Hubungan Gaya Hidup Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stroke Di Rsup Haji Adam Malik Medan Tahun 2014

(1)

29

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN GAYA HIDUP SEBAGAI FAKTOR RISIKO KEJADIAN STROKE DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014

Oleh:

A. HOSHINE A/P ASOK KUMAR 110100521

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

HUBUNGAN GAYA HIDUP SEBAGAI FAKTOR RISIKO KEJADIAN STROKE DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

A. HOSHINE A/P ASOK KUMAR 110100521

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

(4)

ABSTRAK

Di Indonesia, prevalensi kejadian stroke mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk. Gaya hidup seseorang individu yang mempengaruhi kejadian stroke diantaranya adalah pola makan, merokok, konsumsi alkohol dan aktifitas fisik.

Untuk mengetahui hubungan antara gaya hidup sebagai faktor risiko kejadian stroke di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2014.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional

yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah dibagikan kepada pasien stroke iskemik dan hemoragik atau anggota keluarga yang di rawat inap dan Poliklinik Neurologi RSUP Haji Adam Malik Medan. Subyek penelitian berjumlah 100 orang dengan sampel diperoleh dengan cara consecutive sampling. Data dianalisa dengan menggunakan uji chi square dengan menggunakan perangkat komputer SPSS.

Hasil yang diperoleh adalah kebanyakan pasien stroke memiliki tingkat pola makan kurang baik yaitu 58 orang (58,0%), tidak merokok sebanyak 59 orang (59,0%). Selain itu, konsumsi alkohol ditemukan 94 orang (94,0%) dalam tingkat low risk dan aktifitas sedang adalah tertinggi dengan jumlah 56 orang (56,0%). Terdapat hubungan yang signifikan untuk merokok dan aktifitas fisik yaitu (p =0.046) dan (p =0.022) tetapi tiada hubungan yang signifikan untuk pola makan dan konsumsi alkohol (p =0.229) dan (p =0.337).

Terdapat hubungan antara merokok dan aktifitas fisik tetapi tiada hubungan antara pola makan dan konsumsi alkohol sebagai faktor kejadian stroke.


(5)

ABSTRACT

In Indonesia, the prevalence of stroke reached 8.3 per 1,000 population. Lifestyle of an individual that affect the incidence of stroke include diet, smoking, alcohol consumption and physical activity.

To determine the relationship between lifestyle risk factors for stroke in General Hospital Center of Haji Adam Malik Hospital in 2014.

This research is an analytic with cross sectional design conducted using questionnaires that were distributed to patients diagnosed with ischemic stroke and hemorrhagic stroke or family members in wards and Neurology Clinic Haji Adam Malik Hospital. The total subjects for this study is 100 people where sample obtained by consecutive sampling. Data were analyzed using chi square test using SPSS.

The results obtained are most stroke patients have high levels of poor diet with 58 people (58.0%) and nonsmokers with 59 people (59.0%). In addition, alcohol consumption was found in 94 people (94.0%) at the level of low risk and moderate activity was found highest with 56 persons (56.0%). There is a significant relationship to smoking and physical activity (p =0.046) and (p =0.022) but no significant relationship in diet and alcohol consumption (p =0229) and (p =0337).

There is a relationship in smoking and physical activity but there is no relationship in diet and the consumption of alcohol as a risk factor of stroke incidence.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan kasih dan kurnia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Hubungan Gaya Hidup Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stroke di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2014”.

Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya kepada:

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Kiki Mohammad Iqbal Sp.S selaku dosen pembimbing penulis. Terima kasih atas segala bimbingan, ilmu, dan waktu yang diluangkan untuk membimbing penulis.

3. Dosen penguji 1, dr. Ilhamd Sp.PD dan dosen penguji 2, dr. Lita Feriyawati, M.Kes, Sp.PA yang telah memberi masukkan dan saranan tentang penulisan ini.

4. Pihak RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah memberi izin penelitian kepada saya untuk melakukan survei penelitian di rumah sakit tersebut. 5. Orangtua penulis yang membantu memberikan dukungan buat penulis. 6. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas


(7)

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat lebih baik dalam bidang penelitian ke depannya kelak. Semoga ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, ……… 2014, Peneliti,

A. Hoshine A/P Asok Kumar NIM : 110100521


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 3

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Definisi Stroke ... 5

2.2. Klasifikasi Stroke ... 5

2.3. Faktor Risiko Stroke ... 6

2.4. Etiologi... 11

2.5. Patofisiologi ... 12

2.5.1. Stroke Iskemik... 12


(9)

2.6. Gejala Klinis ... 16

2.7. Diagnosis ... 17

2.7.1. Anamnesa ... 17

2.7.2. Pemeriksaan Fisik ... 17

2.7.3. Pemeriksaan Laboratorium ... 18

2.7.4. Pemeriksaan Radiologi ... 18

2.8. Gaya Hidup ... 19

2.8.1. Pola Makan ... 19

2.8.2. Beraktivitas Fisik ... 23

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 24

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 24

3.2. Definisi Operational ... 24

3.2.1. Stroke Iskemik ... 24

3.2.2. Stroke Hemoragik ... 25

3.2.3. Gaya Hidup ... 25

3.2.3.1. Pola Makan ... 25

3.2.3.2. Aktivitas Fisik ... 26

3.2.3.3. Merokok ... 26

3.2.3.4. Konsumsi alkohol ... 27

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 29

4.1. Jenis Penelitian ... 29

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 29

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 29

4.3.1. Populasi ... 29

4.3.2. Sampel ... 29


(10)

4.5. Pengolahan dan Analisa Data ... 31

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 32

5.1. Hasil Penelitian ... 32

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 32

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 32

5.1.3. Pola Makan Responden ... 34

5.1.4. Status Merokok Responden ... 36

5.1.5. Konsumsi Alkohol Responden ... 37

5.1.6. Aktifitas Fisik Responden ... 38

5.2. Pembahasan ... 38

5.2.1. Karakteristik Responden ... 38

5.2.2. Pola Makan ... 39

5.2.3. Merokok ... 41

5.2.4. Konsumsi alkohol ... 42

5.2.5. Aktifitas Fisik ... 43

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

6.1. Kesimpulan ... 44

6.2. Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Gaya Hidup dengan


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi Pasien Stroke menurut Jenis

Kelamin ... 32 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pasien menurut Jenis Stroke ... 33 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pasien Stroke Iskemik dan

Hemoragik Menurut Kelompok Umur ... 33 Tabel 5.4 Gambaran Polan Makan Pasien Stroke Iskemik dan

Hemoragik ... 34 Tabel 5.5 Tabulasi Silang Frekuensi Pola Makan Menurut Jenis

Stroke ... 35 Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Pasien Stroke Iskemik dan Stroke

HemoragikMenurut Status Merokok ... 36 Tabel 5.7 Tabulasi Silang Tingkat Perokok Menurut Jenis Stroke ... 36 Tabel 5.8 Tabulasi Silang Frekuensi Konsumsi Alkohol Menurut

Jenis Stroke ... 37 Tabel 5.9 Tabulasi Silang Frekuensi Aktifitas Fisik Menurut Jenis


(13)

DAFTAR SINGKATAN

WHO World Health Organisation

NINDS National Institute of Neurological Disorders and Stroke

NHLBI National Heart, Lung and Blood Institute

NOMAS Northern Manhattan Study

PTM Penyakit Tidak Menular

PPOK Penyakit Paru Obstruktif Kronis

DM Diabetes Mellitus

TIA Transient Ischemic Attack

NSA National Stroke Association

FHS Framingham Heart Study

ATP Adenosine Triphosphate

MRI Magnetic resonance imaging

ICH Intracerebral Hemorrhage

IVH Intraventricular Hemorrhage

SAH Subarachnoid Hemorrhage

BBB Blood-brain barrier

AMRD Acceptable Macronutrient Distribution Range

PUGS Pedoman Umum Gizi Seimbang


(14)

NHS Nurses’ Health Study


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Riwayat Hidup

Lampiran 2 Lembar Penjelasan Subjek Penelitian

Lampiran 3 Lempar Persetujuan Setelah Penjelasan (Inform Consent) Lampiran 4 Kuesioner Pola Makan

Lampiran 5 Kuesioner Merokok

Lampiran 6 Kuesioner Konsumsi Alkohol Lampiran 7 Kuesioner Aktifitas Fisik Lampiran 8 Lembar Ethical Clearance

Lampiran 9 Surat Izin Penelitian Lampiran 10 Master Data


(16)

ABSTRAK

Di Indonesia, prevalensi kejadian stroke mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk. Gaya hidup seseorang individu yang mempengaruhi kejadian stroke diantaranya adalah pola makan, merokok, konsumsi alkohol dan aktifitas fisik.

Untuk mengetahui hubungan antara gaya hidup sebagai faktor risiko kejadian stroke di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2014.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional

yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah dibagikan kepada pasien stroke iskemik dan hemoragik atau anggota keluarga yang di rawat inap dan Poliklinik Neurologi RSUP Haji Adam Malik Medan. Subyek penelitian berjumlah 100 orang dengan sampel diperoleh dengan cara consecutive sampling. Data dianalisa dengan menggunakan uji chi square dengan menggunakan perangkat komputer SPSS.

Hasil yang diperoleh adalah kebanyakan pasien stroke memiliki tingkat pola makan kurang baik yaitu 58 orang (58,0%), tidak merokok sebanyak 59 orang (59,0%). Selain itu, konsumsi alkohol ditemukan 94 orang (94,0%) dalam tingkat low risk dan aktifitas sedang adalah tertinggi dengan jumlah 56 orang (56,0%). Terdapat hubungan yang signifikan untuk merokok dan aktifitas fisik yaitu (p =0.046) dan (p =0.022) tetapi tiada hubungan yang signifikan untuk pola makan dan konsumsi alkohol (p =0.229) dan (p =0.337).

Terdapat hubungan antara merokok dan aktifitas fisik tetapi tiada hubungan antara pola makan dan konsumsi alkohol sebagai faktor kejadian stroke.


(17)

ABSTRACT

In Indonesia, the prevalence of stroke reached 8.3 per 1,000 population. Lifestyle of an individual that affect the incidence of stroke include diet, smoking, alcohol consumption and physical activity.

To determine the relationship between lifestyle risk factors for stroke in General Hospital Center of Haji Adam Malik Hospital in 2014.

This research is an analytic with cross sectional design conducted using questionnaires that were distributed to patients diagnosed with ischemic stroke and hemorrhagic stroke or family members in wards and Neurology Clinic Haji Adam Malik Hospital. The total subjects for this study is 100 people where sample obtained by consecutive sampling. Data were analyzed using chi square test using SPSS.

The results obtained are most stroke patients have high levels of poor diet with 58 people (58.0%) and nonsmokers with 59 people (59.0%). In addition, alcohol consumption was found in 94 people (94.0%) at the level of low risk and moderate activity was found highest with 56 persons (56.0%). There is a significant relationship to smoking and physical activity (p =0.046) and (p =0.022) but no significant relationship in diet and alcohol consumption (p =0229) and (p =0337).

There is a relationship in smoking and physical activity but there is no relationship in diet and the consumption of alcohol as a risk factor of stroke incidence.


