commit to user
30
3. Efektifitas Bekerjanya Hukum
Sesungguhnya hubungan hukum dan kebijakan publik sangat erat bagaikan dua sisi mata uang. Maksudnya adalah produk hukum yang
baik harus melalui proses komunikasi yang baik antara stakeholders dan antar komponen masyarakat yang biasa dilakukan dalam proses
penyusunan kebijakan publik. Produk hukum dibicarakan dalam dua sisi, yakni sisi keadilan dan sisi legalitas sebagai upaya adanya
kepastian hukum yang kemudian menjelma hukum positif, yakni produk hukum yang berlaku dalam suatu negara tertentu dan dibuat
lembaga yang berwenang seperti pembuatan undang-undang dilakukan oleh pemerintah dan DPR RI, peraturan daerah dibuat oleh DPRD dan
Gubernur atau Bupati. Dalam melakukan penerapan hukum membutuhkan kebijakan
publik sebagai sarana yang mampu mengaktualisasikan hukum tersebut dengan kebutuhan dan kondisi riil yang ada di masyarakat, sebab jika
responsifitas aturan masyarakat hanya sepenuhnya diserahkan pada hukum semata, maka bukan tidak mungkin pada saatnya akan terjadi
pemaksaan-pemaksaan hukum yang tidak sejalan dengan cita-cita hukum itu sendiri yang ingin mensejahterakan masyarakat.
Kebijakan publik sebagai sebuah konsep pengaturan masyarakat yang lebih menekankan pada proses, dewasa ini tampaknya menjadi
lebih populer daripada hukum. Namun keberadaan hukum secara sadar atau tidak sadar masih tetap dibutuhkan oleh masyarakat modern.
Penerapan hukum menjadi sangat tergantung pada kebijakan publik sebagai sarana yang dapat menyukseskan berjalannya penerapan
hukum itu sendiri. Sebab dengan adanya kebijakan publik, maka pemerintah pada level yang terdekat dengan masyarakat setempat akan
mampu merumuskan apa-apa saja yang harus dilakukan agar penerapan hukum yang ada pada suatu saat dapat berjalan dengan baik.
commit to user
31 Menurut Lawrence Meir Friedman seorang ahli sosiologi hukum
dari Stamford University dalam bukunya The Legal System, mengemukakan mengenai Tiga Unsur Sistem Hukum Three Element
of Legal System. Untuk itu sangat tepat Teori Friedman yang menyatakan bahwa hukum merupakan satu kesatuan sistem yang terdiri
dari tiga unsur yang saling terkait. Ketiga unsur sistem hukum yang mempengaruhi bekerjanya hukum tersebut adalah sebagai berikut :
35
a. Struktur Hukum legal structure;
Struktur menurut Friedman adalah kerangka bagian yang memberi semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan. Di
Indonesia berbicara tentang struktur sistem hukum Indonesia maka termasuk didalamnya struktur Institusi-institusi penegakan hukum,
seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan Dalam hal ini merupakan unsur yang berasal dari para
pemegang aturan hukum. Bisa jadi pemerintah eksekutif, pembuat peraturan legislatif ataupun lembaga kehakiman yudikatif. Para
aparat penegak hukum, seyogyanya harus bersikap konsisten terhadap apa yang telah dikeluarkannya. Ia tidak boleh mangkir dari
kebijakan-kebijakan hukum yang telah dibuatnya. Atau dengan kata lain, dalam melakukan segala perbuatan, pemerintah harus selalu
berpegang teguh terhadap peraturan umum yang telah dibuatnya. Jadi pada dasarnya struktur hukum secara sederhana bisa
diartikan dari kerangka hukum maupun wadah dan organisasi dari lembaga-lembaganya.
35
Achmad Ali, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Jakarta, PT. Yarsif Watampone, 2001.
commit to user
32 b.
