5. Transformasi Struktur Ekonomi dan Industri ... 16

2.6. Perencanaan Pembangunan Ekonomi ... 19

2.7. Pengembangan Sektor Unggulan Sebagai Strategi Pembangunan Daerah ... 22

2.8. Penelitian Terdahulu ... 25

2.9. Kerangka Konseptual …...………... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

3.1. Jenis Penelitian ... 29

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

3.3. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 29

3.4. Jenis dan Sumber Data ... 30

3.5. Teknik Analisis Data ... 30

3.5.1. Analisis Shift Share ... 31

3.5.2. Analisis Location Quotient (LQ) ... 33


(7)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 42

4.1. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara ... 42

4.1.1. Letak Geografis ……… 42

4.1.2. Kondisi Iklim ……… 42

4.1.3. Kondisi Administratif dan Demografi …………. 43

4.2. Kondisi Ekonomi dan Potensi Wilayah Provinsi Sumatera Utara ...…... 44

4.3. Perkembangan Pembangunan Ekonomi Sektor Industri Manufakur di Provinsi Sumatera Utara ... 47

4.4. Pertumbuhan Relatif Sektor Industri Manufaktur di Provinsi Sumatera Utara ... 50

4.4.1. Perubahan dan Rasio Indikator Sektor Industri Manufaktur ... 51

4.4.2. Analisis Pertumbuhan Sektor Industri Manufaktur ………... 51

4.4.3. Profil Pertumbuhan Sektor Industri Manufaktur ... 54

4.4.4. Pergeseran Bersih Pertumbuhan Sektor Industri Manufaktur ... 55

4.5. Potensi dan Kontribusi Sektor Industri Manufaktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Sumatera Utara ……….. 56

4.6. Strategi Pengembangan dan Pembangunan Industrialisasi di Provinsi Sumatera Utara ……… 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 64

5.1. Kesimpulan ……… 64

5.2. Saran ……….. 65


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1. Produk Domestik Regional Bruto Sumatera Utara Atas Dasar

Harga Berlaku (Miliar Rupiah) 2008-2012 ... 3

2.1. Klasifikasi Industri Menurut Banyaknya Tenaga Kerja ... 9

2.2. Tahap-tahap Industrialisasi ... 16

3.1. Teknik Analisis Data ... 31

4.1. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara ... 43

4.2. Kondisi Ekonomi Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005-2012 ... 45

4.3. Jumlah Perusahaan Industri Besar dan Sedang Menurut Golongan Industri (unit) di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005-2012 ... 48

4.4. Distribusi Persentase PDRB Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (%), 2005-2012 ... 48

4.5. Niai FOB Ekspor Sektor Industri Sumatera Utara Tahun 2005-2011 ... 50

4.6. Perubahan dan Rasio Indikator Sektor Industri 2005-2012 ... 51

4.7. Komponen Pertumbuhan Wilayah Sektor Industri Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005-2012 (miliar rupiah) ... 52

4.8. Indeks Location Quotient Sektor Industri Sumatera Utara 2005-2012 ... 57


(9)

4.9. Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang Menurut

Golongan Industri (orang) ... 58 4.10.Nilai Output Industri Besar dan Sedang Menurut Golongan


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka konseptual ... 28 2. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian ... 37 3. Model Analisis Shift Share ... 39 4. Profil Pertumbuhan Sektor Industri Manufaktur Sumatera Utara ... 54


(11)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Analisis Industri Manufaktur Di Provinsi Sumatera Utara, bertujuan untuk mengetahui perkembangan, pertumbuhan potensi dan kontribusi sektor industri manufaktur, serta strategi yang tepat untuk pembangunan sektor industri manufaktur di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan referensi yang diperoleh dari instansi terkait, buku-buku literatur dan karya ilmiah. Data tersebut antara lain; Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Utara Tahun 2005-2012, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Sumatera Utara Tahun 2005-2025 dan Strategi Pembangunan Sektor Industri Manufaktur Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan analisis shift share

dan analisis location quotient, ditambah analisis deskriptif yang berkaitan dengan penelitian. Hasil analisis shift share dan location quotient menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur memiliki perkembangan dan kontribusi yang baik bagi perekonomian, tetapi pertumbuhan dan daya saing sektor industri manufaktur tergolong tidak progresif (lambat) dan rendah. Sektor tersebut juga belum berpotensi sebagai sektor unggulan. Sehingga diperlukan strategi pengembangan dan pembangunan sektor industri manufaktur untuk mencapai kokohnya basis industri manufaktur dan menjadi motor perekonomian Provinsi Sumatera Utara.

Kata kunci : industri manufaktur, analisis shift share, analisis location quotient, potensi dan kontribusi


(12)

ABSTRACT

This study entitled Analysis of Manufacturing Industry In The Province of North Sumatra, aims to determine the development, potential growth and contribution of the manufacturing industry, as well as appropriate strategies for the development of the manufacturing industry in the province of North Sumatra. This study uses the secondary data and the references obtained from institutions, literature books and scientific papers. These data include; Gross Domestic Regional Product (PDRB) North Sumatra 2005-2012, Regional Long Term Development Plan (RPJPD) North Sumatra 2005-2025 and The Development Strategy of Manufacturing Sector in North Sumatra. This study uses shift share analysis and location quotient analysis, accompanied by descriptive analysis related to research. The result of the shift share analysis and location quotient indicates that the manufacturing sector has good growth and contribution to the economy, but the growth and competitiveness of the manufacturing industry is not classified as progressive (slow) and low. The sector also has not yet potentially as the dominant sector. So that required the development strategy of the manufacturing industry to achieve a solid manufacturing industrial base and become the engine of the economy in The Province of North Sumatra.

Keywords : manufacturing industry, the shift share analysis, location quotient analysis, potential and contribution


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Secara nyata dapat dikatakan bahwa pembangunan yang dilaksanakan telah menunjukkan keberhasilan dengan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan, penurunan laju pertumbuhan penduduk, membaiknya tingkat kesehatan, pendidikan, keadaan perumahan, gizi dan lingkungan hidup masyarakat serta menurunnya jumlah penduduk miskin. Namun, pertumbuhan ekonomi juga mengakibatkan perubahan struktur perekonomian. Transformasi struktural merupakan prasyarat dari peningkatan dan kesinambungan pertumbuhan serta penanggulangan kemiskinan, sekaligus pendukung bagi keberlanjutan pembangunan itu sendiri (Todaro, 1999).

Proses perubahan struktur perekonomian ditandai dengan: (1) menurunnya pangsa sektor primer (pertanian), (2) meningkatnya pangsa sektor sekunder (industri), dan (3) pangsa sektor tersier (jasa) juga memberikan kontribusi yang meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi (Todaro, 1999). Masing-masing perekonomian akan mengalami transformasi yang berbeda-beda, dimana pada umumnya transformasi yang terjadi di negara sedang berkembang adalah transformasi dari


(14)

sektor pertanian ke sektor industri. Perubahan struktur atau transformasi ekonomi dari tradisional menjadi modern secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam ekonomi yang berkaitan dengan komposisi penyerapan tenaga kerja, produksi, perdagangan, dan faktor-faktor lain yang diperlukan secara terus menerus untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan sosial melalui peningkatan pendapatan perkapita (Chenery 1986).

Indonesia, sekitar 250 juta penduduk, pembangunan sektor manufaktur merupakan satu-satunya pilihan. Sebab, sektor inilah yang mampu memberikan lapangan kerja besar dengan pengupahan yang lebih sistematis dibandingkan sektor industri produk primer (pertanian) maupun industri jasa. Peranan industri terhadap perekonomian dapat dilihat dari kontribusinya pada Produk Domestik Bruto (PDB), peningkatan investasi, penyerapan tenaga kerja, perolehan devisa neto dari kegiatan ekspor, pembentukan nilai tambah serta sumbangan terhadap pajak bagi negara. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013, dari sekitar 118,2 juta angakatan kerja (usia produktif) saat ini baru sekitar 14,9 juta orang yang bekerja pada sektor industri. Sektor ini juga hanya baru menyumbang sekitar 25% dari total PDB Indonesia. Angka yang relatif masih sangat kecil.

Saat ini, seharusnya dapat menjadi momentum bagi pemerintah untuk mengikis gejala deindustrialisasi yang sempat muncul akibat krisis ekonomi tahun 2008, sekaligus menata lagi strategi dalam mengembangkan dan memperkuat struktur industri nasional. Sekarang semua bergantung pada seberapa serius dan seberapa cerdas pemerintah menciptakan kemakmuran bagi rakyat, dengan belajar pada apa


(15)

yang terjadi selama tahun 2008, yang merupakan tahun kegagalan dalam pembangunan industri nasional.

Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi sektor industri manufaktur yang kuat dan berdaya saing. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Utara 2008-2012 menunjukkan rata-rata kontribusi sektor industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara setiap tahunnya mengalami trend yang meningkat. Dengan kata lain tidak menutup kemungkinan terjadinya transformasi struktur perekonomian dimana sektor industri akan menjadi salah satu sektor basis di Provinsi Sumatera Utara. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1. Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku (miliar rupiah), 2008-2012

Lapangan Usaha 2008 2009 2010 2011 2012

1.Pertanian 48.871,76 54.431,19 62.984,34 70.655,87 76.838,11 2.Pertambangan dan

Penggalian

2.980,89 3.229,57 3.759,75 4.341,19 4.635,32 3.Industri 51.640,68 55.050,58 63.013,45 70.672,27 77.484,96 4. Listrik, Gas & Air

Minum

2.073,31 2.324,64 2.602,69 2.966,49 3.178,78 5. Bangunan 12.762,99 14.901,55 17.519,79 20.172,80 23.595,94 6. Perdagangan, Hotel &

Restoran

41.281,12 44.941,66 52.395,32 60.387,52 67.027,28 7. Pengangkutan &

Komunikasi

18.568,82 21.040,75 24.907,45 28.964,29 32.854,36 8. Keuangan, Asuransi,

Usaha per-sewaan bangunan & tanah, Jasa Perusahaan

14.409,71 15.728,68 18.163,84 21.887,63 26.442,21

9. Jasa Kemasyarakatan, Sosial & Perorangan

21.342,41 24.704,99 29.709,88 34.324,37 39.061,18

PDRB 213 931,70 236.353,62 275.056,51 314.372,44 351.118,16

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara

Jika mengacu pada salah satu bentuk strategi perencanaan pembangunan ekonomi yang dijalankan saat ini yaitu Masterplan Percepatan dan Perluasan


(16)

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) menetapkan bahwa Sumatera Utara merupakan salah satu daerah koridor pembangunan ekonomi Sumatera, dengan tema pembangunan sebagai “Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Energi Nasional”, dimana sektor industri merupakan bagian dari fokus kegiatan ekonomi utama.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis melihat adanya peran penting sektor industri manufaktur serta prospek pengembangan yang menjanjikan untuk sektor industri manufaktur di Sumatera Utara. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mendalami dan menganalisanya dalam bentuk skripsi yang berjudul “Analisis Industri Manufaktur di Provinsi Sumatera Utara”.

1.2. Perumusan Masalah

Dari uraian pada latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perkembangan dan pertumbuhan sektor industri manufaktur di Provinsi Sumatera Utara?

2. Bagaimana potensi dan kontribusi sektor industri manufaktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sumatera Utara?

3. Bagaimana strategi yang tepat untuk pengembangan sektor industri manufaktur di Provinsi Sumatera Utara?


(17)

1.3. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhan sektor industri manufaktur di Provinsi Sumatera Utara

2. Untuk mengetahui potensi dan kontribusi sektor industri manufaktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui strategi yang tepat untuk pengembangan sektor industri manufaktur di Provinsi Sumatera Utara.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi pembaca maupun peneliti selanjutnya, secara khusus yang berkaitan dengan industri manufaktur.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan pertimbangan dalam menentukan arah strategi dan kebijakan sektor industri manufaktur di Provinsi Sumatera Utara.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Industri dan Industrialisasi

Berdasarkan etimologi, kata “industri” berasal dari bahasa Inggris “industry” yang berasal dari bahasa Prancis Kuno “industrie” yang berarti “aktivitas atau kerajinan”. Namun kini dengan perkembangan tata bahasa dan ilmu pengetahuan maka industri dapat didefinisikan secara spesifik lagi.

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.

Menurut Toto Hadikusumo (1990), industri adalah suatu unit atau atau kesatuan produk yang terletak pada suatu tempat tertentu yang meletakkan kegiatan untuk menubah barang-barang secara mekanis atau kimia, sehingga menjadi barang (produk baru yang sifatnya lebih dekat pada konsumen terakhir), termasuk disini memasang bahagian dari suatu barang (ansembling).

Menurut G. Kartasapoetra (1987), industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku dan bahan setengah jadi menjadi barang yang nilainya lebih tinggi.

Kuwartojo (dalam Setyawati, 2002), mendefenisikan industri sebagai kegiatan untuk menghasilkan barang-barang secara massal, dengan mutu yang bagus


(19)

untuk kemudian dijual dan diperdagangkan. Guna menjaga kemassalannya digunakan sejumlah tenaga kerja dengan peralatan, teknik dan cara serta pola kerja tertentu.

Ketika suatu negara telah mencapai tahapan dimana sektor industri sebagai

leading sector maka dapat dikatakan negara tersebut sudah mengalami industrialisasi (Dumairy, 1996). Industrialisasi dapat dilihat melalui sebuah proses transformasi struktural perekonomian suatu negara. Oleh sebab itu, proses industrialisasi dapat didefinisikan sebagai proses prubahan struktur ekonomi dimana terdapat kenaikan kontribusi sektor industri dalam permintaan konsumen, produk domestik bruto, ekspor dan kesempatan kerja (Chenery, 1986).

Dalam pengertian lain, kata industri sering disebut sektor industri manufaktur/pengolahan yaitu salah satu lapangan usaha dalam perhitungan pendapatan nasional menurut pendekatan produksi (Hastina, 2007). Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan industri manufaktur adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir.

2.2. Klasifikasi Industri Manufaktur

Industri manufaktur merupakan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak


(20)

jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha tersebut. Cara penggolongan atau pengklasifikasian industri pun berbeda-beda. Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria yaitu berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal, atau jenis teknologi yang digunakan.

Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman industri negara tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka semakin beranekaragam jenis industrinya. Penggolongan yang paling universal ialah berdasarkan International Standard of IndustrialClassification (ISIC). Penggolongan menurut ISIC ini didasarkan atas pendekatan kelompok komoditas, yang secara garis besar dibedakan kepada sembilan golongan sebagaimana tercantum di bawah ini (Dumairy, 1996) :

1. Industri makanan, minuman dan tembakau. 2. Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit.

3. Industri kayu dan barang dari kayu, termasuk perabot rumah tangga. 4. Industri kertas dan barang dari kertas, percetakan dan penerbitan.

5. Industri kimia dan barang dari kimia, minyak bumi, batu bara, karet dan plastik.

6. Industri barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi dan batu bara. 7. Industri logam dasar.

8. Industri barang dari logam, mesin dan peralatannya. 9. Industri pengolahan lainnya.


(21)

Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013 mengklasifikasikan industri manufaktur kedalam empat golongan berdasarkan jumlah tenaga kerja, dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Klasifikasi Industri Menurut Banyaknya Tenaga Kerja No. Klasifikasi Industri Jumlah Tenaga Kerja

(Orang) 1. Industri Besar 100 atau lebih

2. Industri Sedang 20 - 99

3. Industri Kecil 5 - 19

4. Industri Rumah Tangga 1 - 4

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara

1. Industri Besar dan Sedang

Klasifikasi industri besar dan sedang merupakan industri yang memiliki modal besar dan atau modal yang dihimpun secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus memiliki keterampilan khusus, sistem administrasi dan manajerial yang tertentu, dan pemimpin perusahaan dipilih melalui uji kemampuan dan kelayakan (fit and profer test). Misalnya: industri keramik, industri konveksi, industri tekstil, indsutri mobil, industri persenjataan, industri besi baja, dan lain-lain.

2. Industri Kecil dan Rumah Tangga

Klasifikasi industri kecil dan rumah tangga merupakan industri yang memiliki modal relatif kecil dan terbatas, tenaga kerja biasanya berasal dari anggota keluarga dan lingkungan sekitar, pemilik atau pengelola industri biasanya kepala keluarga. Misalnya: industri anyaman, industri tahu/tempe, industri batu bata, industri genteng, industri makanan ringan, dan lain-lain.


(22)

2.3. Strategi Industrialisasi

Sejarah perekonomian mencatat beragamnya strategi kebijakan yang dianut oleh masing-masing negara. Menurut Kuncoro (2007), ada yang berusaha memacu pembangunan ekonomi dengan ekspansi perdagangan internasional dan sekaligus membuka pintu lebar-lebar terhadap investasi asing, bantuan luar negeri, dan imigrasi. Di lain pihak, negara membangun perekonomiannya dengan menerapkan strategi industrialisasi substitusi impor dan menggunakan perencanaan ekonomi sebagai “perisai” untuk menangkis pengaruh-pengaruh eksternal yang dianggap menganggap mengganggu dan tidak dikehendaki. Istilah outward-looking (melihat keluar) dan inward-looking (melihat kedalam) agaknya merupakan cara tepat untuk melukiskan dua perilaku kebijakan yang berbeda.

Kebijakan “melihat keluar” sering diidentikkan dengan perdagangan bebas dan kebijakan promosi ekspor. Sementara itu, kebijakan “melihat kedalam” diartikan kebijakan yang proteksionis dan lebih menekankan pada substitusi impor (Kuncoro, 2007). Substitusi impor adalah industri domestik yang membuat barang-barang menggantikan impor, sedangkan strategi promosi ekspor lebih berorientasi ke pasar internasional dalam usaha pengembangan industri di dalam negeri.

a. Stragtegi Substitusi Impor

Menurut Dumairy (1996), strategi substitusi impor dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai dengan mengembangkan industri di dalam negeri yang memproduksi barang-barang


(23)

pengganti impor. Beberapa pertimbangan yang lazim digunakan dalam memilih strategi ini adalah sebagai berikut:

1. Sumber daya alam (seperti bahan baku) dan faktor produksi (terutama tenaga kerja) cukup tersedia didalam negeri sehingga secara teoritis, biaya produksi untuk intensitas penggunaan sumber-sumber ekonomi tersebut yang tinggi menjadi rendah.

2. Potensi permintaan didalam negeri yang memadai.

3. Untuk mendorong perkembangan sektor industri manufaktur didalam negeri. 4. Dengan berkembangnya industri didalam negeri, maka kesempatan kerja

diharapkan terbuka luas.

5. Dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor, yang berarti juga mengurangi defisit saldo neraca perdagangan dan menghemat cadangan devisa.

Pelaksanaan strategi substitusi impor terdiri atas dua tahap yaitu :

1. Industri yang dikembangkan adalah industri yang membuat barang-barang konsumsi, walaupun tidak semuanya durable goods (seperti kendaraan bermotor, kulkas, TV, alat pendingin). Untuk membuat barang-barang tersebut diperlukan barang modal, input perantara, dan bahan baku uang dibanyak negara yang menerapkan strategi ini tidak tersedia sehingga tetap harus diimpor.