(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit stroke merupakan antara penyebab kematian utama di negara berkembang maupun negara maju. Menurut World Health Organisation (WHO),

stroke adalah timbulnya gejala klinis akibat gangguan otak yang berkembang cepat secara spesifik atau global serta gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau dapat menyebabkan kematian tanpa penyebab yang jelas selain gangguan vaskular. Menurut National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS), terjadinya stroke karena sebagian otak tidak menerima suplai darah atau pecahnya pembuluh darah secara tiba-tiba yang mengakibatkan penumpukan darah dalam atau sekitar otak dan hal ini akan menyebabkan sel-sel otak mati karena tidak memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi.

Berdasarkan Go A.S. (2012), tahun 1999-2009, resiko relatif kematian akibat stroke dan jumlah kematian stroke aktual turun sebanyak 36,9% dan 23,0% tetapi kasus baru stroke dan stroke yang sering berulang (rekurensi stroke) dijumpai sebanyak 795.000 (lebih kurang 610.000 kasus adalah stroke pertama kali dan 185.000 kasus rekurensi stroke). Pada tahun 2009, stroke diperkirakan sebanyak 1 dari 19 kematian di Amerika Serikat, dengan rata-rata setiap 40 detik.

Di Indonesia, prevalensi kejadian stroke mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk dan prevalensi yang tertinggi di daerah Nanggroe Aceh Darussalam sebanyak 16,6 per 1.000 penduduk lalu prevalensi yang terendah di daerah Papua sebanyak 3,8 per 1.000 (Departemen Kesehatan R.I, 2010). Berdasarkan data Penyakit Tidak Menular (PTM) dalam Riskesdas (2013), kejadian stroke berada dalam urutan sembilan yang urutan ini berada di belakang asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), kanker, DM, hipertiroid, hipertensi, jatung koroner dan gagal jantung.

Stroke dapat dibagikan kepada stroke iskemik dan stroke hemoragik. Tipe stroke iskemik atau infark serebral paling sering terjadi sebanyak 70-80%.


(19)

Penyebab stroke iskemik adalah stroke kardioemboli (15-30%), stroke aterosklerotik (14-25%), stroke lakunar (15-30%), stroke kriptogenik (20-40%) dan penyebab stroke iskemik yang lain (<5%). Stroke hemoragik dapat dibagikan kepada dua yaitu perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid (Brust, 2007).

Terdapat 2 faktor resiko yang dapat memicu kejadian stroke yaitu faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor resiko yang dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi diantaranya umur, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat Transient Ischemic Attack (TIA) dan riwayat stroke lalu untuk faktor resiko yang dapat dimodifikasi diantaranya hipertensi, merokok, konsumsi alkohol, diabetes melitus, kadar kolesterol yang tinggi, pola makan yang buruk, kurang aktivitas dan obesitas (American Stroke Association, 2012).

Gaya hidup seseorang individu yang mempengaruhi kejadian stroke diantaranya adalah merokok. Dari data Riskesdas (2013), jumlah terbanyak perokok aktif setiap hari pada umur 30-34 tahun sebanyak 33,4%, umur 35-39 tahun (32,2%), sedangkan jumlah perokok setiap hari pada laki-laki (47,5%) lebih banyak dibandingkan perokok perempuan (1,1%). Dari data Riskesdas (2007), prevalensi perokok saat sebanyak 29,2% dengan rata-rata jumlah rokok yang dihisap 12 batang per hari.

Dari data Riskesdas (2007), pengaruh pola makan, aktivitas fisik dan konsumsi alkohol juga memainkan peranan dalam kejadian stroke. Secara nasional, penduduk berusia 10 tahun ke atas memiliki perilaku kurang mengkonsumsi buah dan sayur dengan konsumsi makan buah dan sayur kurang dari 5 porsi per hari selama 7 hari dalam seminggu adalah sebanyak 93,6%. Berdasarkan kelompok umur, individu berusia 75 tahun ke atas (95.3%) yang paling kurang konsumsi buah dan sayur dan menurut jenis kelamin, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan.

Dari data Riskesdas (2007), secara nasional hampir setengah penduduk kurang beraktivitas fisik (48,2%), dan menurut kelompok umur yang paling tinggi kurang beraktifitas fisik adalah 75 tahun ke atas (76,0%) dan umur 10 hingga 14 tahun (66,9%). Menurut jenis kelamin, perempuan lebih banyak kurang


(20)

beraktifitas tinggi (54,5%) dibanding laki-laki (41,4%).

Dari data Riskesdas (2007), secara nasional prevalensi peminum alkohol pada 12 bulan terakhir adalah sebanyak 4,6% dan yang masih mengkonsumsi satu bulan terakhir sebanyak 3,0%. Prevalensi minum alkohol tinggi adalah di daerah Nusa Tenggara Timur (17,7%), Sulawesi Utara (17,4%) dan Gorontalo (12,3%). Menurut kelompok umur, prevalensi peminum alkohol 12 bulan dan satu bulan terakhir dimulai tinggi pada umur antara 15-24 tahun, yaitu sebesar 5,5% dan 3,5%, yang selanjutnya meningkat menjadi 6,7% dan 4,3% pada umur 25-34 tahun, namun kemudian turun dengan bertambahnya umur.

Berdasarkan latar belakang ini dapat disimpulkan bahwa kejadian stroke dipengaruhi oleh gaya hidup. Pencegahan dapat dilakukan secara primer dan sekunder sehingga diharapkan dapat menurunkan kejadian stroke. Oleh karena itu, peneliti merasa perlu melakukan penelitian tentang hubungan gaya hidup sebagai faktor resiko kejadian stroke di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2014. 1.2.1. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara gaya hidup sebagai faktor resiko kejadian stroke di RSUP Haji Adam Malik tahun 2014?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara gaya hidup sebagai faktor resiko kejadian stroke di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi merokok dengan kejadian stroke. 2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pola makan dengan kejadian stroke. 3. Untuk mengetahui distribusi frekuensi aktifitas fisik dengan kejadian

stroke.

4. Untuk mengetahui distribusi frekuensi konsumsi alkohol dengan kejadian stroke.


(21)

5. Untuk mengetahui hubungan antara keempat gaya hidup sebagai faktor resiko kejadian stroke.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dalam memberikan informasi dan perluasan teori di bidang neurologis, yaitu mengenai hubungan gaya hidup dengan kejadian stroke.

2. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan memperkaya sumber kepustakaan dan dapat dijadikan sebagai bahan penunjang untuk penelitian lebih lanjut.

3. Peneliti dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman melakukan penelitian.

4. Peneliti dapat memahami lebih teliti mengenai pengaruh gaya hidup individu mengenai insidens stroke.


(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stroke

Menurut World Health Organisation (WHO), stroke adalah timbulnya gejala klinis akibat gangguan otak yang berkembang cepat secara spesifik atau global serta gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau dapat menyebabkan kematian tanpa penyebab yang jelas selain gangguan vaskular. Dari data Riskesdas (2007), stroke merupakan penyakit gangguan fungsi saraf lokal dan/atau global yang muncul secara mendadak, progresif dan cepat pada otak and disebabkan gangguan suplai darah ke otak non traumatik.

Menurut Sacco R. L. et al. (2013), defnisi stroke diperbaharui dimana stroke iskemik adalah sebuah kejadian disfungsi neurologik yang disebabkan oleh fokal serebral, tulang belakng atau retina infark; stroke yang disebabkan oleh intraserebral hemoragik adalah tanda-tanda klinis disfungsi neurologis yang berkembang pesat disebabkan oleh darah yang mengumpul dalam parenkim otak atau sistem ventrikel secara fokal yang tidak disebabkan trauma; stroke yang disebabkan oleh perdarahan subarakhnoid adalah tanda-tanda disfungsi neurologis dan/ atau sakit kepala yang berkembang rapid karena perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid (ruang antara membran subarakhnoid dan pia mater dari otak atau sumsum tulang belakang) yang tidak disebabkan oleh trauma. Definisi yang diusulkan oleh AHA/ASA untuk Transient Ishemic Attack (TIA) adalah disfungsi neurologis dengan episode yang bersifat sementara disebabkan oleh otak secara fokal, sumsum tulang belakang atau iskemia tanpa infark akut.

2.2 Klasifikasi Stroke

Berdasarkan klasifikasi modifikasi Marshall, stroke dibagi atas: 1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:


(23)

a) Stroke Iskemik

i. Transient Ischemic Attack (TIA)

ii. Trombosis serebri iii. Emboli serebri b) Stroke Hemoragik:

i. Perdarahan intraserebral ii. Perdarahan subarakhnoid 2. Berdasarkan stadium:

a) Transient Ischemic Attack (TIA)

b) Stroke in evolution

c) Completed stroke

3. Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah): a) Sistem karotis

b) Sistem vertebrobasilar

2.3. Faktor Resiko Stroke

Menurut American Heart Association (2012)dan (Go A. S. et al., 2012): 1. Faktor Resiko yang tidak dapat diubah:

a) Umur

Resiko stroke meningkat dengan usia. Setelah usia 55, resiko stroke menjadi dua kali lipat untuk setiap 10 tahun selama masa hidupnya. b) Jenis Kelamin

Menurut National Stroke Association (NSA), wanita menderita stroke lebih banyak setiap tahun daripada laki-laki, karena wanita hidup lebih lama daripada laki-laki dan stroke lebih sering terjadi pada usia yang lebih tua. Setiap tahun sekitar 55.000 lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki memiliki stroke, tetapi kejadian stroke lebih tinggi pada pria daripada wanita di usia muda. Selain itu, perempuan dua kali lebih mungkin meninggal karena stroke daripada kanker payudara setiap tahunnya.


(24)

c) Ras

Ras Amerika afrika memiliki dua kali stroke dibanding dengan ras

Caucasians karena ras Amerika afrikamemiliki resiko kejadian hipertensi, diabetes mellitus dan obesitas.

d) Faktor Keturunan

Dalam Framingham Heart Study (FHS), kejadian stroke iskemik pada orang tua pada berusia 65 tahun berkaitkan dengan peningkatan 3 kali lipat dalam resiko stroke iskemik pada keturunannya, walaupun telah melakukan penyesuaian untuk faktor resiko stroke lain.

e) Gen

Menurut Sharma P. (2013), gene yang dijumpai pada pasien stroke adalah HDAC9, PITX2, CDKN2A/B, NINJ2, ZFHX3, AGTRL1, CELSR1, PDE4D, ALOX5AP, PRKCH dan rs556621. Dari data Genome-wide Association Study (GWAS) dari journal Stroke Genetic (2011), sejumlah besar gangguan monogenik yang jarang dapat menyebabkan stroke. Antara gen tunggal yang terjadi modifikasi adalah:

a) NOTCH3 (Neurogenic locus notch homolog protein 3)

b) HTRA1(HtrA serine peptidase 1)

c) COL41 (gene encoding type IV collagen alpha 1 chain)

d) TREX1(Three prime repair exonuclease 1)

e) Cystathione β synthase

f) MTHFR (Methylene-tetrahydrofolate reductase)

g) Β-Globin

f) Riwayat stroke dan Transient Ischemic Attack (TIA)

Seseorang yang sudah memiliki satu atau lebih riwayat TIA hampir 10 kali lebih mungkin mengalami stroke dibanding orang pada usia yang sama yang belum pernah mengalami TIA.


