Penentuan frekuensi diare Penentuan lama terjadinya diare

41 feses kelompok dosis150 mgkg bb, dosis 100 mgkg bb dan kelompok pembanding tidak berbeda signifikan. Hasil uji Duncan feses normal, diameter serapan air yang dihasilkan kelompok kontrol dan dosis 50 mgkg bb berbeda signifikan terhadap kelompok pembanding, dosis 100 mgkg bb dan 150 mgkg bb. Dilihat dari berat feses yang dihasilkan, antara kelompok pembanding, dosis 100 dan 150 mgkg bb tidak berbeda signifikan, demikian juga antara kelompok dosis 50 dengan kelompok kontrol. Dari uraian di atas, semakin besar diameter serapan air maka feses yang terbentuk semakin berat maka diare semakin parah dan efek antidiare EEDCH semakin lemah. Hasil penentuan saat mulai terjadinya diare dapat dilihat pada analisis Duncan Lampiran 24 halaman . EEDCH dosis 150 mgkg bb dapat membentuk konsistensi feses normal yang berbeda signifikan P 0,05 dengan masing-masing kelompok. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin cepat terbentuk konsistensi feses normal, maka semakin kuat efek anti diare yang dimilikinya.

4.4.3 Penentuan frekuensi diare

Frekuensi diare ditentukan dengan menghitung jumlah total diare tikus selama waktu pengamatan. Tabel 4.6 Hasil data frekuensi diare Keterangan: OR : Oleum Ricini EEDCH : Ekstrak Daun cincau hijau Kel Perlakuan frekuensi ± SD 1 OR + CMC 1 bb 7,00 ± 0,00 2 OR + Loperamid. 1 mgkg bb 3,40 ± 0,55 3 OR +EEDCH50 mgkg bb 5,60 ± 0,89 4 OR + EEDCH 100 mgkg bb 3,20 ± 0,45 5 OR + EEDCH 150 mgkg bb 2,40 ± 0,55 Universitas Sumatera Utara 42 Hasil pengujian EEDCH menunjukkan adanya perbedaan yang nyata P 0,05 terhadap frekuensi diare bila dibandingkan dengan frekuensi yang dihasilkan oleh kelompok kontrol 7,0 ± 0,00 kali. Pemberian dosis 100 mgkg bb menyebabkan penurunan frekuensi diare 3,20 ± 0,45 kali yang sebanding dengan kelompok pembanding 3,40 ± 0,55 kali lebih sedikit daripada kelompok dosis 50 mgkg bb 5,60 ± 0,89 kali dan dengan pemberian dosis 150 mgkg bb frekuensi diare yang ditimbulkan lebih sedikit daripada kelompok pembanding yaitu 2,40 ± 0,55. Grafik frekuensi diare dapat dilihat pada Gambar 4.3 di bawah ini: Gambar 4.3 Grafik frekuensi diare Berdasarkan hasil analisis statistik ANAVA P 0,05 dilanjutkan uji beda rata-rata Duncan frekuensi diare menunjukkan bahwa kelompok kontrol berbeda signifikan dengan masing-masing kelompok, sedangkan antara kelompok pembanding dan dosis 100 mgkg bb tidak berbeda secara signifikan Hasil penentuan saat mulai terjadinya diare dapat dilihat pada analisis Duncan Lampiran 24 halaman . 7 3,4 5,6 3,2 2,4 1 2 3 4 5 6 7 8 CMC Loperamid Dosis 50 Dosis 100 Dosis 150 F R E KUE NS I Universitas Sumatera Utara 43