(24)

b. Strategi Promosi Ekspor

Menurut Dumairy (2007), strategi promosi ekspor dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya bisa direalisasikan jika produk-produk yang dibuat di dalam negeri dijual di pasar ekspor. Sesuai dengan teori klasik mengenai perdagangan internasional, outward-looking strategy ini melibatkan pembangunan sektor industri manufaktur sesuai dengan keunggulan komperatif yang dimiliki negara bersangkutan. Dalam prakteknya, banyak negara yang menerapkan strategi promosi ekspor dengan menghilangkan beberapa rintangan terhadap ekspor. Beberapa syarat penting yang diberikan agar penerapan strategi tersebut membawa hasil yang baik adalah sebagai berikut : 1. Pasar harus menciptakan sinyal harga yang benar, yang sepenuhnya

merefleksikan kelangkaan dari barang yang bersangkutan, baik dipasar output maupun pasar input.

2. Tingkat proteksi dari impor harus rendah.

3. Nilai tukar mata uang harus realistis, sepenuhnya merefleksikan keterbatasan uang asing yang bersangkutan.


(25)

2.4. Potensi dan Kontribusi Sektor Industri Sebagai Sektor Unggulan Terhadap Perekonomian

Hal ini terkait dengan menentukan sektor-sektor riil yang perlu dikembangkan agar perekonomian daerah tumbuh cepat dan disisi lain mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang membuat potensi sektor tertentu rendah dan menentukan apakah prioritas untuk menanggulangi kelemahan tersebut. Setelah otonomi daerah, masing-masing daerah sudah lebih bebas dalam menetapkan sektor/komoditi yang diprioritaskan pengembangannya. Kemampuan pemerintah daerah untuk melihat sektor yang memiliki keunggulan/kelemahan di wilayahnya menjadi semakin penting (Tarigan, 2005).

Sektor unggulan adalah sektor yang keberadaannya pada saat ini telah berperan besar kepada perkembangan perekonomian suatu wilayah, karena mempunyai keunggulan-keunggulan/kriteria. Selanjutnya faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuhan kegiatan ekonomi. Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah (Sambodo, 2002). Oleh karena itu sektor unggulan menjadi bagian penting dalam pembangunan ekonomi wilayah.

Adapun kriteria sektor unggulan menurut Sambodo (2002), yaitu bahwa sektor unggulan memiliki empat kriteria diantaranya: pertama sektor unggulan memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kedua sektor unggulan memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar, ketiga sektor unggulan memiliki


(26)

keterkaitan antara sektor yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang, dan keempat sektor yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi.

Sedangkan menurut Ambardi dan Socia (2002), kriteria mengenai sektor unggulan daerah lebih ditekankan pada komoditas-komoditas unggulan yang bisa menjadi motor penggerak pambangunan suatu daerah, di antaranya:

1. Komoditas unggulan harus mampu menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan perekonomian. Artinya komoditas unggulan dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan, maupun pengeluaran.

2. Komoditas unggulan mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and backward lingkages) yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas-komoditas lainnya.

3. Komoditas unggulan mampu bersaing (competitiveness) dengan produk sejenis dari wilayah lain di pasar nasional dan pasar internasional, baik dalam harga produk, biaya produksi, kualitas pelayanan, maupun aspek-aspek lainnya.

4. Komoditas unggulan daerah memiliki keterkaitan dengan daerah lain (complementarity), baik dalam hal pasar (konsumen) maupun pemasokan bahan baku (jika bahan baku di daerah sendiri tidak mencukupi atau tidak tersedia sama sekali).

5. Komoditas unggulan memiliki status teknologi (state of the art) yang terus meningkat, terutama melalui inovasi teknologi.


(27)

6. Komoditas unggulan mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya.

7. Komoditas unggulan bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, mulai dari fase kelahiran (increasing), pertumbuhan (growth), puncak (maturity) hingga penurunan (decreasing). Begitu komoditas unggulan yang satu memasuki tahap penurunan, maka komoditas unggulan lainnya harus mampu menggantikannya. 8. Komoditas unggulan tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal.

9. Pengembangan komoditas unggulan harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan, misalkan dukungan keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluan pasar, kelembagaan, fasilitas insentif/disinsentif, dan lain-lain.

10.Pengembangan komoditas unggulan berorientasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan.

Salah satu sektor penting dalam pembangunan di bidang ekonomi adalah sektor industri. Peranan sektor industri dalam pembangunan ekonomi di berbagai negara sangat penting karena sektor industri memiliki beberapa keunggulan dalan hal akselerasi pembangunan. Keunggulan-keunggulan sektor Industri tersebut diantaranya memberikan kontribusi bagi penyerapan tenaga kerja dan mampu menciptakan nilai tambah (value added) yang lebih tinggi pada berbagai komoditas yang dihasilkan.

Menurut teori ekonomi pembangunan, semakin tinggi kontribusi sektor industri terhadap pembangunan ekonomi negaranya maka negara tersebut semakin maju. Jika


(28)

suatu negara kontribusi sektor industrinya telah diatas 30% maka dapat dikatakan negara tersebut tergolong negara maju (Sukirno, 2001).

Indikator dalam perkembangan pembangunan dapat dilihat sejauh mana tahap industrialisasi suatu negara, terutama negara-negara berkembang. Tahap-tahap industrialisasi itu dapat digambarkan melalui tabel berikut:

Tabel 2.2. Tahap-tahap industrialisasi Tahap-tahap

Sumbangan Value Added (%) Terhadap

PDB Sektor Komoditi 1. Non-industrialisasi < 10 < 20 2. Menuju proses industrialisasi 10 – 20 20 – 40 3. Semi-industrialisasi 20 – 30 40 – 60 4. Industrialisasi penuh > 30 > 60

Sumber : Widodo, 2001. Indikator Ekonomi.

2.5. Transformasi Struktur Ekonomi dan Industri

Perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi, industri, dan struktur institusi perekonomian negara sedang berkembang, yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional beralih ke sektor industri sebagai mesin utama pertumbuhan ekonominya (Chenery dan Syrquin, 1975). Penelitian yang dilakukan Chenery (1979) tentang transformasi struktur produksi menunjukkan bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan perkapita, perekonomian suatu negara akan bergeser dari yang semula mengandalkan sektor pertanian menuju sektor industri.

Banyak negara berkembang yang juga mengalami transisi ekonomi industrialisasi yang pesat dalam tiga dekade terakhir ini, walaupun pola dan


(29)

prosesnya berbeda satu dengan yang lain. Variasi ini disebabkan oleh perbedaan dalam hal-hal berikut (Tambunan, 2001) :

1. Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri

Suatu negara yang pada awal pembangunan ekonomi atau industrialisasinya sudah memiliki industri-industri besar seperti mesin, besi, dan baja yang relatif kuat akan mengalami proses industrialisasi yang lebih pesat dibandingkan negara yang hanya memiliki industri-industri ringan seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, makanan dan minuman.

2. Besarnya pasar dalam negeri

Dalam hal ini, besarnya pasar dalam negeri ditentukan oleh kombinasi antara jumlah populasi dan tingkat pendapatan riil perkapita akan mempengaruhi pola dan proses transisi ekonomi. Pasar dalam negeri yang besar, seperti Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta orang (walaupun tingkat pendapatan perkapita rendah), merupakan salah satu faktor insentif bagi pertumbuhan ekonomi termasuk industri, karena menjamin adanya skala ekonomis dan efisiensi dalam proses produksi dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lainnya mendukung.

3. Ciri industrialisasi

Yang dimaksud dengan ciri industrialisasi disini adalah cara pelaksanaan strategi yang diterapkan, jenis industri yang diunggulkan, pola pembangunan industri dan insentif yang diberikan.


(30)

4. Keberadaan sumber daya alam (SDA)

Ada kecenderungan bahwa negara yang kaya SDA mengalami pertumbuhan yang lebih rendah atau terlambat melakukan industrialisasi atau tidak berhasil melakukan diversifikasi ekonomi (perubahan struktur), dari pada negara yang miskin SDA.

5. Kebijakan atau strategi pemerintah yang diterapkan

Pola industrialisasi di negara yang menerapkan kebijakan substitusi impor dan kebijakan perdagangan luar negeri yang protektif seperti Indonesia selama orde baru berbeda dengan di negara yang menerapkan kebijakan promosi ekspor dalam mendukung perkembangan industrinya. Pertumbuhan industri di Sumatera Utara diarahkan untuk mendorong terciptanya struktur perekonomian yang berimbang dan kokoh antara sektor industri dan sektor pertanian, perluasan lapangan kerja, pemerataan kesempatan berusaha, peningkatan ekspor non migas, pemanfaatan sumber daya alam dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Transformasi struktural akan berjalan dengan baik hanya jika diikuti pemerataan kesempatan belajar, penurunan laju pertumbuhan penduduk, dan penurunan derajat dualisme ekonomi antara kota dan desa. Jika hal tersebut dipenuhi, maka proses transformasi struktural akan diikuti peningkatan pendapatan dan pemerataan pendapatan yang terjadi secara simultan (Kuncoro, 2007).


(31)

2.6. Perencanaan Pembangunan Ekonomi

Perencanaan pembangunan adalah suatu pengarahan penggunaan sumber-sumber pembangunan (temasuk sumber-sumber-sumber-sumber ekonomi) yang terbatas adanya, untuk mencapai keadaan sosial ekonomi yang lebih baik secara lebih efisien dan efektif (Tjokromidjojo, 1979).