(25)

2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi: a) Hipertensi

Sekitar 77% dari mereka yang mengalami stroke pertama memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mm Hg. Pasien diabetes dengan tekanan darah kurang dari 120/80 mm Hg memiliki sekitar setengah resiko seumur hidup dari pasien stroke dengan hipertensi.

b) Merokok

Seorang perokok memiliki 2 sampai 4 kali peningkatan resiko stroke dibandingkan dengan bukan perokok atau mereka yang telah berhenti lebih dari 10 tahun. Merokok merupakan faktor resiko stroke iskemik dan perdarahan subarakhnoid. Merokok meningkatkan resiko tekanan darah tinggi-faktor resiko tunggal terbesar untuk stroke. Bahan kimia dalam rokok termasuk karbon monoksida, arsenik, formaldehyde

dan sianida merusak dinding pembuluh darah, ini menyebabkan aterosklerosis. Hal ini meningkatkan kemungkinan pembentukan bekuan darah pada arteri ke otak dan jantung dapat memblokir arteri menyebabkan terjadi stroke. Nikotin menyebabkan pembuluh darah menyempit, meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah. Karbon monoksida dalam asap tembakau adalah gas beracun yang ditemukan dalam car exhaust fumes; itu menghalangi pembuluh darah oksigen vital. Karbon monoksida bergabung ke hemoglobin dan pada beberapa perokok, setengah dari darah membawa karbon monoksida tetapi bukan oksigen. Merokok meningkatkan LDL dan menurunkan HDL. Merokok juga meningkatkan resiko stroke pada wanita yang menggunakan pil kontrasepsi oral.

c) Diabetes Mellitus

Kejadian stroke iskemik terjadi akibat DM pada semua usia, tetapi paling menonjol sebelum usia 55 tahun pada populasi orang Hitam dan


(26)

sebelum usia 65 tahun pada populasi orang Putih. Pada orang dengan riwayat TIA atau stroke ringan, gangguan toleransi glukosa hampir dua kali lipat resiko stroke dibandingkan pada orang dengan kadar glukosa normal dan tiga kali lipat resiko bagi mereka yang memiliki DM.

d) Fibrilasi Atrial

Fibrilasi atrial memiliki resiko 5 kali lipat pada semua usia. Kejadian stroke meningkat dari 1,5% pada usia 50-59 tahun ke 23,5% pada usia 80-89 tahun. Di antara 2.580 peserta yang berusia lebih dari 65 tahun dengan hipertensi dan telah diimplantasi cardiac rhythm device yang termasuk

atrial lead, 35% menimbulkan subklinis tachyarrhythmias (kadar denyut atrial lebih dari 190 per menit bertahan sekurang-kurangnya 6 menit). Hal ini dapat meningkatkan resiko stroke iskemik atau emboli sistemik sebanyak 2,5 kali lipat.

e)Penyakit Arteri Perifer

Penyakit arteri perifer adalah penyempitan pembuluh darah yang mensuplai darah ke kaki dan otot lengan yang disebabkan oleh penumpukan lemak plak di dinding arteri. Pasien stroke dengan penyakit arteri perifer memiliki resiko lebih tinggi dari penyakit arteri karotis. f)Hiperkolesterolemia

Data dari Honolulu Heart Program/ / NHLBI menemukan bahwa pada laki-laki Jepang berusia 71-93 tahun, konsentrasi rendah kolesterol HDL lebih mungkin untuk dihubungkan dengan future risk tromboemboli stroke daripada yang konsentrasi kolesterol HDL tinggi. Namun, meta-analisis dari 23 studi yang dilakukan di wilayah Asia-Pasifik menunjukkan tiada signifikan hubungan antara kadar HDL rendah dan resiko stroke.


(27)

Ini adalah kelainan genetik yang terutama mempengaruhi anak-anak ras African-American dan ras Hispanic. "Sickled" sel darah merah kurang mampu untuk membawa oksigen ke jaringan tubuh dan organ. Sel-sel ini juga cenderung menempel pada dinding pembuluh darah, yang dapat memblokir arteri ke otak dan menyebabkan stroke.

h) Ateroslerosis

Aterosklerosis adalah penumpukan plak (deposit lemak dan sel-sel lain) secara progresif dalam dinding arteri. Hal ini dapat menyumbat arteri dan menghambat aliran darah ke otak atau bagian tubuh lain, membuat seseorang lebih beresiko untuk mendapat stroke, TIA atau penyakit jantung lainnya.

i) Obesitas

Obesitas dan berat badan yang berlebihan membuat orang lebih cenderung memiliki kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi dan diabetes dan ini dapat meningkatkan resiko stroke.

g) Pola makan

Diet tinggi lemak jenuh, lemak trans dan kolesterol dapat meningkatkan kadar kolesterol darah. Diet tinggi natrium (garam) dapat meningkatan tekanan darah. Diet dengan kelebihan kalori dapat menyebabkan obesitas. Selain itu, diet yang mengandung lima atau lebih porsi buah dan sayuran per hari dapat mengurangi resiko stroke.

h) Aktifitas fisik

Dari data NOMAS, sebuah kohort prospektif yang mencakup orang dewasa ras orang Putih, ras orang Hitam, dan ras Hispanik di perkotaan ditindaklanjuti selama rata-rata 9 tahun, didapati bahwa aktifitas fisik yang sedang sampai berat dikaitkan dengan penurunan sebanyak 35% secara keseluruhan dalam resiko stroke iskemik dibandingkan dengan


(28)

yang tidak melakukan aktifitas fisik. Dalam kelompok ini juga menemukan bahwa hanya olahraga sedang intensitas sampai olahraga berat intensitas dikaitkan dengan kejadian stroke berkurang, sedangkan latihan ringan (seperti berjalan) tidak menunjukkan manfaat.

i) Konsumsi alkohol

Alkohol merupakan racun pada otak dan pada tingkatan yang tinggi dapat mengakibatkan otak berhenti fungsi. Hubungan antara konsumsi alkohol dan stroke iskemik menunjukkan pola kurva J, yang berarti bahwa pada orang yang konsumsi alkohol moderat, resiko stroke adalah yang terendah, sementara konsumsi alkohol berat meningkatkan resiko stroke. Resiko perdarahan otak meningkat secara linear apabila konsumsi alkohol meningkat: semakin tinggi jumlah alkohol yang dikonsumsi, semakin tinggi resiko stroke.

2.4. Etiologi

Penyakit jantung yang menyebabkan stroke dapat berasal dari kongenital, penyakit rematik katup, prolapsus katup mitral, foramen ovale paten, endokarditis, miksoma atrium, aritmia dan operasi jantung; penyebab monogenik terjadinya stroke berasal dari pembuluh darah kecil, antaranya ialah Cerebral autosomal dominant arteriopathy with Subcortical Infarcts and Leukoencephalopathy (CADASIL), Cerebral Autosomal Recessive Arteriopathy with Subcortical Infarcts and Leukoencephalopathy (CARASIL), Hereditary endotheliopathy with retinopathy, nephropathy and stroke (HERNS), vaskulopati dan Fabry’s disease; berasal dari pembuluh darah besar adalah aterosklerosis prematur, diseksi (spontan atau traumatik), gangguan metabolik yang diwariskan (homocystinuria,

Fabry’s disease, Pseudoxanthoma elasticum, sindrom MELAS), displasia fibromaskular, infeksi, vaskulitis (penyakit vaskular kolagen), penyakit Moyamoya, radiasi dan penyalahgunaan narkoba; penyebab stroke disebabkan oleh penyakit hematologi adalah keadaan hiperkoagulasi (sindrom antifosfolipid antibodi, defisiensi antitrombin iii atau protein S atau C, ketahanan terhadap aktivasi protein C, peningkatan viii faktor), disseminated intravascular


(29)

coagulation, trombositosis, polisitemia vera, trombotik trombositopenia purpura dan oklusi vena (dehidrasi, infeksi parameningeal, meningitis, neoplasma, polisitemia, leukemia, penyakit radang usus) (Kes V.B. et al. 2012).

Selain itu, penyebab lain yang menyebabkan terjadi stroke ialah trauma, malformasi vaskular (arteriovenous malformation dan cerebral cavernous (venous) malformation), angiopati amyloid serebral, acute hemorrhagic leukoencephalitis, koagulopati dan obat antikoagulasi (Simon R.P., 2009).

2.5. Patofisiolofi Stroke 2.5.1. Stroke Iskemik

Menurut Rohkman (2011) autoregulasi serebrovaskular biasanya mampu mempertahankan relatif konstan aliran darah otak (cerebral blood fow) 50-60 ml/100 g jaringan otak / menit selama tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure) tetap dalam kisaran 50-150mmHg. Aliran darah otak daerah (rCBF) yang harus disesuaikan sesuai dengan kebutuhan metabolik lokal (coupling of CBF and metabolisme). Jika MAP turun di bawah 50 mmHg, dan keadaan patologis tertentu (misalnya, iskemia), regulasi mengalami kegagalan dan jumlah CBF menurun. Stenosis atau oklusi pembuluh darah menginduksi vasodilatasi kompensasi downstream, yang meningkatkan volume otak darah dan CBF (vascular reserve). Defisit neurologis utama muncul hanya ketika CBF turun di bawah ambang batas iskemia kritis (20 ml/100 g / menit). Tingkat cedera otak lokal tergantung pada:

a) Ketersediaan aliran kolateral b) Durasi insufisiensi hemodinamik

c) Kerentanan lokasi otak tertentu yang terkena

Jika CBF yang cukup tidak dipulihkan kembali, disfungsi neurologis klinis terbukti terjadi (gangguan metabolisme serebral). Sekiranya CBF berkurang dengan parah secara berkepanjangan di bawah ambang batas infark, 8-10 min/100 g / ml menyebabkan progresif dan ireversibel abolition semua proses metabolisme seluler & kerusakan struktural (nekrosis). Infark terjadi ketika hipoperfusi paling parah; daerah jaringan sekitar zona infark dimana CBF terletak antara ambang


(30)

iskemia dan infark disebut penumbra iskemik. Jaringan otak di zona infark tidak dapat dipulihkan lagi, sementara penumbra iskemik beresiko, tetapi berpotensi dipulihkan. Semakin lama iskemia berlangsung, infark lebih cenderung akan terjadi (Rohkman, 2011).

Menurut Maas M.B. dan Safdieh J. E. (2009), kejadian stroke iskemik dapat dibagi kepada beberapa kategori:

1. Thrombosis

Pembentukan gumpalan di arteri yang bertahan cukup lama untuk menyebabkan iskemik pada jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh yang terkena. Thrombosis selalu dipicu oleh kelainan patologi dalam endotelium lokal. Plak aterosklerotik secara inheren prothrombotic, overexpressing activator inhibitor-1 plasminogen. Chlamydia pneumonia dikaitkan dengan plak aterosklerotik dan aktivitas inflamasi mengaktifkan makrofag dan sel-T.

