Keaslian Penulisan Kerangka Teori

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh penulis, diketahui bahwa penelitian tentang Tanggung Jawab Dewan Komisaris Perseroan Terbatas dalam Hal Kepailitan Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU belum pernah dilakukan, baik dalam judul, topik dan persoalan yang sama. Sebab dalam penelitian ini, difokuskan pada pertanggungjawaban Dewan Komisaris berdasarkan Undang-undang Kepailitan yang baru, dan juga dihubungkan dengan pertanggungjawabannya dalam Undang-undang Perseroan Terbatas yang juga baru. Spesifikasi inilah yang akan membedakan tulisan ini dengan tulisan-tulisan ilmiah lainnya. Dengan demikian, penelitian ini merupakan hal yang baru dan orisinil karena sesuai dengan asas-asas keilmuan, yaitu: jujur, rasional, objektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara imiah, serta terbuka bagi kritik yang konstruktif sehubungan dengan persoalan yang dibahas dalam tulisan ini.

F. Kerangka Teori

Tentang pertanggungjawaban Dewan Komisaris Perseroan Terbatas dalam hal terjadinya kepailitan, di dasarkan pada teori-teori yang penulis paparkan untuk mendekati upaya menjawab masalah dalam tulisan ini. Universitas Sumatera Utara Teori yang behubungan erat dengan pertanggungan jawab Dewan Komisaris dalam hal kepailitan adalah konsep teori Piercing the Corporate Veil atau Menyingkap TiraiTabir Perusahaan badan hukum. Teori ini populer digunakan dalam hukum perusahaan, bukan hanya pada tata hukum Indonesia, tetapi juga dalam tata hukum Internasional. Piercing the Corporate Veil atau kadang diistilahkan dengan Lifting the Corporate Veil atau juga Going Behind the Corporate Veil. Terapan pendekatan dengan teori ini adalah untuk mencapai keadilan sebagai misi utama, terutama bagi pihak ketiga dengan pihak Perseroan yang mempunyai hubungan hukum tertentu. 25 Teori Piercing the Corporate Veil dalam hukum ekonomi diartikan sebagai suatu proses untuk memberi beban tanggung jawab pada pundak orang atau Perseroan lain atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan pelaku, tanpa mempertimbangkan bahwa sesungguhnya perbuatan tersebut dilakukan olehatas nama Perseroan pelaku. Maka, teori Piercing the Corporate Veil pada hakikatnya merupakan teori yang memindahkan tanggung jawab dari Perseoan kepada Pemegang Saham, Direksi atau Dewan Komisaris dan biasanya teori ini baru diterapkan apabila ada klaim dari pihak ketiga kepada Perseroan. 26 I.G. Ray Widjaya menyebutkan bahwa teori Piercing the Corporate Veil adalah teori yang menembus cadar perusahaan atau membuka kerudung. Dengan 25 Chatamarrasjid, Menyingkap Tabir Perseroan Piercing the Corporate Veil, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, Bandung: Penerbit PT. Citra Adiyta Bakti, 2000, hal. 6 26 Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal. 25 Universitas Sumatera Utara demikian apabila terjadi suatu hal tertentu, tanggung jawab dari suatu Perseroan tersebut bisa dihapus atau hilang. Dengan kata lain, organ Perseroan harus bertanggung jawab penuh secara pribadi terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh hal-hal tertentu. 27 Sebagaimana dipahami bahwa Undang-undang Perseroan Terbatas hingga batas-batas tertentu mengakui berlakunya teori Piercing the Corporate Veil ini, sungguhpun pengaturannya sangat simpel. Penerapan teori ini ke dalam tindakan suatu Perseroan menyebabkan tanggung jawab hukum tidak hanya dimintakan dari Perseroan tersebut meskipun berbentuk badan hukum, namun pertanggungjawaban hukum dapat juga dimintakan terhadap pemegang sahamnya. Bahkan penerapan Piercing the Coporate Veil dalam pengembangannya juga membebankan tanggung jawab hukum kepada organ Perseroan lainnya seperti Direksi dan Dewan Komisaris. 28 Teori Piercing the Corporate Veil dan Business Judgment Rule bagi Dewan Komisaris dikenakan untuk mengatur kewenangan organ Perseroan tersebut sebagaimana dalam Pasal 108 ayat 1 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Selain pasal tersebut, Pasal 114 ayat 1 UU Perseroan Terbatas memberi 27 I.G. Ray Widjaya, Hukum Perusahaan, Jakarta: Penerbit Kesaint Blanc, 2000, hal. 145- 146 28 Ibid, hal. 147 Universitas Sumatera Utara norma yuridis bagi Dewan Komisaris untuk bertindak secara tepat sehingga kepengurusan Perseroan Terbatas lebih baik dan mencapai tujuan Perseroan. 29 Berdasarkan UU Perseroan Terbatas, apabila teori Piercing the Corporate Veil diterapkan, maka dapat menyebabkan Dewan Komisaris bertanggungjawab atas aktivitas yang dilakukan oleh Perseroan. Pertanggunganjawab Dewan Komisaris akibat penerapan teori Piercing the Corporate Veil tersebut dalam hal-hal berikut: 1. Dewan Komisaris tidak melaksanakan fiduciary duty terhadap Perseroan, 2. Membiarkan penyusunan dan pelaporan keuangan yang tidak benar atau menyesatkan, 3. Tidak melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian, 4. Mempunyai kepantingan-kepentingan pribadi terhadap Direksi baik langsung ataupun tidak langsung yang meyebabkan kerugian, 5. Tidak memberikan nasihat-nasihat yang baik kepada Direksi yang mengurus Perseroan. 