Berat Planlet Kultur Embrio Jeruk Keprok (Citrus Nobilis Lour) Pada Media Ms Dengan Perlakuan BAP

4.3 Berat Planlet

Berdasarkan daftar sidik ragam pada Lampiran E, perlakuan BAP pada minggu ke-1 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap berat planlet. Respon berat planlet akibat peningkatan konsentrasi BAP pada setiap minggu pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.3. Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai berat planlet tertinggi minggu ke-1 terdapat pada perlakuan B 4 yaitu 0,151 gram, yang berbeda sangat nyata dengan B , berbeda nyata dengan perlakuan B 1 dan B 2 serta tidak berbeda nyata dengan perlakuan B 3 . Tabel 4.3 Respon berat planlet akibat peningkatan konsentrasi BAP pada setiap minggu pengamatan Perlakuan Pengamatan M 1 M 2 M 3 M 4 B 0,056 bB 0,110 0,115 0,145 B 1 0,078 bAB 0,080 0,088 0,116 B 2 0,088 bAB 0,110 0,111 0,271 B 3 0,107 abAB 0,115 0,146 0,160 B 4 0,151 aA 0,129 0,134 0,165 Keterangan: Angka-angka dalam kolom yang sama bila diikuti dengan huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5 huruf kecil dan taraf 1 huruf besar menurut uji Duncan. B ppm, B 1 1 ppm, B 2 2 ppm, B 3 3 ppm, B 4 4 ppm, M 1 1 Minggu, M 2 2 Minggu, M 3 3 Minggu, M 4 4 Minggu. Tabel 4.3 menunjukkan bahwa untuk minggu ke-1 nilai berat planlet tertinggi terdapat pada perlakuan B 4 yaitu 0,151 gram dan nilai berat planlet terendah terdapat pada perlakuan B yaitu 0,056 gram. Untuk minggu ke-2 nilai berat planlet tertinggi terdapat pada perlakuan B 4 yaitu 0,129 gram dan nilai berat planlet terendah terdapat pada perlakuan B 1 yaitu 0,080 gram. Untuk minggu ke-3 nilai berat planlet tertinggi terdapat pada perlakuan B 3 yaitu 0,146 gram dan nilai berat planlet terendah terdapat pada perlakuan B 1 yaitu 0,088 gram. Untuk minggu ke-4 nilai berat planlet tertinggi terdapat pada perlakuan B 2 yaitu 0,271 gram dan nilai berat planlet terendah terdapat pada perlakuan B 1 yaitu 1,116 gram. Nilai berat planlet terbaik secara keseluruhan pengamatan terdapat pada minggu ke-4. Dari hasil ini menunjukkan bahwa penambahan BAP memacu perbesaran dan perbanyakan sel sehingga berat kultur menjadi meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Katuuk 1989 bahwa sitokinin yang dikombinasikan dengan auksin dapat memacu perbesaran sel yang diikuti Universitas Sumatera Utara dengan meningkatnya bobot basah kultur terutama oleh meningkatnya pengambilan air oleh sel tersebut. Menurut Gunawan 1992 bahwa level zat pengatur tumbuh endogen merupakan salah satu faktor yang mendorong proses pertumbuhan dan morfogenesis. Auksin yang terkandung dalam eksplan berperan dalam sintesis nukleotida DNA dan RNA serta sintesis protein dan enzim yang selanjutnya digunakan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan pada eksplan. Nilai berat planlet tertinggi pada akhir pengamatan terdapat pada perlakuan B 2 sedangkan nilai berat planlet terendah terdapat pada perlakuan B 1 . Salisbury Ross 1995 mengatakan bahwa zat pengatur tumbuh hanya dalam konsentrasi yang sesuai dapat memacu pertumbuhan dan berat basah kultur. Diagram respon berat planlet akibat peningkatan konsentrasi BAP pada setiap minggu pengamatan dapat dilihat pada Gambar 4.3.1. Gambar 4.3.1 Respon berat planlet akibat peningkatan konsentrasi BAP pada setiap minggu pengamatan Gambar 4.3.1 menunjukkan bahwa pada minggu ke-1 nilai berat planlet meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi BAP. Pada minggu ke-2, ke-3 dan ke-4 nilai berat planlet cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi BAP, namun nilai berat planlet pada perlakuan B tidak lebih rendah dari perlakuan B 1 . Pada minggu ke-4 nilai berat planlet perlakuan B 2 sangat mencolok dibandingan perlakuan B 0, B 1, B 3 dan B 4 . 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 1 2 3 4 B era t p la n let g ra m Umur kultur minggu B0 B1 B2 B3 B4 Universitas Sumatera Utara Perlakuan kontrol B dan konsentrasi rendah B 1, B 2, dan B 3 , cenderung mengalami peningkatan nilai berat planlet pada setiap minggu pengamatan. Sedangkan pada konsentrasi tinggi B 4 , cenderung mengalami penurunan berat planlet pada setiap minggu pengamatan. Selain disebabkan karena eksplan yang digunakan berbeda, diduga bahwa pada konsentrasi zat pengatur tumbuh yang lebih tinggi eksplan cenderung memiliki tingkat kejenuhan yang lebih tinggi pula. Penambahan berat planlet disebabkan oleh beberapa hal, yaitu bertambahnya massa sel, jumlah sel dan ukuran sel. Pemanjangan sel terjadi karena adanya proses pembelahan, pemanjangan dan pembesaran sel-sel baru yang terjadi pada meristem apikal sehingga eksplan yang ditanam bertambah tinggi dan berat Gardner et al., 1991. Dengan penambahan BAP menyebabkan eksplan cenderung membentuk sel- sel akar sehingga akar membesar. Planlet dengan perlakuan B 1 , B 2 , B 3 , B 4 mempunyai akar dengan ukuran yang lebih besar daripada planlet dengan perlakuan B . Hal ini disebabkan oleh BAP yang sangat berperan dalam pembelahan sel dan morfogenesis. Menurut Howard 1996 dalam Marks Simpson 2000, kemampuan planlet untuk membentuk akar dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk perbedaan genotipnya, tingkat kematangan jaringan dan karakter fisiologis. Oleh karena itu planlet memberikan respon berakar yang berbeda-beda Santoso et al., 2004. Gambar 4.3.2 Perbandingan ukuran akar planlet Universitas Sumatera Utara

4.4 Panjang Tunas