Dalam large-vessel trombosis, aspek luminal plak ateromatosa dapat terdegradasi oleh metalloproteinase menyebabkan ruptur dan menghasilkan lesi ulserasi dengan sifat yang sangat thrombogenik. Ulserasi (koreng) dapat menyebabkan trombosis in situ atau embolisasi bahan trombotik di lokasi ulserasi tersebut.

Pembuluh darah yang berukur kurang dari 200μm diameter menimbulkan

deposisi lipohyaline pada media serta fibrous intimal proliferation karena terpapar kepada hipertensi atau hiperglikemia untuk waktu yang lama menyebabkan infark lakunar kecil yang sering asimptomatik.

Dalam heparin induced thrombocytopenia tipe 2, disfungsi trombosit

immune-mediated dapat menyebabkan stroke trombosis pada arteri serebral aterosklerotik yang sudah protrombik atau disebabkan emboli agregat platelet (gumpalan putih) ke dalam pembuluh darah tanpa bukti angiografik aterosklerosis.

Trombosis dapat terbentuk dalam arteri ekstrakranial dan intrakranial apabila kasar dan terbentuk plak di sepanjang pembuluh darah yang terluka. Cedera endotel (akibat kekasaran pada pembuluh darah) membolehkan trombosit untuk adhere and aggregate, lalu koagulasi diaktifkan dan trombus berkembang


(31)

menjadi plak. Apabila aliran darah yang melalui sistem ekstrakranial dan intrakranial menurun, sirkulasi kolateral akan mempertahankan fungsi otak. Ketika kompensasi mekanisme sirkulasi kolateral gagal, perfusi akan terganggu, menyebabkan penurunan perfusi dan sel mati.

2. Embolism

a) Stasis aliran darah di posterior atrium kiri dan appendage yang terkait dengan atrail fibrilasi akan menyebabkan resiko yang lebih tinggi untuk pembentukan trombotik.

b) Infeksi endokarditis terdiri platelet, fibrin dan bakteri dapat termasuk fragmen ke dalam sirkulasi serebral.

c) Endokarditis nonbacterial (marantic) boleh berlaku pada kondisi keganasan atau kondisi peradangan lainnya.

d) Artery-to-artery embolization: Plak ateromatosa pada aorta dan karotis dapat terjadi ulserasi dan mechanically disrupted menyebabkan embolisasi kolesterol dan trombus. Selain itu plak ateromatosa terjadi pada diseksi arteri akibat trombus yang terbentuk di lokasi gangguan endotel.

e) Paradoxical embolization merupakan embolism otak dimana embolinya berasal dari bagian tubuh selain dari jantung, aorta atau arteri karotis atau vertebrobasilar.

3. Obliteration of arterial lumen

Penyempitan pembuluh darah dapat disebabkan oleh non-inflamasi vaskulopati, inflamasi atau infeksi vaskulitis, vasospasm atau kompresi oleh massa ekstrinsik.

4. Hipoperfusi sistemik

Terjadi disebabkan penurunan tekanan arteri.

Menurut Prabal Deb (2009), apabila trombosis atau emboli menyebabkan penurunan suplai darah ke jaringan otak, terjadinya iskemik kaskade pada tingkat


(32)

selular. Iskemia menyebabkan kerusakan otak dengan mengaktifkan kaskade iskemik yang berkembang mengakibatkan penurunan jumlah oksigen dan glukosa menyebabkan kegagalan produksi tinggi energi fosfat seperti ATP. Berbagai mekanisme yang terlibat dalam cedera jaringan adalah:

1. Terjadi kekurangan penyimpanan energi selular karena penurunan fungsi mitokondria. Hal ini akan menyebabkan deplesi energi yang berlebihan dan dapat memicu kematian sel akibat apoptosis; durasi 5 – 10 menit oklusi dapat menyebabkan kematian otak ireversibel.

2. Kehilangan fungsi membran pompa ion menyebabkan iskemia. Hal ini akan menyebabkan pasokan energi yang tidak memadai pada tingkat sel, menyebabkan kerusakan gradient ion (Influx: Na, Ca, dan Cl, efflux: K). Pemasukan air menyebabkan pembengkakan yang cepat dari neuron dan glial (edema sitotoksik).

3. Pelepasan neurotransmitter eksitatori

Kaskade iskemik merangsang pelepasan neurotransmitter eksitatori (glutamat dan asparate) di otak. Pelepasan neurotransmitter yang tidak terkendali pada daerah iskemik akan mengaktifkan transmisi synaptic excitotoxicseperti N-methyl-d-aspartate (NMDA), amino-3-hydroxy-5-methyl-4-propionate (AMPA) or kainite receptors, yang memungkinkan terjadi Na dan Ca influx.

4. Apoptosis

Sel mati terprogram terjadi pada neuron perifer. Kerusakan iskemik menyebabkan respon awal di gen ekspresi Bcl - 2 dan p53 akan melepaskan molekul proapoptotik (misalnya sitokrom c dan apoptons). Ini akan mengaktifkan kaskade dan gen lain yang menyebabkan kematian sel. 2.5.2. Stroke Hemoragik

Menurut Magistris S. (2013), ICH terdiri dari 3 fase: 1. Perdarahan awal


(33)

Perdarahan awal adalah disebabkan oleh rupturnya arteri serebral yang dipengaruhi oleh faktor-faktor resiko stroke. Hasil ICH tergantung kepada dua fase yang mengembang selanjutnya.

2. Ekspansi hematoma

Berlaku selepas beberapa jam munculnya gejala awal, melibatkan

peningkatan tekanan intrakranial (ICP) yang mengganggu integritas jaringan lokal dan blood-brain barrier. Selain itu, hambatan pada aliran vena menginduksi pelepasan tromboplastin, mengakibatkan terjadinya koagulopati lokal. Ekspansi hematoma berhubungan dengan hiperglikemia, hipertensi dan antikoagulasi pada 1/3 pasien ICH. Ukuran hematoma >30ml berhubungan dengan peningkatan kematian yang tinggi.

3. Edema peri-hematoma

Edema serebral terbentuk sekitar hematoma setelah terjadi peradangan dan gangguan BBB. Edema peri-hematoma merupakan penyebab utama untuk kerusakan neurologis dan develops over days setelah simptom awal. Perdarahan intraserebral meluas ke dalam ventrikel serebral akan menyebabkan perdarahan intraventicular (IVH) hampir 40% kasus.

Menurut Giraldo (2013), terjadi perdarahan subaraknoid (SAH) dengan berdarah dalam ruang subarachnoid menyebabkan yang sering meningkatkan tekanan intrakranial selama berhari-hari atau beberapa minggu. Vasospasme sekunder dapat menyebabkan iskemia otak fokal; sekitar 25% pasien mengembangkan tanda-tanda serangan iskemik transient (TIA) atau stroke iskemik. Otak edema dan resiko vasospasme dan infark berikutnya tertinggi antara 72 jam dan 10 hari. Hidrosefalus akut sekunder juga umum. Kejadian ruptur kedua (perdarahan ulang) kadang-kadang terjadi, paling sering dalam waktu sekitar 7 hari.


(34)

Berdasarkan data dari National Heart, Lung and Blood Institute (2014), tanda-tanda dan gejala stroke sering berkembang dengan cepat. Namun, mereka dapat berkembang selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Jenis gejala tergantung pada jenis stroke dan area otak yang terpengaruh. Durasi gejala berlangsung lama dan seberapa parah mereka bervariasi antara orang yang berbeda. Tanda dan gejala stroke:

a) Kelemahan mendadak

b) Kelumpuhan atau mati rasa pada wajah, lengan, atau kaki, terutama pada satu sisi tubuh

c) Bingung

d) Kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan e) Kesulitan melihat pada satu atau kedua mata f) Masalah pernapasan

g) Rasa pusing, kesulitan berjalan, kehilangan keseimbangan atau koordinasi, dan jatuh tanpa penjelasan

h) Kehilangan kesadaran

i) Sakit kepala tiba-tiba dan parah

2.7. Diagnosis 2.7.1. Anamnesa

Anamnesis sebaiknya mencakup (American Heart Association, 2007):

a) Waktu terjadinya stroke

b) Riwayat penyalahgunaan obat, migraine, kejang, infeksi dan trauma c) Kehamilan

d) Memiliki faktor resiko penyakit jantung dan aterosklerosis 2.7.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik berdasarkan American Heart Association (2007): a) Penilaian ABC menggunakan pulse oximetry

b) Penilaian suhu tubuh


(35)

i. Tanda-tanda kejang atau trauma seperti laserasi ledah dan luka memar.

ii. Penyakit karotid (bruits)

iii. Penyakit jantung kongestif (distensi vena jugularis) d) Pemeriksaan jantung:

i. Mengidentifikasi keadaan jantung seperti iskemik miokard, abnormalitas pembuluh darah, irregular rhythm dan diseksi aorta pada kasus yang jarang terjadi.

e) Pemeriksaan respiratori dan abdomen

i. Untuk menemukan kelainan komorbiditas f) Pemeriksaan kulit dan ekstremitas:

i. Mengetahui lebih dalam mengenai kondisi sistemik seperti

ii. disfungsi hepar, coagulopathies dan gangguan platelet (jaundice, purpura dan petechia)

2.7.3. Pemeriksaan Laboratorium

Beberapa tes harus dilakukan secara rutin pada pasien yang dicurigai stroke iskemik untuk mengidentifikasi kondisi sistemik dan dapat mempengaruhi pengobatan (American Heart Asscociation, 2007):

a) Glukosa darah b) Elektrolit

c) Hitung darah lengkap dengan hitung trombosit, protrombin waktu

(international normalized ratio) dan activated partial thromboplastin time

d) Elektrokardiogram (EKG) e) Cardiac enzyme test

f) Tes kehamilan g) Arterial blood gas

h) Blood alcohol level

i) Toxicology screen


(36)

Menurut American Heart Association (2007), temuan pencitraan otak, termasuk ukuran, lokasi, dan distribusi vaskular infark tersebut, serta adanya perdarahan, mempengaruhi baik jangka pendek dan jangka panjang keputusan pengobatan. Antaranya ialah non-contrast-enhanced CT, multimodal CT scan (perfusion CT: Whole-brain perfusion CT, Dynamic perfusion CT scan dan CT Angiography), multimodal MRI (Diffusion-weighted imaging MRI dan MR Angiography) dan pencitraan otak dan pencitraan pembuluh darah yang lain (Single-photon emission CT dan Transcranial Doppler ultrasonography, Carotid Duplex sonography dan Catheter angiography).

2.8. Gaya Hidup 2.8.1. Pola Makan

Berdasarkan Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Jawa Barat, pola makan atau pola konsumsi pangan adalah susunan makanan yang biasa dimakan mencakup jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi atau dimakan seseorang atau kelompok orang penduduk dalam frekuensi dan jangka waktu tertentu. Kisaran distribusi energi gizi makro dari pola konsumsi penduduk Indonesia berdasarkan data Riskesdas (2010) adalah 9-14% energi protein, 24-36% energi lemak, dan 54-63% energi karbohidrat. Anjuran kisaran penyebaran energi gizi makro (AMDR) bagi penduduk Indonesia dalam estimasi kecukupan gizi ini adalah 5-15% energi protein, 25-35% energi lemak, dan 40-60% energi karbohidrat, yang penerapannya tergantung umur atau tahap pertumbuhan dan perkembangan.

