Pengaruh DPK, CAR, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Tingkat Bagi Hasil Terhadap Komposisi Pembiayaan Mudharabah (Studi Pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Di Indonesia)

(1)

PENGARUH DPK, CAR, INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN TINGKAT BAGI HASIL TERHADAP KOMPOSISI PEMBIAYAAN MUDHARABAH (Studi pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)

di Indonesia)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh :

EVA HARDINI FAUZIAH

NIM 1112046100009

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v ABSTRAK

EVA HARDINI FAUZIAH, NIM 1112046100009, Pengaruh DPK, CAR, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Tingkat Bagi Hasil Terhadap Komposisi Pembiayaan Mudharabah (Studi Pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Di Indonesia)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil terhadap komposisi pembiayaan mudharabah pada BPRS di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series bulanan yaitu dari Juni 2009 sampai Juni 2015 yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia dalam laporan keuangan bulanan Statistik Perbankan Syariah. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil berpengaruh secara signifikan terhadap pembiayaan mudharabah. Secara parsial DPK dan nilai tukar rupiah (kurs) berpengaruh positif signifikan sedangkan CAR berpengaruh negatif signifikan. Variabel inflasi dan tingkat bagi hasil tidak berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan mudharabah.

Kata Kunci : Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Inflasi, Nilai Tukar Rupiah (Kurs), Tingkat Bagi Hasil, Pembiayaan Mudharabah

Pembimbing : Erika Amelia, M.Si.


(6)

vi

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, taufiq dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “PENGARUH DPK, CAR, INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN TINGKAT BAGI HASIL TERHADAP KOMPOSISI PEMBIAYAAN MUDHARABAH (Studi pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia)”. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi besar kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabat dan umatnya hingga akhir zaman.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang telah membantu dan mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun ungkapan terima kasih ini penulis tujukan kepada:

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak AM. Hasan Ali, M.A., dan Dr. Abdurrauf, Lc, M.A., ketua Program Studi Muamalat dan Sekretaris Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Erika Amelia, M.Si., dosen pembimbing yang berkenan meluangkan waktunya dan selalu memberikan motivasi, saran serta pengarahan yang berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.


(7)

vii

4. Bapak Dr. Muhammad Maksum, S.Ag., dosen pembimbing akademik yang telah memberikan perhatian, masukan dan bimbingan selama masa kuliah.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama masa kuliah.

6. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Umum yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam mecari referensi-referensi terkait penulisan skripsi.

7. Kedua orang tua tercinta yang sangat berjasa dalam hidup saya yaitu Bapak H. Samsudin dan Ibu Hj. Entin Suhartini yang selalu mencurahkan kasih sayangnya, memberikan doa yang tiada henti-hentinya dan dorongan semangat kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

8. Adik-adik tercinta Wildan J. Assayuthi, Nurul Fitria A.D dan M. Abidzar Al-Ghifari yang selalu memberikan doa dan dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Sahabat terbaikku dari kecil Rosi Rosyidah, sahabat kamar Aminah yaitu Janah, Isti, Adel, Intan dan Ika. Terima kasih kalian yang selalu mendoakan dan saling menyemangati dari jauh untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita semua selalu sukses.

10. Teman-teman seperjuangan Lala, Ayu, Nihus, Deti, Ais, Ifa, Mentari, Mulki, Nada dan teman-teman agassi yang selalu memberikan motivasi,


(8)

viii

disebutkan satu per satu. Terima kasih atas bantuan, kerja sama, canda tawa serta kenangan yang tak terlupakan selama masa perkuliahan.

12.Teman-teman KKN AKRAB yang telah memberikan doa dan semangat kepada penulis. Semoga kita semakin akrab lagi.

13.Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ekonomi islam.

Jakarta, 30 Juni 2016


(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……...i

PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii

LEMBAR PENGESAHAN...iii

LEMBAR PERNYATAAN...iv

ABSTRAK...v

KATA PENGANTAR...vi

DAFTAR ISI...ix

DAFTAR TABEL...xiii

DAFTAR GAMBAR...xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Identifikasi Masalah...8

C. Batasan Masalah…...…………...9

D. Rumusan Masalah………...9

E. Tujuan Penelitian...10

F. Manfaat Penelitian...10


(10)

x

1. Pengertian BPRS...13

2. Tujuan Didirikannya BPRS...13

3. Kegiatan Usaha BPRS...14

B. Pembiayaan Mudharabah...16

1. Pengertian Pembiayaan Mudharabah...16

2. Landasan Syariah...17

3. Rukun Mudharabah...19

4. Penerapan Mudharabah dalam Perbankan Syariah...20

C. Dana Pihak Ketiga (DPK)...22

D. Capital Adequacy Ratio (CAR)...26

E. Inflasi...29

1. Pengertian Inflasi...29

2. Jenis Inflasi...30

3. Dampak Inflasi...33

F. Nilai Tukar (Kurs)...36

1. Pengertian Nilai Tukar ...36

2. Sistem Nilai Tukar di Indonesia...37

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah...39

G. Tingkat Bagi Hasil...40

1. Pengertian Tingkat Bagi Hasil...40


(11)

xi

3. Sistem dan Prinsip Distribusi Bagi Hasil...42

H. Penelitian Terdahulu...44

I. Kerangka Pemikiran...49

J. Hipotesis...52

BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian...54

B. Sumber dan Jenis Data...54

C. Metode Penentuan Sampel...55

D. Metode Pengumpulan Data...55

E. Metode Analisis Data...55

1. Uji Asumsi Klasik.,...56

2. Uji Hipotesis...61

a. Uji t (Parsial)...61

b. Uji F (Simultan)...62

c. Koefisien Determinasi (R2)...63

F. Operasional Variabel Penelitian...64

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Deskriptif...67

B. Hasil Uji Asumsi Klasik...75

C. Analisis Regresi Berganda...82

D. Uji Hipotesis...84

E. Pembahasan...89 BAB V PENUTUP


(12)

xii

LAMPIRAN...100 .


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Komposisi Pembiayaan Yang Diberikan BUS, UUS Dan BPRS...2

Tabel 4.1 Uji Kolmogorov-Smirnov...77

Tabel 4.2 Hasil Uji Multikolinieritas dengan Nilai Tolerance dan VIF...78

Tabel 4.3 Hasil Uji Glejser...80

Tabel 4.4 Hasil Uji Durbin-Watson...82

Tabel 4.5 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda...82

Tabel 4.6 Hasil Uji t...84

Tabel 4.7 Hasil Uji F...88

Tabel 4.8 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)...89


(14)

xiv

Gambar 2.2 Kurva Demand Inflation ...32

Gambar 2.3 Kurva Cost Inflation...33

Gambar 2.4 Skema Kerangka Pemikiran...51

Gambar 4.1 Perkembangan Pembiayaan Mudharabah pada BPRS...68

Gambar 4.2 Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada BPRS ...69

Gambar 4.3 Perkembangan Capital Adequacy Ratio (CAR) pada BPRS...70

Gambar 4.4 Perkembangan Inflasi di Indonesia...72

Gambar 4.5 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah (Kurs) di Indonesia...73

Gambar 4.6 Perkembangan Tingkat Bagi Hasil pada BPRS...74

Gambar 4.7 Hasil Uji Normalitas dengan Normal P-P Plot...76


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu produk penyaluran dana dengan prinsip bagi hasil yang dilakukan oleh bank syariah adalah pembiayaan mudharabah. Pembiayaan mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan sejumlah modal kepada

pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian

keuntungan.1Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil ini merupakan ciri sekaligus pembeda antara bank syariah dengan bank konvensional. Bank syariah tidak menggunakan sistem bunga tetapi sistem bagi hasil dalam kegiatan operasionalnya. Pada sistem bagi hasil keuntungan akan ditentukan berdasarkan besar kecilnya keuntungan dari hasil usaha, atas modal yang telah diberikan hak pengelolaan kepada nasabah mitra bank syari'ah, sangat berbeda dengan sistem bunga yang keuntungannya ditentukan diawal, yaitu dengan menghitung jumlah beban bunga dari dana yang disimpan atau dipinjamkan.

Pembiayaan mudharabah sangat penting dan dapat diamalkan untuk menjaga kemaslahatan umat. Pemilik dana yang mempunyai banyak dana atau uang dapat menginvestasikan kepada pihak lain yang dipercaya untuk mengelola dana tersebut. Demikian juga pengusaha yang ingin melakukan

1

Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2004), edisi ketiga, hal. 103


(16)

usahanya tetapi tidak mempunyai kecukupan dana, maka dapat meminta bantuan dana dari pihak yang mempunyai banyak dana. Hal ini sangat bermanfaat karena dapat saling tolong-menolong dan dapat menggerakkan sektor ekonomi riil yaitu menciptakan lapangan pekerjaan sehingga banyak menyerap tenaga kerja dan tingkat pengangguran pun berkurang.

Bank syariah menggunakan sistem bagi hasil bukan bunga yang membebani masyarakat kecil, maka bagi hasil khususnya produk pembiayaan mudharabah seharusnya menjadi mekanisme yang dominan dalam aktivitas perbankannya. Namun pada kenyataannya, bahwa saat ini produk pembiayaan yang lebih banyak digunakan adalah pembiayaan murabahah (jual beli). Begitu pula pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) pembiayaan murabahah lebih mendominasi dan banyak diminati oleh nasabah dibandingkan dengan pembiayaan mudharabah.

