5.2 Analisis Bivariat 5.2.1 Hubungan Faktor Risiko HIVAIDS dengan Perilaku Tes HIV
Gambar 5.6 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Faktor Risiko HIVAIDS dengan Perilaku Tes HIV Orang yang Mendapatkan Layanan VCT
di Wilayah Kerja Puskesmas Rambung Binjai Tahun 2016
Berdasarkan gambar 5.6 dapat diketahui bahwa faktor risiko penggunaan narkoba suntik secara bergantian prevalens melakukan tes HIV adalah 38,5 dan
faktor risiko heteroseksual prevalens melakukan tes HIV adalah 80,0. Hasil analisis statistik dengan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,002. Hal
ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor risiko HIVAIDS dengan perilaku tes HIV orang yang mendapatkan layanan VCT di
Wilayah Kerja Puskesmas Rambung Binjai Tahun 2016. Perilaku tes HIV pada faktor risiko penggunaan narkoba suntik secara
bergantian dan faktor risiko heteroseksual memiliki Ratio Prevalence RP sebesar 0,156 dengan 95 CI 0,046
– 0,534. Hal ini berarti orang dengan faktor
38.5 80.0
61.5
20.0
0.0 10.0
20.0 30.0
40.0 50.0
60.0 70.0
80.0 90.0
Penggunaan Narkoba Suntik secara
Bergantian Heteroseksual
P re
v a
lens
Melakukan Tes HIV Tidak Melakukan Tes HIV
Universitas Sumatera Utara
risiko penggunaan narkoba suntik secara bergantian memiliki kecenderungan melakukan tes HIV sebesar 0,156 kali lebih kecil dibandingkan orang dengan
faktor risiko heteroseksual di Wilayah Kerja Puskesmas Rambung Binjai Tahun 2016.
Proporsi terbesar pada variabel faktor risiko HIVAIDS dalam penelitian ini adalah faktor risiko penggunaan narkoba suntik secara bergantian yaitu 52
orang 72,2. Hal ini didukung dengan data dari pertanyaan faktor risiko HIVAIDS orang yang mendapatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas
Rambung Binjai Tahun 2016 berdasarkan tabel 4.4 bahwa 52 orang 72,2 orang yang mendapatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Rambung
Tahun 2016 adalah orang yang memiliki faktor risiko penggunaan narkoba suntik secara bergantian.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS bagian ketiga paragraf 3
menyatakan penggunaan narkoba suntik bergantian termasuk dalam faktor risiko hubungan non-seksual yang membutuhkan layanan konseling dan tes HIV sebagai
langkah pencegahan HIVAIDS. Hal ini sejalan dengan penelitian Heri, Anton, dan Zahroh 2008
menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara konseling dan tes HIV sukarela dengan penggunaan jarum suntik bergantian p = 0,001 di Kota
Semarang.
Universitas Sumatera Utara
5.2.2 Hubungan Pengetahuan Terkait HIVAIDS dengan Perilaku Tes HIV
Gambar 5.7 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Terkait HIVAIDS dengan Perilaku Tes HIV Orang yang Mendapatkan
layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Rambung Binjai Tahun 2016
Berdasarkan gambar 5.7 yang menunjukkan bahwa pada tingkat pengetahuan terkait HIVAIDS yang kurang prevalens melakukan tes HIV adalah
62,5, pada tingkat pengetahuan terkait HIVAIDS yang cukup prevalens melakukan tes HIV adalah 41,3, dan pada tingkat pengetahuan terkait
HIVAIDS yang baik prevalens melakukan tes HIV adalah 66,7. Uji chi-square tidak dapat dilanjutkan untuk melihat hubungan tingkat
pengetahuan terkait HIVAIDS yang kurang dibandingkan dengan tingkat pengetahuan terkait HIVAIDS yang cukup dengan perilaku tes HIV karena
terdapat dua sel 50 yang nilai expected-nya kurang dari lima kemudian dari hasil uji
fisher’s exact test didapat tidak ada hubungan yang bermakna antara
62.5
41.3 66.7
37.5 58.7
33.3
0.0 10.0
20.0 30.0
40.0 50.0
60.0 70.0
80.0
Kurang Cukup
Baik
P re
v a
lens
Melakukan Tes HIV Tidak Melakukan Tes HIV
Universitas Sumatera Utara
tingkat pengetahuan terkait HIVAIDS yang kurang dibandingkan dengan tingkat pengetahuan terkait HIVAIDS yang cukup dengan perilaku tes HIV p0,05.
