BAB IV TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS PERSEROAN
TERBATAS DALAM HAL TERJADINYA KEPAILITAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004
TENTANG KEPAILITAN
A. Berlakunya Fiduciary Duty Dan Business Judgment Rule Bagi Dewan
Komisaris Perseroan Terbatas
Dalam sistem pengurusan dua dewan dalam Perseroan Terbatas, Direksi dan Dewan Komisaris merupakan satu kesatuan yang dipersamakan dengan sistem
pengurusan dalam satu dewan. Dalam sistem pengurusan satu dewan, Direksi di samping sebagai pengurus, juga melakukan fungsi pengawasan, yang pada sistem
dua dewan dilakukan oleh Dewan Komisaris. Dengan demikian jelaslah bahwa baik Direksi maupun Dewan Komisaris keduanya memiliki fiduciary duty,yang jika
dilaksanakan sebagaimana mestinya melindungi keputusan yang diambil olehnya bersarkan pada prinsip business judgement rule.
1. Fiduciary Duty dan Prinsip Business Judgment Rule dalam Pasal 114 UU No.
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Pengaturan fiduciary duty dan prinsip business judgment rule Dewan Komisaris dapat ditemukan pengaturannya dalam Pasal 114 UU No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas.
Universitas Sumatera Utara
Dalam rumusan Pasal 114 ayat 1 UU Perseroan Terbatas, yang merupakan pengulangan ketentuan Pasal 97 ayat 1 UU Perseroan Terbatas, jelas bahwa tugas
Dewan Komisaris adalah melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha
Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 108 ayat 1 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Tugas pengawasan inilah yang harus dilaksanakan dengan itikad baik dan penuh kehati-hatian. Inilah yang merupakan fiduciary duty Dewan Komisaris
terhadap Perseroan. Terkait dengan fiduciary duty tersebut, maka Pasal 114 ayat 2 UU Perseroan Terbatas menekankan pada pertanggungjawaban Dewan Komisaris
atas pengawasan yang dilakukan terhadap jalannya pengurusan Perseroan. Tanggung jawab Dewan Komisaris Tersebut dibebankan kepada setiap anggota Dewan
Komisaris. Jadi, dalam hal ini sama dengan Direksi, setiap anggota Dewan Komisaris memiliki fiduciary duty yang sama; meskipun berbeda dengan anggota
Direksi, yang dapat melakukan tindakan hukum sendiri-sendiri, Dewan Komisaris hanya bertindak dalam satu kesatuan sebagai suatu majelis berdasarkan keputusan
Dewan Komisaris.
152
Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Komisaris tersebut harus dilaksanakan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
152
Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal. 88-89
Universitas Sumatera Utara
Perseroan, sesuai dengan tugas pengurusan dari Direksi yang pelaksanaan tugas pengurusannya diawasi oleh Dewan Komisaris.
Satu hal yang harus diingat dan diperhatikan adalah bahwa di samping melakukan tugas pengawasan, Dewan Komisaris oleh Pasal 108 ayat 1 UU
Perseroan Terbatas diberikan tugas untuk memberikan nasihat kepada Direksi. Nasihat itu akan menunjukkan sampai seberapa jauh itikad baik dan kehati-hatian
prudent Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan. Jadi sesungguhnya fungsi pemberian nasihat ini adalah juga dalam rangka melaksanakan kegiatan
pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Direksi Perseroan.
153
Pelanggaran terhadap fiduciary duty menyebabkan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dilindungi oleh business judgment rule, dan karenanya ikut
bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan. Dalam hal ini, unsur kesalahan dan kelalaian memegang peran penting. Seorang anggota Dewan
Komisaris yang tidak prudent dapat dikatakan sudah lalai dalam menjalankan tugasnya.
154
Ketentuan Pasal 114 ayat 4 UU Perseroan Terbatas menegaskan kembali sifat pertanggungjawaban kolegial dalam Dewan Komisaris, meskipun fiduciary duty
dibebankan kepada tiap-tiap anggota Dewan Komisaris. Hal ini ditujukan agar antara
153
Ibid, hal. 89
154
Ibid, hal. 89
Universitas Sumatera Utara
sesama anggota Dewan Komisaris ada saling koreksi, saling berargumen, sebelum pada akhirnya Dewan Komisaris mengambil keputusan.
Kesadaran masing-masing anggota Dewan Komisaris dalam menjalankan tugas dan fungsinya sangatlah dihargai. Sama seperti halnya ketentuan yang berlaku
bagi Direksi Perseroan, anggota Dewan Komisaris yang dapat membuktikan bahwa yang bersangkutan:
a. telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
b. tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan kepengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
c. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul dan berlanjutnya kerugian tersebut.
maka yang bersangkutan tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian Perseroan.