Tabel 1.1

Komposisi Pembiayaan Yang Diberikan BUS, UUS Dan BPRS1

Waktu

Pembiayaan di BUS & UUS (dalam Milyar Rupiah)

Pembiayaan di BPRS (dalam Jutaan Rupiah) Pembiayaan

Mudharabah

Pembiayaan Murabahah

Pembiayaan Mudharabah

Pembiayaan Murabahah

Jun-14 14.312 114.322 117.505 3.857.695

Jul-14 14.559 114.128 120.765 3.865.210

Agust-14 14.277 114.002 120.617 3.854.672

Sep-14 14.356 114.891 123.717 3.899.660

1

Bank Indonesia, Tabel Komposisi Pembiayaan Yang Diberikan BUS, UUS dan BPRS, Statistik Perbankan Syariah Juni 2015


(17)

3

Okt-14 14.371 115.088 123.691 3.918.522

Nov-14 14.307 115.602 124.847 3.940.199

Des-14 14.354 117.371 122.467 3.965.543

Jan-15 14.207 115.979 118.415 3.990.394

Feb-15 14.147 116.268 118.353 4.054.034

Mar-15 14.136 117.358 123.975 4.132.430

Apr-15 14.388 117.210 133.805 4.212.147

Mei-15 14.906 117.777 143.760 4.281.505

Jun-15 14.906 117.777 158.936 4.367.727

Sumber : Statistik Perbankan Syariah, Juni 2015

Rendahnya pembiayaan mudharabah di bank syariah maupun di BPRS

disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah risiko yang tinggi, maka dalam pembiayaan mudharabah bank akan selalu sangat berhati-hati dalam melakukan pembiayaan mudharabah. Selain itu terdapat juga ketidakpastian dari pembiayaan mudharabah. Bank hanya berlandaskan pada prediksi ke depan dari jenis usaha tersebut.2 Biaya yang lebih tinggi juga dikeluarkan oleh bank untuk mengawasi pembiayaan mudharabah karena diperlukan kewaspadaan yang lebih tinggi. Kemudian pihak bank juga perlu menempatkan para teknisi dan ahli manajemen untuk mengawasi dan mengevaluasi proyek usaha yang sedang berjalan.3

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) sendiri secara sederhana dapat dipahami sebagai BPR biasa yang sistem operasionalnya mengikuti

2

Muhammad Akhyar Adnan & Didi Purwoko, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Pembiayaan Mudharabah Menurut Perspektif Manajemen Bank Syariah Dengan Pendekatan Kritis, Jurnal Akuntansi & Investasi Vol. 14 (Januari 2013), hal. 25

3


(18)

prinsip-prinsip muamalah.4 Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan, disebutkan bahwa Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Pemerintah mengatur didirikannya BPRS untuk merangkul masyarakat ekonomi lemah yang biasanya terdapat di wilayah desa atau kecamatan dan mempunyai masalah dengan permodalan usahanya. Sebagian besar masyarakat Indonesia mempunyai usaha yang tergolong ke dalam usaha kecil dan menengah. Berdasarkan data Departemen Koperasi tahun 2010 jumlah UMKM sebesar 99,99% dan 0,01% tergolong ke dalam usaha besar.5

Tingkat pertumbuhan BPRS cukup signifikan di mana pada tahun 2015 jumlahnya sudah mencapai 160 BPRS. Seperti bank syariah, BPRS juga melakukan kegiatan penghimpunan dana seperti tabungan dan deposito, namun tidak melakukan simpanan dalam bentuk giro. Kemudian melakukan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan, seperti pembiayaan dengan prinsip jual beli, sewa dan bagi hasil. Total asset dan pembiayaan yang disalurkan oleh BPRS pun mengalami perkembangan setiap tahunnya, yaitu sekitar 6,8 triliun dan 5,5 triliun pada bulan Juni 2015.6

Kemampuan pembiayaan yang disalurkan oleh BPRS dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dari sisi internal atau dari dalam bank itu sendiri seperti dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh BPRS, kecukupan modal yang

4

Sukawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta : Sinar Grafika, 2000), hal 123

5

Departemen Koperasi, Data Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, 2010

6

Bank Indonesia, Tabel Neraca Gabungan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, Statistik Perbankan Syariah Juni 2015


(19)

5

dimiliki serta tingkat bagi hasil. Dana pihak ketiga merupakan dana yang berasal dari masyarakat dan merupakan sumber dana yang paling besar yang dapat diandalkan oleh bank. Kegiatan bank setelah menghimpun dana dari masyarakat adalah menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya, dalam bentuk pinjaman atau yang lebih dikenal dengan pembiayaan. Pemberian pembiayaan merupakan aktifitas bank yang paling utama dalam menghasilkan keuntungan.7 DPK yang berhasil dihimpun oleh BPRS sampai bulan Juni 2015 yaitu sekitar 4 triliun.8 Jumlah tersebut bertambah dari tahun-tahun sebelumnya.

Penyaluran pembiayaan oleh perbankan tidak hanya dipengaruhi oleh dana yang tersedia yang bersumber dari DPK tetapi juga dipengaruhi oleh faktor permodalan atau CAR (Capital Adequecy Ratio).9 Capital Adequecy

Ratio (CAR) merupakan rasio permodalan yang menunjukkan kemampuan

bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian dana yang diakibatkan oleh kegiatan operasi bank. Bank Indonesia menetapkan CAR yang dimiliki oleh bank minimal 8%. Apabila ketentuan CAR tidak terpenuhi, maka akan mempengaruhi tingkat kesehatan bank dan akan mengurangi kemampuan ekspansi penyaluran dana.10

7

Billi Arma Pratama, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan (Studi Bank Umum di Indonesia Periode tahun 2005-2009) (Semarang: Tesis S2 Universitas Diponegoro, 2010), hal. 4

8

Bank Indonesia, Tabel Komposisi DPK-Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, Statistik Perbankan Syariah Juni 2015

9

I Made Pratista Yuda & Wahyu Meiranto, Pengaruh Faktor Internal Bank Terhadap Kredit Yang Disalurkan (Studi Empiris Pada Bank Yang Terdaftar Dalam Bursa Efek Indonesia), Jurnal Akutansi Dan Auditing Volume 7 Nomor 1 (2010), hal. 95

10


(20)

Perkembangan BPRS juga tidak terlepas dari pengaruh kondisi perekonomian saat ini seperti tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah. Inflasi adalah sebuah fenomena ekonomi yang sangat dikenal oleh masyarakat. Sejarah perekonomian Indonesia hampir tidak pernah bisa dilepaskan dari fenomena inflasi. Sedangkan menurut Rahardja dan Mandala Manurung mengatakan bahwa inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan berlangsung terus menerus.11 Inflasi yang tinggi tidak akan menggalakkan perkembangan ekonomi suatu negara. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Antara lain tujuan ini dicapai dengan membeli harta-harta tetap seperti tanah, rumah dan bangunan.12 Dengan cara investasi seperti itu, tentu saja menurunkan minat masyarakat untuk menginvestasikan dananya di bank sehingga bank akan menurunkan pemberian pembiayaannya.

Teori tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Khamdi (2015), bahwa inflasi berpengaruh terhadap pembiayaan di BPRS.13 Namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mufqi Firaldi (2013) menyatakan bahwa variabel inflasi tidak mempunyai pengaruh signifikan

11

Prathama Raharja dan Mandala Manurung, Pengantar Makro Ekonomi (Jakarta: LPPE-UI 2004), h. 155

12

Prathama Raharja dan Mandala Manurung, Pengantar Makro Ekonomi, h. 339

13

Khamdi, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Di IndonesiaPendekatan Error Correction Model (Yogyakarta: Skripsi S1 UMY, 2015)


(21)

7

terhadap total pembiayaan yang disalurkan oleh BPRS, artinya berapa pun tingkat inflasi yang ada tidak akan berpengaruh terhadap total pembiayaan.14

Nilai tukar rupiah yang melonjak lonjak secara drastis tak terkendali akan menyebabkan kesulitan pada dunia usaha dalam menjalankan usahanya terutama bagi mereka yang menggunakan bahan baku dari luar negeri atau menjual barangnya ke pasar ekspor.15 Sehingga saat nilai tukar rupiah terhadap dolar meningkat maka jumlah permintaan pembiayaan pun menurun.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Khamdi (2013) yang menyatakan bahwa nilai tukar rupiah berpengaruh signifikan negatif terhadap pertumbuhan pembiayaan di BPRS. Begitu pula dengan hasil penelitian Lia Andriani (2010) bahwa nilai tukar rupiah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembiayaan mudharabah pada perbankan syariah. Dengan melemahya kurs rupiah terhadap dolar AS dalam hal ini, yang mencerminkan kondisi perekonomian yang tidak menentu (uncertainty)

sehingga meningkatkan risiko berusaha akan direspon oleh dunia usaha dengan menurunkan permintaan mudharabah pada perbankan syariah di Indonesia.16

Selain itu, jumlah penawaran pembiayaan mudharabah dipengaruhi oleh faktor profit yang dalam hal ini adalah pendapatan bagi hasil. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nur Gilang Giannini (2013) menyatakan

14

Mufqi Firaldi, Analisis Pengaruh Jumlah DPK, NPF Dan Tingkat Inflasi Terhadap Total Pembiayaan Yang Diberikan Oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Di Indonesia (Jakarta: Skripsi S1 UIN Jakarta, 2013)

15

Aulia Pohan, Potret Kebijakan Moneter Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 55

16

Lia Andriani, Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Pembiayaan Mudharabah Pada Perbankan Syariah Di Indonesia Periode 2003-2009 (Jakarta: Skripsi S1 UIN Jakarta, 2010)


(22)

bahwa variabel tingat bagi hasil secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap pembiayaan mudharabah. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat bagi hasil pada sebuah bank syariah maka akan meningkatkan jumlah pembiayaan mudharabah.17

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, penulis ingin melakukan penelitian di mana variabel independennya adalah DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah serta tingkat bagi hasil. Sementara variabel dependennya adalah pembiayaan yang disalurkan di BPRS dan lebih berfokus pada pembiayaan mudharabah. Sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh DPK, CAR, Inflasi, Nilai

Tukar Rupiah dan Tingkat Bagi Hasil Terhadap Komposisi Pembiayaan Mudharabah (Studi pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di

Indonesia)”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah ditulis, maka penulis mengidentifikasikan beberapa permasalahan yang ada sebagai berikut:

1. Pesatnya perkembangan bank tidak diimbangi dengan pesatnya kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat yang tergolong ke dalam ekonomi lemah yang biasanya terdapat di wilayah desa atau kecamatan. 2. Produk pembiayaan murabahah lebih mendominasi dalam kegiatan

penyaluran pembiayaan dibandingkan dengan produk pembiayaan mudharabah.