Menurut Arsyad (1999), fungsi-fungsi perencanaan pembangunan secara umum adalah:

1. Dengan perencanaan, diharapkan terdapatnya suatu pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan.

2. Dengan perencanaan, dapat dilakukan suatu perkiraan potensi-potensi, prospek-prospek pengembangan, hambatan, serta resiko yang mungkin dihadapi pada masa yang akan datang.

3. Perencanaan memberikan kesempatan untuk mengadakan pilihan yang terbaik. 4. Dengan perencanaan, dilakukan penyusunan skala prioritas dari segi pentingnya

tujuan.

5. Perencanaan sebagai alat untuk mengukur atau standar untuk mengadakan evaluasi.

Perencanaan pembangunan regional juga merupakan suatu identitas ekonomi dengan unsur-unsur interaksi yang beragam. Aktivitas ekonomi wilayah diidentifikasi berdasarkan analisa ekonomi regional, yaitu dievaluasi secara komparatif dan kolektif terhadap kondisi dan kesempatan ekonomi skala wilayah.


(32)

Tjokromidjojo (1979) mengemukakan bahwa pembangunan wilayah erat kaitannya dengan perencanaan pembangunan. Selanjutnya, Tjokromidjojo membedakan suatu perencanaan pembangunan, yaitu dipenuhinya berbagai ciri-ciri tertentu serta adanya tujuan yang bersifat pembangunan. Adapun ciri dan tujuan dari perencanaan pembangunan adalah:

1. Perencanaan pembangunan mencerminkan dalam rencana untuk mencapai perkembangan sosial ekonomi yang tetap (steady social economic growth). Hal ini dicerminkan dalam usaha peningkatan produksi nasional, berupa tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang positif.

2. Usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk meningkatkan pendapatan per kapita dan laju pertumbuhan ekonomi yang positif.

3. Usaha untuk mengadakan perubahan struktur ekonomi. Hal ini disebabkan oleh karena pada umumnya negara-negara baru berkembang struktur ekonominya berat ke sebelah agraris.

4. Perluasan kesempatan kerja. Kecuali usaha menanggulangi adanya pengangguran dan pengangguran tak kentara di negara-negara baru berkembang, juga diupayakan perluasan kesempatan kerja untuk menampung masuknya golongan usia kerja baru dalam kehidupan ekonomi.

5. Usaha pemerataan pembangunan yang seringkali disebut sebagai distributife justice. Pemerataan pembangunan ini ditunjukkan kepada pemerataan pendapatan antara golongan-golongan dalam masyarakat dan pemerataan pendapatan antara daerah-daerah dalam negara.


(33)

6. Adanya usaha pembinaan lembaga-lembaga ekonomi masyarakat yang lebih menunjang kegiatan-kegiatan pembangunan.

7. Peningkatan kemampuan membangun perlu dikembangkan bahwa tidak saja harus dihitung dari segi modal, tetapi juga harus dilihat dari segi pengalihan ketrampilan dan transfer teknologi.

8. Terdapatnya usaha secara terus menerus untuk menjaga stabilitas ekonomi. Salah satu usaha dibidang ini adalah dilakukannya perencanaan anti siklus.

9. Ada pula negara-negara yang mencantumkan sebagai tujuan pembangunan hal-hal yang fundamental/ideal atau bersifat jangka panjang. Misalkan saja perubahan perlembagaan masyarakat, pola pemilihan dan penguasaan faktor-faktor produksi berdasarkan keadilan sosial dan peningkatan kemampuan nasional.

Ciri dan tujuan perencanaan pembangunan di atas sangat terkait dengan peranan Pemerintah sebagai pendorong pembangunan (agent of development). Sirojuzilam (2008), menyatakan bahwa pendekatan perencanaan regional dititikberatkan pada aspek lokasi di mana kegiatan dilakukan. Pemerintah daerah mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dengan instansi-instansi di pusat dalam melihat aspek ruang di suatu daerah. Artinya bahwa dengan adanya perbedaan pertumbuhan dan disparitas antar wilayah, maka pendekatan perencanaan parsial adalah sangat penting untuk diperhatikan. Dalam perencanaan pembangunan daerah perlu diupayakan pilihan-pilihan alternatif pendekatan perencanaan, sehingga potensi sumber daya yang ada akan dapat dioptimalkan pemanfaatannya.


(34)

Kebijakan pembangunan wilayah merupakan keputusan atau tindakan oleh pejabat pemerintah berwenang atau pengambil keputusan publik guna mewujudkan suatu kondisi pembangunan. Sasaran akhir dari kebijakan pembangunan tersebut adalah untuk dapat mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara menyeluruh sesuai dengan keinginan dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat.

2.7. Pengembangan Sektor Unggulan Sebagai Strategi Pembangunan Daerah Menurut Arsyad (1999), permasalahan pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan yang di dasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumber daya manusia. Orientasi ini mengarahkan pada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan ekonomi.

Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, ketimpangan ekonomi regional di Indonesia disebabkan karena pemerintah pusat menguasai dan mengendalikan hampir sebagian besar pendapatan daerah yang ditetapkan sebagai penerimaan negara, termasuk pendapatan dari hasil sumber daya alam dari sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan/kelautan. Akibatnya daerah-daerah yang kaya sumber daya alam tidak dapat menikmati hasilnya secara layak.


(35)

Menurut pemikiran ekonomi klasik bahwa pembangunan ekonomi di daerah yang kaya sumber daya alam akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan di daerah yang miskin sumber daya alam. Hingga tingkat tertentu, anggapan ini masih bisa dibenarkan, dalam artian sumber daya alam harus dilihat sebagai modal awal untuk pembangunan yang selanjutnya harus dikembangkan terus. Dan untuk ini diperlukan faktor-faktor lain, diantaranya yang sangat penting adalah teknologi dan sumber daya manusia (Tambunan, 2001).

Perbedaan tingkat pembangunan yang di dasarkan atas potensi suatu daerah, berdampak terjadinya perbedaan sektoral dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara hipotesis dapat dirumuskan bahwa semakin besar peranan potensi sektor ekonomi yang memiliki nilai tambah terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDRB di suatu daerah, maka semakin tinggi laju pertumbuhan PDRB daerah tersebut.

Berdasarkan pengalaman negara-negara maju, pertumbuhan yang cepat dalam sejarah pembangunan suatu bangsa biasanya berawal dari pengembangan beberapa sektor primer. Pertumbuhan cepat tersebut menciptakan efek bola salju (snow ball effect) terhadap sektor-sektor lainnya, khususnya sektor sekunder.

Pembangunan ekonomi dengan mengacu pada sektor unggulan selain berdampak pada percepatan pertumbuhan ekonomi juga akan berpengaruh pada perubahan mendasar dalam struktur ekonomi. Pengertian sektor unggulan pada dasarnya dikaitkan dengan suatu bentuk perbandingan, baik itu perbandingan berskala internasional, regional maupun nasional. Pada lingkup internasional, suatu


(36)

sektor dikatakan unggul jika sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama dengan negara lain. Sedangkan pada lingkup nasional, suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan apabila sektor di wilayah tertentu mampu bersaing dengan sektor yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain, baik di pasar nasional ataupun domestik.

Penentuan sektor unggulan menjadi hal yang penting sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah sesuai era otonomi daerah saat ini, di mana daerah memiliki kesempatan dan kewenangan untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan potensi daerah demi mempercepat pembangunan ekonomi daerah untuk peningkatan kemakmuran masyarakat.

Data PDRB merupakan informasi yang sangat penting untuk mengetahui output

pada sektor ekonomi dan melihat pertumbuhan di suatu wilayah tertentu (provinsi/kabupaten/kota). Dengan bantuan data PDRB, maka dapat ditentukannya sektor unggulan (leading sector) di suatu daerah/wilayah. Manfaat mengetahui sektor unggulan, yaitu mampu memberikan indikasi bagi perekonomian secara nasional dan regional. Sektor unggulan dipastikan memiliki potensi lebih besar untuk tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor lainnya dalam suatu daerah terutama adanya faktor pendukung terhadap sektor unggulan tersebut yaitu akumulasi modal, pertumbuhan tenaga kerja yang terserap, dan kemajuan teknologi (technological progress). Penciptaan peluang investasi juga dapat dilakukan dengan memberdayakan potensi sektor unggulan yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan.


(37)

2.8. Penelitian Terdahulu

Keseluruhan hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu dapat dijadikan dasar dan bahan pertimbangan dalam mengkaji penelitian ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Silalahi (2000), dengan judul Analisis Kontribusi Sektor Industri Terhadap Pendapatan Daerah di Kotamadya Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi sektor industri terhadap PDRB kotamadya Medan atas dasar harga berlaku pada tahun 1993-1998 cukup besar. Begitu pula dengan kontribusi sektor industri terhadap PDRB kotamadya Medan atas dasar harga konstan tahun 1993. Hal ini menunjukkan sektor industri merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian di kotamadya Medan.

Penelitian yang dilakukan oleh Azmi (2006), dengan judul Analisis Pengaruh Pertumbuhan Sektor Industri Terhadap Kesempatan Kerja di Kota Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah sektor industri yang semakin bertambah berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja di Kota Medan.

Penelitian yang dilakukan oleh Febriaty (2007), dengan judul Pengaruh Sektor Industri Terhadap Pembangunan Ekonomi Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ekspor industri dan nilai output industri, serta penyerapan tenaga kerja industri berpengaruh positif terhadap pembangunan ekonomi Sumatera Utara.

Penelitian yang dilakukan oleh Fachrurrazy (2009), dengan judul penelitian Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara Dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa


(38)

sektor yang merupakan sektor unggulan dengan kriteria tergolong ke dalam sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat, sektor basis dan kompetitif, yaitu sektor pertanian. Sub sektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan sebagai sub sektor unggulan, yaitu sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya, dan sub sektor perikanan.