155
Hal ini menegaskan bahwa meskipun Dewan Komisaris hanya melaksanakan fungsi pengawasan dan pemberian nasihat , Dewan Komisaris harus aktif. Spirit atau
jiwa keaktifan anggota Dewan Komisaris ini tercermin dalam ketentuan:
155
Ibid, hal. 90
Universitas Sumatera Utara
a. Pasal 109 ayat 1 UU Perseroan Terbatas mengenai kewajiban untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah bagi Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah; b. Pasal 116 UU Perseroan Terbatas mengenai kewajiban penyelenggaraan dan
penyimpanan berbagai macam laporan, seperti risalah rapat dewan Komisaris, laporan tentang kepemilikan sahamnya danatau keluarganya pada Perseroan
tersebut dan Perseroan lainnya, dan tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS;
c. Pasal 120 ayat 1 UU Perseroan Terbatas tentang Komisaris Independen dan Komisaris Utusan;
d. Pasal 121 ayat 1 UU Perseroan Terbatas mengenai pembentukan Komite independen oleh Dewan Komisaris.
156
2. Tanggung Jawab Dewan Komisaris Perseroan Terbatas dalam Hal Terjadinya Kepailitan Perseroan Terbatas Menurut UU No. 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas
Undang-undang Perseroan Terbatas menentukan keberadaan Dewan Komisaris merupakan keharusan dalam sebuah Perseroan Terbatas. Berbeda dengan
dengan ketentuan sebelum UU Perseroan Terbatas, yakni dalam Kitab Undang-
156
Ibid, hal. 90-91
Universitas Sumatera Utara
undang Hukum Dagang KUHD yang tidak mengharuskan adanya lembaga komisaris Dewan Komisaris ini, meskipun dalam praktiknya kebanyakan Perseroan
Terbatas yang didirikan berdasarkan ketentuan-ketentuan KUHD tersebut pada waktu itu terdapat lembaga komisaris ini.
157
Dewan Komisaris menurut konsep UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas merupakan lembaga Perseroan Terbatas yang independen dari pengaruh
kepentingan pemegang saham. Dewan Komisaris bertugas demi kepentingan Perseroan Terbatas itu sendiri. Hal ini berbeda dengan konsep lama dalam KUHD di
mana Komisaris adalah mewakili kepentingan pemegang saham. Dalam Pasal 98 ayat 1 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas secara tegas
menyebutkan bahwa Komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perseroan.
158
Fungsi Dewan Komisaris sebagaimana dicantumkan dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah bertugas mengawasi kebijaksanaan Direksi
dalam menjalankan Perseroan serta memberikan nasihat kepada Direksi. Dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas juga sering kali menyatakan hal yang sama
mengenai tugas Dewan Komisaris ini. Undang-undang Perseroan Terbatas tidak mengatur lebih lanjut bagaimana cara melaksanakan pengawasan tersebut.
Pengawasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh atasan untuk melakukan
157
Moenaf H. Regar, Dewan Komisaris: Peranannya Sebagai Organ Perseroan, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, hal. 62
158
Ibid, hal. 63
Universitas Sumatera Utara
penilaian terhadap hasil kerja bawahan apakah sesuai dengan suatu pedoman atau kebijaksanaan yang ditetapkan sebelumnya.
159
Tentang bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Komisaris adalah sebagaimana yang dikemukakan Rudhi Prasetya adalah:
160
Mengenai klausula dalam Anggaran Dasar yang menentukan Dewan Komisaris ikut menandatangani neraca keuangan yang setidak-tidaknya
setiap tahun, atau neraca berkala harus disusun oleh Direksi sebagai wujud pertanggungjawaban Direksi, merupakan salah satu bentuk dari
wewenang Dewan Komisaris dalam menjalankan pengawasan terhadap Direksi. Yang jelas, dalam rangka pengawasan inilah, maka diharuskan
dalam Anggaran Dasar dicantumkan ketentuan kewenangan Dewan Komisaris baik bersama-sama atau sendiri-sendiri setiap waktu dalam
jam kerja kantor memasuki bangunan dan halaman atau tempat lain yang digunakan atau yang dikuasai oleh Perseroan, dan berhak
memeriksa semua pembukuan, surat dan alat bukti lainnya, memeriksa dan mencocokkan keadaan uang kas dan lain-lain serta dan berhak
untuk mengetahui segala tindakan yang telah dijalankan Direksi. Termasuk sebagai wewenang kontrol Dewan Komisaris ketentuan
dalam Anggaran Dasar yang menyatakan perlu ikut sertanya Dewan Komisaris atau persetujuan Dewan Komisaris untuk beberapa perbuatan
tertentu yang akan dilakukan Direksi.
Dengan demikian, Rudhi Prasetya menitikberatkan fungsi Dewan Komisaris pada tiga hal, yakni:
1. ikut menandatangani financial report yang disusun oleh Direksi; 2. memeriksa segala pembukuan dan dokumen-dokumen lainnya;
3. memberikan persetujuan terhadap perbuatan-perbuatan tertentu yang akan dilakukan Direksi.