17

Nur Gilang Giannini, Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Mudharabah pada Bank Umum Syariah di Indonesia, Accounting Analysis Journal (Februari 2013),h. 102


(23)

9

3. Analisis bahwa DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil mempengaruhi pembiayaan mudharabah.

4. Ada atau tidaknya hubungan kausalitas antara DPK, CAR, inflasi, nilai tukar dan tingkat bagi hasil dengan pembiayaan mudharabah.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, perlu kiranya penulis membatasi ruang lingkup penelitian agar tidak terjadi pembahasan yang terlalu luas. Sehingga variabel yang digunakan adalah dana pihak ketiga (DPK),

Capital Adequacy Ratio (CAR) dan tingkat bagi hasil dari sisi internalnya.

Sementara dari sisi eksternal, variabel yang digunakan adalah inflasi dan nilai tukar rupiah. Pembiayaan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah pembiayaan mudharabah. Obyek penelitiannya adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia dengan waktu pengamatan selama 6 tahun yaitu periode Juni 2009 – Juni 2015.

D. Rumusan Masalah

Untuk memudahkan penulis dalam menjawab masalah pokok di atas, maka penulis membuat perumusan masalah seperti berikut :

1. Apakah DPK berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah? 2. Apakah CAR berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah? 3. Apakah inflasi berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah?

4. Apakah nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah? 5. Apakah tingkat bagi hasil berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah?


(24)

6. Apakah DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil secara simultan berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bukti empiris mengenai : 1. Menganalisis pengaruh DPK terhadap pembiayaan mudharabah. 2. Menganalisis pengaruh CAR terhadap pembiayaan mudharabah. 3. Menganalisis pengaruh inflasi terhadap pembiayaan mudharabah.

4. Menganalisis pengaruh nilai tukar rupiah terhadap pembiayaan mudharabah.

5. Menganalisis pengaruh tingkat bagi hasil terhadap pembiayaan mudharabah.

6. Menganalisis pengaruh DPK, CAR, inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil secara simultan terhadap pembiayaan mudharabah.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat teoritis

Secara teoritis pemikiran ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu Ekonomi Islam, mengetahui seberapa berpengaruh variabel dana pihak ketiga (DPK),

Capital Adequacy Ratio (CAR), inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi

hasil terhadap penyaluran pembiayaan mudharabah di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Serta dapat menjadi acuan bagi peneliti dimasa


(25)

11

mendatang, terutama bagi penelitian yang berkaitan dengan perbankan syariah dan BPRS.

2. Manfaat praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan menjadi tambahan wawasan pengetahuan masyarakat tentang variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu pembiayaan mdharabah, dana pihak ketiga (DPK),

Capital Adequacy Ratio (CAR), inflasi, nilai tukar rupiah serta tingkat

bagi hasil. Serta menjadi informasi dan referensi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) agar dapat meningkatkan kegiatan operasionalnya terutama dalam pembiayaan mudharabah.

G. Sistematika Penulisan

Untuk lebih terarah dalam pembahasan skripsi ini, penulis membuat sistematika penulisan sesuai dengan masing-masing bab. Penulis membaginya menjadi 5 (lima) bab, yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab yang merupakan penjelasan dari bab tersebut. Adapun sistematika penulisan tersebut adalah sebagai berikut:

BAB 1 Pendahuluan, berisi uraian mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II Landasan Teori, pada bab ini berisi penjelasan secara teori mengenai Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), Pembiayaan Mudharabah, Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio


(26)

(CAR), Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Tingkat Bagi Hasil, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran dan hipotesis.

BAB III Metode Penelitian, bab ini berisi tentang ruang lingkup penelitian, sumber dan jenis data penelitian, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, metode analisis yang digunakan serta operasional variabel penelitian.

BAB IV Hasil dan Pembahasan, bab ini membahas tentang hasil analisis penelitian yang berisi deskriptif variabel yang diteliti yaitu pembiayaan mudharabah, DPK, CAR, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Tingkat Bagi Hasil serta hasil analisis pengolahan data, yaitu hasil analisis regresi linier berganda dengan terlebih dahulu melakukan uji asumsi klasik dan analisis hasil pengujian hipotesis yang telah dilakukan.

BAB V Penutup, bab terakhir ini memuat kesimpulan dan saran-saran dari penulis mengenai hal-hal yang dibahas dalam skripsi ini.


(27)

13

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) 1. Pengertian BPRS

Dalam UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 5 Ayat 1 yang diperbaharui dengan UU Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa “menurut

jenisnya, bank terdiri dari bank umum dan bank perkreditan rakyat”. Bank

Perkreditan Rakyat (BPR) yang dimaksud dalam undang-undang tersebut adalah bank yang menerima simpanan dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu (UU Nomor 7 Tahun 1992, Pasal 1 Ayat 3). Adapun yang dimaksud dengan BPRS adalah BPR biasa yang pola operasionalnya mengikuti prinsip-prinsip ekonomi (syariah) Islam, terutama bagi hasil.1 Menurut UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, disebutkan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2. Tujuan Didirikannya BPRS

Terdapat beberapa tujuan dari didirikannya BPRS, antara lain:

1) Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam terutama masyarakat golongan ekonomi lemah

2) Meningkatkan pendapatan perkapita

1

Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengenalan), (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), hal. 108


(28)

3) Menambah lapangan kerja terutama di kecamatan-kecamatan 4) Mengurangi urbanisasi

5) Membina semangat ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi. Kehadiran BPRS diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan umat Islam terutama masyarakat golongan ekonomi lemah. Hal ini disebabkan yang menjadi sasaran utama dari BPRS adalah umat Islam yang berada di pedesaan dan ditingkat kecamatan. Masyarakat yang berada di kawasan tersebut pada umumnya termasuk pada masyarakat golongan ekonomi lemah. Kehadiran BPRS bisa menjadi sumber permodalan bagi pengembangan usaha-usaha masyarakat golongan ekonomi lemah, sehingga pada gilirannya bisa meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka.2

3. Kegiatan Usaha BPRS

Kegiatan usaha yang dilakukan oleh BPRS sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kegiatan usaha bank syariah. Berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2008 Pasal 21 disebutkan bahwa Kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah meliputi:

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:

1) Simpanan berupa Tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; dan

2

Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengenalan), hal. 109


(29)

15

2) Investasi berupa Deposito atau Tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau

Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; b. Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk:

1) Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah atau

musyarakah;

2) Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, salam, atau istishna’; 3) Pembiayaan berdasarkan Akad qardh;

4) Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan

5) Pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah;

c. Menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan Akad wadi’ah atau Investasi berdasarkan Akad

mudharabah dan/atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan

Prinsip Syariah;

d. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional, dan UUS; dan

e. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia.


(30)

Sementara itu, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dilarang:

a. Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah; b. Menerima Simpanan berupa Giro dan ikut serta dalam lalu lintas

pembayaran;

c. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali penukaran uang asing dengan izin Bank Indonesia;

d. Melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah;

e. Melakukan penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang dibentuk untuk menanggulangi kesulitan likuiditas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah; dan

f. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

B. Pembiayaan Mudharabah

1. Pengertian Pembiayaan Mudharabah

Pembiayaan Mudharabah merupakan akad pembiayaan antara bank syariah sebagai shahibul-mal dan nasabah sebagai mudharib untuk

melaksanakan kegiatan usaha, di mana bank syariah memberikan modal sebanyak 100% dan nasabah menjalankan usahanya. Hasil usaha atas pembiayaan mudharabah akan dibagi antara bank syariah dan nasabah dengan nisbah bagi hasil yang telah disepakati pada saat akad.

Dalam hal pengelolaan nasabah berhasil mendapatkan keuntungan, maka bank syariah akan memperoleh keuntungan dari bagi hasil yang diterima.


(31)

17

Sebaliknya, dalam hal nasabah gagal menjalankan usahanya dan mengakibatkan kerugian, maka seluruh kerugian ditanggung oleh

shahibul-mal. Mudharib tidak menanggung kerugian sama sekali atau tidak ada

kewajiban bagi mudharib untuk ikut menanggung kerugian atas kegagalan usaha yang dijalankan.3

Akad mudharabah ada dua jenis, yaitu mudharabah mutlaqah dan

mudharabah muqayyadah. Pada mudharabah mutlaqah pemodal tidak

mensyaratkan kepada pengelola untuk melakukan jenis usaha tertentu. Jenis usaha yang akan dijalankan oleh mudharib secara mutlak diputuskan oleh

mudharib yang dirasa sesuai sehingga disebut mudharabah tidak terikat atau

tidak terbatas. Pada mudharabah muqayyadah pemodal mensyaratkan kepada

pengelola untuk melakukan jenis usaha tertentu pada tempat dan waktu tertentu sehingga disebut sebagai mudharabah terikat atau terbatas.4

2. Landasan Syariah

Secara umum landasan syariah al-mudharabah lebih mencerminkan

anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat-ayat dan hadits berikut ini.

a. Al-Qur’an

ل لْ ف ْنم ْ غتْ ي ْراْا ىف ْ ب ْ ي ْ خاء

...

