16 pencernaan yang normal. Frekuensi dan konsistensi berbeda-beda pada tiap
individu. Sebagai contoh, beberapa individu defekasi tiga kali sehari, sedangkan yang lainnya hanya dua atau tiga kali seminggu Wells, dkk, 2006.
Secara normal makanan yang terdapat di dalam lambung dicerna menjadi bubur chymus, kemudian diteruskan ke usus halus untuk diuraikan lebih lanjut
oleh enzim-enzim. Setelah terjadi resorpsi, sisa chymus tersebut yang terdiri dari 90 air dan sisa-sisa makanan yang sukar dicernakan, diteruskan ke usus besar
colon. Bakteri-bakteri yang biasanya selalu berada di colon mencerna lagi sisa- sisa serat-serat tersebut, sehingga sebagian besar dari sisa-sisa tersebut dapat
diserap pula selama perjalanan melalui usus besar. Airnya juga direabsorpsi kembali sehingga akhirnya isi usus menjadi lebih padat. Tetapi kadang terjadi
peristaltik usus yang meningkat sehingga pelintasan chymus sangat dipercepat dan masih mengandung banyak air pada saat meninggalkan tubuh sebagai tinja.
Penyebab utamanya adalah bertumpuknya cairan di usus akibat terganggunya resorpsi air dan atau terjadinya hipersekresi. Pada keadaan normal, proses
reabsorpsi dan sekresi dari air dan elektrolit-elektrolit berlangsung pada waktu yang sama di sel-sel epitel mukosa. Proses ini diatur oleh beberapa hormon, yaitu
resorpsi oleh enkefalin, sekresi diatur oleh prostaglandin dan neurohormon V.I.P. Vasoactive Intestinal Peptide. Biasanya reabsorpsi melebihi sekresi, tetapi
karena suatu sebab sekresi menjadi lebih besar daripada reabsorpsi, oleh karena itulah diare terjadi Tan dan Rahardja, 2002.
2.4.1. Klasifikasi diare
Berdasarkan penyebabnya diare dapat dibedakan menjadi berikut: 1.
Diare karena infeksi, meliputi :
Universitas Sumatera Utara
17 a.
Diare akibat virus, misalnya influenza perut dan travelers diarrhea yang disebabkan antara lain oleh rotavirus dan adenovirus.
b. Diare akibat bakteri invasif, dapat disebabkan oleh Salmonella, Shigella,
Campylobacter, dan jenis Coli tertentu. c.
Diare parasiter, dapat disebabkan oleh Entamooeba Hystolitica, Giardia Lambia, Cryptosporidium dan Cyclospora yang terutama terjadi didaerah
tropis. d.
Diare akibat enterotoksin, penyebabnya adalah kuman-kuman yang membentuk enterotoksin, yang terpenting adalah E.Coli dan Vibrio
Cholerae dan yang jarang adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter dan Entamoeba Hystolitica Tjay dan Rahardja, 2002.
2. Klasifikasi berdasarkan organ yang terkena infeksi:
a. Diare infeksi enternal atau diare karena infeksi di usus bakteri, virus,
parasit. b.
Diare infeksi parenteral atau diare karena infeksi di luar usus otitis, media, infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran urin, dan lainnya.
3. Klasifikasi diare berdasarkan lamanya diare:
a. Diare akut atau diare karena infeksi usus yang bersifat mendadak, dan bisa
berlangsung terus selama beberapa hari. Diare ini disebabkan oleh karena infeksi usus sehingga dapat terjadi pada setiap umur dan bila menyerang
umumnya disebut gastroenteritis infantile. b.
Diare kronik merupakan diare yang berlangsung lebih dari dua minggu, sedangkan diare yang sifatnya menahun diantara diare akut dan diare
kronik disebut diare sub akut Suharyono, 1991.
Universitas Sumatera Utara
18
2.4.2 Obat-obat diare
Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan diare dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu:
1. Kemoterapeutik, untuk terapi kausal yakni memberantas bakteri penyebab
diare, seperti antibiotik, sulfonamid, kinolon dan furazolidon. 2.
Obstipansia, yang dibagi menjadi: a.
zat-zat penekan peristaltik, candu dan alkaloidanya, derivat petidin difenoksilat dan loperamid, dan antikolinergik atropine dan ekstrak
belladonna. b.
adstringen, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak tanin dan tanalbumin, garam-garam bismuth dan aluminium.
c. adsorbensia, misalnya carbo adsorbens yang pada permukaannya dapat
menyerap zat-zat beracun yang dihasilkan oleh bakteri. Yang termasuk juga dalam golongan ini, antara lain adalah pektin, garam-garam bismuth
dan aluminium. 3.
Spasmolitik, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang sering kali menyebabkan nyeri perut pada diare Tjay dan Rahardja, 2002.
Obat antimotilitas penekan peristaltik secara luas digunakan sebagai terapi simtomatis pada diare akut ringan sampai sedang. Opioid seperti morfin.
difenoksilat dan kodein menstimulasi aktivitas reseptor μ pada neuron mienterikus dan menyebabkan hiperpolarisasi dengan meningkatkan konduktasi kaliumnya.
Hal tersebut menghambat pelepasan asetilkolin dari pleksus mienterikus dan menurunkan motilitas usus. Loperamid adalah opioid yang paling tepat untuk efek
lokal pada usus karena tidak menembus ke dalam sawar otak. Oleh karena itu
Universitas Sumatera Utara
19 loperamid tidak dapat menyebabkan ketergantungan. Antibiotik, berguna hanya
pada infeksi spesifik tertentu, misalnya pada penyakit kolera dan disentri basiler yang dapat diterapi dengan tetrasiklin. Kuinolon adalah obat yang lebih baru yang
tampaknya efektif melawan patogen diare yang paling penting Neal, 2006.
2.5 Loperamid Hidrokloridum