1. Karbohidrat

Menurut Ari Yuniastuti (2008), karbohidrat terbagi kepada 2 golongan yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks penting dalam ilmu gizi. Penggolongan karbohidrat terdiri atas:

a) Monosakarida

i. Glukosa (dekstrosa, gula anggur atau gula darah) ii. Fruktosa (gula buah)


(37)

iii. Galaktosa (berasal dari pencernaan laktosa, tidak terdapat bebas dalam alam)

b) Disakarida

i. Sukrosa (gula tebu)

ii. Maltosa (terdapat dalam kecambah butiran, dikenal sebagai gula malt) iii. Laktosa (gula susu)

c) Polisakarida i. Pati

Karbohidrat yang paling banyak terjumpa di alam. Sumber yang paling kaya adalah padi-padian, biji-bijian dan umbi-umbian. Selain itu, pati tidak terlarut dalam air dingin dan terjadi perombakan antara menjadi dekstrin (hasil akhir dari hidrolisis).

ii. Glikogen

Dikenal sebagai pati hewan, dibentuk dalam tubuh dari glukosa dan disimpan dalam hati dan otot, digunakan jika diperlukan sebagai sumber energi, larut dalam air.

iii. Selulosa

Manusia kurang mampu mencernakannya, bertindak sebagai serat dalam makanan.

Karbohidrat mempunyai beberapa fungsi antara ialah sebagai sumber energi, pemberi rasa manis pada makanan, penghemat protein, pengatur metabolisme lemak dan membantu pengeluaran feses dengan cara mengatur peristaltik usus dan memberi bentuk feses. Secara nasional, rata-rata konsumsi karbohidrat penduduk Indonesia 255 gram per hari atau 61,0% dari total konsumsi energi. Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) menganjurkan konsumsi karbohidrat 50–60% dari total konsumsi energi, berarti konsumsi karbohidrat penduduk Indonesia sedikit lebih dari anjuran PUGS tersebut (Riskesdas, 2010). 2. Protein

Menurut Ari Yuniastuti (2008), protein merupakan zat yang paling terbanyak dalam tubuh. Pangan sumber protein hewani adalah daging ayam, sapi,


(38)

ikan, telur, susu dan produk olahannya. Pangan nabati yang banyak mengandung protein adalah kedelai, kacang tanah, kacang hijau. Fungsi protein ialah:

a) Pembentukan jaringan baru dalam masa pertumbuhan dan perkembangan tubuh.

b) Memelihara jaringan tubuh, memperbaiki serta mengganti jaringan yang aus, rusak atau mati.

c) Membentuk enzim pencernaan dan metabolism serta antibodi dengan menyediakan asam amino.

d) Mengatur keseimbangan air dalam intraseluler, ekstraseluler/interseluler dan intravaskuler.

e) Mempertahankan kenetralan (asam-basa) tubuh.

Menurut Riskesdas (2010), rata-rata konsumsi protein penduduk Indonesia 62,1 gram per hari atau 13,3% dari total konsumsi energi. Ini berarti kontribusi konsumsi protein penduduk Indonesia kurang dari 15,0% dari total konsumsi energi sesuai pola makan seimbang.

3. Lemak

Menurut Ari Yuniastuti (2008), lemak merupakan simpanan energi bagi manusia dan hewan. Lemak dapat digolongkan sebagai berikut:

a) Lemak dalam tubuh, yaitu lipoprotein: i. HDL (High Density Lipoprotein)

ii. LDL (Low Density Lipoprotein)

iii. VLDL (Very Low Density Lipoprotein)

iv. Glikolipid

b) Lemak yang terdapat dalam bahan pangan dan dapat digunakan oleh tubuh manusia:

i. Trigliserida

ii. Asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid-SAFA)

iii. Asam lemak tidak jenuh (Monosaturated Fatty Acid-MUFA) dan Asam Lemak tak jenuh ganda (Polyunsaturated Fatty Acid-PUFA)


(39)

v. Kolesterol

Terdapat beberapa fungsi lemak:

a) Sebagai pembangun/pembentuk susunan tubuh. b) Pelindung kehilangan panas tubuh.

c) Sebagai penghasil asam lemak esensial. d) Sebagai pelarut vitamin A, D, E dan K. e) Sebagai pelumas diantara persendian.

f) Sebagai agen pengemulsi yang akan mempermudah transport substansi lemak keluar masuk melalui membran sel.

g) Sebagai prekursor dari prostaglandin yang berperan mengatur tekanan darah, denyut jantung dan lipolisis.

Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan (minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung dan sebagainya), mentega margarin dan lemak hewan (lemak daging dan ayam). Sumber lemak lain adalah kacang-kacangan, biji-bijian, krim, susu, keju dan kuning telur serta makanan ang dimasak dengan lemak atau minyak. Kontribusi energi dari lemak bagi dewasa (20%-30%) ; bagi bayi berumur 1 hingga 11 bulan (55%) ; anak dari umur 1 tahun hingga 3 tahun (30%-40%) dan bagi anak berumur 4 tahun hingga 18 tahun (20%-30%). Menurut data Riskesdas (2010), rata-rata konsumsi lemak penduduk di Indonesia adalah 47,2 gram atau 25,6% dari total konsumsi energi. Ini berarti konsumsi energi dari lemak pada penduduk Indonesia lebih dari 25% dari total konsumsi energi (lebih dari anjuran PUGS).

4. Minuman kopi

Konsumsi kopi dapat mengurangi resiko stroke seperti peradangan subklinis dipudarkan, stres oksidatif berkurang dan peningkatan sensitivitas insulin. Wanita yang mengkonsumsi 4 cangkir kopi per hari memiliki resiko 20% lebih rendah signifikan dari total stroke dibandingkan dengan mereka yang jarang (< 1/bulan) minum kopi berdasarkan dari NHS. Menurut studi ATBC dengan perokok laki-laki, resiko terjadi infark serebral adalah 23% lebih rendah di antara


(40)

pria yang mengkonsumsi 8 cangkir kopi per hari dibandingkan dengan mereka yang mengkonsumsi 2 cangkir per hari. Sebuah uji klinis terbaru menunjukkan bahwa konsumsi tinggi disaring kopi (8 gelas / hari) versus tidak ada konsumsi menyebabkan penurunan yang signifikan dalam konsentrasi serum interleukin-18 dan 8-isoprostan dan peningkatan yang signifikan dalam adiponektin, total kolesterol, HDL kolesterol, dan konsentrasi A-I apolipoprotein (Larsson S.C., 2011).

Dengan 2 kelompok mengkonsumsi kopi, resiko stroke lebih rendah di antara bukan perokok tapi tidak di kalangan perokok dan dapat dihipotesiskan bahwa potensi manfaat kopi mengurangi resiko stroke tidak dapat mengimbangi efek yang merugikan dari merokok terhadap kesehatan. Sebagian besar dari studi ini menunjukkan bahwa meskipun asupan kafein meningkatkan tekanan darah, konsumsi kafein yang rutin dapat melemahkan efek ini. Selain itu, sebuah studi menemukan bahwa konsumsi 3 cangkir kopi per hari meningkatkan resiko stroke di antara pasien hipertensi berpotensi meningkatkan resistensi kardiovaskular dan menurunkan aliran darah otak, yang mengganggu sudah rusak sistem vaskular pada pasien ini (Lopez-Garcia E., 2009).

2.8.2. Beraktivitas Fisik

Menurut WHO, aktivitas fisik didefinisikan sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Menurut Heart & Stroke Foundation (2013), kepentingan beraktifitas fisik ialah meningkatkan

fitness otot dan kardiorespirasi; meningkatkan kesehatan tulang dan fungsional; mengurangi resiko hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, diabetes, kanker payudara dan kanker usus besar dan depresi; mengurangi resiko jatuh serta patah tulang pinggul atau tulang belakang; dan merupakan dasar untuk keseimbangan energi dan mengontrol berat badan. Terdapat beberapa contoh beraktifitas fisik yaitu:

a) Endurance adalah kegiatan terus menerus seperti berjalan kaki, bersepeda dan tenis. Mereka sangat bermanfaat bagi jantung, paru-paru dan sistem peredaran darah. Bertujuan untuk 150 menit seminggu.


(41)

b) Strength, seperti membawa bahan makanan, pekerjaan halaman berat atau latihan beban dapat memperkuat otot-otot dan tulang dan memperbaiki postur tubuh. Bertujuan untuk setidaknya dua kali seminggu.

c) Flexibility, seperti peregangan, yoga, pekerjaan rumah tangga atau bermain golf menjaga otot rileks.


(42)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Operasional

Variable Independen Variable Dependen Gaya Hidup:

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Stroke di RSUP Haji Adam Malik, Medan. 3.2. Definisi Operasional

Definisi Operasional dari penelitian perlu dijabarkan untuk menghindari perbedaan persepsi dalam menginterpretasikan masing-masing variabel penelitian.

Adapun definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.2.1. Stroke Iskemik

a. Definisi Operational: Penurunan atau hilangnya kesadaran, sensasi, dan gerak sukarela disebabkan oleh ruptur atau obstruksi pembuluh darah otak tiba-tiba.

b. Cara Ukur: Observasi diagnosis penyakit berdasarkan CT scan yang terdapat pada data yang telah didiagnosis oleh Dokter Spesialis Saraf. c. Alat Ukur: Kuesioner

Pola Makan Aktifitas Fisik

Konsumsi Alkohol Merokok

Stroke Iskemik dan Stroke Hemoragik


(43)

d. Skala Ukur: Nominal 3.2.2. Stroke Hemoragik

a. Definisi Operational: Pembuluh darah lemah yang pecah dan berdarah ke dalam otak sekitarnya serta menyebabkan darah menumpuk dan kompres jaringan otak sekitarnya disebabkan oleh tekanan darah yang tinggi atau aneurism.

b. Cara Ukur: Observasi diagnosis penyakit berdasarkan CT scan yang terdapat pada data yang telah didiagnosis oleh Dokter Spesialis Saraf. c. Alat Ukur: Kuesioner

d. Skala Ukur: Nominal

3.2.3. Gaya Hidup

Pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia di dalam masyarakat. Dengan mengamalkan gaya hidup yang tidak ideal dapat mengakibatkan efek buruk kepada kesehatan seseorang dan lebih cenderung untuk mendapat penyakit, contohnya stroke. Gaya hidup sebagai faktor resiko:

3.2.3.1. Pola Makan

a. Definisi Operasional: Jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu.

a. Cara ukur: Wawancara b. Alat Ukur: Kuesioner

Kuesioner pola makan yang dipakai sebagai alat ukur pada penelitian ini, telah dipakai dan diuji validitas dan realibitasnya pada penelitian oleh Yuli Marlina, yang berjudul Gambaran Faktor Resiko pada Penderita Stroke Iskemik di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Pengetahuan responden diukur dengan 12 pertanyaan, dengan 3 pilihan jawaban. Responden yang menjawab “a” akan diberi skor 3, sedangkan yang menjawab “b” diberi Skor 2 dan responden yang menjawab “c” diberi skor 1. Jadi skor tertinggi dapat dicapai adalah 30.