“…dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari

sebagian karunia Allah SWT…”(al-Muzzammil: 20)

3

Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: KENCANA, 2011), hal. 168-169

4


(32)

Yang menjadi wajhud-dilalah atau argumen dari surah al-Muzzammil:

20 adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kata

mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha.

...

ل لْ ف ْنم ْا غتْبْا ْرأْا ىف ْا شتن ْاف لَ ْلا

تي ق ا إف

“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT...”(al-Jumu’ah: 10)

...

ْم ِب

َر ْنِم اْ ف ْا غتْ ت ْ أ ح ا ج ْم ْيلع سْيل

“Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia

Tuhanmu...(al-Baqarah: 198)

Surat al-Jumu’ah: 10 dan al-Baqarah: 198 sama-sama mendorong kaum muslimin untuk melakukan upaya perjalanan usaha.

b. Al-Hadits

يضر اَ ع نْبا ر

ْبِلط لْا ْ ع نْب اَ علْا ان ِيس اك : اق هَنأ ا ْ ع ل

هب ْ يا ا ْحب هب كلْسيا ْ أ ه ح اص ىلع تْشا برا م ا لْا عفدا إ

ْ ر ك ا َباد هب تْشيا ايدا

ْ سر ه ْ ش غل ف ن ض كل لعف ْ اف

اجأف مَلس هْيلع ل ىَلص ل

“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia menyaratkan agar dananya tidak dibawa ke lautan, menuruni lembah yang berbahaya atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah


(33)

19

syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah saw dan Rasulullah saw pun

membolehkannya.” (HR. Thabrani)5

3. Rukun Mudharabah

Faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam akad mudharabah adalah:6

a. Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)

Dalam akad mudharabah, harus ada minimal dua pelaku. Pihak pertama bertindak sebagai pemilik modal (shahibul mal), sedangkan

pihak kedua bertindak sebagai pelaksana usaha (mudharib atau ‘amil). Tanpa dua pelaku ini, akad mudharabah tidak ada.

b. Objek mudharabah (modal dan kerja)

Faktor kedua (objek mudharabah) merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan

pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah. Modal yang diserahkan bisa berbentuk uang atau barang yang dirinci berapa nilai uangnya. Sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill, management skill, dan

lain-lain.

Para fuqaha sebenarnya tidak membolehkan modal mudharabah berbentuk barang. Ia harus uang tunai karena barang tidak dapat dipastikan taksiran harganya dan mengakibatkan ketidakpastian

5Muhammad Syafi’i Antonio,

Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2009), hal. 95-96

6

Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 205-206


(34)

(gharar) besarnya modal mudharabah. Namun para ulama mazhab

Hanafi membolehkannya dan nilai barang yang dijadikan setoran modal harus disepakati pada saat akad oleh mudharib dan shahibul

mal. Yang jelas tidak boleh adalah modal mudharabah yang belum

disetor. Para fuqaha telah sepakat tidak bolehnya mudharabah dengan hutang.

c. Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul)

Faktor ketiga, yakni persetujuan kedua belah pihak, merupakan konsekuensi dari prinsip an-taraddin-minkum (sama-sama rela). Di

sini kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah.

d. Nisbah keuntungan

Faktor yang keempat (yakni nisbah) adalah rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang tidk ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yag berhak diterima oleh keduan pihak yang bermudharabah.

4. Penerapan Mudharabah dalam Perbankan Syariah

Skema standar mudharabah adalah skema yang berlaku antara dua pihak saja secara langsung, yakni shahibul-mal berhubungan langsung dengan

mudharib. Dan inilah sesungguhnya praktik mudharabah yang dilakukan oleh

nabi dan para sahabat serta umat muslim sesudahnya. Dalam kasus ini, yang terjadi adalah investasi langsung (direct financing) antara shahibul-mal


(35)

21

financing seperti ini, peran bank sebagai lembaga perantara (intermediary)

tidak ada.

Mudharabah klasik seperti ini memiliki ciri-ciri khusus, yakni bahwa biasanya hubungan antara shahibul-mal dengan mudharib merupakan

hubungan personal dan langsung serta dilandasi rasa saling percaya

(amanah). Shahibul-mal hanya mau menyerahkan modalnya kepada kepada

orang yang ia kenal dengan baik, profesionalitas maupun karakternya.

Modus mudharabah seperti itu tidak efisien lagi dan kecil kemungkinannya untuk dapat diterapkan oleh bank, karena beberapa hal:

a. Sistem kerja pada bank adalah investasi berkelompok, di mana mereka tidak saling mengenal. Jadi kecil sekali kemungkinannya terjadi hubungan yang langsung dan personal.

b. Banyak investasi sekarang ini yang membutuhkan dana dalam jumlah besar, sehingga diperlukan puluhan bahkan ratus ribuan

shahibul-mal untuk sama-sama menjadi penyandang dana untuk

satu proyek tertentu.

c. Lemahnya disiplin terhadap ajaran islam menyebabkan sulitnya bank memperoleh jaminan keamanan atas modal yang disalurkannya.

Untuk mengatasi hal di atas, khususnya masalah pertama dan kedua, maka ulama kontemporer melakukan inovasi baru atas skema mudharabah, yakni mudharabah yang melibatkan tiga pihak. Tambahan satu pihak ini


(36)

diperankan oleh bank syariah sebagai lembaga perantara yang mempertemukan shahibul-mal dengan mudharib.

Gambar 2.1

Skema Pembiayaan Mudharabah

Dalam skema indirect financing di atas, bank menerima dana dari

shahibul-mal dana pihak ketiga sebagai sumber dananya. Dana-dana ini dapat

berupa tabungan atau simpanan deposito mudharabah dengan jangka waktu bervariasi. Selanjutnya, dana-dana yang sudah terkumpul ini disalurkan kembali oleh bank ke dalam bentuk pembiayaan-pembiayaan yang menghasilkan (earning assets). Keuntungan dari penyaluran pembiayaan

inilah yang akan dibagi hasilkan antara bank dengan pemilik dana pihak ketiga.7

C. Dana Pihak Ketiga (DPK)

Dana pihak ketiga (simpanan) menurut UU Perbankan RI No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada Bank Syariah dan/atau UUS berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain

7

Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, hal. 210-211

Mudharib

(Pelaku usaha)

Bank Syariah (Intermediasi Keuangan)

Shahibul-mal (Pemilik

dana) Penitipan dana Penyaluran dana

Bagi Hasil Bagi Hasil


(37)

23

yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dalam bentuk giro, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

Dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadiah dan mudharabah.8 BPRS tidak melakukan penghimpunan dana dalam bentuk giro, maka pembahasan DPK dalam penelitian ini hanya tabungan dan deposito.

1. Tabungan

Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.

a. Tabungan Wadiah

Berkaitan dengan produk tabungan wadiah, Bank Syariah

menggunakan akad wadiah yad adh-dhamanah. Beberapa ketentuan

umum tabungan wadiah sebagai berikut:

1. Tabungan wadiah merupakan tabungan yang bersifat titipan

murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat (on call)

sesuai dengan kehendak pemilik harta.

8


(38)

2. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana atau pemanfaatan barang menjadi milik atau tanggungan bank, sedangkan nasabah penitip tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. 3. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik harta

sebagai sebuah insentif selama tidak diperjanjikan dalam akad pembukaan rekening.

b. Tabungan Mudharabah

Tabungan mudharabah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Dalam hal ini, Bank Syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak

sebagai shahibul mal (pemilik dana). Bank Syariah dalam

kapasitasnya sebagai mudharib, mempunyai kuasa untuk melakukan

berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak lain. Namun, di sisi lain, Bank Syariah juga memiliki sifat sebagai seorang wali amanah (trustee), yang berarti bank harus

berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya.

Beberapa ketentuan umum tabungan mudharabah sebagai berikut: 1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul mal atau

pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau


(39)

25

2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan

berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.

3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.

4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam bentuk akad pembukaan rekening

5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya. 6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan

nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.9 2. Deposito

Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang dimaksud dengan deposito adalah investasi dana berdasarkan akad

mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah

yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan bank syariah dan/atau UUS. Jangka waktu deposito bisa 1, 3, 6 dan 12 bulan.

Adapun yang dimaksud dengan deposito syariah adalah deposito yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, DSN MUI telah

9


(40)

mengeluarkan fatwa yang meyatakan bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah.10

Hubungan DPK Dengan Pembiayaan Mudharabah

Kegiatan yang dilakukan oleh bank adalah menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat disebut dengan dana pihak ketiga (DPK). Penghimpunan dana ini bisa melalui tabungan, deposito dan giro. DPK mempunyai hubungan yang positif dengan pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah maupun BPRS. DPK merupakan sumber dana terbesar yang dimiliki oleh suatu bank. Dana yang terkumpul tersebut kemudian disalurkan oleh bank dalam bentuk pembiayaan. Sehingga semakin besar jumlah DPK yang dihimpun oleh bank dapat meningkatkan jumlah pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat.

D. Capital Adequacy Ratio (CAR)

Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio permodalan yang

menunjukan kemampuan bank dalam mengembangkan usahanya dan sekaligus menutupi kerugian dari risiko yang terjadi dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Jumlah modal yang dimiliki oleh sebuah bank harus cukup untuk memenuhi fungsi dasar, yaitu membiayai organisasi dan operasi sebuah bank, memberikan rasa perlindungan kepada penabung dan kreditor lainnya, dan memberikan rasa percaya kepada para penabung dan pihak berwenang. Dalam kaitan ini, fungsi perlindunganlah yang paling penting.

