Panjang Tunas Kultur Embrio Jeruk Keprok (Citrus Nobilis Lour) Pada Media Ms Dengan Perlakuan BAP

4.4 Panjang Tunas

Berdasarkan daftar sidik ragam pada Lampiran F, perlakuan BAP pada minggu ke-2 dan ke-3 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap panjang tunas. Respon panjang tunas akibat peningkatan konsentrasi BAP pada setiap minggu pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.4. Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa nilai panjang tunas tertinggi minggu ke-2 terdapat pada perlakuan B yaitu 2,467 cm, yang berbeda sangat nyata dengan perlakuan B 1 dan B 2 , berbeda nyata dengan perlakuan B 3 serta tidak berbeda nyata dengan perlakuan B 4 . Untuk minggu ke-3 nilai panjang tunas tertinggi terdapat pada perlakuan B yaitu 3,350 cm, yang berbeda sangat nyata dengan B 1 dan B 2 serta berbeda sangat nyata dengan perlakuan B 3 dan B 4 . Tabel 4.4 Respon panjang tunas akibat peningkatan konsentrasi BAP pada setiap minggu pengamatan Perlakuan Lama Pengamatan M 1 M 2 M 3 M 4 B 1,350 2,467 aA 3,350 aA 3,533 B 1 0,900 0,950 dC 1,575 bB 1,833 B 2 1,117 1,550 bcBC 1,260 bB 2,875 B 3 1,160 1,767 bcAB 1,880 bAB 2,540 B 4 1,450 2,133 abAB 2,150 bAB 2,380 Keterangan: Angka-angka dalam kolom yang sama bila diikuti dengan huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5 huruf kecil dan taraf 1 huruf besar menurut uji Duncan. B ppm, B 1 1 ppm, B 2 2 ppm, B 3 3 ppm, B 4 4 ppm, M 1 1 Minggu, M 2 2 Minggu, M 3 3 Minggu, M 4 4 Minggu. Tabel 4.4 menunjukkan bahwa untuk minggu ke-1 nilai panjang tunas tertinggi terdapat pada perlakuan B 4 yaitu 1,450 cm dan nilai panjang tunas terendah terdapat pada perlakuan B 1 yaitu 0,900 cm. Untuk minggu ke-2 nilai panjang tunas tertinggi terdapat pada perlakuan B yaitu 2,467 cm dan nilai panjang tunas terendah terdapat pada perlakuan B 1 yaitu 0,950 cm. Untuk minggu ke-3 nilai panjang tunas tertinggi terdapat pada perlakuan B yaitu 3,350 cm dan nilai panjang tunas terendah terdapat pada perlakuan B 2 yaitu 1,260 cm. Untuk minggu ke-4 nilai panjang tunas tertinggi terdapat pada perlakuan B yaitu 3,533 cm dan nilai panjang tunas terendah terdapat pada perlakuan B 1 yaitu 1,833 cm. Hal ini menunjukkan bahwa BAP tidak memberikan pengaruh terhadap panjang tunas. Universitas Sumatera Utara Nilai panjang tunas tertinggi dari minggu ke-2 sampai minggu ke-4 pengamatan terdapat pada perlakuan B sedangkan nilai panjang tunas terendah cenderung terdapat pada perlakuan B 1 . Hal ini diduga pada perlakuan tanpa BAP eksplan yang ditanam selain mendapatkan auksin eksogen juga menghasilkan auksin endogen dengan konsentrasi yang cukup tinggi sehingga menyebabkan terjadinya proses pemanjangan sel dan eksplan yang ditanam bertambah tinggi lebih cepat, sedangkan pada perlakuan dengan BAP, aktivitas dari auksin endogen dan eksogen terhambat karena adanya sitokinin eksogen dalam hal ini BAP. Menurut Klerk 2006 zat pengatur tumbuh sitokinin dapat menghambat terjadinya pemanjangan sel sehingga eksplan yang ditanam tidak bertambah tinggi. Diagram respon panjang tunas akibat peningkatan konsentrasi BAP pada setiap minggu pengamatan dapat dilihat pada Gambar 4.4.1. Gambar 4.4.1 Respon panjang tunas akibat peningkatan konsentrasi BAP pada setiap minggu pengamatan Gambar 4.4.1 menunjukkan bahwa pada minggu ke-1, ke-2 dan ke-3 nilai panjang tunas cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi BAP, namun nilai panjang tunas pada perlakuan B cenderung masih lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya. Sedangkan pada minggu ke-4 nilai panjang tunas cenderung menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi BAP, namun nilai panjang tunas pada perlakuan B juga cenderung masih lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya. Pada setiap perlakuan mengalami peningkatan nilai panjang tunas setiap minggunya, kecuali pada perlakuan B 2 yang mengalami penurunan pada minggu ke-3 pengamatan. Nilai berat planlet terbaik secara keseluruhan pengamatan terdapat pada minggu ke-4. 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 1 2 3 4 P an jan g t u n as cm Umur kultur minggu B0 B1 B2 B3 B4 Universitas Sumatera Utara Keseimbangan antara BAP dan NAA sangat penting dalam menginduksi tunas karena masing-masing zat pengatur tumbuh tersebut mempunyai peranan dalam menginduksi tunas. Menurut Kusumo 1984 zat pengatur tumbuh sitokinin berperanan dalam pembelahan sel dan morfogenesis, sedang auksin berperanan dalam mengatur pertumbuhan dan pemanjangan sel. Hal ini menunjukkan bahwa sitokinin termasuk BAP dan auksin termasuk NAA berperanan saling melengkapi dalam menginduksi tunas. Bagian tunas yang diamati dapat dilihat pada Gambar 4.4.2 berikut: Tunas Gambar 4.4.2 Bagian tunas yang diamati

4.5 Jumlah Tunas