Substansi Hukum legal substance; Substansi adalah aturan, norma dan pola perilaku nyata
manusia yang berada dalam sistem hukum itu. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada didalam
sistem hukum itu mencakup peraturan baru yang mereka susun. Komponen substantif sebagai output dari sistem hukum yang
berupa peraturan-peraturan keputusan-keputusan yang digunakan baik oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur.
36
Substansi hukum meliputi norma dan aturan itu sendiri. Tidak terbatas pada norma formal saja tetapi juga meliputi pola perilaku
sosial termasuk etika sosial, terlepas apakah nantinya akan perilaku sosial tersebut akan membentuk norma formal tersendiri. Idealnya,
isimateri hukum tidak boleh diinterpretasikan secara bakusebagaimana adanya seperti yang tercantum dalam peraturan
perundang-undangan. c.
Kultur hukum legal culture. Pernyataan Friedman menyatakan bahwa kultur hukum ádalah
apa yang masyarakat rasakan terhadap hukum dan sistem hukumnya, kemudian Friedman memperluas lagi bahwa budaya
hukum bukan sekedar pikiran saja, tetapi juga cara pandang dan cara masyarakat menentukan bagaimana sebuah hukum itu
digunakan Pada akhirnya, pemahaman kultur hukum menurut Friedman
adalah setiap manusia terhadap hukum dan sistem hukum kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Kultur hukum
adalah susunan pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau disalah gunakan.
36
Ibid, hal 5
commit to user
33 Tanpa Kultur Hukum maka sistem hukum itu sendiri tidak
berdaya. Pendapat Friedman, jika unsur ini dihilangkan akan menimbulkan kepincangan hukum tidak bisa berjalan
sebagaimana mestinya, serta cita-cita mewujudkan keadilan pun akan sirna. Pemerintah, dalam menyusun peraturan dan menentukan
langkah-langkah hukum perlu memperhatikan pula nilai-nilai dalam masyarakat. Tidak boleh mengambil keputusankebijakan hanya
berdasarkan asumsinya belaka. Sesuaitidaknya kebijakan hukum dengan tuntutan masyarakat umum, akan sangat menentukan
keberhasilan hukum itu sendiri. Berdasarkan teori sistem dari Friedman diatas kalau ingin
memperbaiki sistem hukum yang ada ketiga komponen tersebut harus diperhatikan dan dibenahi. Kondisi ini memerlukan suatu proses yang
panjang untuk mampu merubahnya karena menyangkut masalah sosial budaya, sehingga bukan hanya perundang-undangan yang harus
dibenahi namun juga budaya hukum masyarakat. Menurut Setiono, pada dasarnya di dalam penerapan hokum
tergantung pada empat unsur yaitu unsure hukum, unsur struktural, unsur masyarakat dan budaya.
37
1 Unsur Hukum Unsur hokum merupaka produk atau teks aturan-aturan hokum.
Ketika pada kasus tertentu ternyata unsur hokum ini tidak dapat diterapkan sama persis dengan harapan yang ada, maka kebijakan
publik diharapkan mampu memberikan tindakan-tindakan yang lebih kontekstual dengan kondisi riil di lapangan. Ketika kebijakan
publik melakukan hal itu maka sesungguhnya ia pun berangkat dari unsur hokum yang dimaksud. Perencanaan dan langkah-langkah
37
Setiono, PemahamanTterhadap Metodologi Penelitian Hukum, Program Studi Ilmu Hukum, Surakarta, Pasca Sarjana UNS, 2005.
commit to user
34 yang diambil oleh kebijakan publik bisa jadi tidak sepenuhnya sama
dengan teks-teks aturan hokum, dengan demikian pada dasarnya kebijakan publik itu lebih sebagai upaya untuk membantu atau
memperlancar penerapan hokum yang telah ditetapkan. 2 Struktural
Struktural merupakan lembaga-lembaga atau organisasi yang diperlukan dalam penerapan hokum itu. Kebijakan publik dalam
konteks unsur struktural ini lebih dominan berposisi sebagai sebuah seni, yaitu bagaimana ia mampu melakukan kreasi sedemikian rupa
sehingga performance organisasi yang dialaminya itu dapat tampil lebih baik, sekaligus distorsi-distorsi pemaknaan dari unsur hokum
yang ada tidak diselewengkan atau ditafsir berbeda oleh para pelaksananya di lapangan. Atau mungkin terjadi para pelaksana
dalam organisasi sudah mengerti maksud dari aturan hokum yang ada tetapi mereka tidak mampu menjalankannya.