Penelitian yang dilakukan oleh Hasani (2010), dengan judul Analisis Struktur Perekonomian Berdasarkan Pendekatan Shift Share di Provinsi Jawa Tengah Periode Tahun 2003-2008. Hasil penelitian analisis shift share menunjukkan bahwa sektor industri yang paling banyak memberikan kontribusi terhadap PDRB di Provinsi Jawa Tengah sebesar 40,9%. Terjadi pergeseran struktur perekonomian dari struktur ekonomi pertanian ke struktur ekonomi industri.

2.9. Kerangka Konseptual

Perkembangan sektor industri dapat dilihat dari indikator pertumbuhan pendapatan daerah sektor industri. Pertumbuhan sektor industri akan berdampak bagi sektor-sektor ekonomi penunjang lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui efek multipliernya. Sektor industri juga terbukti mampu memberikan kontribusi penting bagi penerimaan (pendapatan) daerah Sumatera Utara.

Apabila sektor industri terus mengalami perkembangan yang meningkat, ini menunjukkan bahwa sektor industri memiliki potensi yang besar bagi perekenomian. Sehingga perlu dikaji secara mendalam untuk strategi yang akan dilaksanakan dalam


(39)

pengembangan potensi industri Provinsi Sumatera Utara. Dimana potensi dan pengembangan sektor ini dapat memberikan kontribusi selain pada pendapatan daerah juga pada penyerapan tenaga kerja, nilai tambah dan total produksi, nilai ekspor, dan indikator ekonomi lainnya.

Konsep pemikiran yang dijadikan dasar dalam penelitian ini dijelaskan pada gambar berikut :

Gambar 1 : Kerangka konseptual

Perekonomian Daerah

Sektor Industri

Perkembangan dan Pertumbuhan Potensi

Strategi Pembangunan Sektor Industri

Pembangunan Industri dan Pembangunan

Ekonomi Daerah


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang dilakukan dalam mengumpulkan informasi empiris guna memecahkan masalah dari penelitian.

3.1. Jenis Penelitian

Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian yang telah disampaikan sebelumnya, maka penelitian ini disajikan dengan bentuk analisis deskriptif kuantitatif.

3.2. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Propinsi Sumatera Utara dan dilaksanakan mulai April 2014.

3.3. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Untuk menyamakan pemahaman tentang variabel-variabel yang digunakan dan untuk menghindari perbedaan penafsiran, maka penulis memberikan batas definisi operasional sebagai berikut :

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari sektor perekonomian di Provinsi Sumatera Utara dalam waktu tertentu berdasarkan harga berlaku maupun harga konstan.


(41)

2. Sektor industri adalah salah satu lapangan usaha yang terdapat pada struktur PDRB dari 9 (sembilan) sektor lapangan usaha.

3. Perkembangan sektor industri merupakan perubahan sektor industri secara kuantitatif, baik jumlah maupun nilai outputnya.

4. Pertumbuhan relatif sektor industri adalah perubahan atau pola pergeseran sektor industri dimana dapat bersifat progresif (maju) atau lamban.

5. Potensi sektor adalah keunggulan komparatif yang dimiliki oleh sektor tersebut.

6. Kontribusi sektor adalah peranan sektor tersebut terhadap tolak ukur tertentu, misalnya PDRB, nilai ouput, ekspor, tenaga kerja dan lain-lain.

3.4. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan dari buku-buku literatur, jurnal atau karya ilmiah yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Sumber-sumber data yang digunakan berasal dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara. Dalam penelitian ini periode waktu pada data yang digunakan yaitu pada tahun 2005-2013.

3.5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis dekriptif kuantitatif. Analisis kuantitatif bertujuan untuk menghitung beberapa hal


(42)

yang terkait dengan tujuan penelitian, dalam hal ini menggunakan analisis shift-share

dan location quotient.

Tabel 3.1. Teknik Analisis Data

Tujuan Alat Analisis Jenis Data Sumber Data 1. Menganalisis

pertumbuhan sektor industri

2. Mengidentifikasi potensi dan kontribusi sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi Shift Share Location Quotient Data Statistik Sumatera Utara Dalam Angka Data Statistik Sumatera Utara Dalam Angka BPS Sumatera Utara BPS Sumatera Utara

3. Menganalisis strategi pengembangan sektor industri Analisis Deskriptif Perencanaan Pembangunan Daerah Sumatera Utara Strategi Pengembangan Industri Sumatera Utara Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Sumatera Utara. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara,

3.5.1. Analisis Shift-Share

Analisis ini dapat membantu kita untuk mengetahui pertumbuhan relatif (perubahan dan pergeseran) sektor industri Sumatera Utara. Untuk mengetahui hal tersebut terdapat 7 langkah utama dalam menggunakan analisis Shift-Share


(43)

1. Menentukan indikator kegiatan ekonomi seperti pendapatan dan kesempatan kerja. Di Indonesia pendapatan di suatu wilayah dicerminkan oleh nilai PDRB (tingkat kabupaten, kota dan propinsi) dan PDB (tingkat nasional).

2. Menentukan sektor ekonomi yang akan dianalisis. Misalnya sektor industri atau semua sektor-sektor perekonomian di Sumatera Utara, seperti sektor pertanian, pertambangan dan galian, listrik, gas dan air bersih, perdagangan, hotel dan restauran serta sektor-sektor lainnya.

3. Menghitung perubahan indikator kegiatan ekonomi (PDRB/kesempatan kerja) dari sektor ekonomi di Sumatera Utara. Maka produksi/kesempatan kerja (propinsi) dari sektor ekonomi pada tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Perubahan produksi/kesempatan kerja sektor i di Sumatera Utara dapat dirumuskan sebagai berikut:

ΔYij = Y'ij – Yij dimana:

ΔYij = Perubahan produksi/kesempatan kerja sektor i di Sumatera Utara. Y'ij = Produksi/kesempatan kerja dari sektor i di Sumatera Utara pada tahun akhir analisis.

Yij = Produksi/kesempatan kerja dari sektor i di Sumatera Utara pada tahun dasar analisis.


(44)

b. Persentase perubahan PDRB adalah sebagai berikut: %ΔYij = ��′��−����

��� ∗ ���%

4. Menghitung Rasio Indikator Kegiatan Ekonomi (Produksi/kesempatan kerja). Rasio produksi/kesempatan kerja digunakan untuk melihat perbandingan produksi/kesempatan kerja sektor ekonomi di suatu wilayah tertentu. Rasio produksi/kesempatan kerja terbagi atas ri, Ri dan Ra.

a. ri

ri = ����−���� ��� dimana:

ri = Rasio produksi/kesempatan kerja sektor i di Sumatera Utara

Yij = Produksi/kesempatan kerja sektor i di Sumatera Utara pada tahun dasar analisis.

Y'ij = Produksi/kesempatan kerja pada sektor i di Sumatera Utara pada tahun akhir analisis

b. Ri

Ri = �′�−�� �� dimana:

Ri = Rasio produksi/kesempatan kerja (nasional) sektor i

Y'i = Produksi/kesempatan kerja (nasional) dari sektor i pada tahun akhir analisis


(45)

Yi = Produksi/kesempatan kerja (nasional) dari sektor i pada tahun dasar analisis.

c. Ra

Ra = �′−� � dimana:

Ra = Rasio produksi/kesempatan kerja (nasional)

Y’ = Produksi/kesempatan kerja (nasional) pada akhir tahun analisis Y = Produksi/kesempatan kerja (nasional) pada dasar tahun analisis 5. Menghitung Komponen Pertumbuhan

Komponen pertumbuhan wilayah terdiri atas komponen pertumbuhan nasioanl (KPN), komponen pertumbuhan proposional (PP) dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW).

a. Komponen Pertumbuhan Nasional (KPN) KPNij = (Ra) Yij

dimana:

KPNij = Komponen pertumbuhan nasional sektor i di Sumatera Utara Yij = Produksi/kesempatan kerja dari sektor i di Sumatera Utara pada

tahun dasar analisis.

Ra = Rasio produksi/kesempatan kerja (nasional) b. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)


(46)

dimana:

PPij = Komponen pertumbuhan proporsional sektor i di Sumatera Utara Yij = Produksi/kesempatan kerja dari sektor i di Sumatera Utara pada

tahun dasar analisis.

Ri = Rasio produksi/kesempatan kerja (nasional) dari sektor i Ra = Rasio produksi/kesempatan kerja (nasional)

Apabila:

PPij < 0, Menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah Sumatera Utara pertumbuhannya lambat.

PPij > 0, Menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah Sumatera Utara pertumbuhannya cepat.

c. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) PPWij = (ri – Ri) Yij

dimana:

PPWij = Komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i pada wilayah Sumatera Utara.

Yij = Produksi/kesempatan kerja dari sektor i pada wilayah Sumatera Utara pada tahun dasar analisis.

ri = Rasio produksi/kesempatan kerja sektor i pada wilayah Sumatera Utara


(47)

Apabila:

PPWij > 0, berarti sektor/wilayah Sumatera Utara mempunyai daya saing yang baik dibandingkan dengan sektor/wilayah lainnya untuk sektor i. PPWij < 0, berarti sektor/wilayah Sumatera Utara tidak mempunyai daya saing yang baik dibandingkan dengan sektor/wilayah lainnya.