161
159
Ibid, hal. 64
160
Rudhi Prasetya, Op.Cit, hal. 4
Universitas Sumatera Utara
Dalam praktik, pengawasan secara umum dan komprehensif yang dilakukan oleh Dewan Komisaris lazimnya bertitik tolak dari budget perusahaan Anggaran
Keuangan. Anggaran keuangan yang disusun dengan baik merupakan perangkat yang efektif untuk melakukan pengawasan. Semua penyimpangan yang dilaporkan
dapat dianalisis dan tindakan perbaikan dapat dilakukan sehingga dapat mengurangi atau mencegah timbulnya kerugian. Jika Perseroan tidak memiliki anggaran
keuangan, biasanya pengawasan dilakukan dengan cara membandingkan realisasi atau hasil yang sebenarnya dengan rencana atau yang dianggarkan.
162
Selain itu, dalam Anggaran Dasar Perseroan biasanya tugas pengawasan dari Dewan Komisaris meliputi:
1. melakukan pengamatan secara fisik dengan cara mengunjungi kantor, pabrik, gudang dan sebagainya;
2. mengajukan pertanyaan secara lisan atau tertulis kepada Direksi mengenai hal yang berhubungan dengan tugas Direksi;
3. meminta tenaga ahli seperti akuntan, konsultan hukum atau konsultan manajemen untuk membantu Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan.
163
161
Ibid, hal. 5
162
Moenaf H. Regar, Op.Cit, hal. 64
163
Ibid, hal. 64
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal tanggung jawab Dewan Komisaris sebagai akibat pelanggaran terhadap fiduciary duty yang mengakibatkan kepailitan, maka UU No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas memberikan ketentuan sebagai barikut: 1. Pasal 114 ayat 2 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
menekankan pada pertanggungjawaban Dewan Komisaris atas pengawasan yang dilakukan terhadap jalannya pengurusan Perseroan. Tanggung jawab Dewan
Komisaris tersebut dibebankan kepada setiap anggota Dewan Komisaris. 2. Pasal 114 ayat 4 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menegaskan
kembali sifat pertanggungjawaban kolegial dalam Dewan Komisaris, meskipun fiduciary duty dibebankan kepada tiap-tiap anggota Dewan Komisaris. Hal ini
ditujukan agar antara anggota Dewan Komisaris ada saling koreksi, saling menimbang dan saling berargumen, sebelum pada akhirnya Dewan Komisaris
mengambil keputusan. Ignorance atau ketidakpedulian terhadap hal-hal tersebut sudah dapat dianggap awal dari pelanggaran fiduciary duty, bergantung pada hasil
dari keputusan yang diambil. Apabila merugikan kepentingan Perseroan, maka kelalaian yang demikian sudah cukup membawa akibat tanggung jawab renteng
bagi anggota Dewan Komisaris yang ignorance tersebut. Adapun tanggung jawab hukum dari Dewan Komisaris adalah bertitik tolak
dari ketentuan Pasal 98 ayat 1 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh
Universitas Sumatera Utara
tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perseroan. Kepentingan Perseroan secara normatif tidak identik dengan kepentingan pemilik
Perseroan pemegang saham, walaupun tidak harus selalu bertentangan. Perseroan Terbatas merupakan badan hukum yang notabene sebagai subjek hukum mandiri
yang memiliki harta kekayaan dan kewajiban yang mempunyai kepentingan yang tidak selalu identik dengan kepentingan pemiliknya.
164
Apabila tujuan dari Perseroan adalah untuk memperbesar kekayaannya, maka kepentingan pemiliknya adalah untuk memperoleh pendapatan melalui pemilikan
sahamnya berdasarkan harga saham dan dividen yang diterimanya. Ketentuan normatif ini memiliki arti bahwa Dewan Komisaris harus mendahulukan kepentingan
perusahaan di atas kepentingan pemilik perusahaan. Dengan demikian, Dewan Komisaris bukan mewakili pemegang saham dan tidak harus selalu berpihak kepada
mereka. Ketentuan normatif ini merupakan “benang merah” untuk menentukan
tanggung jawab Dewan Komisaris baik Perseroan dalam keadaan sehat maupun dalam hal Perseroan sedang mengalami kepailitan. Fungsi utama Dewan Komisaris
adalah melakukan pengawasan. Melakukan pengawasan adalah suatu tindakan mengusahakan agar suatu kegiatan dilaksanakan sesuai dengan yang telah digariskan
atau menilai apakah yang telah dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan. Pengawasan yang baik adalah cara pemantauan tepat waktu yang dapat mengetahui
164
M. Hadi Shubhan, Op.Cit, hal. 242-243
Universitas Sumatera Utara
penyimpangan sehingga kerugian dapat dicegah atau setidak-tidaknya diminimalisir. Gagal melakukan pengawasan dapat menyebabkan kerugian pada pihak lain.