10


(41)

27

Dana modal harus mencukupi untuk menyerap kerugian dan menjamin keamanan dana para deposan.

Penetapan rasio kecukupan modal (CAR), BI menetapkan kewajiban menyediakan modal minimal yang harus dimiliki oleh setiap bank umum, yang dinyatakan dengan Capital Adequacy Ratio (CAR). Sesuai dengan

standar yang ditetapkan oleh Bank for International Settlements (BIS), besarnya CAR setiap bank minimal sebesar 8%.11 Apabila CAR minimal tidak tercapai, bank tersebut dinilai akan sulit mengatasi masalah keuangannya. Karena modal sendiri akan segera habis untuk menutupi kerugian yang terjadi dan tidak akan dapat menutupi kewajiban ke masyarakat. Untuk itu, Bank Indonesia akan segera melakukan tindakan pada perbankan nasional yang tidak dapat memenuhi CAR minimal.12

Modal bank syariah terdiri dari: (a) modal inti (tier 1), (b) modal

pelengkap (tier 2), dan (c) modal pelengkap tambahan (tier 3). Modal

pelengkap (tier 2) dan modal pelengkap tambahan (tier 3) hanya dapat

diperhitungkan setinggi-tingginya 100% dari modal inti. Sedangkan modal inti (tier 1) dan modal pelengkap (tier 2) diperhitungkan dengan faktor

pengurang yang berupa seluruh penyertaan yang dilakukan oleh bank.13

Pemenuhan kewajiban penyediaan modal minimum didasarkan atas risiko aktiva dalam arti luas, artinya tidak hanya aktiva yang tercantum pada neraca secara on Balance Sheets tetapi juga pada aktiva yang bersifat

11

Herman Darmawi, Manajemen Perbankan (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 89-90

12

Ade Arthesa dan Edia Handiman, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia, 2006), hal. 62

13

Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006), hal. 140


(42)

administratif atau secara off Balance Sheets, sebagaimana yang tampak pada

kewajiban yang bersifat kontijen dan/atau komitmen yang disediakan oleh bank bagi pihak ketiga. Risiko terhadap aktiva dalam bentuk risiko kredit maupun risiko yang terjadi karena fluktuasi harga surat-surat berharga, dan tingkat bunga serta nilai tukar valuta asing secara teknis, kewajiban penyediaan modal minimum diukur dari persentase tertentu terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), sedangkan pengertian modal meliputi modal inti dan modal pelengkap.14 CAR merupakan perbandingan antara modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR).

atau

Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) adalah nilai total masing-masing aktiva bank setelah dikalikan dengan masing-masing-masig bobot risiko aktiva tersebut. Aktiva yang paling tidak berisiko diberi bobot 0% dan aktiva yang paling berisiko diberi bobot 100%. Dengan demikian ATMR menunjukan nilai aktiva berisiko yang memerlukan antisipasi modal dalam jumlah yang cukup.15

14

Riyadi Slamet, Banking Assets And Liability Management, (Jakarta: LPFE UI, 2006), hal. 66

15 Dwi Nur’aini Ihsan,

Analisis Laporan Keuangan Perbankan Syariah, (Jakarta: UIN JAKARTA PRESS, 2013), hal. 93


(43)

29

Hubungan CAR Dengan Pembiayaan Mudharabah

CAR merupakan rasio permodalan yang berfungsi untuk mengukur kemampuan bank dalam menyerap kerugian-kerugian yang tidak dapat dihindari lagi serta dapat pula digunakan untuk mengukur besar-kecilnya kekayaan bank tersebut atau kekayaan yang dimiliki oleh para pemegang sahamnya. Perhitungan aspek permodalan bank dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko kerugian yang mungkin timbul dari pembiayaan yang diberikan bank kepada pihak lain.16 CAR termasuk salah satu indikator dalam menganalisis kesehatan/kinerja bank. Semakin tinggi CAR yang dimiliki oleh suatu bank menunjukan bahwa kinerja bank tersebut baik sehingga berpengaruh terhadap kegiatan operasionalnya, salah satunya pembiayaan mudharabah.

E. Inflasi

1. Pengertian Inflasi

Salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan yang dijumpai hampir disemua negara di dunia adalah inflasi. Definisi singkat dari inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain. Syarat adanya kecenderungan menaik yang terus-menerus juga perlu diingat. Kenaikan harga-harga karena, misalnya musiman, menjelang hari-hari besar, atau yang terjadi sekali saja

16


(44)

(dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan) tidak disebut inflasi. Kenaikan

harga semacam ini tidak dianggap sebagai masalah atau “penyakit” ekonomi

dan tidak memerlukan kebijaksanaan khusus untuk menanggulanginya.17 Dalam banyak literatur disebutkan bahwa inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga umum secara terus menerus dari suatu perekonomian. Sedangkan menurut Rahardja dan Mandala Manurung mengatakan bahwa inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan berlangsung terus menerus. Sedangkan menurut Sukirno, inflasi yaitu, kenaikan dalam harga barang dan jasa yang terjadi karena permintaan bertambah lebih besar dibandingkan dengan penawaran barang di pasar. Dengan kata lain, terlalu banyak uang yang memburu barang yang terlalu sedikit. Tingkat harga yang melambung sampai 100% atau lebih dalam setahun (hiperinflasi), menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap mata uang, sehingga masyarakat cenderung menyimpan aktiva mereka dalam bentuk lain, seperti real estate atau emas, yang biasanya

bertahan nilainya dimasa-masa inflasi.18

2. Jenis Inflasi

Kategori inflasi menurut besarnya dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:19

a. Inflasi rendah, yaitu inflasi dengan laju kurang dari 10% pertahun, sehingga disebut juga dengan inflasi di bawah dua digit. Sifat inflasi

17

Boediono, Ekonomi Moneter (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1998), edisi ke 3, hal. 161

18

Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam : Pendekatan Teoritis, (Jakarta: KENCANA, 2008), hal. 175

19

Imamudin Yuliadi, Ekonomi Moneter (Jakarta : PT Macanan Jaya Cemerlang, 2008), cetakan I, hal. 75


(45)

31

rendah ini tidak memberikan dampak yang merusak bagi perekonomian. Dalam beberapa hal justru memberikan dorongan bagi pengusaha untuk lebih bergairah dalam berproduksi karena adanya dorongan kenaikan harga barang di pasar.

b. Inflasi sedang, yaitu inflasi yang bergerak antara 10%-30% pertahun. Pengaruh yang ditimbulkan cukup dirasakan terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan tetap seperti pegawai negeri dan karyawan lepas. c. Inflasi tinggi, yaitu inflasi dengan laju antara 30%-100% pertahun.

Efek yang ditimbulkan menyebabkan mulai hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga ekonomi masyarakat seperti perbankan. Aktifitas kredit, asuransi, proses produksi dan distribusi barang mengalami guncangan karena masyarakat lebih mengambil sikap aman dengan memegang barang daripada uang. Masyarakat mulai kehilangan kepercayaan terhadap stabilitas nilai mata uang.

d. Hyper inflation, yaitu inflasi dengan laju di atas 100% pertahun dan

menimbulkan krisis ekonomi yang berkepanjangan. Fenomena hyper

inflation biasanya menandai adanya pergolakan politik dan pergantian

pemerintah atau rezim. Masyarakat benar-benar kehilangan kepercayaan terhadap mata uang yang beredar sehingga perekonmian lumpuh.

Penggolongan yang kedua adalah atas dasar sebab awal dari inflasi. Atas dasar ini kita bedakan 2 macam inflasi:


(46)

1. Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat. Inflasi semacam ini disebut demand inflation.

2. Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi. Ini disebut cost

inflation.20

Gambar 2.2 Kurva Demand Inflation

Pada gambar 2.2, karena permintaan masyarakat akan barang-barang

(aggreat demand) bertambah (misalnya, karena bertambahnya

pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang, atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah), maka kurva aggregat demand bergeser dari D1 ke D2. Akibatnya tingkat

harga umum naik dari H1 ke H2.

20

Boediono, Ekonomi Moneter, hal. 162-163 H2

H1

S

D2

Q1 Q2

Harga

0 Output


(47)

33

Gambar 2.3 Kurva Cost Inflation

Bila biaya produksi naik (misalnya, arena kenaikan harga sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri atau karena kenaikan harga bahan bakar minyak) maka kurva penawaran masyarakat (aggregat

supply) bergeser dari S1 ke S2. Kasus cost inflation biasanya kenaikan

harga-harga dibarengi dengan penurunan omzet penjualan barang (kelesuan usaha)

3. Dampak Inflasi

Ada beberapa masalah sosial (biaya sosial) yang muncul dari inflasi yang

tinggi (≥ 10% per tahun), yaitu :21

a. Menurunnya Tingkat Kesejahteraan Rakyat

Tingkat kesejahteraan masyarakat, sederhananya diukur dengan tingkat daya beli pendapatan yang diperoleh. Inflasi menyebabkan daya beli pendapatan makin rendah, khususnya bagi masyarakat yang

21

Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi & Makroekonomi, (Jakarta: LPFEUI, 2008), hal. 371-372

H1

H2

S2

S1

D

Q4 Q3

Harga


(48)

berpenghasilan kecil dan tetap (kecil). Makin tinggi tingkat inflasi, makin cepat penurunan tingkat kesejahteraan.

b. Makin Buruknya Distribusi Pendapatan

Dampak buruk inflasi terhadap tingkat kesejahteraan dapat dihindari jika pertumbuhan pendapatan lebih tinggi dari tingkat inflasi. Jika inflasi 20% per tahun, pertumbuhan tingkat pendapatan harus lebih besar dari 20% per tahun. Persoalannya adalah jika inflasi mencapai 20% per tahun, dalam masyarakat hanya segelintir orang

yang mempunyai kemampuan meningkatkan pendapatannya ≥ 20%

per tahun. Akibatnya, ada sekelompok masyarakat yang mampu meningkatkan pendapatan riil (pertumbuhan pendapatan nominal dikurangi laju inflasi lebih besar dari 0% per tahun). Tetapi sebagian besar masyarakat mengalami penurunan pendapatan riil. Distribusi pendapatan, dilihat dari pendapatan riil, makin memburuk.

c. Terganggunya Stabilitas Ekonomi

Pengertian yang paling sederhana dari stabilitas ekonomi adalah sangat kecilnya tindakan spekulasi dalam perekonomian. Produsen berproduksi pada kapasitas penuh (optimal). Konsumen juga memakai barang dan jasa optimal dengan kebutuhan mereka. Kondisi nyaman ini mulai terganggu bila inflasi yang relatif tinggi menjadi kronis.

Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan merusak perkiraan tentang masa depan (ekspektasi) para pelaku ekonomi. Inflasi yang kronis menumbuhkan perkiraan bahwa harga-harga barang dan jasa


(49)

35

akan terus naik. Bagi konsumen perkiraan ini mendorong pembelian barang dan jasa lebih banyak dari yang seharusnya/biasanya. Tujuannya untuk lebih menghemat pengeluaran konsumsi. Akibatnya, permintaan barang dan jasa justru dapat meningkat.

Bagi produsen perkiraan akan naiknya harga barang dan jasa mendorong mereka menunda penjualan, untuk mendapat keuntungan yang lebih besar. Penawaran barang dan jasa berkurang. Akibatnya, kelebihan permintaan membesar dan mempercepat laju inflasi. Tentu saja, kondisi ekonomi akan menjadi semakin memburuk.

Hubungan Inflasi Dengan Pembiayaan Mudharabah

Kondisi perekonomian yang selalu menarik perhatian perbankan dalam menyalurkan pembiayaan adalah tingkat inflasi. Inflasi mempunyai pengaruh negatif terhadap pembiayaan yang disalurkan oleh bank. Inflasi menyebabkan harga barang-barang menjadi naik. Ketika tingkat inflasi tinggi, daya beli masyarakat menurun khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan tetap dan kecil. Masyarakat akan mengurai konsumsi tersier, namun tetap menggunakan dananya untuk membeli bahan-bahan pokok guna memenuhi kebutuhan sehari-sehari. Selain itu, dampak dari inflasi adalah melemahkan semangat menabung dari masyarakat dan mengarahkan investasi pada hal-hal yang non produktif yaitu pemupukan kekayaan seperti tanah, bangunan, logam mulia mata uang asing dengan mengorbankan investasi ke arah produktif


(50)

seperti pertanian, industrial, transportasi dan lainnya.22 Minat menabung masyarakat menurun menyebabkan dana yang dihimpun dari masyarakat jumlahnya ikut menurun. Hal ini akan berpengaruh pada jumlah pembiayaan yang diberikan oleh bank kepada masyarakat.

F. Nilai Tukar (Kurs) 1. Pengertian Kurs

Kurs valuta asing atau kurs mata uang asing menunjukan harga atau nilai mata uang sesuatu negara yang dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain. Kurs valuta asing dapat juga didefinisikan sejumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing.23

Menurut Douglas Greenwald (1982:430) exchange rates (nilai tukar

uang) atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan kurs mata uang adalah catatan (quotation) harga pasar dari mata uang asing (foreign currency) dalam

harga mata uang domestik (domestic currency) begitu pula sebaliknya, yaitu

harga mata uang domestik dalam mata uang asing. Nilai tukar uang mempresentasikan tingkat harga pertukaran dari satu mata uang yang lainnya dan digunakan dalam berbagai transaksi, antara lain transaksi perdagangan internasional, turisme, investasi internasional, ataupun aliran uang jangka

22

Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 139

23

Sadono Sukirno, Makroekonomi Teori Pengantar (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2011), cetakan ke-20, hal 397


(51)

37

pendek antar negara yang melewati batas-batas geografis ataupun batas-batas hukum.24

Kebijakan nilai tukar uang dalam islam dapat dikatakan menganut sistem

managed floating”, dimana nilai tukar adalah hasil dari kebijakan-kebijakan

pemerintah (bukan merupakan cara atau kebijakan itu sendiri) karena pemerintah tidak mencampuri keseimbangan yang terjadi di pasar kecuali jika terjadi hal-hal yang mengganggu keseimbangan itu sendiri. Jadi bisa dikatakan bahwa suatu nilai tukar yang stabil adalah merupakan hasil dari kebijakan pemerintah yang tepat.25

2. Sistem Nilai Tukar di Indonesia

Secara umum dapat disimpulkan nilai tukar uang yang digunakan oleh Indonesia sejak periode 1964 hingga sekarang, sistem nilai tukar yang berlaku di Indonesia telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali yaitu:

a. Sistem Nilai Tukar Tetap

Sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) dimana lembaga

otoritas moneter menetapkan tingkat nilai tukar mata uang domestic terhadap mata uang negara lain pada tingkat tertentu, tanpa memperhatikan penawaran ataupun permintaan terhadap valuta asing yang terjadi.

b. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali

Nilai tukar mengambang terkendali, dimana pemerintah mempengaruhi tingkat nilai tukar melalui permintaan dan penawaran

24

M. Nur Rianto Al-Arif, Teori Makroekonomi Islam (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 107

25


(52)

valuta asing, biasanya sistem ini diterapkan untuk menjaga stabilitas moneter dan neraca pembayaran. Dengan sistem tersebut, Bank Indonesia menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar

rupiah, maka BI melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah spread.

c. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas

Nilai tukar mengambang bebas, di mana pemerintah tidak mencampuri tingkat nilai tukar sama sekali sehingga nilai tukar diserahkan pada permintaan dan penawaran valuta asing. Indonesia mulai menerapkan menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas pada periode 1997 hingga sekarang. Sejak pertengahan Juli 1997, rupiah mengalami tekanan yang mengakibatkan semakin melemahnya nilai rupiah terhadap US dollar.26

Apabila suatu negara mengalami defisit neraca perdagangan yaitu nilai impor lebih besar daripada nilai ekspornya, maka kurs mata uangnya akan meningkat atau dengan kata lain nilai mata uangnya mengalami penurunan (depresiasi) artinya bahwa nilai mata uang suatu negara menjadi semakin rendah dibandingkan mata uang mitra dagangnya. Dan sebaliknya jika suatu negara mengalami surplus neraca perdagangan dimana nilai ekspornya lebih

26


(53)

39

besar daripada nilai impornya, maka kurs mata uangnya akan menurun atau dengan kata lain nilai mata uangnya mengalami peningkatan (apresiasi).27

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah

Dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, hubungan ekonomi antar negara akan menjadi saling terkait dan mengakibatkan peningkatan arus perdagangan barang maupun uang serta modal antar negara. Terjadinya perubahan indikator makro di negara lain, secara tidak langsung akan berdampak ada indikator suatu negara. Dengan diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/bebas (free floating

system) yang dimulai sejak Agustus 1997, posisi nilai tukar rupiah terhadap

mata uang asing (khususnya US$) ditentukan oleh mekanisme pasar. Sejak masa itu naik turunnya nilai tukar (fluktuasi) ditentukan oleh kekuatan pasar. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap US$ pasca diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang terus mengalami kemerosotan.

Pada tahun 2005, melambungnya harga minyak dunia yang sempat menembus level US$70/barrel memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap meningkatnya permintaan valuta asing sebagai konsekuensi negara pengimpor minyak. Kondisi ini menyebabkan nilai tukar rupiah melemah terhadap US$ dan berada kisaran Rp 9.200 sampai Rp 10.200 er US$. Nilai tukar rupiah merupakan satu indikator ekonomi makro yang terkait dengan APBN. Asumsi nilai tukar rupiah berhubungan dengan banyaknya transaksi dalam APBN yang terkait dengan mata uang asing, seperti penerimaan

27


(54)

pinjaman dan pembayaran utang luar negeri, penerimaan minyak dan pemberian subsidi BBM.28

Hubungan Nilai Tukar Rupiah Dengan Pembiayaan Mudharabah

Menurut Khamdi (2013) nilai tukar rupiah berpengaruh signifikan negatif terhadap pertumbuhan pembiayaan di BPRS. Melemahnya nilai tukar rupiah menyebabkan kesulitan pada dunia usaha dalam menjalankan usahanya terutama bagi mereka yang menggunakan bahan baku dari luar negeri atau menjual barangnya ke pasar ekspor. Pengelolaan nilai tukar rupiah yang realistis dan perubahan yang cukup rendah dapat memberikan kepastian dunia usaha sebagaimana yang terjadi pada beberapa waktu terakhir merupakan suatu hal yang penting dalam peningkatan investasi maupun kegiatan yang berorientasikan pada ekspor. Keadaan tersebut pada gilirannya akan mendorong meningkatnya permintaan kredit untuk usaha yang produktif sehingga dapat mendorong perkembangan perbankan yang sehat.29

G. Tingkat Bagi Hasil 1. Pengertian Bagi Hasil

Bank syariah menerapkan nisbah bagi hasil terhadap produk-produk pembiayaan yang berbasis Natural Uncertainty Contracts (NUC), yaitu akad

bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi

jumlah maupun waktu, seperti mudharabah dan musyarakah.30

28

M. Nur Rianto Al-Arif, Teori Makroekonomi Islam, hal. 128

29

Aulia Pohan, Potret Kebijakan Moneter Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 55

30


(55)

41

Tingkat bagi hasil adalah prosentase pembagian hasil atas keuntungan yang akan didapat antara kedua belah pihak atau lebih. Besarnya ketentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama dan harus terjadi dengan adanya kerelaan dimasing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.

