Uraian Teoritis Mekanisme Perhitungan Pajak Bumi Dan Bangunan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pematang Siantar

c. Memperoleh ide-ide baru dan pemikiran yang berguna untuk perbaikan pengelolaan pajak bumi dan bangunan di Kantor Pealayanan Pajak Pratama Pematang Siantar.

C. Uraian Teoritis

Pengertian pajak menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo, dalam buku Pengantar Ilmu Hukum Pajak Waluyo 2008:2 pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan- peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan. Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan dalam Resmi 2008:1 menyatakan: pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal kontraprestasi, yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Menurut Atep dalam Darwin 2009:3 pada masa pemerintahan Inggris di Indonesia 1811 sd 1816 ketentuan perpajakan atas tanah diberlakukan pada masa Gubernur Jendral Sir Thomas Standford Raffles 1811-1816 yang disebut dengan nama Landrente. Sistem perpajakan atas tanah ini berdasarkan suatu dalil bahwa semua tanah adalah milik kepala-kepala desa dianggap sebagai penyewa dari tanah-tanah yang dikelola oleh kepala desa itu. Untuk itu mereka harus membayar sewa tanah landrent dengan natura secara tetap. Pada masa kolonial Belanda, pajak atas tanah yang telah dikenakan kepada rakyat Indonesia oleh pemerintah kolonial Inggris dilanjutkan hanya diganti dengan nama sesuai bahasa Belanda yaitu landrente dengan beberapa perbaikan. Pada masa kolonial Belanda ini juga, atas ide Gubernur Jendral Belanda pada waktu itu, van den Bosch diberlakukan Sistem Tanam Paksa. Kepada rakyat Indonesia yang memiliki atau menggarap tanah harus menanam komoditas tertentu dan hasilnya harus diserahkan kepada pemerintah Belanda. Sistem Tanam Paksa yang banyak menelan korban rakyat Indonesia mendapat berbagai kritikan sehingga dihapuskan pada tahun 1870. Landrente diberlakukan oleh pemerintah kolonial Belanda sampai dengan masuknya Jepang ke Indonesia. Pada masa penjajahan Jepang nama Landrente diganti menjadi Pajak Tanah, namun sistem dan cara pemungutannya masih sama dengan Landrente peninggalan Belanda. Pada masa-masa setelah Proklamasi Kemerdekaan, Pajak Tanah berubah nama lagi menjadi Pajak Bumi. Kemudian Pajak Bumi diganti dengan Pajak Penghasilan atas Tanah Pertanian yang pengelolaan dan pemungutannya dilakukan oleh Jawatan Pajak. Pada tahun 1959, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti undang-Undang Nomor 11 Tahun 1959 yang mengatur tentang Pajak Hasil Bumi. Pada tahun 1965 Pajak Hasil Bumi diganti menjadi IPEDA Iuran Pemerintah Daerah pada pelaksanaannya dilapangan IPEDA mempunyai beberapa kelemahan yaitu: 1. Adanya pajak berganda atau pajak yang dikenakan pada objek yang sama. 2. IPEDA tidak sesuai dengan tuntutan pembangunan yang terus meningkat. Kemudian pada tahun 1984 IPEDA dirubah menjadi Pajak Bumi dan Bangunan PBB dengan dasar pemikiran dari penyusunan Undang-Undang PBB yaitu: 1. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 2. Bumi dan bangunan memberikan keuntungan dan kedudukan sosial ekonomi yang lebih bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atau memperoleh manfaat darinya. Menurut Agus dalam Darwin 2009:6 Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas harta tak bergerak berupa bumi danatau bangunan. Pajak Bumi dan Bangunan PBB adalah Pajak negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumitanah dan atau bangunan. Keadaan subjek siapa yang menbayar tidak ikut menentukan besarnya pajak. Berdasarkan Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan Bab V tentang Dasar Pengenaan dan Cara Menghitung Pajak pada Pasal 7 yaitu: besarnya pajak yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Jual Kena Pajak.

D. Ruang Lingkup Pratik Kerja Lapangan Mandri