30 Teori lainnya yang berkaitan dengan masalah tanggung jawab Dewan Komisaris Perseroan Terbatas dalam hal terjadinya kepailitan adalah Good Corporate 29 Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal. 75 30 Ibid, hal. 148 Universitas Sumatera Utara Governance yang pada dasarnya merupakan konsep yang menyangkut struktur Perseroan, pembagian tugas, pembagian wewenang dan pembagian beban tanggung jawab masing-masing organ Perseroan. Implementasi Good Corporate Governance di Indonesia sangat vital karena hal ini dapat membantu Perseroan untuk keluar dari krisis ekonomi serta bermanfaat bagi Perseroan-perseroan di Indonesia yang harus menghadapi era globalisasi, mengikuti perkembangan ekonomi global serta pasar global yang demikian kompetitif. 31 Semenjak krisis moneter yang melanda perekonomian dan berbagai domain di akhir tahun 1990-an masalah good corporate governance mendapat perhatian yang besar dari masyarakat dan pihak pemerintah. Hal ini karena adanya anggapan bahwa masalah-masalah yang dihadapi oleh perusahaan Perseroan di Indonesia yang secara langsung juga menyebabkan terjadinya krisis moneter tersebut adalah akibat kurang diterapkannya prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik di dalam banyak Perseroan di Indonesia. Selain itu, tuntutan atas adanya penerapan good corporate governance ini juga telah menggemakan issu untuk menarik minat masuknya pemodal asing ke dalam pasar modal atau bursa suatu negara. Dengan demikian prinsip-prinsip good corporate governance yang semakin baik merupakan indikasi adanya perlakuan yang baik terhadap pemodal. 32 31 Munir Fuady, Op.Cit, hal. 51 32 Herwidayatmo, Implementasi Good Corporate Governance Untuk Perusahaan Publik di Indonesia, dalam tulisan utama Usahawan No. 10 TH XXIX Oktober 2000 Universitas Sumatera Utara Dalam tulisan J. Mark Mobius President of Templeton Emerging Markets Funds Inc. tentang Issues in Global Corporate Governance dalam Corporate Governance an Asia-Pacific Critique, 33 Panduan yang dikeluarkan oleh OECD bahwa prinsip-prinsip yang menetapkan beberapa hal penting, di antaranya adalah: pertama, yang berkaitan dengan hak-hak pemegang saham the right of share holders, kedua, yang berhubungan dengan konsepsi perlakuan yang sama the equitable of treatment of share holders, ketiga, yang berkaitan dengan peraturan tentang penerapan corporate governance the role of stakeholders in corporate governance, keempat, yang berhubungan dengan penerapan prinsip keterbukaan dan transparansi disclosure and transparancy dan kelima, yang berhubungan dengan tanggung jawab dari pengurus Perseroan responsibility of the board. menyatakan bahwa definisi yang diberikan terhadap corporate governance secara umum di seluruh dunia tidak memiliki bentuk keseragaman. Akan tetapi, berbagai macam lembaga regulasi seperti Organization for Economic Coperation and Development OECD telah mengembangkan seperangkat prinsip umum yang dapat dipergunakan oleh negara-negara anggota dalam membentuk definisi yang nantinya bersifat spesifik. 34 33 Low Chee Keong, “Introduction the Corporate Governance Debate, Corporate Governance an Asia-Pacific, Sweet Maxwell Asia a Thomson Company,” seperti dikutip oleh Wahyono Darmabrata Ari Wahyudi Hertanto, Implementasi Good Corporate Governance dalam Menyikapi Bentuk-bentuk Penyimpangan Fiduciary Duty Direksi dan Komisaris Perseroan, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 22 No. 6 Tahun 2003, hal. 25 34 Konsepsi “Corporate Governance di Pasar Modal” website http:www.safitri.com diakses tanggal 18 April 2010 Universitas Sumatera Utara Keseluruhan cakupan dari pedoman ini mencakup 4 empat bidang utama, yaitu: 35 1. Fairness Keadilan; menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor, 2. Transparancy transparansi; mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu serta jelas dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan dan pemilikan perusahaan, 3. Accountability akuntabilitas; menjelaskan peran dan tanggung jawab serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris, 4. Responsibility pertanggungjawaban; memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagaimana cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial. Prinsip-prinsip corporate governance penerapannya merupakan landasan atas pengelolaan perusahaan yang baik. Prinsip-prinsip ini bukan hanya mengharuskan Direksi Perseroan, tetapi juga Dewan Komisaris dalam hal perjalanan Perseroan