Kerugian ini akan terjadi pada Perseroan itu sendiri, kerugian terhadap pemegang saham selaku pemilik Perseroan, dan bahkan kerugian pada pihak luar ketiga.
165
Kerugian yang terjadi ini pada skala yang kecil mungkin tidak sampai mempengaruhi financial performance kinerja keuangan, akan tetapi dalam skala
besar kemungkinan kerugian ini bisa menjadi penyebab kebangkrutan perusahaan yang bisa berujung pada kepailitan. Terhadap kerugian ini tentunya stakeholder bisa
meminta pertanggungjawaban hukum terhadap Dewan Komisaris ini, selain juga pada Direksi. Pada kondisi tertentu dapat juga Dewan Komisaris bertanggung jawab
secara pribadi berdasarkan teori fiduciary duty dan teori piercing the corporate veil seperti yang berlaku pada Direksi.
166
Salah satu doktrin yang penting dalam konteks pengembangan tanggung jawab Dewan Komisaris adalah doktrin fiduciary duty. Undang-undang Perseroan
Terbatas mengisyaratkan bahwa fiduciary duty bukan hanya untuk Direksi tetapi juga untuk Dewan Komisaris dan Pemegang Saham. Prinsip fiduciary duty bagi Dewan
Komisaris dapat dilihat dalam Pasal 98 ayat 1 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa Dewan Komisaris wajib dengan itikad
baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha
165
Ibid, hal. 243
166
Ibid, hal. 243
Universitas Sumatera Utara
Perseroan. Sedangkan perbedaannya dengan Direksi dalam kerangka UU Perseroan Terbatas adalah bahwa terhadap Direksi dapat secara bersama-sama karena memang
sifatnya yang kolegial sebagaimana yang dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 83 ayat 1 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Namun sifat kolegialitas
dibatasi oleh Pasal 85 ayat 2 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara
pribadi jika yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1. Sedangkan pada Dewan
Komisaris tanggung jawabnya selalu bersama-sama secara keseluruhan atau secara majelis, yang berarti seorang anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri
terlepas dari anggota lainnya.
167
Ketiadaan pembebasan tanggung jawab Dewan Komisaris sebagaimana Direksi seperti yang diatur dalam Pasal 85 ayat 2 UU No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas cukup mengherankan dan akan menyulitkan Dewan Komisaris yang tidak ikut berbuat tetapi harus ikut bertanggung jawab. Jerry Hoff memberikan
solusi tentang stagnasi ketentuan normatif ini. Hoff berpendapat dan menyarankan untuk menggunakan title perbuatan melanggar hukum sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 1365 KUH Perdata untuk menggugat anggota Dewan Komisaris yang
167
Ibid, hal. 244
Universitas Sumatera Utara
akan merugikan pihak lain.
168
Jerry Hoff
169
A commissioners is obliged with good faith and a full sense of responsibility to perform his duties to further the interests and business
of the company article 98 UUPT. Surprisingly, no provision exists wich applies to commissioners, which sorrespomds to article 85 UUPT
and his mistakes and negligence. Despite the absence of a corresponding provision, it seems obvious that a commissioners would
be personally liable for his mistake and negligence should any party initiate an action against him. The commissioners liability may that
case be based on tort article 1365 KUH Perdata. secara detail menguraikan sebagai
berikut:
Doktrin piercing the corporate veil juga berlaku bagi Dewan Komisaris. Dalam hal-hal tertentu, Dewan Komisaris secara pribadi dapat juga dimintai
pertanggungjawabannya atas kegiatan yang dilakukan Perseroan. Namun dibandingkan Direksi, pengaruh doktrin piercing the corporate veil ini tidak terlalu
besar bagi Dewan Komisaris. Hal ini berkaitan dengan kedudukan maupun kewenangan Dewan Komisaris dalam Perseroan Terbatas hanyalah sebatas pihak
pengawas dan tidak melakukan suatu pengurusan.
170
Doktrin piercing the corporate veil bagi Dewan Komisaris dengan hal-hal sebagai berikut:
171
1. kegagalan Dewan Komisaris menjalankan fiduciary duty;
168
Jerry Hoff, Indonesian Bankruptcy Law, Jakarta: Tatanusa, 1999, hal. 158
169
Ibid, hal. 158
170
Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2002, hal. 28
171
Ibid, hal. 28
Universitas Sumatera Utara
2. ketidakbenaran laporan tahunan Apabila Dewan Komisaris bersalah atau lalai dalam menjalankan fiduciary
duty yakni tidak dengan itikad baik dan bertanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan Perseroan, maka Dewan Komisaris harus bertanggung jawab secara
hukum. Jika Dewan Komisaris sudah dianggap bersalah, maka seluruh anggota Dewan Komisaris ikut bertanggungj awab.