3 Masyarakat Yang dimaksud dengan masyarakat disini adalah bagaimana kondisi
social politik dan social ekonomi dari masyarakat yang akan terkena dampak atas diterapkannya sebuah aturan hokum atau Undang-
undang. Sebaik apapun unsur-unsur kinerja organisasi atau institusi pelaksana, bila kondisi masyarakatnya sedang kacau balau tentu
semua itu tidak akan dapat berjalan seperti yang diharapkan. Posisi dari kebijakan publik lagi-lagi akan sangat berpengaruh dalam hal
unsur masyarakat dalam penerapan hokum. Kondisi masyarakat yang ada itu harus diselesaiakan terlebih dahulu demi
terselenggaranya sebuah penerapan hokum
commit to user
35 4 Budaya
Yang dimaksud dengan budaya adalah berkaitan dengan bagaimana isi kontekstual sebuah Undang-undang yang hendak diterapkan
dengan pola piker, pola perilaku, norma-norma nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat. Unsur budaya
dalam penerapan hokum sangat penting sebab ini berkaitan dengan bagaimana pamahaman masyarakat atas sebuah introduksi nilai
yang hendak ditransformasikan oleh sebuah produk hokum atau Undang-undang.
Earl Letham beranggapan,
38
bahwa kebijakan publik pada dasarnya mencerminkan keseimbangan yang tercapai dalam perjuangan
antar kelompok. Kebijakan publik merupakan keadaan seimbang yang tercapai dalam perjuanagan antar kelompok pada suatu waktu tertentu
dan merupakan cerminan keseimbangan setelah pihak-pihak atau kelompok tertentu berhasil mengarahkan kebijakan publik itu ke arah
yang menguntungkan. Dalam hubungan mencapai keseimbangan itu dibutuhkan berlakunya suatu system hukum yang merupakan cerminan
dari nilai-nilai dan standar elit masyarakat, masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri sesuai dengan kepentingan kelompok
mereka. Kebijakan dalam bidang hukum akan berimplikasi kepada masalah politik yang sarat dengan diskriminasi terhadap kelompok lain.
Menurut Soerjono Soekanto, bahwa masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral sehingga dampak positif atau negatifnya penegakan hukum itu terletak pada isi faktor-
faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut, adalah sebagai berikut :
39
38
Bambang Sunggono, op.cit, hal. 60
39
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,1983
commit to user
36 1. Faktor hukumnya sendiri
Yang dimaksud dengan hukum dalam hal ini adalah peraturan tertulis yang dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah,
yang mencakup : a.
Peraturan pusat yang berlaku untuk semua warga negara atau suatu golongan tertentu saja maupun yang berlaku umum di
sebagian wilayah negara. b.
Peraturan setempat yang hanya berlaku di suatu tempat atau daerah saja.
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum
Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan status dan peranan role. Seorang penegak hukum sebagaimana halnya dengan warga-
warga masyarakat lainnya mempunyai beberapa kedudukan dan peranan sekaligus. Dengan demikian tidaklah mustahil bahwa
antara berbagai kedudukan dan peranan tersebut timbul konflik status conflict dan conflict of roles. Kalau di dalam kenyataannya
terjadi suatu kesenjangan antara peranan yang seharusnya dengan peranan yang sebenarnya dilakukan atau peranan aktual, maka akan
terjadi kesenjangan peranan role distance. Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat yang hendaknya
mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu. Mereka harus dapat berkomunikasi dan mendapatkan pengertian dari golongan sasaran,
disamping mampu membawakan atau menjalankan peranan yang dapat diterima oleh mereka.