Uji chi-square tidak dapat dilanjutkan untuk melihat hubungan tingkat pengetahuan terkait HIVAIDS yang kurang dibandingkan dengan tingkat
pengetahuan terkait HIVAIDS yang cukup dengan perilaku tes HIV karena terdapat satu sel 25 yang nilai expected-nya kurang dari lima kemudian dari
hasil uji fisher’s exact test didapat tidak ada hubungan yang bermakna antara
tingkat pengetahuan terkait HIVAIDS yang kurang dibandingkan dengan tingkat pengetahuan terkait HIVAIDS yang cukup dengan perilaku tes HIV p0,05.
Menurut Notoatmodjo 2010, pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam pembentukan tindakan seseorang sehingga orang dengan
pengetahuan yang kurang cenderung tidak melakukan tindakan. Akan tetapi, dalam penelitian jika dilihat gambar 5.7 orang dengan pengetahuan terkait
HIVAIDS yang kurang memiliki prevalens melakukan tes HIV 62,5 atau 1,51 kali lebih banyak dari prevalens melakukan tes HIV orang dengan pengetahuan
terkait HIVAIDS yang cukup yaitu 41,3, dan hampir mendekati prevalens melakukan tes HIV orang dengan pengetahuan terkait HIVAIDS yang baik yaitu
66,7. Hal ini menyebabkan pengetahuan seseorang tidak mempengaruhi seseorang untuk melakukan sebuah tindakan atau perilaku.
Universitas Sumatera Utara
5.2.3 Hubungan Sikap Terkait HIVAIDS dengan Perilaku Tes HIV
Gambar 5.8 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Sikap Terkait HIVAIDS dengan Perilaku Tes HIV Orang yang Mendapatkan Layanan VCT
di Wilayah Kerja Puskesmas Rambung Binjai Tahun 2016
Berdasarkan gambar 5.8 dapat diketahui bahwa pada tingkat sikap terkait HIVAIDS yang kurang prevalens melakukan tes HIV adalah 30,0, pada tingkat
sikap terkait HIVAIDS yang cukup prevalens melakukan tes HIV adalah 51,4, dan pada tingkat pengetahuan terkait HIVAIDS yang baik prevalens melakukan
tes HIV adalah 56,0. Uji chi-square tidak dapat dilanjutkan untuk melihat hubungan tingkat
sikap terkait HIVAIDS yang kurang dibandingkan dengan tingkat sikap terkait HIVAIDS yang cukup dengan perilaku tes HIV karena terdapat satu sel 25
yang nilai expected-nya kurang dari lima kemudian dari hasil uji fisher’s exact test
didapat tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat sikap terkait HIVAIDS yang kurang dibandingkan dengan tingkat sikap terkait HIVAIDS yang cukup
dengan perilaku tes HIV p0,05.
30.0 51.4
56.0 70.0
48.6 44.0
0.0
10.0
20.0 30.0
40.0 50.0
60.0 70.0
80.0
Kurang Cukup
Baik
P re
v a
lens
Melakukan Tes HIV Tidak Melakukan Tes HIV
Universitas Sumatera Utara
Uji chi-square tidak dapat dilanjutkan untuk melihat hubungan tingkat sikap terkait HIVAIDS yang kurang dibandingkan dengan tingkat sikap terkait
HIVAIDS yang baik dengan perilaku tes HIV karena terdapat satu sel 25 yang nilai expected-nya kurang dari lima kemudian dari hasil uji
fisher’s exact test didapat tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat sikap terkait HIVAIDS
yang kurang dibandingkan dengan tingkat sikap terkait HIVAIDS yang baik dengan perilaku tes HIV p0,05.
Menurut Notoatmodjo 2010 Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak. Menurut Bem dalam self perception theory yang dikutip oleh Wawan
dan Dewi 2011 menyatakan bahwa orang bersikap positif atau negatif terhadap sesuatu objek sikap dibentuk melalui pengamatan pada perilaku orang itu sendiri.
Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu dan sikap negatif terdapat kecenderungan untuk
menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu Wawan dan Dewi, 2011.
Akan tetapi, gambar 5.8 pada orang dengan sikap terkait HIVAIDS yang baik menunjukkan perbandingan prevalens melakukan tes HIV dan prevalens
tidak melakukan tes HIV adalah hampir memiliki perbandingan yang sama yaitu 56,0 : 44,0 atau 1,3 : 1 dan pada orang dengan sikap terkait HIVAIDS yang
cukup perbandingan prevalens melakukan tes HIV dan prevalens tidak melakukan tes HIV adalah juga hampir memiliki perbandingan yang sama yaitu 51,4 :
48,6 atau 1,06 : 1. Berbeda dengan orang yang memiliki sikap terkait HIVAIDS yang kurang, perbandingan prevalens melakukan tes HIV dan
Universitas Sumatera Utara
prevalens tidak melakukan tes HIV pada orang dengan sikap terkait HIVAIDS yang kurang adalah 30,0 : 70,0 atau 1 : 2,3 yang menunjukkan orang yang
memiliki sikap yang kurang cenderung tidak melakukan tindakan atau perilaku. Hal ini berarti sikap seseorang tidak mempengaruhi seseorang untuk melakukan
tindakan atau perilaku. Menurut Notoatmodjo 2010, sikap belum tentu terwujud dalam tindakan.
Menurut Sarwono 2009, manusia memiliki sikap individual yang berarti sikap yang khusus terdapat pada satu-satu orang terhadap objek-objek yang menjadi
perhatian orang-orang yang bersangkutan saja. Sikap memiliki faktor internal yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan, seperti
faktor pilihan. Faktor pilihan sangat ditentukan oleh motif dan kecenderungan dalam diri orang tersebut untuk melakukan tindakan.
Universitas Sumatera Utara
5.2.4 Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan Perilaku Tes HIV
Gambar 5.9 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Dukungan Petugas Kesehatan dengan Perilaku Tes HIV Orang yang Mendapatkan
Layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Rambung Binjai Tahun 2016
Berdasarkan gambar 5.9 dapat diketahui bahwa pada dukungan petugas kesehatan yang kurang prevalens melakukan tes HIV adalah 22,7 dan pada
dukungan petugas kesehatan yang baik prevalens melakukan tes HIV adalah 77,3.
Hasil analisis statistik dengan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,001. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara dukungan petugas
kesehatan dengan perilaku tes HIV orang yang mendapatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Rambung Binjai Tahun 2016.
Perilaku tes HIV pada orang yang mendapat dukungan petugas kesehatan yang kurang dibandingkan dengan orang yang mendapat dukungan petugas
kesehatan yang baik memiliki Ratio Prevalence RP sebesar 0,180 dengan 95
22.7 62.0
77.3
38.0
0.0 10.0
20.0 30.0
40.0
50.0
60.0 70.0
80.0 90.0
Kurang Baik
P re
v a
le ns
Melakukan Tes HIV Tidak Melakukan Tes HIV
Universitas Sumatera Utara
CI 0,057 – 0,569. Hal ini berarti orang yang mendapat dukungan petugas
kesehatan yang kurang memiliki kecenderungan untuk melakukan tes HIV 0,180 kali lebih kecil dibandingkan dengan orang yang mendapat dukungan petugas
kesehatan yang baik di Wilayah Kerja Puskesmas Rambung Binjai Tahun 2016. Inisiasi atau dukungan untuk tes HIV oleh petugas kesehatan harus selalu
didasari atas kepentingan pasien. Pemberian informasi yang cukup mengenai tujuan, keuntungan melakukan tes, jaminan konfidensialitas serta rencana
perawatan, dan pengobatan yang jelas akan membantu pasien dalam mengambil keputusan secara sukarela. Penerapan konseling dan tes atas inisiasi petugas
kesehatan bukan berarti menerapkan tes HIV secara mandatory atau wajib sebagai pendekatan dasar kesehatan masyarakat Ditjen PP PL Kemenkes RI, 2010.
