BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan dunia sekarang ini mengalami laju pertumbuhan yang sangat pesat, ini ditandai dengan bermunculannya berbagai jenis usaha khususnya
dalam bidang manufaktur. Dengan pertumbuhan yang pesat tersebut tentu akan akan menimbulkan persaingan antara satu perusahaan dengan perusahaan yang
lainnya untuk menjadi yang terdepan. Persaingan dengan perusahaan lain dan ambisi menjadi yang terdepan di bidangnya memerlukan kinerja yang baik dalam
perusahaan dan salah satunya adalah sistem produksi yang efisien dan efektif. Perusahaan memiliki sistem produksi yang efisien dan efektif apabila perusahaan
tersebut mampu mengelola sumber daya yang ada secara optimal sehingga dapat meningkatkan produktivitas perusahaan.
PT. Tjipta Rimba Djaja adalah salah satu perusahaan manufaktur yang bergerak dalam bidang produksi kayu terutama beragam jenis kayu lapis
plywood. Dalam strategi produksinya, perusahaan menerapkan sistem make to stock. Pada bulan Oktober Juli 2011, perusahaan tidak dapat memenuhi
permintaan, dimana jumlah produksi adalah 1.876 m
3
sedangkan jumlah permintaan adalah 1.913 m
3
. Ketidakmampuan perusahaan tersebut disebabkan oleh adanya ketidaklancaran produksi, yaitu terdapat stasiun kerja menganggur
akibat perbedaan kapasitas antara stasiun kerja rotary stasiun kerja II dengan stasiun kerja dryer stasiun kerja III. Stasiun kerja rotary memiliki kapasitas 16
Universitas Sumatera Utara
m
3
jam sedangkan stasiun kerja dryer memiliki kapasitas 10 m
3
jam. Ketidaklancaran produksi ini juga menandakan rendahnya utilitas pada stasiun
kerja. Oleh karena itu penyelesaian yang dilakukan untuk mengatasi ketidaklancaran tersebut adalah dengan melakukan perencanaan kapasitas yang
dapat memaksimisasi utilitas. Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh James C.Chen, dkk pada tahun
2011 yang menunjukkan bahwa metode yang paling efektif untuk meningkatkan performansi produksi adalah dengan melaksanakan perencanaan kapasitas yang
efektif. Perencanaan kapasitas yang efektif tidak hanya dapat memaksimisasi utilitas tetapi juga mengurangi work in process WIP, biaya, dan lain-lain.
Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Nils Altfeld, dkk pada tahun 2011 yang menunjukkan bahwa terjadinya bottleneck berhubungan dengan beban kerja
workload stasiun kerja dan kapasitas yang ada.
1.2. Rumusan Masalah