(44)

c. Hasil Ukur:

- Baik : Jika responden memperoleh skor antara 29-36 - Kurang baik: Jika respnden memperoleh skor antara 21-28 - Tidak baik: Jika responden memperoleh skor antara 12-20 d. Skala Ukur: Ordinal

3.2.3.2. Aktifikas Fisik

a. Definisi operasional: Gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi.

b. Cara Ukur: Wawancara c. Alat Ukur: Kuasioner d. Hasil Ukur:

- Aktifitas ringan: ( <6.5) - Aktifitas sedang: (6.6 - 9.5) - Aktifitas berat: ( >9.5) e. Skala Ukur: Ordinal Keterangan:

Pada penelitian ini, indeks aktivitas dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu:

• Indeks aktivitas pada waktu bekerja (Work index / WI) • Indeks aktivitas pada waktu olahraga (Sports index / SI) • Indeks aktivitas pada waktu luang (Leisure-time index / LI)

Dalam analisis, ketiga indeks tersebut digabung menjadi satu dengan sebuan indeks aktivitas fisik.

3.2.3.3. Merokok

a. Definisi operasional: Kebiasaan seseorang menghisap rokok meliputi banyaknya rokok yang dihisap dalam satu hari serta lamanya merokok. b. Cara ukur: Wawancara

c. Alat ukur: Kuesioner


(45)

e. Skala pengukuran: Ordinal Keterangan:

Kuesioner merokok didasarkan kepada indeks Brinkman, yaitu perkalian rata-rata batang rokok dihisap per hari dikalikan dengan lama merokok dalam tahun.

Untuk mengetahui derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB):

• Ringan, jika responden memperoleh skor 0-200

• Sedang, jika responden memperoleh skor 200-600

• Berat, jika responden memperoleh skor > 600

3.2.3.4. Konsumsi Alkohol

a. Definisi Operasional: Konsumsi alkohol memilki faktor resiko terjadinya kejadian stroke.

b. Cara Ukur: Wawancara c. Alat Ukur: Kuesioner d. Hasil Ukur:

• 0 – 7 : Low-risk

• 8 – 15 : Hazardous level • 16 – 19 : Harmful level

• 20 / > : Almost certain dependent

e. Skala Ukur: Ordinal Keterangan:

Kuesioner ini diambil dari The Alcohol Use Disorders Identification Test (AUDIT) oleh WHO yang digunakan secara internasional. Pengetahuan responden diukur dengan pertanyaan 1 – 8 dengan 5 pilihan jawaban dari nilai skor 0, 1, 2, 3, dan 4. Untuk pertanyaan 9 – 10 mempunyai 3 pilihan dengan skala 3 nilai dari 0, 2 dan 4. Skor maksimum adalah 40.

Hazardous: Resiko konsekuensi berbahaya bagi pengguna atau orang lain disebabkan pola konsumsi alkohol.


(46)

Harmful: Efek negatif pada kesehatan fisik dan mental akibat konsumsi akohol

Almost certain dependent: Ketergantungan alkohol adalah sekelompok fenomena perilaku, kognitif, dan fisiologis yang dapat berkembang setelah konsumsi alkohol berulang. Biasanya, fenomena ini termasuk keinginan yang kuat untuk mengkonsumsi alkohol, kontrol gangguan atas penggunaannya, tetap minum secara persisten walaupun telah ketahui konsekuensi bahayanya, konsumsi alkohol menjadi prioritas yang lebih tinggi daripada kegiatan dan kewajiban lainnya, toleransi alkohol meningkat, dan reaksi penarikan fisik ketika menggunakan alkohol dihentikan.


(47)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional untuk mencari hubungan gaya hidup sebagai faktor resiko kejadian stroke di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2014. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah cross-sectional dimana pengumpulan data dilakukan pada saat tertentu.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di rawat inap dan Poliklinik Neurologi RSUP H. Adam Malik Medan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan April sampai Desember 2014, sedangkan pengambilan dan pengumpulan data dilakukan selama bulan Agustus-November 2014.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah semua pasien yang didiagnosis stroke iskemik dan hemoragik, yang di rawat inap dan Poliklinik Departemen Neurologi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, Sumatera Utara pada tahun 2014.

4.3.2. Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah non-probability sampling

yaitu consecutive sampling, dimana semua sampel yang terdapat harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi supaya dapat dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.

Perkiraan besarnya sampel dapat dihitung dengan rumus estimasi data proporsi populasi infinit menurut Wahyuni A.S. (2007) adalah berikut:


(48)

Z²1- α/2 p. (1-p) n =

d2

1 96 2 . 0,5 (1- 0,5) n =

0,10 2 n = 96,04

Keterangan :

n : besar sampel

Z1-a/2 : nilai Z pada derajat kemaknaan (biasanya 95% = 1,96)

P : proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi, bila tidak diketahui proporsinya, ditetapkan 50% (0,50)

d : derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan : 10% (0,10), 5% (0,05), atau 1% (0,01)

Berdasarkan perhitungan diatas, maka besar sampel yang diperlukan adalah 96.04 orang dan dibulatkan menjadi 100 responden.

Kriteria inklusi yang digunakan yaitu:

1. Pasien didiagnosis stroke pada rawat inap dan Poliklinik Departemen Neurologi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, Sumatera Utara.

2. Penderita yang secara klinis terbukti menderita stroke iskemik serta stroke hemoragik dan telah dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT scan otak. 3. Bersedia menjadi responden dalam penelitian.

Sedangkan kriteria ekslusi yang digunakan yaitu:

1. Pasien yang tidak mampu berkomunikasi dengan baik, dan tidak memiliki alloanamnesis yang mengetahui kehidupan sehari-hari pasien.


(49)

2. Pasien tidak mengingat kehidupan sehari-harinya.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahapan. Tahap pertama,

editing yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas maupun data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk. Tahap kedua,

coding yaitu memberi kode angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisis. Tahap ketiga, entry yaitu memasukkan data kuesioner ke dalam program komputer dengan menggunakan program SPSS. Tahap keempat melakukan cleaning, yaitu mengecek kembali data yang telah di entry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak.

Analisa ini dilakukan untuk melihat hubungan 2 variable, yaitu variable independen dan variable dependen dengan menggunakan chi square

menggunakan hitungan statistik yang sesuai, dimana derajat kemaknaan α= 0,05. Apabila nilai P value < 0,05, maka Ho ditolak dan apabila P value > 0,05 maka Ho gagal ditolak (Wahyuni A.). Analisa data akan dilakukan dengan menggunakan program SPSS.


(50)

32 BAB 5

HASIL DAN PENELITIAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau No.17, kelurahan Kemenangan Tani, kecamatan Medan Tuntungan. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 355/ Menkes/ SK/ VII/ 1990. Dengan predikat rumah sakit kelas A, RSUP Haji Adam Malik Medan telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP H. Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991 tanggal 6 September 1991, RSUP H. Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Lokasi penelitian di RSUP. Haji Adam Malik Medan yaitu pada Poliklinik Neurologi dan ruang rawat inap SMF Neurologi. SMF Neurologi juga memiliki Stroke Corner; yang merupakan tempat penelitian ini.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah pasien stroke iskemik dan stroke hemoragik yang di rawat inap dan Poliklinik Neurologi RSUP Haji Adam Malik sebanyak 100 responden, dengan karakteristik sbb:


(51)

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Pasien Stroke

Karakteristik Jumlah Persentase (%)

Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 68 32 68,0 32,0 Umur 22-30 tahun 31-39 tahun 40-48 tahun 49-57 tahun 58-66 tahun 67-75 tahun 76-84 tahun 85-93 tahun 1 4 6 23 31 31 3 1 1,0 4,0 6,0 23,0 31,0 31,0 3,0 1,0 Jenis stroke Stroke iskemik Stroke hemoragik 71 29 71,0 29,0 Pola makan Baik Kurang baik Tidak baik 39 58 3 39,0 58,0 3,0 Merokok Perokok Bukan perokok Bekas perokok 59 29 12 59,0 29,0 12,0 Konsumsi alkohol Low risk Hazardous Harmful

Almost certain dependent

94 3 0 3 94,0 3,0 0,0 3,0 Aktifitas fisik Ringan Sedang Berat 29 56 15 29,0 56,0 15,0

Berdasarkan table 5.1 dapat diketahui bahwa jumlah responden laki-laki adalah 68 orang (68,0%) dan responden perempuan adalah 32 (32,0%). Jumlah responden stroke iskemik adalah 71 orang (71,0%) dan responden stroke hemoragik adalah 21 orang (21,0%). Jumlah responden terbanyak menurut umur adalah responden yang berumur 58-66 tahun dan 67-75 tahun sebanyak 31 orang (31,0%). Jumlah responden yang paling rendah adalah 22-30 tahun dan 85-93 tahun sebanyak 1 orang (1,0%). Umur responden paling muda 22 tahun dan umur


(52)

responden tertua 88 tahun. Selain itu, jumlah responden terbanyak menurut pola makan adalah kurang baik sebanyak 58 orang (58,0%), menurut merokok adalah perokok dengan jumlah 59 orang (59,0%), menurut konsumsi alkohol adalah pada tingkat low risk sebanyak 94 orang (94,0%) dan menurut aktifitas fisik adalah pada tingkat sedang dengan jumlah sebanyak 56 orang (56,0%).

5.1.3. Pola Makan Responden

Tabel 5.2. Tabulasi Silang Frekuensi Pola Makan Menurut Jenis Stroke

Jenis Stroke Pola makan

Baik Kurang baik Tidak baik Total p value

Stroke Iskemik Jumlah

24 45 2 71

0,229

% 24,0 45,0 2,0 71,0

Stroke Hemoragik Jumlah 15 13 1 29

% 15,0 13,0 1,0 29,0

Total Jumlah 39 58 3 100

% 39,0 58,0 3,0 100,0

Berdasarkan Tabel 5.2 dapat dilihat pada responden jenis stroke iskemik yang memiliki pola makan baik sebanyak 24 orang (24,0%), kurang baik 45 orang (45,0%) dan tidak baik 2 orang (2,0%). Pada responden jenis stroke hemoragik yang memiliki pola makan baik sebanyak 15 orang (15,0%), pola makan kurang baik sebanyak 13 orang (13,0%), pola makan tidak baik 1 orang (1,0%). Hasil uji statistik chi-square menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pola

makan dengan jenis stroke (p= 0,229; α=0,05).

5.1.4. Status Merokok Responden

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Pasien Stroke Iskemik dan Stroke Hemoragik Menurut Status Merokok

Ringan Sedang Berat Total Bukan Perokok

Bekas Perokok

Total

Jumlah 10 18 31 59 29 12 41


(53)

Berdasarkan Tabel 5.3. dapat dilihat bahwa responden yang merokok adalah sebanyak 59 orang (59,0%), bukan perokok 29 orang (29,0%) dan bekas perokok 12 orang (12,0%).