Demikian juga dalam laporan tahunan. Apabila laporan tahunan ternyata tidak benar, maka Direksi bersama Dewan Komisaris bertanggung jawab secara
renteng. Hal ini ditegaskan dalam dalam Pasal 60 ayat 3 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa dalam hal dokumen perhitungan
tahunan yang disediakan ternyata tidak benar danatau menyesatkan, anggota Direksi dan Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak
yang dirugikan.
172
Sebagaimana dalam ketentuan yang berlaku bagi Direksi, maka Dewan Komisaris berhak pula untuk melakukan pembuktian terbalik agar ia dibebaskan dari
tanggung jawab secara renteng baik dengan lembaga Direksi maupun antar anggota Dewan Komisaris itu sendiri. Akan tetapi, pembebasan tanggung jawab Dewan
Komisaris itu hanya terbatas pada laporan tahun atas kinerja Perseroan dan tidak pada hal yang di luar itu. Hal ini diatur dalam Pasal 60 ayat 4 UU No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa anggota Direksi dan
172
M. Hadi Shubhan, Op.Cit, hal. 245
Universitas Sumatera Utara
Dewan Komisaris dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 3 jika terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya.
Dengan demikian, bisa saja ada anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang tidak bertanggung jawab secara hukum apabila ia dapat membuktikan bahwa dirinya tidak
bersalah atau tidak melakukan kelalaian.
173
B. Tanggung Jawab Dewan Komisaris Perseroaan Terbatas Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan PKPU
Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang memiliki organ-organ sebagaimana yang telah disebut dan diuraikan pada bab terdahulu. Sebagaimana
penjelasan di atas, jika Perseroan Terbatas mengalami kepailitan, maka organ Perseroan Terbatas harus bertanggung jawab berdasarkan ketentuan hukum yang
berlaku, dan dalam hal ini telah dijelaskan bahwa pertanggungjawaban tersebut dimuat dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan juga dalam
penjelasan berikut tentang pengaturan pertanggungjawabannya berdasarkan Undang- undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Perihal pertanggungjawaban Dewan Komisaris dalam hal terjadinya kepailitan berdasarkan Undang-undang kepailitan, tidak lepas dari hal-hal apa yang
173
Ibid, hal. 245
Universitas Sumatera Utara
menjadi akibat kepailitan sebagaimana yang dijelaskan dalam Undang-undang kepailitan.
Pada Pasal 21 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU menentukan bahwa kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitur dalam hal ini
adalah Perseroan Terbatas pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Dari ketentuan Pasal 21 di atas,
diketahui bahwa kepailitan merupakan sita umum. Dengan adanya sita umum ini, hendaknya dihindari adanya sita perorangan. Pembentuk Undang-undang
memandang perlu untuk memungkinkan adanya eksekusi “massal” dengan cara melakukan sitaan umum atas seluruh harta kekayaan debitur untuk kepentingan
semua kreditur yang bersangkutan yang dijalankan dengan pengawasan seorang Hakim Pengawas.
174
Namun ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 di atas tidak berlaku terhadap:
1. benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh Debitur sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk
kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang yang dipergunakan oleh debitur dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 tiga puluh hari bagi
debitur dan keluarganya, yang terdapat di tenpat itu;
174
Ibid, hal. 83 Sita umum tersebut haruslah bersifat konservatoir yaitu bersifat penyimpangan bagi kepentingan semua kreditur yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
2. segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang
tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau 3. uang yang diberikan kepada debitur untuk memenuhi suatu kewajiban memberi
nafkah menurut Undang-undang. Debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus
kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.
175
Sedangkan dalam Pasal 25 UU No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan PKPU disebutkan bahwa semua perikatan debitur yang terbit sesudah putusan
pernyataan pailit tidak lagi dapat dibayar dari harta pailit kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta pailit. Dalam Pasal 26 ayat 1 UU Kepailitan dinyatakan
bahwa tuntutan mengenai hak dan kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator.
Selama berlangsungnya kepailitan, tuntutan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit yang ditunjukkan terhadap debitur pailit hanya dapat
diajukan dengan mendaftarkannya untuk kecocokan.
176
175
Pasal 24 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Dalam ayat 2 dinyatakan bahwa putusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dihitung sejak pukul 00.00 waktu
setempat.
Pasal 31 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU dinyatakan bahwa putusan pernyataan
176
Pasal 27 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU
Universitas Sumatera Utara
pailit berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitur yang telah dimulai sebelum kepailitan, harus dihentikan
seketika dan sejak itu tidak ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan termasuk atau juga dengan menyandera debitur. Kemudian dalam ayat 2 disebutkan semua
penyitaan yang telah dilakukan menjadi hapus dan jika diperlukan Hakim Pengawas harus memerintahkan pencoretannya.