2. Kebijakan dalam Penentuan Nisbah Bagi Hasil

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan margin dan bagi hasil antara lain:31

1. Komposisi pendanaan

Bagi bank syariah yang pendanaannya sebagian besar diperoleh dari dana giro dan tabungan, yang notabene nisbah nasabah tidak setinggi pada deposan (apalagi bonus/athaya untuk giro cukup rendah karena diserahkan sepenuhnya pada kebijakan bank syariah yang bersangkutan), maka penentuan keuntungan (margin atau bagi hasil bagi bank) akan lebih kompetitif jika dibandingkan suatu bank yang pendanaannya porsi terbesar berasal dari deposito.

2. Tingkat persaingan

Jika tingkat kompetisi ketat, porsi keuntungan bank tipis, sedangkan pada tingkat persaingan masih longgar bank dapat mengambil keuntungan lebih tinggi.

3. Risiko pembiayaan

31

Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2014), hal. 316


(56)

Untuk pembiayaan pada sektor yang beresiko tinggi, bank dapat mengambil keuntungan lebih tinggi dibanding yang berisiko sedang apalagi kecil.

4. Jenis nasabah

Yang dimaksud adalah nasabah prima dan nasabah biasa. Bagi nasabah prima misal usahanya besar dan kuat bank cukup mengambil keuntungan tipis, sedangkan untuk pembiayaan kepada para nasabah biasa diambil keuntungan yang lebih tinggi.

5. Kondisi perekonomian

Silus ekonomi meliputi kondisi: revival, boom/peak-puncak, resesi

dan depresi. Jika perekonomian secara umum berada pada dua kondisi pertama, di mana usaha berjalan lancar, maka bank dapat mengambil kebijkan pengambilan keuntungan yang lebih longgar. Namun pada kondisi lainnya (resesi dan depresi) bank tidak merugi pun bagus, keuntungan sangat tipis.

3. Sistem dan Prinsip Distribusi Bagi Hasil

Ketentuan yang terkait dengan perhitungan pembagian hasil usaha sudah ditetapkan dalam Fatwa DSN-MUI. Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 14/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Sistem Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah, ketentuannya adalah:

1. Pada prinsipnya, LKS boleh menggunakan sistem Accrual Basis


(57)

43

2. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), dalam pencatatan sebaiknya

digunakan sistem Accrual Basis; akan tetapi, dalam distribusi hasil

usaha hendaknya ditentukan atas dasar penerimaan yang benar-benar terjadi (Cash Basis).

3. Penetapan sistem yang dipilih harus disepakati dalam akad.

Kemudian prinsip distribusi bagi hasil usaha sudah tertuang dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah, dalam fatwa tersebut ditetapkan sebagai berikut:

1. Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip Bagi Hasil (Net

Revenue Sharing) maupun Bagi Untung (Profit Sharing) dalam

pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-nya.

2. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian hasil

usaha sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing).

3. Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad.

Dasar perhitungan bagi hasil yang menggunakan revenue sharing

adalah perhitungan bagi hasil yang didasarkan atas penjualan dan/atau pendapatan kotor atas usaha sebelum dikurangi dengan biaya. Bagi hasil dalam revenue sharing dihitung dengan mengalihkan nisbah yang telah

disetujui dengan pendapatan bruto. Pada umumnya bagi hasil terhadap investasi dana dari masyarakat menggunakan revenue sharing.


(58)

Dasar perhitungan bagi hasil dengan menggunakan profit/loss sharing

merupakan bagi hasil yang dihitung dari laba/rugi usaha. Kedua pihak, bank syariah maupun nasabah akan memperoleh keuntungan atas hasil usaha mudharib dan ikut menanggung kerugian bila usahanya mengalami

kerugian.32

Hubungan Tingkat Bagi Hasil Dengan Pembiayaan Mudharabah

Pembagian keuntungan dalam pembiayaan mudharabah ditentukan berdasarkan tingkat bagi hasil yang disepakati oleh kedua belah pihak. Faktor tingkat bagi hasil juga dianggap berpengaruh dalam pembiayaan mudharabah. Tingkat bagi hasil mempunyai hubungan yang positif dengan pembiayaan mudharabah. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat bagi hasil pada sebuah bank syariah maka akan meningkatkan jumlah pembiayaan mudharabah, karena nasabah selalu mengharapkan keuntungan yang lebih tinggi daripada kerugian.

H. Penelitian Terdahulu

Penulis menemukan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai tema ini. Terdapat beberapa penelitian yang dapat menunjang dan membantu penulis dalam menyempurnakan hasil penelitian. Hasil penelitian tersebut juga digunakan sebagai landasan pembanding dalam menganalisa pengaruh variabel DPK, CAR, inflasi, nilai tukar dan tingkat bagi hasil terhadap pembiayaan mudharabah yang dilakukan oleh BPRS. Beberapa tinjauan pustaka yang telah dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut:

32


(59)

45

No Judul Variabel dan

Metode Analisis

Hasil Pembahasan

Perbedaan

1 Analisis Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Volume

Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil Pada

Bank Umum

Syariah Di Indonesia Agustina Kurniawanti dan Zulfikar, Syariah Paper Accounting (2014) Program Studi Akuntansi-FEB Universitas Muhammadiyah Surakarta Variabel

independen = DPK, tingkat bagi hasil, NPF dan total asset. Variabel

dependen =

volume pembiayaan berbasis bagi hasil.

Alat analisis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah regresi berganda.

Hasil penelitian menunjukan DPK dan NPF tidak mempunyai pengaruh yang signifikan

sedangkan

tingkat bagi hasil dan total asset berpengaruh signifikan

terhadap volume pembiayaan berbasis bagi hasil. Secara simultan variabel DPK, tingkat bagi hasil, NPF dan total asset berpengaruh signifikan

terhadap volume pembiayaan berbasis bagi hasil.

Variabel

independen =

DPK, CAR,

inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil. Variabel

dependen =

pembiayaan mudharabah di BPRS periode 2009-2015. Metode analisis menggunakan regresi linier berganda.

2 Analisis Hubungan Simpanan, Modal Sendiri, NPL,

Prosentase Bagi Hasil Dan

Mark Up

Keuntungan Terhadap Pembiayaan Pada

Perbankan Syariah Studi Kasus Pada Bank

Muamalat Indonesia

Variabel

independen = Simpanan/DPK, modal sendiri,

NPL dan

prosentase bagi hasil dan marjin keuntungan. Variabel

dependen =

pembiayaan pada perbankan syariah. Alat analisis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisis

Hasil penelitian menunjukan simpanan mempunyai pengaruh yang signifikan,

sedangkan

variabel lainnya

yaitu modal

sendiri, NPL dan prosentase bagi hasil dan marjin keuntungan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap

pembiayaan pada

Variabel

independen =

DPK, CAR,

inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil. Variabel

dependen =

pembiayaan mudharabah di BPRS periode 2009-2015. Metode analisis menggunakan regresi linier berganda.


(60)

Pratin dan Akhyar Adnan (2005), Sinergi Kajian Bisnis dan Manajemen edisi khusus on Finance.

regresi linier berganda.

perbankan

syariah di

Indonesia.

3 “Faktor Yang

Mempengaruhi Pembiayaan Mudharabah

Pada Bank

Umum Syariah

Di Indonesia”

Nur Gilang

Giannini, Accounting Analysis

Journal (2013) Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang Indonesia Variabel

independen =

FDR, NPF,

ROA, CAR dan tingkat bagi hasil.

Variabel

dependen =

pembiayaan mudharabah. Alat analisis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah regresi berganda.

Hasil penelitian menunjukan

bahwa FDR,

NPF, ROA CAR dan tingkat bagi hasil secara simultan

berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah.

Untuk hasil

secara parsial, variabel FDR berpengaruh positif terhadap pembiayaan mudharabah. Variabel NPF tidak

berpengaruh terhadap pembiayaan mudharabah. Sedangkan untuk variabel ROA, CAR dan tingkat

bagi hasil

berpengaruh positif terhadap pembiayaan mudharabah.

Variabel

independen =

DPK, CAR,

inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat bagi hasil. Variabel

dependen =

pembiayaan mudharabah di BPRS periode 2009-2015. Metode analisis menggunakan regresi linier berganda.

4 Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi Hasil,

Dan Non

Variabel

independen = DPK, tingkat bagi hasil dan NPF.