yang baik sehingga menghasilkan kenaikan saham Perseroan di pasar tentunya penting bagi investor jangka pendek. Bagi investor jangka panjang, penerapan prinsip- 35 Hamud M. Balfast, Sedikit Tentang “Disclosure” dan “Corporate Governance,” dalam Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22 Januari-Pebruari 2003, hal. 100 Universitas Sumatera Utara prinsip ini akan menjamin bahwa perusahaan tidak hanya akan memuaskan pemodal jangka pendek saja, tetapi dapat digunakan dalam mempertahankan kelangsungan usaha, stabilitas serta kesejahteraan bagi semua stakeholder, termasuk tentunya keuntungan para pemegang saham. Dengan demikian, peranan corporate governance ini akan semakin penting dan dituntut pada masa-masa yang akan datang karena dengan pengelolaan perusahaan yang baik, tujuan kegiatan dan usaha Perseroan akan lebih mungkin tercapai tanpa perlu mengorbankan kelangsungan usaha. 36 Kemungkinan terjadinya kepailitan dalam Perseroan selalu terbuka oleh beberapa faktor, baik itu faktor eksternal misalnya karena krisis moneter global atau oleh karena faktor internal yaitu kesalahan atau kelalaian dalam pengelolaan dan pengawasan serta tidak adanya itikad baik yang dapat memperburuk situasi yang memungkinkan terjadinya kepailitan. Dengan demikian pertanggungjawaban yang dibebankan kepada organ-organ Perseroan menjadi hal yang sangat penting untuk perhatikan, sebab berkaitan langsung dengan harta debitur dan kreditur. Selain teori dan prinsip di atas, konsep atau teori penanganan dengan benar melalui standard operating procedure merupakan hal yang akan membantu Dewan Komisaris danatau Direksi dapat dengan cepat mengetahui adanya perubahan- perubahan atau perkembangan yang materiil terhadap kegiatan usaha Perseroan. Kaitan eratnya adalah pada dilakukan atau tidak fiduciary Duty dan business 36 Ibid, hal. 102 Universitas Sumatera Utara judgment rule baik oleh Direksi danatau Dewan Komisaris sehingga dapat terwujud good corporate governance. 37 Kepailitan adalah merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari prinsip paritas creditorium dan prinsip pari passu prorate parte dalam rezim kekayaan vermogensrechts. Prinsip paritas creditorum berarti bahwa semua kekayaan debitur baik yang berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak maupun harta yang sekarang telah dipunyai debitur dan barang-barang di kemudian hari akan dimiliki debitur terikat kepada penyelesaian kewajiban debitur. 38 Sedangkan prinsip pari passu prorate parte berarti bahwa harta kekayaan tersebut merupakan jaminan bersama untuk para kreditur dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional antara kreditur tersebut, kecuali jika antara para kreditur itu ada yang menurut Undang- undang harus didahulukan dalam menerima pembayaran tagihannya. 39 Teori-teori inilah yang akan diterapkan dalam kerangka menganalisa pertanggungjawaban Dewan Komisaris Perseroan Terbatas dalam hal terjadinya kepailitan. 37 Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal. 99 38 Kartini Muladi, “Kepailitan dan Penyelesaian Utang-Piutang,” dalam Rudhy A. Lontoh, Op.Cit, hal. 168 39 Rudhy A. Lontoh, Ibid, hal. 169 Universitas Sumatera Utara

G. Metode Penelitian

Dokumen yang terkait

Penerapan Sifat Kolegialitas Dewan Komisaris Perseroan Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang NO. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

1 63 72

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENGURUSAN PERSEROAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 6 36

PENERAPAN DOKTRIN ULTRA VIRES TERHADAP DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DAN UNDANG-UNDANG NO 37 TAHUN 2004 TENTANG KE.

0 0 1

EKSISTENSI DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL DI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS TERHADAP TANGGUNG JAWAB DIREKSI ATAS TERJADINYA KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS.

0 0 13

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS | Kurniawan | Mimbar Hukum 16126 30674 1 PB

0 0 13

A. Pendahuluan - TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS

0 0 15

99 TANGGUNG JAWAB ORGAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DALAM KEPAILITAN

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Sifat Kolegialitas Dewan Komisaris Perseroan Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang NO. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 1 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS DAN KEPAILITAN A. Perseroan Terbatas - Penerapan Sifat Kolegialitas Dewan Komisaris Perseroan Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang NO. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 0 23

JURNAL ILMIAH RENVOI DALAM KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

0 0 16