Akibat-akibat kepailitan sebagaimana telah diuraikan di atas akan memberikan konsekuensi dalam bentuk pertanggungjawaban pada organ-organ
Perseroan Terbatas. Perseroan Terbatas yang mengalami pailit, memberi konsekuensi terhadap organ Perseroan tersebut, bahkan gaji seorang Direktur Perseroan
Terbataspun malah menjadi utang harta pailit yang harus dibayar Direktur tersebut. Dalam hal ini, tanggung jawab yang dikenakan kepada Dewan Komisaris danatau
Direksi sebagai konsekuensi adanya kepailitan sehingga mengakibatkan kerugian pada Perseroan karena kesalahan atau kelalaiannya dalam menjalankan tugasnya atas
pengurusan yang dilakukan oleh Direksi adalah tanggung jawab secara renteng bagi setiap anggota Dewan Komisaris.
Namun demikian dalam penjelasan Pasal 24 Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU menyebutkan bahwa sekalipun Perseroan
tersebut telah mengalami pailit, namun organ Perseroan tersebut tetap berfungsi dengan ketentuan jika dalam pelaksanaan fungsi tersebut menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
berkurangnya harta pailit, maka pengeluaran uang merupakan bagian harta pailit adalah wewenang kurator.
Ada pandangan yang mengatakan bahwa terhadap debitur pailit, Direksi dan Dewan Komisaris dari suatu Perseroan Terbatas yang dinyatakan pailit tidak
diperbolehkan menjadi Direksi atau Dewan Komisaris perusahaan lainnya.
177
Ketentuan ini adalah tidak tepat mengingat bahwa kepailitan hanya berakibat hukum terhadap harta kekayaan saja dan tidak berakibat pada hak-hak subjektif lainnya. Dan
hal yang tidak wajar lagi adalah apa yang diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sebagai
perbandingan, di mana dalam Pasal 6 UU PEMILU tersebut dikatakan bahwa salah satu syarat calon Presiden dan Wakil Presiden adalah tidak sedang dinyatakan pailit
berdasarkan putusan Pengadilan. Demikian juga dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menentukan bahwa calon Kepala
Daerah harus tidak sedang dinyatakan pailit.
178
Pada dasarnya kepailitan merupakan sita umum terhadap harta kekayaan si pailit dan tidak mencakup status pribadinya. Yang dimaksud dengan harta kekayaan
Jabatan Presiden, Wakil Presiden dan Kepala Daerah adalah jabatan dalam hukum publik, sehingga tidak berkaitan dengan
soal kepailitan yang merupakan ranah hukum keperdataan.
177
Pasal 79 ayat 3 dan Pasal 96 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
178
Fred BG. Tumbuan, “Mencermati Makna Debitur, Kreditur dan Utang Berkaitan Dengan Kepailitan,” dalam Emmy Yuhassarie, Undang-undang Kepailitan dan Perkembangannya, Jakarta:
Pusat Pengkajian Hukum, 2005, hal. 126
Universitas Sumatera Utara
di sini, menurut Fred BG. Tumbuan adalah semua barang dan hak atas benda yang dapat diuangkan ten gelde kunnen worden gemaakt.
179
Dimasukkannya syarat tidak sedang dalam pailit sebagai salah satu syarat calon Presiden, Wakil Presiden dan Kepala Daerah, seakan-akan pailit adalah suatu
perbuatan tercela atau perbuatan kriminal sehingga perlu dicantumkan dalam syarat jabatan publik tersebut. Pailit hanyalah berhubungan dengan keadaan tidak mampu
membayar terhadap utang-utangnya, di mana keadaan tidak mampu membayar adalah sebagai resiko yang biasa dialami dalam dunia usaha. Hal itu berbeda dengan
keadaan tidak mau membayar pajak sebagai syarat lainnya dari jabatan tersebut. Pembuat Undang-undang PEMILU Presiden dan Wakil Presiden, dan Undang-
undang Pemerintah Daerah tidak bisa membedakan antara keadaan pailit dengan kejahatan menggelapkan uang dengan dasar utang atau kejahatan kepailitan
lainnya.
180
Kepailitan mengakibatkan Debitur yang dinyatakan pailit kehilangan segala hak perdata untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah dimasukkan
ke dalam harta pailit. “Pembekuan” hak perdata ini diberlakukan oleh Pasal 24 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU terhitung sejak saat
keputusan pernyataan pailit diucapkan. Hal ini juga berlaku bagi suami atau istri dari Debitur pailit yang menikah dalam persatuan harta kekayaan.
181
179
Ibid, hal. 127
Meskipun debitur
180
M. Hadi Shubhan, Op.Cit, hal. 174
181
Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal. 46-47
Universitas Sumatera Utara
kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai harta kekayaannya tetapi debitur tidak kehilangan kecakapannya untuk melaksanakan perbuatan hukum sepanjang
perbuatan hukum tersebut tidak mempunyai akibat hukum atas harta kekayaannya yang telah dikuasai kurator.