4.4.4 Penentuan lama terjadinya diare

Lama terjadinya diare ditentukan dari saat tikus mulai diare dengan konsistensi berlendir sampai kembali membentuk feses dengan konsistensi normal. Tabel 4.7 Hasil data lama terjadinya diare Keterangan: OR : Oleum Ricini EEDCH : Ekstrak Etanol Daun Cincau Hijau Pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.4, terlihat hubungan antara dosis dengan lama terjadinya diare pada hewan uji setelah pemberian EEDCH seperti yang terlihat pada Lampiran . Pemberian oleum ricini dan CMC menghasilkan lama terjadi diare 292,8 ± 12,11 menit, namun setelah pemberian EEDCH dengan dosis yang bervariasi mengakibatkan waktu lama terjadinya diare menjadi berkurang. EEDCH dosis 150 mgkg bb 99,2 ± 8,81 menit memiliki waktu lama terjadi diare tersingkat jika dibandingkan kelompok dosis 50 mgkg bb 270 ± 19,43 menit, dosis 100 mgkg bb 182,2 ± 6,94 menit dan kelompok pembanding 292,8 ± 12,11 menit. Grafik waktu lama terjadinya diare dapat dilihat pada Gambar 4.4 di bawah ini: Kel Perlakuan Lama terjadi diare menit ± SD 1 OR + CMC 1 bb 292,8 ± 12,11 2 OR + Loperamid. 1 mgkg bb 171 ± 10,10 3 OR + EEDCH 50 mgkg bb 270 ± 19,43 4 OR + EEDCH 100 mgkg bb 182,2 ± 6,94 5 OR + EEDCH 150 mgkg bb 99,2 ± 8,81 Universitas Sumatera Utara 44 Gambar 4.4 Grafik lama terjadi diare Dari hasil analisis statistik ANAVA P 0,05 dilanjutkan uji beda rata- rata Duncan lama terjadinya diare menunjukkan bahwa kelompokdosis 150 mgkg bb berbeda signifikan P 0,05 terhadap masing-masing kelompok sedangkan kelompok kontrol dan dosis 50 mgkg tidak berbeda secara signifikan. Efek yang ditimbulkan kelompok dosis 100 mgkg bb dengan pembanding juga tidak berbeda signifikan. Semakin singkat waktu terjadinya diare maka semakin kuat efek antidiare yang dimiliki. Hasil penentuan saat mulai terjadinya diare dapat dilihat pada analisis Duncan Lampiran 24 halaman . Dari parameter yang telah diamati, efek antidiare dosis 50mgkg bb mempunyai efektivitas yang lebih lemah dibanding kelompok kontrol lemah Gambar 4.4; dosis 100 mgkg bb mempunyai efektifitas yang sebanding atau sama dengan pembanding Gambar 4.3; dosis 150mgkg bb Gambar 4.1 mempunyai efek yang lebih kuat daripada pembanding. Hasil penelitian terdahulu melaporkan bahwa kandungan senyawa aktif dari beberapa tanaman obat seperti golongan tanin, flavonoid, alkaloid, saponin dan steroidtriterpenoid memiliki khasiat antidiare. Beberapa senyawa turunan 292,8 171 270 182,2 99,2 50 100 150 200 250 300 350 CMC Loperamid dosis 50 dosis 100 dosis 150 W AKT U M E NI T Universitas Sumatera Utara 45 tanin dan flavonoid memiliki aktivitas sebagai antimotilitas, antisekretori dan antibakteri Otshudi, et.al., 2000. Berdasarkan skrining fitokimia yang dilakukan menunjukkan bahwa daun cincau hijau mengandung tanin. Diduga tanin di dalam sampel inilah yang memberikan aktivitas antidiare. Tanin dapat mengurangi intensitas diare dengan cara menciutkan selaput lendir usus dan mengecilkan pori sehingga akan menghambat sekresi cairan dan elektrolit Tjay dan Rahardja, 2002. Selain itu, sifat adstringen tanin akan membuat usus halus lebih tahan resisten terhadap rangsangan senyawa kimia toksin bakteri dan castor oil yang mengakibatkan diare Kumar, 1983. Beberapa penelitian juga telah melaporkan mengenai flavonoid sebagai antidiare. Mekanisme flavonoid dalam menghentikan diare yang diinduksi oleh castor oil adalah dengan menghambat motilitas usus sehingga mengurangi sekresi cairan dan elektrolit Di Carlo, et.al., 1993. Aktivitas flavonoid yang lain adalah dengan menghambat pelepasan asetilkolin di saluran cerna Lutterodt, 1989. Penghambatan pelepasan asetilkolin akan menyebabkan berkurangnya aktivasi reseptor asetilkolin nikotinik yang memperantarai terjadinya kontraksi otot polos dan teraktivasinya reseptor asetilkolin muskarinik khususnya Ach-M3 yang mengatur motilitas gastrointestinal dan kontraksi otot polos Ikawati, 2008. Efek antisekretori EEDCH kemungkinan juga disebabkan oleh peranan senyawa aktif golongan steroidtriterpenoid yang ada dalam daun cincau hijau. Senyawa ini dapat meningkatkan absorpsi air dan elektrolit dalam usus, sehingga mengakibatkan absorbsi air dan elektrolit dalam usus normal kembali Goodman dan Gilman, 1996. Universitas Sumatera Utara 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia daun cincau hijau memenuhi syarat MMI dimana kadar air 5,2, kadar sari larut air 20,63, kadar sari larut etanol 17,24, kadar abu total 14,28 dan kadar abu tidak larut asam 0,54. Hasil skrining fitokimia menunjukkan serbuk simplisia daun cincau hijau mengandung senyawa kimia golongan alkaloida, flavanoida, glikosida, tanin, steroidatriterpenoida. 2. Ekstrak etanol daun cincau hijau dosis 50, 100, dan 150 mgkg bb mempunyai efek sebagai antidiare yang diberikan pada tikus yang diinduksi dengan oleum ricini menggunakan metode defekasi. Pemberian dosis 100 mgkg bb menunjukkan efek yang setara dengan obat pembanding loperamid HCl dosis 1 mgkg bb.

5.2 Saran

Disarankan pada peneliti selanjutnya untuk mengisolasi senyawa aktif daun cincau hijau yang berkhasiat sebagai antidiare. Universitas Sumatera Utara