PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Bersenjata Republik Indonesia ABRI berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah. b. Penghasilan yang diterima oleh penerima penghasilan selain Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ABRI dan para Pensiunan yang dibebankan kepada Keuangan NegaraDaerah, antara lain berupa: 1 Upah harian, upah mingguan, upah satuan, uang saku harian dan upah borongan. 2 Honorarium, uang saku, hadiah, penghargaan, komisi, beasiswa, serta pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan. Diantara penghasilan yang disebut diatas ada penghasilan yang pajaknya ditanggung oleh pemerintah. Pajak penghasilan ditanggung pemerintah adalah pajak yang terutang oleh wajib pajak yang pembayarannya dilakukan oleh pemerintah bukan oleh WajibPajak, sehingga Wajib Pajak tidak perlu membayar pajak mengeluarkan uang. Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung oleh pemerintah adalah penghasilan yang diterima oleh karyawan asing yang bekerja pada kontraktor, konsultan, dan pemasok utama atas penghasilan yang diterima atau diperoleh karena pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah.

5. PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 untuk memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah: a. Pemberi kerja yang terdiri atas orang pribadi dan badan termasuk Bentuk Usaha Tetap BUT, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama appun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai dan bukan pegawai. b. Bendaharawan Pemerintah termasuk Bendaharawan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga lainnya dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri yang membayarkan gaji, uph, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa dan kegiatan. c. Dana pensiun, badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja Jamsostek, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan Tabungan Hari Tua THT atau Jaminan Hari Tua JHT. d. Perusahaan, badan dan bentuk usaha tetap yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan, jasa, termasuk jasa tenaga ahli dengan status Wajib Pajak dalam negeri yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya. e. Perusahaan, badan, dan Bentuk Usaha Tetap, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan jasa yang dilakukan oleh orang probadi dengan status wajib pajak luar negeri. f. Yayasan termasuk yayasan dibidang kesejhteraan, rumah sakit, pendidikan, kesenian, olahraga, kebudayaan, lembaga, kepanitiaan, asosiasi, perkumpulan, organisasi massa, organisasi sosial politik, dan organisasi lainnya dalam bentuk apapun dalam segala bidng kegiatan sebagai pembayar gaji, upah, honorarium, atau imbalan dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan jasa dan kegiatan yang dilkukan oleh orang pribadi. g. Perusahaan, badan, dan Bentuk Usaha Tetap yang membayarkan honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan dan pemagangan. h. Penyelenggara kegiatan termasuk badan pemerintah, organisasi termasuk organisasi internasional, perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan yang membayar honorarium, hadiah atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan. Penunjukan bendahara sebagai pemungut pajak sesuai ketentuan sebagaimana yang dimaksud dengan Pasal 5 ayat 4 huruf c dan Pasal 18 ayat 2 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 Pedoman Pelaksanaan APBN sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004

6. PENGURANGAN YANG DIPERBOLEHKAN