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu maka tidak mungkin
penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan
commit to user
37 terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan
yang cukup dan lain-lain. Kalau hal-hal itu tidak terpenuhi, maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya.
4. Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hokum berlaku atau diterapkan
Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu
dipandang dari sudut tertentu masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut. Tidak setiap usaha yang bertujuan
supaya warga masyarakat menaati hukum menghasilkan kepatuhan tersebut. Ada kemungkinan bahwa kegiatan atau usaha tersebut
malahan menghasilkan sikap tindak yang bertentangan dengan tujuannya.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Faktor kebudayaan yang sebenarnya bersatu padu dengan faktor masyarakat sengaja dibedakan karena dalam pembahasannya
diketengahkan masalah sistem nilai-nilai yang menjadi inti dari kebudayaan spiritual atau non materiil. Kebudayaan hukum pada
dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa
yang dianggap baik sehingga dianuti dan apa yang dianggap buruk sehingga dihindari,
Masih menurut Soerjono Soekanto, kelima faktor tersebut saling berkaitan erat, karena merupakan esensi dari penegakan hukum dan
merupakan tolok ukur dari efektivitas penegakan hukum. Hukum agar bisa berfungsi sebagai sarana rekayasa sosial bagi
masyarakat biasa dan masyarakat pejabat sebagai pemegang law enforcement, maka dapat dipakai pendekatan dengan mengambil teori
commit to user
38 Robert Seidman,
40
yang menyatakan bahwa bekerjanya hukum dalam masyarakat itu melibatkan tiga kemampuan dasar, yaitu pembuat
hukum Undang-undang, birokrat pelaksana dan masyarakat obyek hukum. Pelaksana hukum, perilakunya ditentukan pula oleh peranan
yang diharapkan darinya, namun bekerjanya harapan itu tidak hanya ditentukan oleh peraturan-peraturan saja, melainkan juga ditentukan
oleh faktor-faktor lainnya tetapi juga oleh : a. Sanksi-sanksi yang terdapat didalamnya.
b. Aktifitas dari lembaga-lembaga atau badan-badan pelaksana hukum c. Seluruh kekuatan sosial, politik dan lainnya yang bekerja atas diri
pemegang peran itu. Efektifitas hukum merupakan indikator untuk menilai berhasil
atau tidaknya penerapan suatu produk hukum atau penegakkan hukum di dalam masyarakat. Hukum akan ditaati dan dilaksanakan sebagai
perilaku oleh warga masyarakat apabila hukum tersebut berhasil mengatur pola perilaku orangwarga masyarakat sesuai tujuannya.
Suatu kaedah hukum akan berhasil atau gagal dalam mencapai tujuannya dapat diukur dengan terwujudnya hukum sebagai perilaku.
Dalam hal ini Soerjono Soekanto mengatakan, bahwa apabila seseorang mengatakan suatu kaedah hukum berhasil atau gagal
mencapai tujuannya, maka hal itu biasanya diukur apakah pengaruhnya berhasil mengatur sikap tindak atau perilaku tertentu sehingga sesuai
dengan tujuannya atau tidak. Pernyataan ini pada dasarnya memperlihatkan bahwa hal berlakunya hukum adalah terwujudnya
hukum sebagai perilaku.
40
Robert Seidman, Law and Development, A General Model, Law and Society Review, Madison, University of Wisconsin, USA, dalam Esmi Warassih, 2005, Pranata Hukum Sebuah Telaah
Sosiologis, Semarang, PT. Suryandaru Utama, 1972.
commit to user
39 Paul dan Dias mengajukan 5 lima syarat yang harus dipenuhi
untuk mengefektifkan sistem hukum, yaitu :
41
1 Mudah tidaknya makna aturan-aturan hukum itu untuk ditangkap
dan dipahami 2
Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan-aturan hukum yang bersangkutan
3 Efisien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum
4 Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah
dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, melainkan juga harus cukup efektif dalam menyelesaiakan sengketa
5 Adanya anggapan dan pengakuan yang merata dikalangan warga
masyarakat bahwa aturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu memang sesungguhnya berdaya kemampuan yang efektif.