Jika debitur tetap melakukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan harta pailit, maka perbuatan tersebut tidak mengikat harta pailit kecuali apabila perbuatan
hukum itu mendatangkan keuntungan bagi harta pailit. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 25 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU yang menentukan
bahwa semua perikatan debitur pailit yang dilakukan sesudah pernyataan pailit, tidak dapat dibayar dari harta pailit, kecuali bila perikatan-perikatan tersebut
mendatangkan keuntungan bagi harta kekayaan itu.
182
Perlu diperhatikan bahwa kepailitan ini hanyalah menyangkut harta kekayaan debitur pailit dan bukan hak pribadi si debitur. Debitur masih tetap memiliki hak
untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang berkaitan dengan kedudukannya sebagai suami, orangtua terhadap anak-anaknya dan lain-lain hubungan pribadi antara si
debitur pailit dengan keluarganya dan masyarakat sekitarnya. Sama halnya yang berlaku bagi Direksi Perseroan, selain dari pertanggungjawaban yang diatur dalam
UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, secara umum Dewan Komisaris juga dapat dituntut berdasarkan ketentuan umum yang diatur dalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata, terkait dengan masalah:
182
Ibid, hal. 86
Universitas Sumatera Utara
a. tuntutan pengembalian harta kekayaan perseroan yang diambil secara tidak sah oleh Dewan Komisaris;
b. tuntutan pengembalian keuntungan yang seyogyanya dinikmati oleh Perseroan.
183
C. Pertanggungjawaban Secara Pidana dan Perdata 1. Pertanggungjawaban Secara Pidana
Terhadap debitur pailit juga bisa dikenakan ketentuan pidana. Ketentuan pidana mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUH Pidana yang
tersebar dalam beberapa ketentuan, yakni Pasal 226 dan Pasal 396 sampai Pasal 403 KUH Pidana. Ketentuan pidana dalam KUH Pidana tersebut berkaitan dengan
pelaksanaan pemberesan harta pailit lebih lanjut dalam hal status pailit sudah diputuskan oleh hakim Pasal 226, Pasal 396, Pasal 400 sampai Pasal 402 KUH
Pidana serta penyebab adanya kepailitan Pasal 396, 397, 398, 399, 403 KUH Pidana.
184
Pengaturan pidana dalam KUH Pidana yang berkaitan dengan kepailitan berkaitan dengan perbuatan-perbuatan sebagai berikut:
1 tidak mau hadir atau memberikantidak memberikan keterangan yang menyesatkan dalam proses pemberesan Pailit Pasal 226 KUH Pidana;
183
Ibid, hal. 87-88
184
M. Hadi Shubhan, Op.Cit, hal. 183
Universitas Sumatera Utara
2 perbuatan debitur pailit yang merugikan kreditur Pasal 396 KUH Pidana; 3 perbuatan debitur yang memindahtangankan harta sehingga merugikan para
kreditur dan menyebabkan pailit Pasal 397 KUH Pidana; 4 perbuatan Direksi danatau Dewan Komisaris Perseroan yang menyebabkan
kerugian Perseroan baik sebelum atau setelah pailit Pasal 398 dan 399 KUH Pidana;
5 perbuatan menipu oleh debitur pailit kepada para kreditur Pasal 400 KUH Pidana;
6 kesepakatan curang antara debitur pailit dengan kreditur dalam rangka penawaran perdamaian kepailitan Pasal 401 KUH Pidana;
7 tindakan debitur pailit yang mengurangi hak-hak kreditur Pasal 402 KUH Pidana;
8 perbuatan Direksi danatau Dewan Komisaris Perseroan Terbatas yang bertentangan dengan Anggaran Dasar Pasal 403 KUH Pidana.
185
Sedangkan dalam hal kepailitan terjadi karena kecurangan dalam Pasal 397 KUH Pidana, yakni:
1. ada tiga macam perbuatan:
185
Ibid, hal. 183-184
Universitas Sumatera Utara
a. mengarang perbuatan yang tidak pernah ada; b. tidak membukukan suatu pendapatan;
c. menyisihkan atau menarik suatu barang dari boedel. 2. tindakan melepas suatu barang dari boedel secara cuma-cuma atau dengan terang-
terangan di bawah harga; 3. tindakan berupa apa saja, menguntungkan salah seorang kreditur;
4. tindakan berupa penyimpangan dari ketentuan Pasal 6 Kitab Undang-undang Hukum Dagang KUH Dagang.