 Rumus-rumus penting lain yang dapat digunakan adalah:

a. Perubahan dalam PDRB sektor i (peningkatan nilai tambah sektor i) pada wilayah Sumatera Utara dirumuskan sebagai berikut:

ΔYij = KPNij + PPij + PPWij ... (1) ΔYij = Y'ij – Yij ... (2) b. Rumus ketiga komponen pertumbuhan wilayah adalah:

KPNij = Yij (Ra) ... (3) PPij = Yij (Ri − Ra) ... (4) PPWij = Yij (ri − Ri) ... (5) c. Apabila persamaan (2), (3), (4) dan (5) disubtitusikan kepersamaan (1),

maka didapatkan:

ΔYij = KPNij + PPij + PPWij

Y'ij − Yij = Yij (Ra) + Yij (Ri − Ra) + Yij (ri − Ri)

d. Persentase ketiga pertumbuhan wilayah tersebut dapat dirumuskan: % KPNij = Ra

% PPij = Ri – Ra % PPWij = ri – Ri


(48)

Atau

% KPNij =������

��� � x 100 % % PPij =�����

���� x 100 % % PPWij =�����

��� � x 100 %

6. Mengevaluasi Profil Pertumbuhan Sektor Industri

Profil pertumbuhan sektor industri digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan sektor industri di wilayah yang bersangkutan pada kurun waktu yang telah ditentukan, dengan cara mengekspresikan persen perubahan komponen pertumbuhan proposional (PPij) dan pertumbuhan pangsa wilayah (PPWij). Pada sumbu horizontal, terdapat PP sebagai absis sedangkan pada sumbu vertikal terdapat PPW sebagai ordinat.

Kuadran II Kuadran I

PP

Kuadran III Kuadran IV

PPW 45°

Gambar 2: Profil Pertumbuhan Sektor Industri


(49)

Kuadran-kuadran yang terdapat pada gambar 2 dapat dijelaskan sebagai berikut: (i) Kuadran I menunjukan bahwa sektor industri di wilayah yang bersangkutan

memiliki pertumbuhan yang cepat, demikian juga daya saing wilayah untuk sektor tersebut baik apabila dibandingkan dengan wilayah lain. Hal ini menunjukkan bahwa sektor/wilayah yang bersangkutan merupakan wilayah

progresif (maju).

(ii)Kuadran II menunjukkan bahwa sektor industri di wilayah yang bersangkutan pertumbuhannya cepat, tetapi daya saing untuk sektor tersebut dibandingkan dengan wilayah lainnya kurang baik.

(iii)Kuadran III menunjukkan bahwa sektor industri yang ada di wilayah yang bersangkutan memiliki pertumbuhan yang lambat, juga daya saing wilayah tersebut kurang baik jika dibandingkan dengan wilayah lainnya.

(iv)Pada kuadran II dan kuadran IV terdapat garis miring yang membentuk sudut 45° dan memotong kedua kuadran tersebut. Bagian atau garis tersebut menunjukkan bahwa sektor/wilayah yang bersangkutan merupakan sektor/wilayah yang

progresif (maju), sedangkan untuk kuadran IV diluar garis berarti sektor/wilayah yang bersangkutan menunjukkan sektor/wilayah lambat, namun daya saing baik. 7. Menghitung Pergeseran Bersih

Apabila komponen pertumbuhan proporsional dan pangsa wilayah dijumlahkan, maka akan diperoleh pergeseran bersih yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi pertumbuhan sektor perekonomian.


(50)

Pergeseran bersih sektor i pada wilayah Sumatera Utara dapat dirumuskan sebagai berikut:

PBij = PPij + PPWij dimana:

PBij = Pergeseran bersih sektor i di Sumatera Utara

PPij = Komponen pertumbuhan proporsional sektor i di Sumatera Utara PPWij = Komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i di Sumatera Utara. Apabila:

PBij > 0, maka pertumbuhan sektor i di wilayah Sumatera Utara termasuk kelompok progresif (maju).

PBij < 0, maka pertumbuhan sektor i di wilayah Sumatera Utara termasuk lambat.

Gambar 3. Model Analisis Shift Share


(51)

3.5.2. Analisis Location Quotient (LQ)

Analisis sektor basis dengan menggunakan pendekatan LQ adalah untuk mengetahui potensi dan peranan suatu sektor industri terhadap perekonomian Sumatera Utara. Perhitungan LQ data PDRB yang digunakan adalah PDRB berdasarkan harga konstan. Metode LQ ini juga merupakan perbandingan antara pendapatan relatif suatu sektor dalam suatu daerah dengan total pendapatan relatif sektor tertentu pada tingkat daerah yang lebih luas. LQ juga menunjukkan efisiensi relatif wilayah, serta terfokus pada subtitusi impor yang potensial atau produk dengan potensi ekspansi ekspor. Untuk mengidentifikasi sektor unggulan dan bukan unggulan perekonomian adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Tarigan, 2005).

��� = �� ��⁄

� �⁄ = �� �⁄ �� �⁄ Keterangan:

LQi = Nilai LQ pada sektor i

Si = Jumlah PDRB sektor i Provinsi Sumatera Utara

S = Jumlah total PDRB sektor perekonomian Provinsi Sumatera Utara Ni = Jumlah PDB sektor i Nasional

N = Jumlah total PDB sektor perekonomian Nasional

Hasil dari perhitungan LQ menunjukkan apabila nilai LQ > 1, artinya peranan sektor atau komoditi tersebut di daerah itu lebih menonjol daripada peranan sektor itu secara nasional, artinya sektor tersebut mampu memenuhi kebutuhan bagi perekonomian di wilayahnya dan sektor tersebut lebih berorientasi pada ekspor.


(52)

Sebaliknya, apabila nilai LQ < 1 artinya peranan sektor itu di daerah tersebut lebih kecil daripada peranan sektor itu secara nasional, artinya sektor tersebut belum mampu untuk memenuhi kebutuhan di wilayahnya sehingga diperlukan tambahan dari sektor atau daerah lainnya. Sektor bukan unggulan juga bisa digolongkan ke dalam sektor yang berorientasi pada impor.

Tedapat dua asumsi utama yang digunakan dalam metode LQ adalah:

1. Pola konsumsi rumah tangga di wilayah bawah identik (sama dengan) pola kunsumsi rumah tangga di wilayah atasnya.

2. Baik wilayah atas maupun wilayah bawah mempunyai fungsi produksi yang linier dengan produktivitas di setiap sektor yang sama besarnya.

3.5.3. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menyelesaikan permasalahan penelitian mengenai perkembangan sektor industri, kontribusi sektor industri dan strategi pembangunan industri dan pembangunan ekonomi di Sumatera Utara. Selain itu, analisis deskriptif juga dapat berupa deskripsi daerah penelitian seperti gambaran umum wilayah, jumlah penduduk, tenaga kerja, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Analisis deskriptif ini berpedoman kepada data-data pendukung yang berhubungan dengan penelitian.


(53)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara 4.1.1. Letak Geografis

Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Aceh, sebelah Timur dengan Negara Malaysia di Selat Malaka, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia. Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 71.680,68 km2, atau sekitar 14,95% dari pulau Sumatera dan 3,69% dari luas wilayah Indonesia.

4.1.2. Kondisi Iklim

Provinsi Sumatera Utara tergolong ke dalam daerah beriklim tropis. Ketinggian permukaan daratan Provinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter di atas permukaan laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 33,4°C, sebagian daerah berbukit dengan kemiringan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada daerah ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 23,7°C.


(54)

Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Juni sampai September dan musim penghujan biasa terjadi pada bulan November sampai Maret, diantara kedua musim itu diselingi oleh musim pancaroba.

4.1.3. Kondisi Administratif dan Demografi

Berdasarkan Pemendagri Nomor 66 Tahun 2011 Provinsi Sumatera Utara terbagi atas 25 Kabupaten, 8 Kotamadya, 422 Kecamatan, serta 5876 Desa/Kelurahan. Populasi penduduk di Provinsi Sumatera Utara 13.215.401 juta jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 184 jiwa/km2.

Sumatera utara merupakan provinsi multietnis yang terdiri dari berbagai suku bangsa yaitu; Batak (41,95%), Jawa (32,62%), Nias (6,36%), Melayu (4,92), Tionghoa (3,07%), Minangkabau (2,66%), Banjar (0,97), lain-lain (7,45%) serta berbagai agama yaitu; Islam (66,09%), Kristen Protestan/Katolik (31%), Budha (2,34%), Hindu (0,11), Parmalim dan Konghucu.

Tabel 4.1. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara Kabupaten/Kota

Luas Wilayah

(km2)

Jumlah Penduduk (jiwa) Banyaknya Kecamatan Banyaknya Desa/Kelura han Kabupaten

1. Nias 980,32 132 860 9 119

2. Mandailing Natal 6 620,70 410 931 23 405 3. Tapanuli Selatan 4 352,86 268 095 14 248 4. Tapanuli Tengah 2158 318 908 20 177 5. Tapanuli Utara 3 764,65 283 871 15 252 6. Toba Samosir 2 352,35 174 865 16 244

7. Labuhanbatu 2 561,38 424 644 9 98

8. A s a h a n 3 675,79 677 876 25 204 9. Simalungun 4 368,60 830 986 31 367


(55)

11. K a r o 2 127,25 358 823 17 269 12. Deli Serdang 2 486,14 1 845 615 22 394 13. L a n g k a t 6 263,29 976 885 23 277 14. Nias Selatan 1 625,91 294 069 18 356 15. Humbang Hasundutan 2 297,20 174 765 10 154 16. Pakpak Bharat 1 218,30 41 492 8 52

17. Samosir 2 433,50 121 594 9 134

18. Serdang Bedagai 1 913,33 604 026 17 243

19. Batu Bara 904,96 381 023 7 151

20. Padang Lawas Utara 3 918,05 229 064 9 388 21. Padang Lawas 3 892,74 232 166 12 304 22. Labuhanbatu Selatan 3 116,00 284 809 5 54 23. Labuhanbatu Utara 3 545,80 335 459 8 90 24. Nias Utara 1 501,63 128 533 11 113

25. Nias Barat 544,09 82 701 8 110

Kota

26. S i b o l g a 10,77 85 852 4 17

27. Tanjungbalai 61,52 157 175 6 31

28. Pematangsiantar 79,97 236 947 8 53

29. Tebing Tinggi 38,44 147 771 5 35

30. M e d a n 265,1 2 122 804 21 151

31. B i n j a i 90,24 250 252 5 37

32. Padangsidimpuan 114,65 198 809 6 79 33. Gunungsitoli 469,36 128 337 6 101

Sumatera Utara 71 680,68 13 215 401 422 5876

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara

4.2. Kondisi Ekonomi dan Potensi Wilayah Provinsi Sumatera Utara

Kinerja ekonomi Sumatera Utara terus menguat setiap tahunnya dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi diatas 5% hingga 6% sejak tahun 2005. Pertumbuhan ekonomi tersebut ditopang oleh besarnya PDRB Provinsi Sumatera Utara yang terus meningkat. Tahun 2012 PDRB Sumatera Utara atas dasar harga konstan 2000 mencapai 134.463,95 miliar rupiah dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,22%.