Variabel

Hasil penelitian menunjukan bahwa DPK dan tingkat bagi hasil berpengaruh positif secara

Variabel

independen =

DPK, CAR,

inflasi, nilai tukar rupiah dan tingkat


(1)

100

Periode

Pembiayaan

Mudharabah

DPK

CAR

Inflasi

Kurs

TBH

Jun-09 12,0345 0,2815 0,0365 4,0110 0,2000

Jul-09 10,7006 12,0510 0,3245 0,0271 4,0070 0,2004 Agust-09 10,7203 12,0569 0,3126 0,0275 4,0012 0,1924 Sep-09 10,7219 12,0637 0,3027 0,0283 3,9978 0,1933 Okt-09 10,7376 12,0798 0,4386 0,0257 3,9791 0,1958 Nop-09 10,7284 12,0894 0,3457 0,0241 3,9785 0,1963 Des-09 10,7225 12,0971 0,2998 0,0278 3,9779 0,1859 Jan-10 10,7266 12,1084 0,308 0,0372 3,9695 0,1910 Feb-10 10,7461 12,1173 0,3325 0,0381 3,9729 0,1865 Mar-10 10,7666 12,1173 0,3135 0,0343 3,9647 0,1902 Apr-10 10,7639 12,1292 0,307 0,0391 3,9577 0,1831 Mei-10 10,7757 12,1416 0,296 0,0416 3,9652 0,1742 Jun-10 10,8025 12,1417 0,2964 0,0505 3,9635 0,1759 Jul-10 10,8065 12,1519 0,292 0,0622 3,9588 0,1823 Agust-10 10,8105 12,1449 0,2717 0,0644 3,9551 0,1798 Sep-10 10,8241 12,1637 0,291 0,058 3,9552 0,1886 Okt-10 10,8423 12,1850 0,2625 0,0567 3,9529 0,2002 Nop-10 10,8289 12,1812 0,287 0,0633 3,9534 0,1881 Des-10 10,8160 12,2051 0,2746 0,0696 3,9575 0,1970 Jan-11 10,8032 12,2150 0,3012 0,0702 3,9582 0,1923 Feb-11 10,7999 12,2223 0,2975 0,0684 3,9522 0,2037 Mar-11 10,8127 12,2233 0,2842 0,0665 3,9448 0,1994 Apr-11 10,8334 12,2305 0,2771 0,0616 3,9392 0,2016 Mei-11 10,8400 12,2469 0,2463 0,0598 3,9344 0,2037 Jun-11 10,8584 12,2518 0,2671 0,0554 3,9349 0,1968 Jul-11 10,8833 12,2623 0,2524 0,0461 3,9333 0,2352 Agust-11 10,9019 12,2663 0,2524 0,0479 3,9332 0,2256 Sep-11 10,8892 12,2793 0,2475 0,0461 3,9449 0,2333 Okt-11 10,8901 12,2928 0,2463 0,0442 3,9513 0,2297 Nop-11 10,8771 12,3086 0,2478 0,0415 3,9571 0,2225 Des-11 10,8797 12,3213 0,2349 0,0379 3,9607 0,2102 Jan-12 10,8684 12,3408 0,259 0,0365 3,9616 0,2202 Feb-12 10,8750 12,3531 0,2524 0,0356 3,9576 0,2165 Mar-12 10,8882 12,3652 0,2493 0,0397 3,9643 0,2153


(2)

Apr-12 10,9090 12,3799 0,2453 0,045 3,9648 0,2095 Mei-12 10,9335 12,3917 0,2328 0,0445 3,9702 0,1650 Jun-12 10,9574 12,3946 0,2433 0,0453 3,9776 0,1581 Jul-12 10,9471 12,4072 0,2436 0,0456 3,9779 0,1671 Agust-12 10,9704 12,4169 0,2448 0,0458 3,9799 0,1700 Sep-12 10,9774 12,4293 0,2526 0,0431 3,9829 0,1699 Okt-12 10,9774 12,4434 0,2504 0,0461 3,9843 0,1772 Nop-12 10,9827 12,4535 0,2387 0,0432 3,9857 0,1706 Des-12 10,9972 12,4680 0,2516 0,043 3,9865 0,1709 Jan-13 10,9798 12,4748 0,2506 0,0457 3,9884 0,1704 Feb-13 10,9638 12,4860 0,2445 0,0531 3,9883 0,1653 Mar-13 10,9722 12,4960 0,241 0,059 3,9894 0,1670 Apr-13 10,9894 12,5020 0,2276 0,0557 3,9900 0,1629 Mei-13 11,0082 12,5073 0,2244 0,0547 3,9917 0,1703 Jun-13 11,0293 12,5064 0,224 0,059 3,9970 0,1734 Jul-13 11,0608 12,5106 0,2209 0,0861 4,0053 0,1831 Agust-13 11,0561 12,5238 0,221 0,0879 4,0263 0,1823 Sep-13 11,0805 12,5329 0,2196 0,084 4,0570 0,1788 Okt-13 11,0590 12,5388 0,224 0,0832 4,0578 0,1780 Nop-13 11,0523 12,5489 0,2463 0,0837 4,0671 0,1806 Des-13 11,0288 12,5642 0,2208 0,0883 4,0845 0,1620 Jan-14 11,0030 12,5646 0,2462 0,0822 4,0878 0,1577 Feb-14 11,0213 12,5694 0,2378 0,0775 4,0790 0,1653 Mar-14 11,0376 12,5758 0,2308 0,0732 4,0601 0,1638 Apr-14 11,0483 12,5722 0,2278 0,0725 4,0604 0,1600 Mei-14 11,0478 12,5660 0,225 0,0732 4,0638 0,1702 Jun-14 11,0701 12,5562 0,2221 0,067 4,0774 0,1706 Jul-14 11,0819 12,5553 0,2186 0,0453 4,0699 0,1473 Agust-14 11,0814 12,5715 0,2178 0,0399 4,0706 0,1650 Sep-14 11,0924 12,5744 0,218 0,0453 4,0774 0,1686 Okt-14 11,0923 12,5800 0,2222 0,0483 4,0866 0,1600 Nop-14 11,0964 12,5858 0,2234 0,0623 4,0870 0,1666 Des-14 11,0880 12,6051 0,2277 0,0836 4,0969 0,1664 Jan-15 11,0734 12,6077 0,2443 0,0696 4,1018 0,1674 Feb-15 11,0732 12,6110 0,2467 0,0629 4,1077 0,1689 Mar-15 11,0933 12,6184 0,2304 0,0638 4,1183 0,1748 Apr-15 11,1265 12,6238 0,2253 0,0679 4,1144 0,1841 Mei-15 11,1576 12,6225 0,2173 0,0715 4,1208 0,1881 Jun-15 11,2012 12,6127 0,2173 0,0726 4,1265 0,1879


(3)

Hasil output SPSS

DATASET ACTIVATE DataSet1. DATASET CLOSE DataSet3. GET

FILE='D:\2016\spss\revisi.sav'. DATASET NAME DataSet4 WINDOW=FRONT. REGRESSION

/MISSING LISTWISE

/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA COLLIN TOL /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)

/NOORIGIN /DEPENDENT PM

/METHOD=ENTER DPK CAR Inflasi Kurs TBH /SCATTERPLOT=(*ZRESID ,*ZPRED)

/RESIDUALS DURBIN HISTOGRAM(ZRESID) NORMPROB(ZRESID).

Regression

Variables Entered/Removeda

Model Variables Entered

Variables

Removed Method

1 TBH, CAR, Inflasi,

Kurs, DPKb . Enter

a. Dependent Variable: PM b. All requested variables entered.

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .980a .961 .958 .0263691 .612

a. Predictors: (Constant), TBH, CAR, Inflasi, Kurs, DPK b. Dependent Variable: PM

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 1.138 5 .228 327.200 .000b

Residual .046 66 .001

Total 1.183 71

a. Dependent Variable: PM


(4)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1(Constant) 3.156 .510 6.184 .000

DPK .542 .049 .778 10.987 .000 .117 8.535

CAR -.413 .168 -.125 -2.457 .017 .228 4.392

Inflasi .178 .228 .024 .782 .437 .647 1.545

Kurs .282 .099 .126 2.842 .006 .300 3.337

TBH .202 .198 .031 1.022 .310 .624 1.601

a. Dependent Variable: PM


(5)

(6)

Uji Glejser

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -.581 .277 -2.101 .039

DPK .017 .027 .217 .644 .522

CAR .110 .091 .290 1.203 .233

Inflasi .101 .124 .116 .814 .419

Kurs .079 .054 .308 1.466 .147

TBH .213 .107 .289 1.985 .051

a. Dependent Variable: absres

NPar Tests

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Standardized Residual

N 72

Normal Parametersa,b Mean .0000000

Std. Deviation .96414598

Most Extreme Differences Absolute .073

Positive .073

Negative -.072

Test Statistic .073

Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

c. Lilliefors Significance Correction.


Dokumen yang terkait

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Analisis pengaruh nilai tukar rupiah terhadap dan Dollar Inflasi, dan Jumlah uang beredar (M2) terhadap dana pihak ketiga (DPK) serta implikasinya pada pembiayaan Mudharabah pada perbankan Syariah di Indonesia

0 13 137

Analisis pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), nilai tukar (kurs) dan inflasi terhadap pembiayaan bermasalah perbankan syariah di Indonesia periode Juli 2010-Desember 2013

9 73 133

Analisis Pengaruh Jumlah Dana Pihak ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF) dan Tingkat Inflasi terhadap Total Pembiayaan yang diberikan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia (Periode januari 2007-Oktober 2012)

2 24 142

Analisis faktor yang mempengaruhi permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syariah di Indonesia Periode 2003-2009

2 9 189

PENGARUH DEPOSITO MUDHARABAH, SPREAD BAGI HASIL, DAN TINGKAT BAGI HASIL TERHADAP PEMBIAYAAN Pengaruh Deposito Mudharabah, Spread Bagi Hasil, Dan Tingkat Bagi Hasil Terhadap Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil (Studi Empiris pada Bank Syariah di Indones

10 23 17

PENGARUH DEPOSITO MUDHARABAH, SPREAD BAGI HASIL, DAN TINGKAT BAGI HASIL TERHADAP PEMBIAYAAN Pengaruh Deposito Mudharabah, Spread Bagi Hasil, Dan Tingkat Bagi Hasil Terhadap Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil (Studi Empiris pada Bank Syariah di Indones

0 0 15

PENDAHULUAN Pengaruh Deposito Mudharabah, Spread Bagi Hasil, Dan Tingkat Bagi Hasil Terhadap Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil (Studi Empiris pada Bank Syariah di Indonesia).

0 2 9

ANALISIS PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH (BPRS) ARTHA AMANAH UMMAT UNGARAN

1 2 121

ANALISIS PENGARUH NPF, CAR, FDR, DPK, DAN ROA TERHADAP PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA

4 27 17