186
Dalam KUH Pidana Buku Kedua Bab XXVI tentang perbuatan yang merugikan penagihan utang atau orang yang berhak, terdapat beberapa ketentuan
yang khusus mengatur tanggung jawab pidana organ-organ Perseroan Terbatas Direksi danatau Dewan Komisaris berkenaan dengan kepailitan Perseroan
Terbatas. Pasal-pasal tersebut antara lain: A. Pasal 398 Kitab Undang-undang Hukum Pidana menentukan bahwa Pengurus
Organ-organ Perseroan Terbatas atau Komisaris Dewan Komisaris yang tidak bernama, Maskapai Andil Bumiputera atau Perkumpulan Koperasi yang
186
Denny Kailimang, “Aspek-aspek Pidana dalam Kepailitan,” dalam Rudhy A. Lontoh ed, Penyelesaian Utang-piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,
Bandung: Alumni, 2001, hal. 325-326
Universitas Sumatera Utara
dinyatakan jatuh pailit atau diperintahkan Hakim dalam menyelesaikan urusan perniagaannya, dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan:
1. Jika ia telah membantu atau mengijinkan akan melakukan perbuatan yang berlawanan dengan Anggaran Dasar, yang menyebabkan sama sekali atau
sebagian besar dari kerugian yang tergantung oleh Perseroan, Maskapai atau Perkumpulan itu;
2. Jika ia, dengan maksud akan menunda jatuhnya atau penyelesaian urusan perniagaan dari Perseroan, Maskapai atau Perkumpulan itu, sedang
diketahuinya jatuh pailit atau penyelesaian itu tidak dapat dicegah lagi, telah membantu atau telah mengijinkan akan meminjam uang dengan perjanjian
yang berat; 3. Jika karena salahnya kemudian tak cukup kewajiban yang diterangkan dalam
Pasal 6, ayat pertama dari Kitab Undang-undang Perniagaan atau dalam Pasal 27, ayat pertama dari ordonansi Maskapai Andil Bumiputera atau tidak dapat
diadakan dengan baik dan lengkap buku dan Surat Keterangan tempat menuliskan peringatan menurut pasal-pasal itu, dan surat lain yang disimpan
menurut pasal-pasal itu. B. Pasal 399 Kitab Undang-undang Hukum Pidana menuntut Pengurus Organ-
organ Perseroan Terbatas dari suatu Perseroan yang tidak bernama, Maskapai Andil Bumiputera atau Perkumpulan Koperasi yang dinyatakan telah jatuh pailit
Universitas Sumatera Utara
atau yang diperintahkan Hakim untuk menyelesaikan urusan perniagaannya, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun jika ia, untuk mengurangi dengan
jalan penipuan terhadap hak penagih utang dari Perseroan, Maskapai atau Perkumpulan itu:
1. dengan dusta mengarang utang atau menyembunyikan keuntungan atau melarikan sesuatu barang dari harta bendanya itu;
2. memindahkan sesuatu barang, baik dengan menerima uang, maupun dengan nyata di bawah harga;
3. menguntungkan salah seorang yang berpiutang padanya dengan jalan apapun juga pada waktu jatuh pailit atau penyelesaian urusan dagang itu tidak dapat
dicegah lagi; 4. tidak mencukupi kewajibannya dalam mencatat sesuatu menurut Pasal 6 ayat
1 dari Kitab Undang-undnag Perniagaan ataupun menurut Pasal 27 ayat 1 dari ordonansi maskapai andil Bumiputera dan dalam penyimpanan dan
menunjukkan buku, surat keterangan dan surat lain yang tersebut dalam pasal- pasal ini.
Dari ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam kedua pasal di atas, dapat disimpulkan bahwa baik anggota Direksi danatau Dewan Komisaris Perseroan
Terbatas dapat dituntut secara pidana jika mereka telah menyebabkan kerugian pada
Universitas Sumatera Utara
kreditur Perseroan Terbatas sehingga dapat dikenakan pidana penjara paling lama 1 satu tahun dan 4 empat bulan, jika mereka:
1 Turut serta dalam atau memberi persetujuan atas perbuatan-perbuatan yang melanggar Anggaran Dasar Perseroan Terbatas dan perbuatan-perbuatan
tersebut mengakibatkan kerugian berat sehingga Perseroan Terbatas jatuh pailit;
2 Turut serta dalam atau memberi persetujuan atas pinjaman dengan persyaratan yang memberatkan dengan maksud menunda kepailitan Perseroan Terbatas;
atau 3 Lalai dalam mengadakan pembuktian sebagaimana diwajibkan oleh UU
Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas. Selanjutnya, baik anggota Direksi danatau Dewan Komisaris Perseroan Terbatas
yang telah dinyatakan pailit dapat dituntut secara pidana dan dikenakan pidana penjara paling lama 7 tujuh tahun jika merekayasa pengeluaran atau utang dengan
maksud mengurangi secara curang hak-hak para kreditur Perseroan Terbatas, atau mengalihkan kekayaan Perseroan Terbatas dengan cuma-cuma atau dengan harga
jauh di bawah yang wajar. Berkenaan dengan tanggung jawab pidana tersebut di atas perlu diperhatikan bahwa mantan Direksi danatau Dewan Komisaris Perseroan
Terbatas yang sudah tidak menjabat lagi pada jabatan-jabatan tersebut tidak bebas dari ancaman tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2. Pertanggungjawaban Secara Perdata