(56)

Besarnya PDRB Sumatera Utara tersebut didominasi oleh tiga sektor usaha, yaitu pertanian sebesar 22,89%; industri pengolahan 20,46%; perdagangan, hotel dan restoran sebesar 18,89%.

Tabel 4.2. Kondisi Ekonomi Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005-2012 Tahun

Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000

(miliar rupiah)

Pertumbuhan Ekonomi

(%)

2005 87.897,79 5,48

2006 93.347,40 6,20

2007 99.792,27 6,90

2008 106.172,36 6,39

2009 111.559,22 5,07

2010 118.718,90 6,42

2011 126.587,62 6,63

2012 134.463,95 6,22

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara

Dari data tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa Provinsi Sumatera Utara memiliki perekonomian yang baik, hanya saja pada tahun 2009 kita melihat terjadi penurunan laju pertumbuhan ekonomi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 5,07% atau turun sebesar 1,32% dari tahun 2008. Penurunan ini salah satunya disebabkan oleh krisis ekonomi global pada tahun 2008 yang mana memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi banyak negera, secara khusus negara Indonesia dan Provinsi Sumatera Utara. Sementara untuk tahun 2012 tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 6,22% juga mengalami sedikit penurunan sebesar 0,40% dari tahun 2011, hal ini secara garis besar dikarenakan melemahnya perekonomian secara nasional pada masa periode tersebut.

Kinerja ekonomi Sumatera Utara tak terlepas dari kinerja masing-masing sektor ekonomi di Sumatera Utara, seperti sektor pertanian, industri, perdagangan, hotel dan


(57)

restoran yang menjadi sektor dominan. Kekayaan perairan dan daratan yang dimiliki Sumatera Utara memberikan peran yang cukup besar akan pengembangan industri dan perdagangan.

Dalam wilayah Sumatera Utara terkandung bahan galian dan tambang seperti kapur, belerang, pasir, kuarsa, kaolin, diatome, emas, batubara, minyak, dan gas bumi. Ekspor industri, bahan pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan merupakan kegiatan ekonomi terpenting di Sumatera Utara. Deli Serdang, Karo, Bandara Udara Kuala Namu, Pinangsori, Bineka, Aek Gadang, Belawan, Sibolga, Gunung Sitoli, Tanjung Balai, Teluk Nibung, Labuhan Bilik, Sei Mengkei ditambah kawasan industri seperti Kawasan Industri Medan, Medan Star Industrial Estate, Binjai dan Pulahan Seruai Industrial Estate merupakan beberapa jalur perhubungan dan kawasan industri yang memberikan Sumatera Utara sebagai posisi strategis dalam perdagangan regional, nasional dan internasional

Kota Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara disamping merupakan salah satu pusat pengembangan wilayah Sumatera Utara sekaligus juga merupakan pusat pengembangan wilayah pembangunan Sumatera yang memiliki fasilitas komunikasi, perbankan, dan jasa-jasa perdagangan lainnya yang mampu mendorong pertumbuhan wilayah belakangnya.

Di Sumatera Utara juga terdapat lembaga-lembaga pendidikandan penelitian seperti perguruan tinggi, balai penelitian, dan balai latihan kerja yang mampu membentuk tenaga pembangun terdidik dan terampil serta hasil-hasil penelitian yang bermanfaat bagi pembangunan daerah.


(58)

4.3. Perkembangan Pembangunan Ekonomi Sektor Industri Manufaktur di Provinsi Sumatera Utara

Perkembangan teknologi, spesialisasi dan perdagangan yang mewujudkan industrialisasi semakin matang tercermin dari meningkatnya pangsa pasar sektor industri dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai bentuk keberhasilan pembangunan ekonomi sektor industri yang diaksanakan. Pada umumnya perkembangan sektor industri yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara didahului oleh pertumbuhan sektor pertanian dan industri mikro kecil menengah. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memberi manfaat untuk mengolah lebih lanjut hasil-hasil produksi sektor pertanian. Yang mana pada akhirnya akan terjadi transformasi struktur ekonomi dari sektor pertanian menuju sektor industri.

Perkembangan jumlah perusahaan industri besar dan sedang di Sumatera Utara dari tahun 2005 hingga tahun 2012 mengalami peningkatan yang cukup baik. Hal ini dapat terbukti dari peningkatan jumlahnya, yakni pada tahun 2005 jumlah perusahaan industri dan sedang sebanyak 922 unit perusahaan sedangkan pada tahun 2012 jumlah perusahaan industri besar dan sedang menjadi 1.012 unit perusahaan atau bertambah sebanyak 90 unit perusahaan baru. Meskipun pada proses perjalanannya perkembangan jumlah perusahaan industri pada tahun 2005 hingga 2012 mengalami tantangan kondisi ekonomi yang tidak stabil, seperti krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 2008.


(59)

Tabel 4.3. Jumlah Perusahaan Industri Besar dan Sedang Menurut Golongan Industri (unit) di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005-2012

Golongan Industri 2005 2008 2010 2012

1. Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 394 512 447 462 2. Industri Tekstil, Pakaian Jadi dan Kulit 48 56 54 45 3. Industri Kayu, Perabotan Rumah Tangga 127 132 115 118 4. Industri Kertas, Percetakan dan Penerbit 32 45 27 30 5. Industri Kimia, Batubara, Karet dan Plastik 177 190 189 190 6. Industri Barang Galian Bukan Logam Kecuali

Minyak Bumi dan Batubara 35 49 57 56

7. Industri Logam Dasar 12 12 18 12

8. Industri Barang dari Logam, Mesin dan

Peralatannya 81 96 82 59

9. Industri Pengolahan Lainnya 16 17 13 39

Jumlah 922 1.109 1.002 1.012

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara

Indikator lainnya seperti nilai produksi dan nilai ekspor sektor industri juga dapat memberikan gambaran tentang perkembangan sektor industri manufaktur di Sumatera Utara.

Tabel 4.4. Distribusi Persentase PDRB Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (%) , 2005-2012

Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

1. Pertanian 25,25 24,34 23,91 23,83 23,78 23,62 23,22 22,89 2. Pertambangan dan

Penggalian

1,22 1,20 1,23 1,23 1,19 1,18 1,18 1,13 3. Industri 24,24 24,07 23,66 22,89 22,39 21,91 20,97 20,46 4. Listrik, Gas & Air

Minum

0,81 0,79 0,74 0,73 0,73 0,73 0,75 0,73 5. Bangunan 6,28 6,52 6,57 6,68 6,77 6,79 6,92 6,95 6. Perdagangan, Hotel &

Restoran

18,19 18,32 18,42 18,38 18,44 18,46 18,72 18,89 7. Pengangkutan &

Komunikasi

8,40 8,85 9,10 9,31 9,53 9,80 10,11 10,31 8.Keuangan, Asuransi,

Usaha per-sewaan bangunan & tanah, Jasa Perusahaan

6,19 6,40 6,73 7,04 7,12 7,41 7,89 8,26

9.Jasa Kemasyarakatan, Sosial & Perorangan

9,43 9,51 9,63 9,91 10,05 10,09 10,25 10,37

PDRB 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0


(60)

Pada tabel 4.4 diatas terlihat bahwa sektor industri menjadi sektor yang berkontribusi kedua terbesar setiap tahunnya setelah sektor pertanian pada posisi teratas. Dengan kontribusi rata-rata diatas 20% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) setiap tahunnya mengindikasikan bahwa sektor industri Sumatera Utara tergolong semi-industrialisasi (menuju industrialisasi). Dari sini sebenarnya memungkinkan ada prospek pertumbuhan sektor industri untuk memberikan kontribusi meningkat pada tahun berikutnya. Dimana daerah sudah tidak lagi hanya menghasilkan barang-barang bahan baku yang dihasilkan oleh sektor pertanian melainkan beranjak pada tahap mengolah barang-barang bahan baku tersebut menjadi barang setengah jadi ataupun barang jadi, yang mana proses tersebut nantinya akan terjadi pada sektor industri.

Dalam kegiatan ekspor di Sumatera Utara sektor industri memiliki perkembangan yang cukup besar, bahkan menjadi sektor yang memberikan kontribusi terbesar bagi ekspor. Pada tabel 4.5 dibawah ini dapat dilihat bahwa sejak pasca krisis ekonomi tahun 2008 trend nilai eskpor sektor industri terus meningkat. Pada tahun 2011 nilai ekspor sektor industri mencapai 7,92 miliar US$ atau sebesar 66,6% dari total nilai ekspor Sumatera Utara. Dengan kata lain sektor industri di Sumatera Utara berkembang dengan baik dan menjadi andalan dalam ekspor perdagangan internasional dibanding sektor lainnya.