Adapun tujuan inisiasi petugas kesehatan adalah meningkatkan peran dan tanggung jawab petugas kesehatan dalam hal menyediakan akses terhadap tes
HIV, konseling, dan intervensi lain yang dibutuhkan, mengoptimalkan hasil pencegahan dan pengobatan, dan memberdayakan ODHA agar mengetahui status
HIV mereka dengan penuh kesadaran dan kesukarelaan Ditjen PP PL Kemenkes RI, 2010.
Hal ini didukung dengan data pada tabel 4.10 bahwa 70 orang 72,9 menyatakan sebelum mengikuti layanan VCT petugas kesehatan pernah
memberikan informasi mengenai HIV dan AIDS, 70 orang 72,9 menyatakan petugas kesehatan pernah memberikan informasi mengenai tes HIV dan 70 orang
72,9 menyatakan petugas kesehatan pernah menyarankan responden untuk melakukan tes HIV.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini sejalan dengan penelitian Syahrir 2014 dengan desain cross- sectional yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
dukungan petugas kesehatan dengan pemanfaatan layanan VCT p= 0,0001 di Puskesmas Kota Makassar.
Hasil penelitian Rahmadani 2014 dengan desain cross-sectional yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara dukungan petugas
kesehatan dengan pemanfaatan layanan VCT pada kelompok risiko tinggi p = 0,0001 di Kota Makassar.
Universitas Sumatera Utara
65 BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan
6.1.1. Proporsi responden yang mendapatkan layanan VCT berdasarkan faktor risiko di Wilayah Kerja Puskesmas Rambung Binjai Tahun 2016 tertinggi
adalah faktor risiko penggunaan narkoba suntik secara bergantian yaitu 52 orang 72,2.
6.1.2. Proporsi responden yang mendapatkan layanan VCT berdasarkan pengetahuan terkait HIVAIDS di Wilayah Kerja Puskesmas Rambung
Binjai Tahun 2016 tertinggi adalah kategori cukup yaitu 46 orang 63,9. 6.1.3. Proporsi responden yang mendapatkan layanan VCT berdasarkan sikap
terkait HIVAIDS di Wilayah Kerja Puskesmas Rambung Binjai Tahun 2016 tertinggi adalah kategori cukup yaitu 37 orang 51,4.
6.1.4. Proporsi responden yang mendapatkan layanan VCT berdasarkan dukungan petugas kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Rambung Binjai
Tahun 2016 tertinggi adalah kategori baik yaitu 50 orang 69,4. 6.1.5. Proporsi responden yang melakukan tes HIV di Wilayah Kerja Puskesmas
Rambung Binjai Tahun 2016 tertinggi adalah 36 orang 50,0. 6.1.6. Ada hubungan yang bermakna antara faktor risiko dengan perilaku tes
HIV orang yang mendapatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Rambung Binjai Tahun 2016.
6.1.7. Tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan terkait HIVAIDS yang kurang jika dibandingkan dengan tingkat pengetahuan
terkait HIVAIDS yang cukup dengan perilaku tes HIV orang yang
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Rambung Binjai Tahun 2016.
Tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan terkait HIVAIDS yang kurang jika dibandingkan dengan tingkat pengetahuan
terkait HIVAIDS yang baik dengan perilaku tes HIV orang yang mendapatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Rambung Binjai
Tahun 2016. 6.1.8. Tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat sikap terkait HIVAIDS
yang kurang jika dibandingkan dengan tingkat sikap terkait HIVAIDS yang cukup dengan perilaku tes HIV orang yang mendapatkan layanan
VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Rambung Binjai Tahun 2016. Tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat sikap terkait HIVAIDS
yang kurang jika dibandingkan dengan tingkat sikap terkait HIVAIDS yang baik dengan perilaku tes HIV orang yang mendapatkan layanan VCT
di Wilayah Kerja Puskesmas Rambung Binjai Tahun 2016. 6.1.9. Ada hubungan yang bermakna antara dukungan petugas kesehatan dengan
perilaku tes HIV orang yang mendapatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Rambung Binjai Tahun 2016.
Universitas Sumatera Utara
6.2 Saran