Tabel 5.4. Tabulasi Silang Tingkat Perokok menurut Jenis Stroke

Jenis Stroke Perokok

Ringan Sedang Berat Total p value

Stroke Iskemik Jumlah

6 14 27 71

0,229

% 6,0 14,0 27,0 71,0

Stroke Hemoragik Jumlah 4 4 4 29

% 4,0 4,0 4,0 29,0

Total Jumlah 10 28 31 100

% 10,0 28,0 31,0 100,0

Berdasarkan Tabel 5.4. didapatkan hasil tabulasi silang, pada responden berjenis stroke iskemik, perokok berat sebanyak 27 orang (27,0%), perokok sedang 14 orang (14,0%) dan perokok ringan 6 orang (6,0%). Pada responden berjenis stroke hemoragik, perokok berat sebanyak 4 orang (4,0%), perokok sedang 4 orang (4,0%) dan perokok ringan 4 orang (4,0%). Hasil uji statistik chi-square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat merokok

dengan jenis stroke (p= 0,046; α=0,05).

5.1.5. Konsumsi Alkohol Responden

Tabel 5.5. Tabulasi Silang Frekuensi Konsumsi Alkohol menurut Jenis Stroke Jenis Stroke Konsumsi Alkohol p value Low

risk Hazardous Harmful

Almost Certain Dependent Total Stroke Iskemik

Jumlah 68 2 0 1 71

0,337

% 68,0 2,0 0,0 1,0 71,0

Stroke Hemoragik

Jumlah 26 1 0 2 29

% 26,0 1,0 0,0 2,0 29,0

Total

Jumlah 94 3 0 3 100


(54)

Berdasarkan Tabel 5.5, secara garis besar didapatkan hasil tabulasi silang bahwa responden yang berada dalam tingkat low risk sebanyak 94 orang (94,0%), tingkat hazardous 3 orang (3,0%) dan tingkat almost certain dependent 3 orang (3,0%). Selain itu, pada responden jenis stroke iskemik, tingkat low risk sebanyak 68 orang (68,0%), tingkat harmful 2 orang (2,0%) dan tingkat almost certain dependent 3 orang (3,0%). Pada responden jenis stroke hemoragik, tingkat low risk sebanyak 26 orang (26,0%), tingkat harmful 1 orang (1,0%) dan tingkat

almost certain dependent sebanyak 2 orang (2,0%). Hasil uji statistik chi-square

menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi alkohol dengan jenis stroke (p= 0,337; α=0,05).

5.1.6. Aktifitas Fisik Responden

Tabel 5.6. Tabulasi Silang Frekuensi Aktifitas Fisik menurut Jenis Stroke

Jenis Stroke Aktifitas fisik

p value Ringan Sedang Berat Total

Stroke Iskemik

Jumlah 15 45 11 71

0,022

% 15,0 45,0 11,0 71,0

Stroke Hemoragik

Jumlah 14 11 4 29

% 14,0 11,0 4,0 29,0

Total

Jumlah 29 56 15 100

% 29,0 56,0 15,0 100,0

Berdasarkan Tabel 5.6, secara garis besar dari hasil tabulasi silang dapat dilihat bahwa responden yang beraktifitas ringan adalah 29 orang (29,0%), aktifitas sedang sebanyak 56 orang (56,0%) dan aktifitas berat sebanyak 12 orang (12,0%). Selain itu, didapatkan bahwa pada responden jenis stroke iskemik, aktifitas ringan adalah 15 orang (15,0%), aktifitas sedang sebanyak 45 orang (45,0%) dan aktifitas berat sebanyak 11 orang (11,0%). Pada responden jenis stroke hemoragik, aktifitas ringan adalah 14 orang (14,0%), aktifitas sedang sebanyak 11 orang (11,0%) dan aktifitas berat sebanyak 4 orang (4,0%). Hasil


(55)

uji statistik chi-square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara aktifitas fisik dengan jenis stroke (p= 0,022; α=0,05).

5.2. Pembahasan

5.2.1 Karakteristik Responden

Stroke dapat dialami oleh laki-laki dan perempuan. Pada penelitian ini didapatkan bahwa jenis kelamin yang terbanyak adalah laki-laki sebanyak 68 orang (68,0%) diikuti perempuan sebanyak 32 orang (32,0%). Dalam penelitian Appelros (2012), dijumpai bahwa tingkat kejadian stroke pada pria yaitu 41,0% lebih tinggi daripada perempuan. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian oleh Towfighi (2007) yang menunjukkan bahwa wanita yang berumur 45-54 tahun lebih mengalami kejadian stroke daripada laki-laki dengan usia yang sama. Hal ini disebabkan oleh penyakit arteri koroner, lingkar pinggang dan faktor resiko vaskular termasuk tekanan darah sistolik dan kadar total kolesterol meningkat lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki yang berumur 35-64 tahun.

Dari hasil penelitian ini, pasien stroke yang paling muda adalah 22 tahun. Hasil ini sejalan dengan penelitian Ellekjaer H. (1997) dan Nencini P. (1988) dalam Griffiths D. (2011), dimana dalam beberapa penelitian telah menyatakan bahwa tingkat kejadian semua jenis stroke terdapat pada kelompok usia 15 sampai 44 tahun. Selain itu, dalam penelitian Miah T. (2008) dijumpai dari 50 pasien stroke dijumpai pada kelompok usia 21-25 tahun terdapat sebanyak 3 orang stroke iskemik (6,0%) dan 2 orang stroke hemoragik (4,0%).

Dari hasil penelitian dijumpai kelompok umur yang paling banyak pasien stroke adalah berumur 58-66 tahun dan 67-75 tahun sebanyak 33 orang (33,0%) diikuti 49-57 tahun sebesar 23 orang (23,0%). Dan rata-rata umur penderita stroke 60,57 (SD 10.91) tahun. Dalam penelitian Shimizu H. (2009), dijumpai bahwa dari 426 pasien, 227 orang (53,3%) berusia < 75 tahun dengan rata-rata ± standar deviasi adalah 64 ± 7,6. Hasil penelitian Go A. S (2013) mengatakan lifetime risk

kejadian stroke terjadi pada umur 55-75 tahun di mana resiko lebih tinggi pada perempuan (20%-21%) dari laki-laki (14%-17%).


(56)

5.2.2. Pola Makan

Pola makan yang paling banyak dijawab pasien stroke berada pada kategori kurang baik yaitu sebanyak 58 orang (58,0%). Pola makan yang kurang baik menurut pertanyaan dalam wawancara yang diajukan adalah konsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol seperti konsumsi daging yang sering (54,0%) dan konsumsi makanan bersantan dan lemak (60,0%). Dalam hasil penelitian ini, uji statistik chi-square yang didapati adalah p = 0.229, berarti tidak mempunyai hubungan dengan kejadian stroke. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Shilpasree AS. (2013), dimana kadar total kolesterol, LDL dan trigliserida meningkat dan HDL menurun lebih pada kelompok stroke dari kelompok kontrol dengan memiliki hubungan statistik signifikasi yang tinggi (p < 0.001). Dalam penelitian Fung T.T. (2004) dijumpai bahwa resiko relatif kejadian total stroke adalah 1.58 (p = 0,0002) dan stroke iskemik sebanyak 1.56 (p= 0,02) pada perempuan dalam kuintil tertinggi dibanding dengan kuintil terendah. Menurut pada Nurse Health’s Study, konsumsi daging > 4 kali per minggu dapat meningkatkan faktor resiko kejadian stroke (iskemik dan intraserebal hemoragik). Dalam penelitian Larsson S.C. (2011) dijumpai bahwa konsumsi olahan daging memiliki resiko kejadian stroke apabila dibanding antara kelompok kuintil tertinggi dengan kelompok kuintil terendah (p = 0.03). Konsumsi daging merah berkaitan dengan insidensi tekanan darah, kejadian hipertensi, sindrom metabolik dan peradangan.

Perbedaan ini terjadi mungkin akibat pengambilan data yang berbeda. Pada penelitian ini, pengambilan data lebih banyak dilakukan dengan wawancara bukan kepada pasien langsung, tetapi dengan orang terdekat (alloanamnese) dimana ada yang tidak tahu atau lupa apabila bertanya mengenai keseharian pasien atau responden. Ini dilakukan karena kebanyakan dari pasien stroke iskemik dan hemoragik yang dirawat di RSHAM Medan sulit berkomunikasi dengan baik.

Pada pertanyaan 11 yaitu mengenai konsumsi sayur dan buah-buahan segar dijumpai sebanyak 77 orang (77,0%) responden yang menjawab dengan


(57)

nilai 3. Hasil ini bertentangan dengan penelitian Sauvaget (2003) menyatakan bahwa konsumsi sayuran hijau-kuning tiap hari dikaitkan dengan penurunan resiko kematian akibat semua jenis stroke yang signifikan sebanyak 26,0% dalam pada pria dan wanita dibandingkan dengan konsumsi sekali atau kurang per minggu. Tambahan pula, konsumsi buah-buahan tiap hari mengurangi resiko stroke secara signifikasi pada laki-laki (35,0%) dan perempuan (25%) dan hasil didapati sama untuk kedua perdarahan intraserebral dan infark serebral. Juga berbeda dalam penelitian Joshipura J.K. (1999) menyatakan bahwa responden yang berada dalam kuintil tertinggi untuk konsumsi buah-buahan dan sayuran memiliki resiko relatif lebih rendah (0.69) dibanding dengan responden dalam kuintil terendah. Resiko kejadian stroke iskemik berkurang sebanyak 6,0% dengan peningkatan 1 porsi buah-buahan atau sayur per hari (p = 0.01).

Menurut peneliti, hal ini terjadi karena dalam penelitian ini tidak ditelusuri tentang pola makan sayuran dan buahan secara terperinci kepada pasien, misalnya porsi sayuran dan buahan atau jenis syuran dan buahan yang dikonsumsi.

Kebiasaan kopi yang diminum hanya dijumpai 37 orang (37,0%) dimana 57 orang (57,0%) tidak minum kopi. Kafein yang berlebihan dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, kadar kolesterol total dan kolesterol LDL dalam darah dimana akan berlaku proses aterosklerosis melalui pembentukan plak pada saluran atau lumen pembuluh darah. Dalam penelitian Lopez-Garcia E. (2009) menganalisis data dari kohort prospektif dalam Nurse’s Health Study sebanyak 83.076 wanita dimana mereka yang minum 2-3 cangkir per hari memiliki 19% penurunan resiko stroke manakala wanita yang minum =/> 4 kopi per hari memiliki resiko 20% lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak minum kopi (p=0.003). Selain itu, dalam penelitian O’Keefe J.H. (2013) mendapat bahwa 1-3 cangkir kopi berkait dengan penurunan resiko stroke (p <0,001). Evaluasi resiko stroke pada populasi umum yang mengkonsumsi 3-6 cangkir kopi per hari menunjukkan penurunan yang signifikan (p = 0,003). Sebaliknya, konsumsi kopi > 6 per hari tidak ada hubungan dengan resiko kejadian stroke (p = 0,97).