(61)

Tabel 4.5. Nilai FOB Ekspor Sektor Industri Sumatera Utara Tahun 2005-2011

Tahun Nilai FOB Ekspor Industri

(000 US$)

Nilai FOB Ekspor Sumatera Utara (000 US$)

2007 5.224.512 7.082.899

2008 7.068.651 9.261.977

2009 5.012.880 6.460.117

2010 6.467.625 9.147.778

2011 7.922.544 11.883.268

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara

Dari beberapa uraian dan data tabel diatas terlihat jelas bahwa perkembangan pembangunan sektor industri di Sumatera Utara memiliki trend yang meningkat baik jumlah perusahaan industri, nilai produksi dan nilai ekspor yang dihasilkan sektor industri tersebut.

Disamping kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, peran pemerintah juga menjadi penting dalam pengembangan dan pembangunan sektor industri di Sumatera Utara. Peran tersebut secara garis besar adalah menyangkut strategi kebijakan industrialisasi yang diterapkan guna mencapai industrialisasi yang efisien dan berkesinambungan.

4.4. Pertumbuhan Relatif Sektor Industri Manufaktur di Provinsi Sumatera Utara

Disamping uraian perkembangan pembangunan sektor industri manufaktur, perlu untuk menganalisis bagaimana pertumbuhan relatif sektor industri di Sumatera Utara. Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan sektor industri di Provinsi Sumatera Utara dapat dilakukan dengan menggunakan analisis shift share. Pada analisis shift


(1)

3. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 41 Tahun 2010 tentang Peta Strategi dan Indikator Kinerja Utama Kementerian Perindustrian sebagai strategi pengembangan dan pembangunan sektor industri manufaktur untuk mencapai kokohnya basis industri manufaktur dan menjadi tulang punggung perekonomian Provinsi Sumatera Utara sudah sangat tepat. Namun, haruslah memiliki beberapa indikator pencapaian, sebagai berikut; tingginya nilai tambah, tingginya penguasaan pasar dalam dan luar negeri, kokohnya faktor-faktor penunjang pengembangan industri, tingginya kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi industri, kuat dalamnya struktur industri, dan tersebarnya pembangunan industri.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil pembahasan di atas, penulis menyarankan beberapa hal untuk pihak-pihak terkait, yaitu:

1. Pemerintah Daerah Sumatera Utara dalam upaya pembangunan sektor industri manufaktur, sebaiknya menjadikan pembangunan sektor industri sebagai prioritas dan berpedoman kepada strategi kebijakan yang berlaku dengan mengembangkan industri yang berorientasi ekspor dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia. Upaya pembangunan dapat dimulai dengan menciptakan iklim industri yang baik guna merangsang investor untuk berinvetasi pada sektor industri manufaktur.


(2)

makanan, minuman dan tembakau. Yang mana dapat dikembangkan dalam bentuk usaha mikro kecil dan menengah.

3. Penelitian ini masih terbatas pada tahapan perkembangan, pertumbuhan, potensi, kontribusi dan strategi pembangunan sektor industri manufaktur, kepada peneliti lainnya disarankan untuk lebih mendalami analisis sektor industri manufaktur Sumatera Utara, contohnya dengan pembahasan incremental capital output ratio sektor industri.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ambardi, Urbanus M dan Socia Prihawantoro, 2002. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Pusat pengkajian kebijakan pengembangan wilayah (P2KTPW- BPPT). Jakarta.

Arsyad, Lincolin, 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFE. Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS), 2014. Sumatera Utara Dalam Angka 2000-2013, BPS Sumatera Utara, Medan.

______Statistik Indonesia 2013, BPS Sumatera Utara, Medan.

Budiharsono, Sugeng, 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Pradnya Paramita, Jakarta.

Chenery, Hollis, 1979. Structural Change and Development Policy. John Hopkins University Press, Baltimore.

Chenery, Hollis dan Moises Syrquin, 1975. Patterns of Development. Oxford University Press, London.

Dumairy, 1996. Perekonomian Indonesia, Erlangga, Jakarta.

Fachrurrazy, 2009. Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara Dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB, Tesis, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Febriaty, Hastina, 2007. Pengaruh Sektor Industri Terhadap Pembangunan Ekonomi Sumatera Utara, Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Ghufron, Muhammad, 2008. Analisis Pembangunan Wilayah Berbasis Sektor Unggulan Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur, Skripsi, Fakultas PertanianInstitut Pertanian Bogor.

Hasani, Akrom, 2010. Analisis Struktur Perekonomian Berdasarkan Pendekatan Shift Share di Provinsi Jawa Tengah, Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas


(4)

Kementerian Perindustrian, 2014. Rencana Strategis Kementerian

Perindustrian,

Kuncoro, Mudrajad, 2007. Ekonomika Industri Indonesia, Penerbit Andi,Yogyakarta. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara, 2008. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005-2025, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Sambodo, 2002. Analisis Sektor Unggulan Provinsi Kalimantan Barat, Volume 10 Nomor 2.

Sirojuzilam, 2005. Beberapa Aspek Pembangunan Regional. ISEI Bandung, Bandung.

Sirojuzilam, 2006. Teori Lokasi, USU Press, Medan.

Sjafrizal, 2012. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sukirno, Sadono, 2001. Ekonomi Mikro. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Tambunan, Mangara, 2010. Rekonstruksi Strategi Industrialisasi, Edisi Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Tambunan, Tulus, 2001. Transformasi Ekonomi Di Indonesia : Teori & Penemuan Empiris. Salemba Empat, Jakarta.

Tarigan, Robinson, 2005. Ekonomi Regional, Edisi Revisi, Bumi Aksara, Jakarta. Tjokroamidjojo, B. 1979. Perencanaan Pembangunan. Gunung Agung. Jakarta.

Todaro, Michael P, 2006. Pembangunan Ekonomi, Edisi Kesembilan, Erlangga, Jakarta.

Widodo, Suseno Triyanto, 1990. Indikator Ekonomi : Dasar Perhitungan Perekonomian Indonesia. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.


(5)

LAMPIRAN

Lampiran 1 : Produk Domestik Regional Bruto Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (miliar rupiah), 2005-2012

Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009

1. Pertanian 22.191,30 22.724,49 23.856,15 25.300,64 26.526,92

2. Pertambangan 1.074,75 1.119,58 1.229,05 1.304,35 1.322,98

3. Industri 21.305,37 22.470,57 23.615,20 24.305,23 24.977,11

4. Listrik, Gas & Air Minum 716,25 738,31 739,92 772,94 816,00

5. Bangunan 5.515,98 6.085,61 6.559,30 7.090,65 7.554,36

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 15.984,93 17.095,26 18.386,28 19.515,52 20.575,43

7. Pengangkutan & Komunikasi 7.379,92 8.259,20 9.076,56 9.883,24 10.630,44

8. Keuangan, Real Estate & Jasa

Perusahaan 5.440,50 5.977,57 6.720,62 7.494,84 7.939,21

9. Jasa-jasa 8.288,79 8.876,81 9.609,20 10.519,96 11.216,75

PDRB 87.897,79 93.347,40 99.792,27 106.172,36 111.559,22

Lanjutan lampiran 1:

2010 2011 2012

28.040,20 29.390,58 30.778,67

1.400,65 1.494,85 1.525,32

26.015,21 26.548,66 27.513,09

872,14 943,75 976,09

8.066,15 8.754,63 9.348,16

21.919,34 23.693,43 25.406,77

11.633,90 12.799,43 13.856,60

8.795,14 9.992,48 11.111,51

11.976,16 12.969,81 13.947,74


(6)

Lampiran 2 : Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (%), 2005-2012

Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

1. Pertanian 25,25 24,34 23,91 23,83 23,78 23,62 23,22 22,89

2. Pertambangan 1,22 1,20 1,23 1,23 1,19 1,18 1,18 1,13

3. Industri 24,24 24,07 23,66 22,89 22,39 21,91 20,97 20,46

4. Listrik, Gas & Air

Minum 0,81 0,79 0,74 0,73 0,74 0,73 0,75 0,73

5. Bangunan 6,28 6,52 6,57 6,68 6,77 6,79 6,92 6,95

6. Perdagangan, Hotel &

Restoran 18,19 18,32 18,42 18,38 18,44 18,46 18,72 18,89

7. Pengangkutan &

Komunikasi 8,40 8,85 9,10 9,31 9,53 9,80 10,11 10,31

8. Keuangan, Real Estate &

Jasa Perusahaan 6,19 6,40 6,73 7,04 7,12 7,41 7,89 8,26

9. Jasa-jasa 9,43 9,51 9,63 9,91 10,05 10,09 10,25 10,37

PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Lampiran 3 :

Golongan Industri 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

10. Industri Makanan, Minuman

dan Tembakau 394 525 525 512 498 447 460 462

11. Industri Tekstil, Pakaian Jadi

dan Kulit 48 70 64 56 47 54 45 45

12. Industri Kayu, Perabotan

Rumah Tangga 127 184 163 132 121 115 117 118

13. Industri Kertas, Percetakan dan

Penerbit 32 56 48 45 42 27 30 30

14. Industri Kimia, Batubara, Karet

dan Plastik 177 202 202 190 184 189 189 190

15. Industri Barang Galian Bukan Logam Kecuali Minyak Bumi dan Batubara

35 52 48 49 53 57 56 56

16. Industri Logam Dasar 12 14 14 12 12 18 12 12

17. Industri Barang dari Logam,

Mesin dan Peralatannya 81 91 102 96 86 82 59 59

18. Industri Pengolahan Lainnya 16 24 19 17 13 13 39 39