Menurut Satjipto Rahardjo, secara sosiologis dapat dilihat adanya 2 dua fungsi utama hukum, yaitu :
42
a. Social control kontrol sosial Yaitu mempengaruhi warga masyarakat agar bertingkah laku
sejalan dengan apa yang telah digariskan sebagai urutan hukum, termasuk nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
b. Social Engineering rekayasa sosial Penggunaan hukum secara sadar untuk mencapai suatu tertib hukum
atau keadaan masyarakat sebagaimana yang diinginkan oleh pembuat hukum. Berbeda dengan fungsi kontrol sosial yang lebih
praktis, yaitu untuk kepentingan waktu sekarang, maka fungsi rekayasa sosial dari hukum lebih mengarah pada pembahasan sikap
dan perilaku masyarakat di masa mendatang sesuai dengan keinginan pembuat undang-undang.
41
Esmi Warrasih, 2005, op. cit, hal. 105-106.
42
Satjipto Rahardjo, 1986, Hukum dan Masyarakat, Bandung, Angkasa.
commit to user
40 Perubahan-perubahan yang dikehendaki itu apabila berhasil pada
akhirnya akan melembaga sebagai pola-pola tingkah laku yang baru dalam masyarakat.
Menurut Radbuch,
43
hukum harus mempunyai 3 tiga nilai idealis atau nilai dasar yang merupakan konsekuensi hukum yang baik, yaitu :
a. Keadilan b. Kemanfaatankegunaan
c. Kepastian Hukum Suatu Undang-undangkaedah hukum dibuat dengan tujuan untuk
mengatur kepentingan-kepentingan anggota masyarakat agar tidak terjadi perselisihan sehingga tercipta kedamaian, ketertiban dan yang
lebih penting lagi bahwa hukum itu harus bisa mewujudkan keadilan di dalam masyarakat.
Pembuatan undang-undangkaedah hukum merupakan proses awal bergulirnya pengaturan. Namun kita tidak berhenti hanya membahas
masalah wujudnya yang formal berupa peraturan-peraturan tertulis yang telah dibakukan dalam peraturan perundangan saja, akan tetapi
perlu dikaji lebih jauh konsekwensi dari peraturan perundangan tersebut dalam kehidupan di masyarakat. Hukum yang baik adalah
hukum yang bisa bekerja untuk menciptakan kepastian, kedamaian, ketertiban, keadilan dan kesejahteraan di dalam kehidupan masyarakat.
Agar supaya berfungsi, maka kaedah hukum harus memenuhi tiga unsur berlakunya hukum yaitu, yuridis, sosiologis dan filosofis.
44
Apabila suatu kaedah hukum hanya mempunyai unsur yuridis belaka, maka kaedah hukum tersebut merupakan suatu kaedah hukum yang
mati dodel regel. Kalau suatu kaedah hukum hanya mempunyai kelakuan sosiologis dalam arti teori kekuasaan, maka kaedah hukum
43
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2000.
44
Purnadi Purbacaraka dalam Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia, 1983.
commit to user
41 yang bersangkutan menjadi aturan pemaksa dwangmaat-regel.
Akhirnya apabila suatu kaedah hukum hanya mempunyai kelakuan filosofis, maka kaedah hukum hukum tersebut hanya boleh disebut
sebagai kaedah hukum yang diharapkan atau dicita-citakan ius constituendum atau ideal norm.
Menurut Dias
45
, suatu sistem hukum itu dapat dikatakan efektif kalau perilaku-perilaku manusia di masyarakat dapat cocok sepenuhnya
dengan apa yang telah ditentukan di dalam aturan-aturan hukum yang berlaku, dengan perkataan lain adanya suatu sistem hukum yang efektif
itu akan ditandai oleh adanya suatu kelainan yang sangat minimal antara sistem hukum yang formal dengan sistem hukum yang operatif.
4. Tinjauan Tentang Pegawai Negeri Sipil