(58)

5.2.3. Merokok

Hasil penelitian mengenai status merokok dijumpai responden yang merokok sebanyak 59 orang (59,0%) dan tidak merokok sebanyak 29 orang (29,0%). Dalam hasil penelitian ini, uji statistik chi-square yang didapati adalah p = 0,046. Hal ini bersokong dengan penelitian yang dilakukan oleh Paul S.L. (2004) bahwa US Physician’s Health Study ditemukan resiko stroke iskemik adalah 2 kali lipat meningkat pada perokok aktif. Peserta yang merokok < 20 batang per hari ditemukan memiliki peningkatan 1,6 kali lipat resiko stroke iskemik dan yang merokok ≥ 20 batang per hari meningkat 2,25 bila dibandingkan dengan yang tidak merokok. Terdapat hubungan dosis-respons antara jumlah rokok yang dihisap setiap hari dengan kejadian perdarahan subarakhnoid (p <0,0004). Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Love B.B. (1990) dimana jumlah rokok yang dihisap setiap hari terdapat faktor resiko yang signifikan (p = 0,028) untuk infark serebral dan resiko sebanyak 1.014 meningkat untuk setiap batang rokok.

Selain itu, hasil penelitian ini terdapat 31 orang (31,0%) perokok berat dan 10 orang (10,0%) perokok ringan. Dalam penelitian Aldoori M.I (1998) dinyatakan bahwa perokok berat (>20 batang/hari) memiliki resiko relatif untuk total non-fatal stroke 2.71 dan fatal stroke 1.46 (p <0,05).

5.2.3. Konsumsi alkohol

Dalam hasil peneitian konsumsi alkohol dijumpai sebanyak 93 orang (93,0%) berada dalam tingkat low risk diikuti tingkat harmful sebanyak 3 orang (3,0%) dan tingkat almost certain dependent sebanyak 3 orang (3,0%). Dalam hasil penelitian ini, uji statistik chi-square yang didapati adalah p = 0.337, berarti tiada hubungan yang signifikan antara konsumsi alkohol dan kejadian stroke. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhang C. (2014), dimana konsumsi alkohol yang rendah dikaitkan dengan penurunan resiko total stroke (p =0,005), tetapi secara signifikan tidak mempengaruhi stroke hemoragik. Konsumsi alkohol yang berat dikaitkan dengan peningkatan resiko total stroke (p =0,034), tetapi tidak mempengaruhi kejadian stroke iskemik, stroke hemoragik,


(59)

dan mortalitas stroke. Tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik yang diamati antara konsumsi alkohol dan stroke hemoragik. Hasil dalam penelitian Berger (1999) menunjukkan bahwa ada penurunan yang signifikan pada resiko total stroke (21,0%) dan stroke iskemik (23,0%) pada responden yang mengkonsumsi alkohol ≥ 1 atau lebih per minggu. Paparan jangka panjang terhadap alkohol dapat meningkatkan resiko kerusakan pada saluran pencernaan, jantung, sistem imun, saraf, dan lain-lain. Perbedaan hasil ini dengan peneliti dapat karena perbedaan metode yang dipakai. Hal ini terjadi karena wawancara dilakukan dengan alloanamnesis, sehingga terdapat ketidakakuratan dalam menjawab kuesioner mengenai konsumsi alkohol.

5.2.4. Aktifitas fisik

Dalam hasil penelitian ini dijumpai responden terbanyak berada dalam tingkat aktifitas sedang sebanyak 56 orang (56,0%) diikuti dengan aktifitas ringan sebanyak 29 orang (29,0%) dan terendah pada tingkat aktifitas berat sebanyak 12 orang (12,0%). Uji statistik chi-square yang didapati untuk hubungan aktifitas fisik dengan kejadian stroke adalah p = 0,022. Dari hasil penelitian Lee C.D (2003) menjumpai bahwa resiko kejadian stroke atau kematian menurun sebanyak 27% untuk individu yang beraktifitas berat dibandingkan dengan individu yang beraktifitas rendah dalam gabungan studi kohort dan kasus kontrol (p < 0.001). Disimpulkan oleh Lee C.D. bahwa individu yang beraktifitas sedang dan berat dapat mengurangi resiko kejadian stroke total, iskemik dan juga hemoragik. Pada penelitian Honolulu Heart Program oleh Abbott R.D (1994) dijumpai bahwa pria yang tidak beraktifitas fisik dan partial aktifitas fisik mengalami 3-4 kali lipat kejadian stroke hemoragik dibandingkan dengan laki-laki yang beraktifitas aktif (p < 0,01).


(60)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pada pasien berjenis stroke iskemik dijumpai pola makan baik kurang baik sebanyak 45,0% sedangkan pada pasien berjenis stroke hemoragik dijumpai pola makan baik sebanyak15,0%.

2. Pada pasien berjenis stroke iskemik dijumpai pasien yang merokok dalam tingkat berat sebanyak 27,0% sedangkan pada pasien berjenis stroke hemoragik dijumpai tidak merokok sebanyak 17,0%.

3. Pada pasien berjenis stroke iskemik dijumpai pasien yang berada tingkat

low risk adalah 68,0% sedangkan pada pasien berjenis stroke hemoragik dijumpai pasien yang berada tingkat low risk adalah 26,0%.

4. Pada pasien berjenis stroke iskemik dijumpai pasien yang beraktifitas fisik sedang 45,0% sedangkan pada pasien berjenis stroke hemoragik dijumpai pasien yang beraktifitas fisik ringan adalah 15,0%.

5. Terdapat hubungan merokok dan aktifitas fisik dengan kejadian stroke (p=0,046) dan (p=0,022) dan tiada hubungan pola makan dan konsumsi alkohol (p=0,229) dan (p=0,337).

6.2. Saran

1. Perlunya kesadaran masyarakat terhadap gaya hidup sehari-hari yang lebih sehat, seperti menghindari konsumsi makanan tinggi kolesterol dan lemak yang berlebihan, menghindari konsumsi kopi berlebihan, menghentikan kebiasaan merokok, dan meningkatkan konsumsi buah-buahan dan sayuran segar.

2. Masyarakat juga perlu mengurangi konsumsi alkohol dan meningkatkan aktifitas fisiknya spaya dapat mengurangi kejadian stroke.


(61)

3. Pada penelitian selanjutnya, sebaiknya mengurangi alloanamnesis dalam pengumpulan data pada wawancara untuk menghindari hal-hal yang memungkinkan ketidakakuratan pada hasil penelitian.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Abbott R.D., Rodriquez B.L., Burchfiel C.M., Curb J.D., 1994. Physical Activity in Older Middle-aged Men and Reduced Risk of Stroke: The Honolulu Heart Program. Am. J. Epidemiol 139 (9): 881-893.

Adams et al., 2007. Guidelines for the Early Management of Adults with Ischemic Stroke. Stroke 38: 1655-1711.

Aldoori M.I., Rahman S.H., 1998. Smoking and stroke: a causative role. BMJ 317 (7164): 962-963.

American Heart Association, 2012. Stroke Risk Factors. Available from

[Accessed on 2 April 2014].

Appelros P., Stegmayr B., Teréent A., 2009. Sex differences in stroke epidemiology: a systemic review. Stroke 40 (4): 1082-90.

Babor T.F., Higgins J.C., Saunders J.B., Monteiro M.G., 2001. The Alcohol Use Disorders Identification Test (AUDIT), WHO. Available from: 25 Mac 2014].

Berger K. et al., 1999. Light-To-Moderate Alcohol Consumption And The Risk of Stroke Among U.S. Male Physicians. Massachusetts Medical Society

341(21): 1557-1564.

Brust J.C.M., 2007. Current Diagnosis & Treatment in Neurology. In: Fitzsimmons B.M., Cerebrovascular Disease: Ischemic Stroke. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill: 100-125.

Caplan L.R., 2000. Caplan’s Stroke: A Clinical Approach. 3rd ed. Boston: Butterworth-Heinemann.

Deb. P., Sharma S. and Hassan K.M., 2009. Pathophysiologic mechanisms of acute ischemic stroke: An overview with emphasis on therapeutic significance beyond thrombolysis. Pathophysiology 17: 197-218.

Fung T.T., Stampfer M.J., Manson J.E., Rexrode K.M., Willett W.C., Hu F.B., 2004. Prospective Study of Major Dietary Patterns and Stroke Risk in Women. Stroke 35: 2014-2019.


(1)

Pertanyaan 4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid C 10 10.0 10.0 10.0

B 27 27.0 27.0 37.0

A 63 63.0 63.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Pertanyaan 5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid C 60 60.0 60.0 60.0

B 17 17.0 17.0 77.0

A 23 23.0 23.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Pertanyaan 6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid C 27 27.0 27.0 27.0

B 36 36.0 36.0 63.0

A 37 37.0 37.0 100.0


(2)

Pertanyaan 7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid C 39 39.0 39.0 39.0

B 23 23.0 23.0 62.0

A 38 38.0 38.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Pertanyaan 8

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid C 37 37.0 37.0 37.0

B 6 6.0 6.0 43.0

A 57 57.0 57.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Pertanyaan 9

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid C 30 30.0 30.0 30.0

B 9 9.0 9.0 39.0

A 61 61.0 61.0 100.0


(3)

Pertanyaan 10

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid C 31 31.0 31.0 31.0

B 9 9.0 9.0 40.0

A 60 60.0 60.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Pertanyaan 11

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid C 4 4.0 4.0 4.0

B 19 19.0 19.0 23.0

A 77 77.0 77.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Pertanyaan 12

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid C 10 10.0 10.0 10.0

B 20 20.0 20.0 30.0

A 70 70.0 70.0 100.0


(4)

POLA MAKAN

Tabulasi silang jenis stroke * pola makan pertanyaan total

Total

Baik Kurang baik Tidak baik

jenis stroke stroke iskemik Count 24 45 2 71

% of Total 24.0% 45.0% 2.0% 71.0%

stroke hemoragik Count 15 13 1 29

% of Total 15.0% 13.0% 1.0% 29.0%

Total Count 39 58 3 100

% of Total 39.0% 58.0% 3.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 2.945a 2 .229

Likelihood Ratio 2.918 2 .232

Linear-by-Linear Association 2.098 1 .147

N of Valid Cases 100

a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .87.


(5)

MEROKOK

Perokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Perokok 59 59.0 59.0 59.0

Tidak merokok 29 29.0 29.0 88.0

Bekas perokok 12 12.0 12.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Tabulasi silang Jenis stroke * Brinkman's Index Brinkman's Index

Total

Tidak Ringan Sedang Berat

Jenis stroke Stroke Iskemik Count 24 6 14 27 71

% of Total 24.0% 6.0% 14.0% 27.0% 71.0%

Stroke Hemoragik Count 17 4 4 4 29

% of Total 17.0% 4.0% 4.0% 4.0% 29.0%

Total Count 41 10 18 31 100

% of Total 41.0% 10.0% 18.0% 31.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 7.983a 3 .046

Likelihood Ratio 8.422 3 .038

Linear-by-Linear Association 7.623 1 .006

N of Valid Cases 100

a. 1 cells (12.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.90.


(6)

KONSUMSI ALKOHOL

Tabulasi silang Jenis stroke * Tingkat konsumsi alkohol Total

Total

Low risk Hazardous level

Almost certain dependent

Jenis stroke Stroke iskemik Count 68 2 1 71

% of Total 68.0% 2.0% 1.0% 71.0%

Stroke hemoragik Count 26 1 2 29

% of Total 26.0% 1.0% 2.0% 29.0%

Total Count 94 3 3 100

% of Total 94.0% 3.0% 3.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 2.177a 2 .337

Likelihood Ratio 1.927 2 .382

Linear-by-Linear Association 2.086 1 .149

N of Valid Cases 100

a. 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .87.